Anda di halaman 1dari 424

Kolektor E-Book

Darah Penyambung Nyawa


(Serial Pendekar Mata
Keranjang 108)
Karya Darma Patria
Pembuat Djvu : NOVO
Edit teks dan Pdf : Saiful Bahri
Situbondo
Selesai di edit : 21 Juli
2018,Situbondo
Ebook persembahan Group Fb
Kolektor E-Book
Selamat Membaca ya !!!
***

DARAH PENYAMBUNG
NYAWA
Karya Darma Patria
Cetakan pertama
Penerbit Cintamedia. Jakarta
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengcopy atau
memperbanyak sebagian atau
seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari penerbit

***

Darma Patria
Pendekar Mata Keranjang 108
dalam episode :
Darah Penyambung Nyawa
128 hal.
***

SATU
SEORANG pemuda berpakaian
hijau ketat, mengayunkan kaki
seenaknya seraya
mengebut-ngebutkan kipas lipat
berwarna ungu ke sekujur
tubuhnya. Pemuda yang
memiliki wajah tampan penuh
seri dan sepasang mata yang
bersinar-sinar itu, memang
tampak kegerahan dan
kepanasan .
Saat itu memang tengah hari.
Sang Surya bertengger di
angkasa,_memancarkan
sinarnya yang garang ke bumi,
seakan-akan hendak membakar
apa yang ada di bawahnya. ~
Sambil terus
mengebut-ngebutkan. kipasnya
'yang bergambarkan laut dan
angka 108, si pemuda
mengeluarkan segulungan kecil
daun lontar dari balik
pakaiannya.
Pemuda ini memang bukan lain
adalah Aji Saputra alias
Pendekar Mata Keranjang 108.
Dan sekarang, si pemuda
membuka gulungan daun lontar
itu dengan sebelah tangan. .
Seketika itu tampak oleh Aji
deretan-huruf huruf yang tak
rapi pada permukaan daun
lontar. Huruf-huruf yang
terangkai menjadi nama! Sesaat.
bibir Aji menggerimit pelan
ketika membaca rangkaian
rangkaian huruf itu dengan
tanpa mengeluarkan suara.
Dahinya pun mengernyit, seaka
akan tengah mengingat-ingat. Di
lain kejap, gulungan daun lontar
itu dimasukkan kembali ke balik
pakaiannya. .
Baru saja tangan Itu
dikeluarkan kembali, sepasang
alis Aji berkerut dalam hingga
hampir menyatu. Karena,
sayup-sayup dia menangkap
bunyi beradunya
senjata tajam dan
hentakan-hentakan keras.
Bunyibunyi khas pertarungan.
. "Benar-benar tak tahu waktu
orang-orang yang tengah
bertempur itu," rutuk si pemuda
seraya menggeleng-gelengkan
kepala. "Apakah mereka tak
tahu kalau saat ini keadaan
benar-benar tak menyenangkan
untuk bertarung"! Ataukah
mereka sedemikian sibuknya,
sehingga hanya saat ini mereka
mempunyai kesempatan untuk
bertarung"!"
Aji membutuhkan waktu
beberapa saat untuk bisa
memperkirakan asal bunyi itu.
Ternyata dari rimba di sebelah
kirinya. Pendekar Mata
Keranjang sendiri, berada di
sebuah jalan berbatu-batu yang
cukup lebar.
Karena dorongan rasa ingin
tahu yang besar, dan juga
adanya kemungkinan orang
membutuhkan pertolongan,. Aji
melesat menuju rimba itu. Dan,
saat si pemuda bergerak,
bunyi-bunyi yang terdengar
semakin keras.
Ketika Pendekar Mata
Keranjang telah tiba di mulut
rimba, bunyi dentang senjata
beradu dan bentakan-hentakan
terdengar semakin keras. Si
pemuda terus melesat ke dalam.
Sesaat kemudian, Aji telah
berada di'sebuah tanah lapang
yang cukup luas.
Aji merasakan bulu-bulu
tengkuknya berdiri ketika
melihat pemandangan yang
terpampang di hamparan tanah
lapang Itu. Beberapa sosok
tergolek di tanah dalam keadaan
tubuh tidak utuh. Sebagian besar
buntung kepalanya. Hanya
sebagian kecil yang terpisah
tangan dan kakinya. Namun,
semuanya mempunyai
kesamaan, tergolek bermandikan
darah. Rumput rumput hijau
terlihat kemerahan karena
tersiram darah.
Angin yang berhembus ke arah
Pendekar Mata
Keranjang, dan agak keras,
membawa bau yang menyengat
hidung dan memualkan perut.
Amis dan anyir. Bau darah ! ~
"iblis dari mana yang mampu
melakukan kekejian seperti
ini"!" kecam Aji seraya
mengayunkan kaki mendekati
sosok-sosok yang bergeletakan
di tanah. '.'
Aji terperanjat ketika melihat
ada satu sosok yang anggota
tubuhnya utuh. Memang, seperti
juga yang lainnya, sosok yang
mengenakan jubah putih itu,
berlumuran dan bergelimangan
darah. Sosok ini tergolek di
antara yang lainnya, sehingga
semula agak tersembunyi dari
pandangan Pendekar Mata
Keranjang.
Pemuda berpakaian dalam
kuning ini bergegas mendekati
sasak berjubah putih. Si pemuda
duduk bersimpuh dan
memeriksanya. Tampak oleh Aji,
sebagian besar jubah putih itu
telah berwarna merah karena
bernoda darah.
Tanpa menunggu lebih lama, Aji
mengulurkan tangannya untuk
memeriksa detak jantung sosok
berjubah putih itu. Tapi,
sebelum jari jari tangan si
pemuda menyentuh dada,
mendadak sang sosok
mengebutkan tangannya ke
wajah Pendekar 108.
Brrr...! "
Serbuk-serbuk berwarna merah
yang menyebarkan bau harum,
menyerbu wajah Aji. Sang
pendekar terperanjat, dan
segera sadar kalau dirinya
tertipu. Dia melompat ke
belakang untuk mengelak seraya
memejamkan mata agar tak
kemasukan serbuk-serbuk itu. DI
saat
yang sama, Aji mengibaskan
tangan kanannya, mengirimkan
pukulan jarak jauh pada
penyerangnya.
Blarr...!'
Angin keras yang menyeruak
dari tangan Aji hanya mengenai
pemukaan tanah, karena sosok
berjubah putih itu telah lebih
dulu menggulingkan tubuh dan
melenting menjauh. Seketika itu
pula tanah terbongkar,
menimbulkan
gumpalan-gumpalan tanah yang
berpentalan ke_udara.
Debu-debu yang timbul,
menyebabkan tempat itu jadi
remang-remang.
Dilain pihak, Aji memang
berhasil membuat serbuk-serbuk
merah tak mengenai matanya.
Tapi, murid Wong Agung ini
lupa untuk menahan napas. Bau
harum itu tercium olehnya.
Seketika itu pula, si pemuda
merasa pusing. .
Aji menyadari gelagat tidak
baik: Dia buru-buru menahan
napas untuk mencegah bau
harum itu terhisap lebih banyak.
Pemuda berambut dikuncir
ini'berhasil. Tapi, serbuk merah
itu ternyata amat luar biasa.
Kendati hanya terhisap sedikit,
namun mampu menimbulkan
pengaruh yang luar biasa. '
Pusing yang melanda Pendekar
Mata Keranjang segera
menghebat. Sekujur tubuhnya
pun lemas. Malah, semua yang
dilihat Aji berputaran, karena
pandangannya
berkunang-kunang.
Aji berusaha keras untuk
bertahan. Dia mengerahkan
hawa muninya untuk mendesak
keluar racun yang masuk. Tapi,
racun yang terkandung dalam
serbuk merah telah meraSuki
sekujur urat dan otot. dan
menyebabkan lemas. Aliran
hawa murni jadi kacau, mati
kutu. usaha Pendekar Mata
Keranjang kandas. Dia
terhuyung-huyung sebelum
akhirnya ambruk ke tanah.
Sosok berjubah putih yang telah
tegak di tanah,
maju menghampiri Aji. Sambil
melangkah, dengan sebelah
tangan dia melucuti jubahnya
yang berlumuran
darah, serta mengusap-usap
wajahnya yang berdebu dan
dipenuhi bercak-bercak darah.
Di depan sang sosok, Aji rebah
tak berdaya. Seluruh anggota
tubuhnya tak bisa digerakkan.
Lemas. Lunglai. Bagaikan orang
yang tak berotot, berurat, dan
bertulang. Tapi pemuda ini
masih sadar. Matanya masih
bisa dibuka, sehingga bisa
melihat semua tindakan dan
gerak-gerik sang sosok.
Sosok itu ternyata seorang
wanita setengah baya. pesolek,
dan berpakaian hitam. Mulutnya
yang masih berbentuk indah.
tersenyum penuh daya pikat.
Sepasang matanya
menyambar-nyambar dengan
sorot genit. Aji sampai
terperanjat melihatnya. Karena,
dia telah melihat wanita ini
sebelumnya, dan cukup
mengenalnya.
"Dewi Barhati Besl...,' keluh
pemuda berambut dikuncir ini
dalam hati. "Sungguh sial!
Rupanya aku telah tertipu...!" '
Wanita berpakaian hitam yang
memang adalah Dewi Berhati
Besi, mengukir senyum penuh
daya pikat. Dengan sikap genit
dan suara dibuat-buat, dia
bicara.
'!Selamat berjumpa lagi, Bocah
Bagus. Dan, pada perjumpaan
kali mi kau tak akan lolos dari
tanganku...l" (Untuk jelasnya
mengenai tokoh yang berjuluk
Dewi Berhati Besi Ini dan
masalahnya dengan Aji, silakan
baca episode sebelumnya yang
berjudul : 'Mustika Naga
Hitam"). '
Usai berkata demikian, Dewi
Berhati Besi mengeluarkan
sebuah guci sebesar ibu jari kaki
dari selipan
pinggangnya. Kemudian, wanita
Ini mengeluarkan: sebutir pil
merah dari dalam guci itu'.
Lalu,_dia berjongkok dan
menjejalkan pil itu ke dalam
mulut Aji. .
Kalau saja mampu, Aji tak akan
sudi menelan pil itu. Tapi, apa
dayanya" Tanpa kesulitan sama
sekali, sang dewi memasukkan
pil itu ke dalam mulut sang
pendekar.
"Bocah bagus. Pil yang kau
telan itu kuberi nama pil surga
dunia. Dengan menelannya, kau
akan mendapatkan kenikmatan
dan kesenangan hidup, kendati
hanya semalam. Setelah itu,
sedikit demi sedikit kau akan
mati dalam keadaan menderita.
Hik hik hik...!" kata Dewi
Berhati Besi yang berwatak
cabul seraya terkikih penuh
kegembiraan. '
Masih dengan tawa yang belum
habis, Dewi Berhati Besi
melontarkan sebatang anak
panah ke udara. Di angkasa,
anak panah itu memancarkan
sinar merah yang memancar ke
segenap arah. Lalu, wanita ini
mengangkat tubuh sang
pendekar dan membawanya
melesat meninggalkan tempat
itu.
Sekitar puluhan tembak di luar
hutan, beberapa orang anak
buah Dewi Berhati Besi, melesat
menjauhi rimba setelah melihat
munculnya isyarat yang mereka
tunggu, yaitu panah berapi
berwarna merah.
Tanda itu merupakan isyarat
kalau rencana yang disusun
Dewi Berhati Besi untuk
menjebak Aji telah berhasil
dengan baik. Rencana yang
telah disusun secara rapi oleh
sang dewi dan anakanak
buahnya, yaitu murid-muridnya,
anggota Perkumpulan Anak
Langit, setelah memperhatikan
gerak-gerik Aji dan menguntit
perjalanannya.
Pendekar Mata Keranjang
memang tak tahu
kalau selama beberapa hari, dia
dikuntit terus oleh Dewi Berhati
Besi dan anak buahnya. Oleh
karena itu,_sang Dewi Berhati
Besi bisa memperkirakan arah
yang ditempuh sang pendekar.
Wanita berpakaian hitam ini pun
bergerak mendahului Aji tanpa
diketahui oleh si pemuda.
Sedangkan beberapa orang anak
buahnya tetap berada di
belakang Aji, di dalam jarak
yang sama..
Dewi Berhati Besi menunggu
didalam rimba bersama
beberapa orang tokoh persilatan
aliran putih yang terlebih dulu
ditahannya. Ketika Pendekar
Mata Keranjang telah berada di
dekat rimba, murid-murid
Perkumpulan Anak Langit,
melepaskan anak panah yang
mangeluarkan sinar biru. Ini
menjadi isyarat pada Dewi
Berhati Besi kalau Aji telah
berada di dekat rimba.
Dewi Berhati Besi pun
melaksanakan siasat yang telah
diaturnya. Dia menimbulkan
bunyi pertarungan dengan
membentur-benturkan senjata
dan mengeluarkan
bentakan-bentakan keras.
Bentakan yang keluar dari
mulutnya sendiri, tapi dengan
kepandaiannya tercipta aneka
suara dan seakan-akan keluar
dari mulut beberapa orang.
Kemudian, para tawanannya
dibunuh secara kejam, untuk
menimbulkan amarah Aji. Dewi
Berhati Besi sendiri, segera
memoles dirinya sedemikian
rupa agar tak dikenal Pendekar
108. Mengenakan jubah putih,
dan melumuri sebagian tubuh
serta wajahnya dengan darah
campur debu.
Setelah itu, Dewi Berhati Besi
merebahkan tubuhnya
tertelentang, bersikap 'seperti
orang yang tengah sekarat atau
terluka parah. Padahal, di
tangan kanannya, tergenggam
serbuk-serbuk beracun yang
mampu membuat tokoh
bertenaga dalam kuat sekalipun,
akan

takluk. Meski hanya mencium


baunya sebentar.
Rencana Dewi Berhati Besi
ternyata berjalan dengan mulus.
Aji terkena perangkap yang
dibuat sang dewi. Dan, sekarang
Pendekar 108 berada dalam
kekuasaan Ketua Perkumpulan
Anak Langit.
Dewi Berhati Besi baru
menghentikan larinya ketika
berada di depan sebuah kuil
rusak. Dinding-dinding
bangunan-itu telah rusak di
sana-aini, dan berlumut. Malah
salah satu dinding telah hampir
roboh.
Dengan langkah-langkah lebar,
Ketua Perkumpulan Anak Langit
itu, membawa Aji ke dalam kuil.
Kemudian, melemparkannya ke
lantai di salah satu ruangan
yang paling baik keadaannya.
Kendati demikian, ruangan itu
tetap kotor berdebu, serta
dipenuhi sarang laba-laba pada
sudut-sudut ruangannya.
Tanpa bicara apa pun, Dewi
Berhati Besi
mengibas-ngibaskan tangannya
sehingga membuat abu serta
kotoran yang ada, beterbangan
keluar. Kejap kemudian,
ruangan itu telah agak bersih. '
Dewi Berhati Besi baru
memperhatikan Aji. Dilihatnya,
si pemuda tengah blingsatan.
Sorot mata Pendekar 108 yang
menikamnya, sarat dengan nafsu
birahi.
Memang, beberapa saat yang
lalu, Aji merasakan hawa panas
timbul di perutnya. Lalu,
menjalar ke seluruh badan.
Hawa panas ini menimbulkan
nafsu birahi yang semakin lama
semakin menggila, dan tak
mampu dikendalikan oleh sang
pendekar.
Dewi Berhati Besi tertawa
dingin melihat calon korbannya
telah menunjukkan gejala yang
diharapkan. Buru-buru wanita
ini mengeluarkan Sehelai sapu
tangan hitam dan
mengebutkannya didepan wajah
Pendekar 108. Gejala yang
terlihat pada Aji, menunjukkan
pada si wanita kalau pil surga
dunia mulai menimbulkan
pengaruh atas diri sang korban.
.
Serbuk serbuk kekuningan
menyerbu wajah Aji ketika sang
Ketua Perkumpulan Anak Langit
itu mengebutkan sapu
tangannya. Bau harum kembali
menyeruak. Hanya saja
keharuman yang tersiar,
berbeda dengan sebelumnya.
Dan, tak berselang lama, urat;
otot, dan tulang-tulang yang
lunglai, kembali seperti
sediakala secara
berangsur-angsur. '
Begitu rasa lemas yang
mengungkungnya telah lenyap,
bagaikan seekor serigala
kelaparan melihat anak domba
yang gemuk, Aji menerkam Dewi
Berhati Besi. Pendekar 108 telah
tak teringat lagi akan apa yang
dilakukannya. Tidak merasa lagi
kalau apa yang akan
diperbuatnya, tak patut
dilakukan oleh seorang
pendekar. Pemuda berambut
kuncir itu, hanya merasakan
satu kebutuhan, melampiaskan
nafsu birahi yang bergejolak di
dalam dada.
Dewi Berhati Besi terkekeh
gembira. Dia tidak mengelak
sama sekali sehingga tertekam
Aji. Wanita pesotek ini
terjengkang ke belakang dan.
jatuh telentang, dengan tubuh
Aji berada di atasnya. Namun.
seperti juga sebelumnya. Ketua
Perkumpulan Anak Langit
ini hanya terkekeh, genit serta
sarat dengan kecabulan.
Saat-saat yang menegangkan
itu, terdengar semakin keras.
"Wanita cabul! Kau 'boleh
berjina dengan orangorang yang
kau inginkan. Aku tak peduli,
apalagi sampai ikut campur!
Tapi. kau telah menggunakan
siasat licik untuk membuat
orang melayani nafsu iblismu!
Terpaksa, kali ini aku tak tinggal
diam!"
Dewi Berhati Besi terperanjat
bukan main mendengar seruan
yang diketahuinya pasti
ditujukan untuknya. Ini berarti
ada orang yang melihat semua
perbuatannya. Dewi Berhati
Besi malu bercampur marah, di
samping rasa kagetnya.
Gangguan ini menyebabkan
gairahnya menurun jauh.

***

DUA
BERBEDA dengan Dewi Berhati
Besi, Aji sama sekali tak
mempedulikan seruan itu.
"Gurunya cabul. Muridnya pun
tak beda. Memang benar kata
pepatah yang menyebutkan
kalau buah apel itu jatuh tak
jauh dari pohonnya. Kelakuan
dan kegemaranmu persis
gurumu, Wanita Liar...i"
Kembali terdengar satu seruan
dari pemilik suara yang belum
ketahuan wujudnya itu
Dewi Berhati Besi mengedarkan
pandangan ke sana kemari,
karena tak dapat menentukan
asal seruan itu. Suara itu seperti
menyeruak dari segala arah. Hal
ini menunjukan pada sang .dewi
kalau pengintai itu memiliki
kepandaian menakjubkan.
Karena, hanya orang bertenaga
dalam amat kuat, dan berilmu
luar biasa tinggi, yang mampu
membuat ucapannya tak
diketahul asalnya. '
Hal lain yang mengejutkan
Ketua Perkumpulan Anak Langit
ini adalah ucapan Si pemilik
suara tanpa wujud. Itu mengenai
gurunya. Dari pernyataannya,
Dewi Berhati Besi tahu kalau
sang pengintai itu mengenal
gurunya dengan baik. Itu berarti
sosok yang belum kelihatan
wuiudnya itu seangkatan dengan
gurunya.
Kali Ini Dewi Berhati Besi
benar-benar telah kehilangan
gairahnya. Dia mendorong Aji
hingga si pemuda terjengkang.
Kemudian. wanita ini bergegas
bangkit dan membereskan
rambut serta pakaiannya.
' Namun, sebelum wanita
pesolek ini sempat berbuat
sesuatu, Aji yang telah dirasuki
birahi, bergegas bangkit dan
menubruknya. :
Sang Dewi Berhati Besi jadi
jengkel pada Aji. Tapi, wanita
pesolekjni tak berani bertindak
gegabah. Dia tahu kalau si
pemuda berkepandaian tinggi.
Oleh karena itu, Dewi Berhati
Besi tidak mengelak ketika Aji
menubruknya, hingga
membuatnya jatuh telentang
dengan tubuh si pemuda berada
di atasnya. Saat itulah, jari
tangan Dewi Berhati Besi
meluncur ke arah bahu kanan
Aji.
Tukkk...! ' _
Seketika itu pula, Aji langsung
terkulai lemas. Tak ubahnya
sehelai kain basah. Pemuda
berambut dikuncir ini pun tak
berdaya ketika sang dewi
mendorongnya hingga
tergelimpang di lantai.
Dewi Berhati Besi tak
mempedulikan Aji lagi. Dia
bergegas bangkit seraya
mengedarkan pandangan ke
sana kemari, mencari-cari sang
pemilik suara. Tapi. lagi-lagi
hasilnya nihil.
"Pengintai Hina...! Kalau kau
memang bukan seorang
pengecut, tunjukkan dirimu...!"
tantang wanita berpakaian
hitam ini, lantang kendati
dengan sedikit cemas. Sebab, dia
telah bisa memperkirakan kalau
sang pemilik suara,
berkepandaian tinggi.
"Ha ha ha"!" ' .
Sosok tanpa wujud itu hanya
memperdengarkan tawanya
yang keras menggelegar sebagai
sambutannya. Akibatnya,
dinding-dingin kuil yang telah
lapuk. rontok.
Untuk kesekian kalinya. Dewi
Berhati Besi terperanjat.
Kejadian pada dinding kuil,
telah menjadi bukti ketinggian
tenaga dalam sosok tanpa wujud
itu. Tapi, satupun dewi tak
menjadi gentar karenanya.
"Keparat busuk...! Jangan kau
kira dapat menggertakku dengan
permainan anak-anak seperti
itu...! Kalau kau memang bukan
pengecut, keluar...!" seru Dewi
Berhati Besi, lantang. .
"Baiklah kalau itu yang kau
inginkan...! ingat, kau yang
memintaku keluar...!" '
Belum lenyap gema ucapan itu,
dari atas atap kuil
_ yang tidak tertutup, melayang
turun sesosok bayangan. Di lain
kejap, sosok itu telah
menjejakkan kakinya di depan
Dewi Berhati Besi.
Sang Ketua Perkumpulan Anak
Langit itu sampai terjingkat ke
belakang saking kagetnya; Dia
tak mendengar bunyi gerakan
atau kesiuran angin. Tapi,
tahu-tahu sosok itu telah tegak
di hadapannya. Sang Dewi
Berhati Besi pun mengarah
pandangannya pada sang sosok.
Sosok yang berdiri berjarak dua
tombak dari Dewi Berhati Besi
adalah seorang kakek berkepala
botak. Kumis, jenggot, dan
cambangnya telah berwarna
dua. Tubuhnya tinggi besar dan
terbungkus oleh pakaian lusuh
yang sudah tidak dapat dikenali
lagi warna aslinya.
"Tua bangka keparat...! Siapa
kau..."! Mengapa mencampuri
urusanku...!" tanya Dewi Berhati
Besi dengan nada tinggi. .
"Orang sepertimu tak pantas
mengenalku, Wanita Liar! Dan,
perlu kutegaskan sekali lagi"
aku sebenarnya tak ingin
mencampuri urusanmu kalau
saja bukan pemuda ini yang kau
jadikan korban...." .
'Apa hubunganmu dengan
pemuda ini, Keparat"!" tanya
Dewi Berhati Besi lagi,
terdorong oleh rasa Ingin tahu
mengapa si kakek botak
mengistimewakan Pendekar
Mata Keranjang.
"itu pun tak perlu kau tahu,
Wanita Cabul!" tandas ..
kakek berpakaian lusuh. 'Yang
jelas, kalau kau bermaksud
meneruskan maksudmu, akan
berhadapan denganku!" Kalau
kau mengurungkan tindakan tak
terpujimu, aku bersedia
membiarkanmu pergi!"
Dewi Berhati Besi tak segera
memberikan tanggapan. Dia
tercenung dengan benak
digayuti berbagai macam
pertanyaan. _
'Aneh...! Mengapa setiap
usahaku untuk menguasai bocah
ini senantiasa mendapatkan
halangan" Benar-benar sial...!
Haruskah kuturuti ucapannya
dan pergi dari sini"!" Tapi. . itu
urusannya terlalu pengecut.
Susah-payah kudapatkan bocah
ini mana mungkin harus
kulepaskan begitu saja"! Toh,
tingkat kemampuan kakek
keparat ini belum kuketahui.
Bukan tidak mungkin dia hanya
menggertakku saja."
Keputusan terakhir yang
diambil, membuat sang Dewi
Berhati Besi timbul kembali
semangatnya. Dia menatap
kakek botak dengan sorot mata
penuh tantangan.
"Kakek usilan! Jangan kau kira
akan demikian mudah untuk
menggertakku. Kalau kau
memang punya kemampuan,
silakan mengusirku dari tempat
ini" tandas Ketua Perkumpulan
Anak Langit itu dengan suara
keras.
"Begitukah"!" timpal kakek
berpakaian lusuh,"seenaknya.
'Kalau itu yang kau inginkan,
akan kupenuhi! Tapi ingat, kau
yang menantangku, Katakan itu
nanti pada gurumu, agar dia
tidak menganggapku bertindak
keterlaluan...!"
Baru saja kakek botak
mengatupkan mulutnya, Dewi
Berhati Besi melancarkan
serangan. Wanita pesolek yang
licik itu mengibaskan tangannya,
menaburkan bubuk-bubuk merah
yang telah berhasil
memperdayai aji.
Seketika itu pula, bau harum
melingkupi sekitar tempat itu.
Menyeruak, mengiringi
menyerbunya debu debu
kemerahan. Tapi, kakek
berpakaian lusuh hanya
terkekeh. Lalu, dia mengebutkan
tangannya. Seketika itu pula,
angin keras berhembus.
Melabrak debu-debu dan
membawanya pada Dewi
Berhati Besi.
Sang dewi tak berani bertindak
sembarangan. Dia melompat ke
samping untuk mengelakkan
serbuan angin keras yang
menggebrak ke arahnya. Tapi, si
kakek tak tinggal diam. Dia
mengirimkan serangan
bertubi-tubi dengan
kibasan-kibasan tangannya,
yang mengakibatkan
menyeruaknya angin-angin
keras.
Dewi Berhati Besi blingsatan ke
sana kemari untuk mengelak.
Dia berhasil. Akibatnya,
dinding-dinding kuil yang
menjadi sasaran, berlobang dan
berguguran ketika terhantam.
Untuk beberapa gebrakan, Dewi
Berhati Besi memang berhasil
menyelamatkan diri dari
serbuan angin angin keras. Tapi,
baru delapan jurus. wanita ini
telah dibuat kerepotan. Ketua
Perkumpulan Anak Langit ini
tak punya kesempatan untuk
melancarkan serangan balasan,
karena gencarnya
serbuan-serbuan kakek berbaju
lusuh.
Di jurus kedua belas. Dewi
Berhati Besi tak mampu
mengelak lagi karena telah
terpojok di sudut kuil. Wanita
pesolek ini terpaksa. menangkis,
dengan mendorongkan
tangannya yang menimbulkan
serbuan angin keras. _
' Pyarrr, plaass..!"
Benturan pukulan-pukulan jarak
iauh itu membuat Dewi Berhati
Besi terjengkang. Punggungnya
menabrak dinding kuil.
Tangannya-terasa sakit-sakit
dan dadanya sesak.
Dewi Gerhati Besi sadar, kalau
kakek berkepala botak
melancarkan serangan lagi,
nyawa akan melayang. Karena,
keadaannya saat Ini tak
memungkinkannya untuk
mengelak, apalagi untuk
menangkis serangan.
Namun, kekhawatiran Dewi
Berhati Besi segera mencair
ketika mengetahui kakek bolak
tak melanjutkan serangan. Si
kakek berdiri tegak dengan
pandangan mata menghujam ke
arahnya.
"Siapa sebenarnya kakek
keparat ini"!' Dewi Berhati Besi
meracau dalam hati.
"Kepandaiamya luar biasa
sekali. Aku yakin, tingkatnya tak
berada di sebetah bawah Guru.
Padahal, menurut Guru, tokoh
yang memiliki kemampuan
setaraf dengannya hanya bisa
dihitung dengan jari...."
Ketua Perkumpulan Anak Langit
ini sampai mengernyitkan
dahinya karena bersikeras untuk
mengingat-ingat. Kejap
kemudian, parasnya berubah
ketika teringat akan satu nama. '
"Dewa Botak... apakah tokoh ini
yang mempunyai julukan itu"!
Kalau menilai dari
kepandaiannya, dan juga
ciri-cirinya... rasanya tak salah
lagi. Apa yang dikatakan Guru
semuanya benar, berpakaian
lusuh serta berkepala gundul....'
.
'Wanita liar. Dengar baik-baik,"
kakek botak bicara.dengan nada
sungguh-sungguh. "Aku
memberimu kesempatan sekali
lagi, untuk segera meninggalkan
tempat itu. Jika, kau masih tetap
bersikeras untuk meneruskan
maksudmu, tindakanku
selanjutnya belum tentu lunak."
Dewi Berhati Besi hanya bisa
memaki-maki si kakek dalam
hati. Kalau menuruti perasaan,
dia tak ingin meninggalkan
tempat itu. Tapi, apa'dayanya"!
Si kakek terlalu tangguh
untuknya, bersikeras menentang,
hanya akan merugikan diri
sendiri.
"Kali ini aku mengaku kalah,
Dewa Botak._ Sekarang, aku
terpaksa mengikuti keinginanmu.
Tapi. camkanlah. Akan datang
waktunya bagiku untuk
membahas dendam terhadap
perlakuan tak sopanmu ini !'
Kakek berkepala gundul hanya
tertawa terkakeh.
"Rupanya kau telah tahu siapa
adanya aku, Perempuan jalang!'
katanya, setelah puas
mengumbar tawa.
Dewi Berhati Besi tak
memberikan tanggapan apa pun.
Wanita pesolek ini hanya
menghujamkan tatapan penuh
rasa dendam pada si kakek.
Tapi, yang ditatap, tak
mempedulikannya sama sekali.
Kakek yang ternyata berjuluk
Dewa Botak ini tetap tak acuh
ketika Dewi Berhati Besi
membalikkan tubuh dan melesat
meninggalkan tempat itu.
Dewa Botak menghampiri Aji
yang masih tergolek ditanah,
setelah terlebih dulu
memperhatikannya beberapa
saat lamanya. Sambil
mengayunkan kaki, si kakek
mengebutkan tangannya.
Hembusan angin keras pun
menggebrak, meluncur ke arah
Aji. Si kakek melakukannya
beberapa kali.
Tak lama kemudian, dari
sepasang lobang hidung
Pendekar 108 keluar cairan
kehijauan. Begitu pula dari
sudut-sudut mulutnya. Dan,
ketika tak ada lagi cairan yang
keluar, sorot mata dan paras Aji
tak lagi memancarkan nafsu
yang besar. Perlahan-lahan
segalanya kembali seperti
sediakala.
Sungguhpun demikian, pemuda
berambut dikuncir Inl belum
mampu untuk menggerakkan
anggota tubuhnya. Apalagi
untuk bangkit. .Totokan yang
diancarkan Dewi Berhati Besi
masih membelenggunya.
Meskipun demikian, Aji telah
dapat berpikir secara normal.
Pendekar 108 ingat kalau
dirinya telah tertawan secara
licik, oleh DeWi Berhati Besi,
dan ditotok. Lalu, dirinya
diberikan obat-obatan yang
membuat nafsu birahinya
bangkit. Setelah itu, hanya
bayangan-bayangan kabur yang
dapat diingatnya. Dan, di antara
bayangan bayangan kabur itu,
kakek berkepala botak yang
berada di depannya, tidak
termasuk di dalamnya.
' 'Ke mana perginya wanita
jahat itu..."! Dan... siapa adanya
kakek ini" Dan, di pihak mana
dia berdiri, kawan atau lawan"!"
tanya Aji dalam diam. setelah
tak mampu mengingat-ingat
bagaiamana kakek botak bisa
berada di depannya. ..
Saat Aji tengah kebingungan,
Dewa Botak kembali
mengebutkan tangannya. Di lain
saat, Aji merasakan totokan
yang membelenggunya, pudar.
Aliran darahnya kembali lancar.

Aji bergegas bangkit. Meski


masih belum merasa jelas,
pemuda ini telah dapat
mengira-ngira kalau Dewa
Botak bermaksud baik. Kalau
tidak, mana mungkin akan
membebaskannya dari belenggu
totokan Dewi Berhati Besi.
Walau demikian, Pendekar 1 08
tak meninggalkan
kewaspadaannya. Karena,
pemuda ini tahu kalau
masalahnya belum jelas.
"Terima kasih, Kek. Aku...."
Aji terpaksa menghentikan
ucapannya yang belum selesai
karena Dewa Botak menyelak.
"Masalah mengucapkan terima
kasih adalah persoalan mudah'
dan sepele, Anak Muda. Bisa
dilakukan tanpa terburu-buru.
Yang penting. kau benahi dulu
dirimu !"
Penyataan kakek gundul itu
membuat Aji memperhatikan
dirinya. Seketika itu pula, si
pemuda terperanjat. Sepasang
matanya membeliak besar dan
wajahnya merah padam.
Pendekar 108 malu. Karena,
pakaiannya tidak lagi berada di
badan. Yang tinggal hanya
celana.
"Pantas sejak tadi aku merasa
dingin-dingin. Rupanya bajuku
telah minggat entah ke mana,"
racau Aji dalam hati yang galau.
Karena, keadaannya
mengingatkannya akan Dewi
Berhati Besi dan perasaan aneh
yang melandanya sebelum
dirinya tak sadarkan diri.
Aji bergegas mengambil
pakaiannya yang terhampar di
lantai. Kemudian, dengan
gerakan cepat pemuda ini
mengenakannya. '
"Karena terlalu memikirkan si
kakek dan Dewi Berhati Bear,
aku sampai tak sadar kalau tak
berbaju lagi." si pemuda
membatin. .
"Kek... aku tak tahu dan tak
ingat apa yang terjadi. Bisakah
kau memberitahukannya
padaku"!" tanya Aji
setelah selesai berpakaian. Nada
suara pemuda ini sarat dengan
kecemasan.
Pendekar Mata Keranjang
khawatir kalau dirinya telah
menggauli Dewi Berhati Besi.
Karena, sebagian ingatannya
yang samar-samar kembali
adalah ketika dia menubruk
sang Dewi Berhati Besi dan
menggumulinya.
'Tidak usah cemas, Anak Muda.
Apa yang kau khawatirkan tidak
terjadi. Perempuan yang
memperdayamu itu kabur ketika
aku datang."
Selembar wajah Pendekar Mata
Keranjang kontan _berseri-seri.
Dia gembira mengetahui apa
yang dicemaskannya tidak
terjadi. Kendati demikian. Aji
tahu kalau Dewa Botak agak
berdusta. Mana mungkin, Dewi
Berhati Besi kabur begitu -saja"!
Pasti si kakek yang telah
mengusirnya dengan' kekerasan.
Tapi, Pendekar 108 tak berkeras
mendesak si kakek untuk bicara
sejujurnya.
"Sekarang hatiku lega, Kek. Aku
berhutang budi padamu. Kalau
tidak ada kau, mungkin aku
telah melakukan perbuatan yang
memalukan itu," ujar Aji dengan
nada gembira. '
"Tahan dulu perasaan
gembiramu, dan juga terima
kasihmu itu, Anak Muda.
Memang, kau selamat dari
cengkeraman nafsu wanita
pesolek itu. Tapi, kau tetap tak
luput dari ancaman bahaya. Kau
tahu; berapa lama kau masih
bisa hidup"!"
Ali terjingkat ke belakang
seakan akan disengat ular
berbisa. Dengan paras berubah
dan suara agak bergetar,
pemuda berpakaian hijau ketat
ini perdengarkan ucapan.
"Kek... aku masih belum
mengerti maksud ucapanmu.
Bisakah kau mengatakannya
secara jelas"!" _ Dewa Botak
menghembuskan napas berat,
sebelum-akhirnya bicara. ' ~
"Masalah memberikan
penjelasan. gampang, Anak
Muda. Tapi, aku ingin tahu dulu
mengapa kau bisa berada di
tempat ini dan bersama-sama
wanita tak sopan itu. Jangan
lupa, beri tahukan pula siapa
adanya dirimu."
"Namaku Aji, Kek. Aji Saputra."
si pemuda lebih dulu
memperkenalkan diri seraya
mengusap-usap ujung
hidungnya. Kemudian, secara
singkat tapi jelas, pemuda
berambut dikuncir itu
menceritakan semua kejadian
yang dialaminya. Dewa Botak
mendengarkan ceritanya dengan
penuh minat.
'itulah sebabnya kukatakan
kalau umurmu hanya tinggal
beberapa saat lagi, Anak Muda."
kata kakek berkepala botak
setelah Aji selesai bercerita, dan
si kakek memperkenalkan
dirinya pada Pendekar 108. Pil
surga dunia adalah racun yang
amat berbahaya dan mematikan.
Di samping dapat menimbulkan
nafsu birahi yang tak
terkendalikan, pil itu akan
membunuh dalam waktu
setengah harian.": .
Untuk kesekian kalinya, Aji
tersentak kaget.
"Sampai demikian dahsyatnya
pengaruh pil surga dunia itu,
Kek"!'_ tanya si pemuda .tanpa
menyembunyikan rasa
terkejutnya.
Kakek berkepala botak
mengangguk.

***
TIGA
AJI kontan diam. Tapi, hanya
mulutnya. Di dalam benak
pemuda ini, serentetan
pertanyaan berkumandang.
"Hanya sampai di sini sajakah
umurku"! Apakah kepergianku
ketempat asing ini hanya untuk
mengantarkan nyawa"! Ahhh...!
Padahal, belum begitu banyak
wanita yang kukenal. Hhh...l
Nasib...! Nasib!'"
'Mengapa kau malah diam, Anak
Muda"! Apa yang kau pikirkan"!
Kematian"! Asal kau tahu saja.
Anak Muda. Tidak ada yang
perlu ditakuti dengan kematian
itu."
-"Aku tak memikirkan masalah
kematian itu, Kek. Aku hanya
menyesalkan singkatnya sisa
waktu yang kumiliki. Padahal,
masih banyak tugas yang belum
kuselesaikan," kilah Aji.
Dewa Botak terkekeh pelan.
Kemudian, mulutnya membuka.
perdengarkan ucapan.
"PIL surga dunia memang amat
keji. Tapi, Itu bukan berarti
tidak ada penangkalnya." '
"Jadi... racun itu bisa
dipunahkan, Kek"!" sambar Aji,
cepat dan penuh gairah.
Kakek berkepala botak
mengangguk.
"Dan kau punya penangkalnya,
Kek," desak Pendekar 108,
penuh harap.
'sayang tidak," jawab DeWa
Botak, sehingga membuat seri di
wajah Aji lenyap"Aku hanya
tahu penangkal-penangkalnya.
Yang pertama tentu saja pada
perempuan yang
meracunimu...."
Aji garuk-garuk kepalanya yang
tidak gatal.
"Kalau pada perempuan tak
sopan itu tanpa diberitahukan
pun, aku tahu," rutuk pemuda
berambut dikuncir itu dalam
hati.
"Tentu saja pada perempuan liar
itu kau tak bisa berharap untuk
mendapatkan pemunahnya, Aji,"
kata Dewa Botak lagi,
mengganti sapaan terhadap si
pemuda dengan nama saja.
"Kau hanya punya harapan
pada yang kedua, Aji. Karena.
aku tahu tempatnya."
"Di mana, Kek"! Jauhkah dari
sini"!" tanya Aji, setengah hati,
mengingat keterbatasan waktu
yang dimilikinya.
"Lumayan," jawab Dewa Botak.
'Kira-kira dua hari tiga malam
waktu yang kau perlukan untuk
tiba di tempat itu, bila kau
menunggang kuda tanpa henti
dengan kecepatan tinggi. Akan
lebih lama lagi waktumu bila
kau tersesat jalan atau...:
'Kurasa tak ada gunanya kau
terangkan lebih jauh, Kek," sela
Pendekar 108 tanpa menunggu
ucapan itu selesai. "Karena.
sebelum tiba di tempat itu,
nyawaku keburu melayang.
Mengapa" Karena, seperti
pernyataanmu tadi, Waktu yang
kumiliki hanya setengah hari."
Dewa Botak kembali terkekeh.
"Anak muda kau terlalu
khawatir akan kematian.
Sehingga ucapanku hanya
kulitnya saja yang kau tangkap.
Pikirkanlah. Untuk apa
kuberitahukan penangkalnya,
kalau kutahu kau tak punya
waktu untuk mendapatkannya"!"

"Aku makin tak mengerti dengan


ucapan-ucapanmu, Kek," timpal
Pendekar 108 pasrah seraya
menggaruk-garuk kepalanya
yang tidak gatal. Pemuda
berambut dikuncir ini
kebingungan. '
"Dengar baik-baik, Aji," kata
kakek gundul sambil menatap
wajah Aji lekat lekat. "Waktu
yang kau miliki memang tidak
'cukup untuk kau gunakan
mencari dan mndapatkan
penangkal racun yang
terkandung dalam pil Surga
dunia. Tapi, aku punya cara
untuk memperpanjang waktu...."
'
"Sekarang aku mengerti," Kek,'.'
cetus Aji, gembira. "Kau hendak
menghambat berjalannya
pengaruh racun itu, bukan"!"
Dewa Botak menatap Aji
tajam-tajam sebelum akhirnya
mengangguk. '
"Aji.... Sejak pertama kali
melihatmu aku telah yakin kalau
kau bukan pemuda
sembarangan. Sorot matamu
luar biasa tajam menandakan
kekuatan tenaga dalammu yang
sukar untuk diukur. Aku tak mau
pusing pusing memikirkan
bagaimana orang semuda kau
bisa mempunyai tenaga dalam
demikian kuat. Yang' kuminta
hanya satu. Kau jangan
melakukan tindakan yang
berupa perlawanan. Kekang
tenaga dalammu. _Janoan
menentang usaha yang akan
kulakukan. Kau mengerti"
"Mengerti, Kek," Aji
mengangguk.
"Sebelum-kulakukan apa yang
seharusnya kuper buat, perlu
kuberitahukan padamu, Aji. Aku
hendak mendorong racun yang
berada di tubuhmu ke bagian
tubuh Yang paling jauh dari
jantung, dan menyudutkannya." .
..ya. .
"Memang apa yang akan
kulakukan ini sulit untuk
d!dimengerti orang lain. Apalagi
untuk dipelajari: Aku sendiri
membuang waktu belasan tahun
untuk mendapatkannya.
Pesanku, setelah racun itu
kukekang, kau jangan
mengerahkan tenaga dalam.
Karena, pengerahan tenaga
yang kau lakukan akan
menyebabkan racun itu terbawa
aliran darah dan menuju ke
jantung.
Dan, bila telah tiba di sana,
kautahu akibatnya, bukan":
Nyawamu akan melayang!" '
'"Kalau kau tak menggunakan
tenaga dalam sama sekali, aku
jamin, racun itu baru akan
sampai .di jantungmu setelah
melewati waktu tiga minggu.
Jika kau melanggar pantangan
ini, batas waktunya akan. jauh
lebih singkat. Mungkin dalam
waktu seminggu racun itu telah
tiba dijantungmu. Mungkin pula,
tiga hari atau bahkan satu hari.
Hal ini tergantung dan seberapa
kuat tenaga dalam yang kau
keluarkan, berapalama. dan
berapa sering."
"Semakin kuat tenaga yang kau
kerahkan. semakin lama,"dan
sering, berarti akan semakin
cepat racun itu tiba di
jantungmu. Bukan mustahil,
sebelum kau sampai di tempat
tujuanmu nyawamu telah lebih
dulu melayang. Jadi, kalau kau
masih ingin hidup lebih lama;
usahakan sedapat mungkin
untuk tak mengerahkan tenaga
dalam. Karena nasib dirimu
selanjutnya bergantung pada
dirimu-, Aji. Jelas"!"
"Jelas, Kek," jawab Aji" sambil
manggut-manggut, kendati
sebenarnya bingung bukan
main. Bagaimana mungkin, dia
tak mengerahkan tenaga dalam'.
Dunia persilatan amat keras.
Hukum rimba yang berlaku.
Siapa yang kuat akan menekan
yang lemah. Sewaktu-waktu, Aji
bisa terancam bahaya. Tanpa
tunjangan tenaga dalam,
ilmu-ilmu yang dimilikinya akan
tumpul. Pendekar Mata
Keranjang tak ubahnya orang
biasa!
"Kau telah siap, Aji"!' '
Pertanyaan Dewa Botak
menyadarkan Pendekar itu dari
lamunannya. Memang.
perasaannya masih galau. Tapi,
pemuda ini-mampu menekannya,
sehingga tak tampak pada
wajah. Bahkan ketika menjawab
pun.
nada suaranya terdengar biasa.
"Siap, Kek!
"Kalau begitu, duduk bersila,
membelakangiku. Ingat kau
harus mengendalikan tenaga
dalammu. Jangan memberikan
perlawanan. Karena hal itu akan
mengganggu usahaku. Jelas"!"
Aji manggut-manggut. Lalu,
tanpa bicara sedikitpun, pemuda
berambut dikuncir ekor kuda ini
duduk bersila. Dewa Botak pun
melakukan hal yang sama, di
belakang Pendekar 108!
Aji duduk bersila dengan telapak
tangan di lutut. Sedangkan
Dewa Botak duduk dengan
sepasang telapak tangan
ditempelkan ke punggung si
pemuda. Melalui tangan yang
ditempelkan itu, Dewa Botak
menyalurkan hawa murni pada
Pendekar Mata Keranjang.
Pendekar 108 merasakan aliran
hawa hangat mengalir melalui
tangan Dewa Botak. Merasakan
adanya pengaruh tak dikenal
yang meluruk, tenaga dalam
pemuda berpakaian hijau ketat
itu siap bergolak untuk
menentang. Tapi, Aji ingat pesan
si kakek. Maka, dia mengekang
aliran tenaganya. dan
membiarkan hawa hangat Dewa
Botak menyeruak masuk tanpa
memberikan perlawanan sedikit
pun.

***

Seorang gadis berbaju merah


dan bertubuh montok
menggiurkan memperlambat
larinya. Tatapannya yang
semula tertuju lurus ke depan
diarahkan ke samping kanannya.

Tidak ada yang dapat dilihat


oleh si gadis kecuali kerimbunan
semak-semak. Tapi, gadis
berpakaian merah ini tahu kalau
beberapa tombak di belakang
semak
_semak itu, tengah terjadi
sesuatu.
"Aku mendengar geraman
geraman dan auman auman
kemarahan dari harimau. Kalau
tidak ada apa apa, tak mungkin
binatang buas itu bertingkah
demikian. Mungkin ada orang
yang tengah terancam
olehnya?"" si gadis membatin
seteIah berhenti berlari. "Aku
tak punya urusan penting dan
mendesak yang harus
kukerjakan. Jadi, kurasa tak ada
salahnya kalau aku ke sana,
melihat apa yang tengah terjadi.
Barangkali saja ada seseorang
yang memerlukan
bantuanku....'_
Setelah mengambil keputusan
demikian. gadis berpakaian
merah itu berbelok arah. Dia
berlari cepat menuju ke arah
bunyi-bunyi harimau berasal.
Gadis berpakaian merah itu
ternyata memiliki wajah yang
amat buruk. Sebagian besar
wajahnya berkulit kasar,
berbintik-bintik seperti kulit
buaya. Sisanya bolong-bolong.
Bibirnya menggembung besar.
seperti bengkak, sehingga
seukuran kepalan bayi.
Kendati berwajah buruk, gadis
berpakaian merah itu memiliki
kepandaian tinggi. Gerakannya
cepat. Sepasang kakinya seperti
tak menginjak tanah ketika
berlari. Bahkan, dia tak
mengalami kesulitan sedikit pun
ketika melalui kerimbunan
semak yang "penuh dengan onak
dan duri! '
Setelah berlari sejauh beberapa
tombak. gadis berwajah buruk
ini berada di hamparan tanah
yang ditumbuhi rumput setinggi
betis. Hamparan tanah itu cukup
luas. Namun, bukan hal ini yang
menarik perhatian si gadis.
Melainkan sosok-sosok yang
berada di sebelah kiri hamparan
tanah itu.
Sosok pertama yang berada di
bawah sebatang pohon dan
tengah berusaha untuk
memanjat adalah seekor
harimau loreng. Binatang buas
itu menggeram. dan
meraung-raung penuh
kemurkaan. Rupanya, karena
maksudnya untuk naik ke atas
pohon, senantiasa gagal.
Sosok yang lain berada di atas
Pohon, di salah satu cabang
yang membuat sang harimau
loreng tidak mudah naik ke atas
pohon. SOsok di atas pohon
selalu menghantamkan batang
kayu di tangannya ke arah
wajah atau kaki depan harimau
loreng, ketika binatang buas itu
berusaha keras untuk memanjat.
Sosok kedUa ini adalah seorang
manusia, pemuda berparas
tampan. Rambutnya dikuncir
ekor kuda.. Tubuhnya yang
cukup tegap dibungkus pakaian
dua lapis, Kuning berlengan
panjang di bagian dalam, dan
hijau tangan pendek di bagian
luar. Pemuda Ini bukan lain dari
Aji alias Pendekar Mata
Keranjang 108;
Perempuan berwajah buruk
terperanjat ketika melihat Aji.
Untuk beberapa saat lamanya,
dia terpaku di tempatnya
bagaikan orang terkesima. _
"Apakah aku tidak salah lihat"!"
gadis berpakaian "merah ini
bertanya dalam hati. "Bukankah
pemuda itu telah tewas"!
Mengapa sekarang bisa berada
di sini"! Dan tingkahnya...
mengapa hanya menghadapi
seekor harimau saja sudah
demikian blingsatan. Wahhh...!
Pasti aku telah salah lihat.
Tidak! Tidak mungkin kalau dia
adalah Aji. Aji telah mati! Lagi
pula, jika dia benar Aji, harimau
itu telah sejak tadi jadi bangkai,
di tangannya----".
Cukup lama juga perempuan
berpakaian merah
ini tercenung seperti orang
kesima. Dia membutuhkan waktu
beberapa saat untuk menguasai
diri!
"Siapa pun adanya pemuda itu.
Aji atau bukan, dia
membutuhkan pertolongan.
Kalau tidak ditolong, cepat atau
lambat, harimau loreng itu akan
berhasil dengan usahanya.
Binatang buas yang tengah
kelaparan itu akan menyantap si
pemuda."
Setelah mengambil keputusan
demikian, perempuan berparas
buruk itu melesat mendekati
pohcn di mana harimau loreng
dan Aji berada. Hanya dengan
sekejapan, si perempuan telah
berjarak satu tombak dengan
dua makhluk yang sama sama
hendak mempertahankan hidup
itu. '
Kedatangan perempuan
berwajah buruk rupanya
diketahui oleh harimau loreng
itu.'Sang harimau menurunkan
sepasang kaki depannya.
Menurunkan pula kepalanya
yang telah dijulurkan ke atas,
mengikuti gerak sepasang kaki
depannya. Sekarang keempat
kakinya telah berada ditanah.
Dan, binatang buas itu
mengarahkan pandangan pada
sang pendatang baru.
"Grrrhhh...!"
Harimau loreng itu menggeram
ketika bentrok pandangan
dengan perempuan berpakaian
merah. Memamerkan
gigi-giginya yang runcing dan
terlihat mengerikan.
Tapi, sang raja hutan ini kecelik
kalau mengira manusia yang
berdiri di hadapannya akan
menjadi ketakutan dan berlari
kalang kabut. Perempuan
berpakaian merah itu tetap
tegak di tempatnya. Sepasang
mata si perempuan yang bening
indah itu menentang sepasang
mata sang harimau dengan
tanpa berkedip.
Entah tingkah perempuan
berpakaian merah di
anggap sebagai sebuah
tantangan terhadap dirinya,
atau mungkin binatang yang
telah kelaparan ini. bermakSud
mengalihkan sasaran yang
hendak dijadikan santapannya.
Harimau loreng ini mengaum
keras sebelum akhirnya
melompat menerkam perempuan
berwajah buruk. Raungannya
yang keras, membuat sekitar
tempat itu bergetar hebat!

***

EMPAT
PEREMPUAN berpakaian
merah bersikap tenang. Dia
tahu kecepatan menerkam
harimau loreng itu
mengagumkan. Tapi, masih
terlalu lambat bila dibandingkan
dirinya. Oleh karena itu, si
perempuan menunggu hingga
sepasang kaki depan binatang
buas itu semakin mendekat.
Ketika saat yang dinantikannya
telah tiba, perempuan berwajah
buruk itu melesat ke samping
kanan. Di saat yang sama,
tangan kirinya dihantamkan ke
arah lambung sang raja
harimau.
Bukkk! .
Harimau loreng itu terpental ke
samping akibat pukulan wanita
berpakaian merah. Dari mulut
binatang hutan yang perkasa itu
keluar raungan kesakitan.
Tapi, harimau loreng itu bukan
termasuk binatang yang mudah
menyerah. Memang, pukulan
gadis berwajah buruk
menyakitkannya, membuat
tubuhnya terlempar, dan
terbanting di tanah secara keras.
Tapi, binatang buas Itu tidak
kapok, melainkan bangkit,
menggeram kembali. Dan
menerkam. '
Perempuan berpakaian merah
mendengus, jengkel.
'Binatang tak tahu diri!"
rutuknya geram. "tidak tahukah
kau kalau aku telah bertindak
baik hati"! Kalau aku mau,
pukulanku tadi telah dapat
mengirim nyawamu ke neraka!
Tapi, kau tak tahu kebaikan
orang! Kalau begitu, aku akan
memberikanmu hajaran yang
lebih keras agar kapok" '
Sambil berkata demikian,
perempuan berwajah
jelek itu menyelinap; melalui
bagian bawah tubuh harimau
loreng. Serangan sang harimau
tadi mengenai tempat kosong,
lewat beberapa jari di atas
kepala si perampuan.
Perempuan berwajah buruk itu
sendiri, sekarang telah berada di
bagian belakang harimau
loreng. Kemudian. dengan
kecepatan gerak yang
mengagumkan, wanita ini
mengulurkan tangannya ke arah
ekor sang raja hutan. '
Tappp...!
Ekor binatang buas itu
tertangkap tangan si perempuan.
Tanpa membuang waktu lagi,
perempuan itu
memutar-mutarkan tangannya di
atas kepala, sehingga membuat
harimau loreng terbawa
berputaran. Sang raja hutan
meraung-_raung karena marah
bercampur takut.
Perempuan berpakaian merah
yang telah bermaksud membuat
sang binatang ketakutan, tak
mempedulikannya. Dia terus
saja memutar-mutarkan
tangannya. Baru setelah
dirasanya cukup, cekalan pada
ekor harimau loreng
dilepaskannya.
Akibatnya, tubuh harimau
loreng melayang jaUh karena
pengaruh tenaga putaran.
Binatang buas itu
meraung-mung karena merasa
takut, menyadari akan
keadaannya yang tidak
menguntungkan. Dan, rasa takut
sang binatang memang tak
terlalu berlebihan. Karena
luncuran tubuhnya menuju
sebatang pohon. Di lain kejap,
batang pohon besar itu
terhantam kepala sang harimau
secara keras. Terdengar bunyi
'bruk' yang cukup keras.Seketika
itu pula, sang harimau'pingsan !
Kendati binatang buas itu telah
tak menyerang lagi, perempuan
berwajah buruk, tak segera
mengalihkan perhatian dari
tubuh sang binatang. Tapi,
bukan
karena wanita ini merasa
tertarik. Perempuan berpakaian
merah Ini belum mampu
menguasai perasaannya, karena
melihat orang yang mirip
Pendekar 108. Dia
menenangkan dirl dulu agar
tidak terlihat gugup atau
bingung. '
Di lain pihak. Aji malah merosot
turun dari cabang pohon.
Pemuda ini melakukannya
sebagaimana orang biasa turun
dari pohon. Aji tak berani
mengerahkan tenaga dalam
karena khawatir akan akibatnya.
,
Setelah tiba di tanah, pemuda
berambut dikuncir itu
mengayunkan kaki mendekati
perempuan berwajah buruk.
Wajah pemuda ini berseri-seri.
Bibirnya menyunggingkan
senyuman lebar. Sedangkan
orang yang didekati, .belum
memalingkan muka. Masih
menujukan pandangan pada
harimau loreng .
"Selamat bertemu lagi. Nona,"
sapa Aji sopan dengan suara
mengandung kegembiraan
besar.
Perempuan berpakaian merah
tak segera menoleh. Apalagi
menyambuti sapaan Aji. Malah.
dia menggeleng-gelengkan
kepalanya kuat-kuat seperti
hendak. melupakan sesuatu. .
Dan memang sebenarnya
demikian. Perempuan berwajah
buruk itu mengira dirinya terlalu
terbawa perasaan, sehingga
ucapan dan nada orang yang
ditolongnya menyampaikan
terima kasih, persis Aji. '
mengapa kau
menggeleng-gelengkan
kepalamu. Nona" Apakah
lehermu sakit"!" tanya Aji lagi
setengah bergurau, karena tak
mendapatkan. sambutan
atas pertanyaannya.
Kali Ini si perempuan berbaju
merah menolehkan kepala. Dia
menatap Aji lekat-lekat. Hal ini
membuat si pemuda
kebingungan. Sambil garuk
garuk kepalanya, murid Wong
Agung ini mengaiukan
pertanyaan.
"Apakah ada yang aneh dengan
diriku, Nona"! Ataukah... kau
telah lupa padaku"! Aku Aji. Aji
Saputra. Orang yang kau
tanyakan mengenai jalan menuju
danau di Gunung Nirwana..."
Sepasang mata indah milik si
perempuan, membeliak
menunjukkan keterkejutan.
Suaranya terdengar bergetar
ketika bicara.
'Benarkah kau, Aji"!"
"Tentu saja!" tandas Aji,
lantang. "Apakah ada yang
berubah dengan diriku sehingga
membuatmu tak kenal lagi"!" ,
"Tidak ada yang berubah
dengan dirimu, Aji. Tapi...
sepengetahuanku kau telah
tewas ketika bentrok dengan
Iblis Pemakan Bangkai... Aku
melihat ketika Bidadari
Berkabung membawamu untuk
dikubur?" (Untuk jelasnya
mengenai hal .ini, silakan baca
episode scbelumnya yang
berjudul :"Mustika Naga
Hitam").
Aji cengar-cengir sambil
usap-usap ujung hidungnya.
''Itu hanya sebuah' kekeliruan
saja, Nona. Kau lihat sendiri kan
kenyataannya"! Aku sangat
bugar."
"Syukurlah kalau begitu, Aji.
Aku gembira mendengarnya:
sahut si perempuan gembira
dengan sepasang mata
bersinar-sinar. Tapi mendadak,
dia teringat' sesuatu. "Kalau kau
benar Aji... mengapa
menghadapi harimau loreng itu
kau tak mampu berbuat apa
pun"! Dengan kepandaianmu,
binatang itu dapat kau usir
tanpa perlu bersusah payah.
Apalagi sampai memanjat pohon
untuk menyelamatkan nyawa."
Aji diam sejenak. Berpikir dan
menimbang-nimbang, apakah
akan menceritakan kejadian
yang menimpanya pada si gadis.
atau tidak. Dalam waktu yang
singkat itu, akhirnya si pemuda
memutuskan untuk
merahasiakannya dulu.
"Aku juga tidak mengerti, Nona.
Yang kutahu. begitu siuman,
semua tenaga dalamku musnah.
Tapi, menurut berita yang
kudapatkan, tenagaku akan
kembali seperti sedia kala
apabila meminum beberapa tetes
darah kura-kura raksasa yang
berada di Pantai Karang
Hitam." ' _
"Darah kura-kura raksasa di
Pantai Karang Hitam"!" ulang
perempuan berpakaian merah
yang sebenarnya bernama
Kumala Sari, dan memiliki paras
yang buruk ini, dengan sepasang
mata membeliak besar karena
kaget. "Kurasa kau akan sulit
untuk mendapatkannya, Aji,
karena binatang-binatang itu
adalah peliharaan seorang
tokoh yang luar biasa sakti dan
aneh. Telah banyak orang yang
menginginkan darah binatang
itu, tapi tak mendapatkannya." ,
"Tokoh sakti yang berjuluk
Pengail Aneh'itu amat kikir. Tak
pernah kudengar dia
memberikan darah binatang
peliharaannya, kendati orang
yang memintanya amat
membutuhkannya. Dia tak
menerima atau mendengarkan
alasan apa pun. Sedang untuk
merampasnya, lebih sulit lagi.
Karena, dia memiliki
kepandaian luar biasa tinggi."
Aji tak merasa heran mendengar
pemberitahuan Kumala Sari.
Karena, Dewa Botak telah
memberitahukannya. Bahkan
dengan keterangan yang lebih
jelas
lagi"
"Aku juga telah mendengar
berita itu, Nona. Tapi, aku
memutuskan untuk mencobanya
dulu. Tidak ada salahnya kan
berusaha"! Mengenal hasil atau
tidaknya, kita pasrahkan saja
pada Tuhan. Barangkali saja
aku bernasib mujur...." .
Perempuan berparas 'buruk
mengangguk-anggukkan kepala.

"Kau benar, Aji...," hanya itu


yang dikatakannya.
Aji garuk garuk kepalanya. .
"Kalau begitu... kita berpisah
lagi, Nona. Sekali lagi, aku
mengucapkan terima kasih atas
pertolongannu. Jika kau tak ada
mungkin saat ini aku telah
berada di perut harimau. Kelak,
jika Tuhan mengizinkan,
mungkin kita akan bertemu lagi.
Selamat tinggal, Nona...."
Aji membalikkan tubuh dan
melangkah meninggalkan
Kumala Sari. Si wanita
terperanjat. Kaget. Tapi, karena
terlalu tak disangka-sangkanya
pernyataan Pendekar itu, wanita
ini malah terpaku di tempatnya.
Baru, ketika pemuda berambut
dikuncir itu telah beberapa
tindak melangkah, Kumla Sari
tersadar dari kesimanya.
"ji...! Tunggu dulu...!' .
Bersamaan dengan terlontar
ucapannya. perempuan berparas
buruk ini, melesat mengejar
Pendekar Mata Keranjang.
Hanya dalam sekali lesatan,
Kumala Sari telah berada di
depan Aji. .
"Ada yang Ingin kau sampaikan,
Nona"!" tanya Aji sambil
tersenyum lebar. .
Kumala Sari terlihat blingsatan.
Dia terdiam beberapa saat
lamanya sebelum akhirnya
perdengarkan ucapan. '
"Apakah kau lebih suka
melakukan perjalanan
sendiri, Aji"!"-Kumala Sari
mengutarakan keinginannya
untuk pergi bersama Aji dengan
cara berputar-putar.
"Apa boleh buat, Nona"!" jawab
Aji dengan nada pasrah.?"Tentu
saja kalau ada yang ingin
menemaniku, aku akan senang
sekali...."
Pendekar 108 bukan orang
bodoh. Dari nada dan cara
Kumala Sari, dia telah dapat
mengetahui kalau perempuan itu
ingin ikut bersamanya. Oleh
karena itu, jawaban yang
diberikannya memberikan angin
pada si wanita. _
"Kalau aku yang ingin
menemanimu, apakah kau akan
bersedia, Aji"!" _ .
"Mengapa tidak"!" Aji malah
balas bertanya. "Melakukan
perjalanan berdua, lebih nikmat
dari pada sendirian...." _
"Kau tidak malu berjalan
bersama-sama denganku"!
Ingat, wajahku buruk sekali!"
Kumala Sari memberikan
pancingan. '
'Mengapa harus malu, Nona.
Meskipun kau tidak memiliki
wajah yang terlalu cantik. tapi
aku tahu hatimu cantik. Dan, itu
lebih daripada cukup bagiku.
Lebih membanggakan hati
daripada kau berwajah cantik,
tapi berhati buruk. Sungguhpun
memang harus kuakui kalau aku
adalah pencinta paras-paras
cantik," beri tahu Aji.
sejujurnya.
"Terima kasih atas kesediaanmu
untuk mengajakku, Aji," kata
Kumala Sari dengan suara
tercekat di tenggorokan seperti
layaknya orang yang merasa
terharu. . .
"Tidak salahkah itu. Nona,"
kilah Pendekar Mata Keranjang
sambil cengar-cengir.
"Seharusnya aku yang
mengucapkan terima kasih atas
kesediaanmu menemaniku.
Setidak-tidaknya, aku akan
aman bersamamu apabila ada
harimau-harimau lapar lainnya
yang menginginkan dagingku!
Kumala Sari terkikih karena
merasa geli mendengar gurauan
yang masuk akal itu. Tapi, di
lain saat kedua orang ini telah
melangkah bersisian untuk
menuju Pantai Karang Hitam.

***

Dua ekor kuda berpacu cepat


melalui hamparan padang pasir
yang gersang. Sosok-sosok yang
duduk tegak di atas tunggangan
itu adalah Aji dan Kumala Sari.
Pasangan muda-mudi ini tengah
berusaha untuk secepatnya tiba
di Pantai Karang Hitam.
Kali ini, Pendekar Mata
Keranjang mau tak mau harus
menunggang kuda, agar
perjalanan dapat dilakukan
dengan cepat. Mengandalkan
jalan atau lari tanpa
pengerahan ilmu lari cepatnya,
akan membuat perjalanan
menjadi lambat. Kumala Sari tak
akan mungkin membopong si
pemuda. Mengingat mereka
berlainan jenis. '
"Masih jauhkah Pantai Karang
Hitam itu, Nona"!" tanya Aji di
tengah-tengah laju tunggangan
mereka. Pemuda ini mengajukan
pertanyaan sekadar untuk
memecahkan keheningan yang
melingkupi mereka.
"Kalau menurut berita yang
selama ini kudapatkan," Kumala
Sari memberikan tanggapan
tanpa meng urangi kecepatan
kudanya . "Besok pagi kita akan
tiba di tempat itu."
Aji manggut-manggut. Pemuda
ini sependapat! dengan Kumala
Sari. Karena berita yang
didapatkannya dari Dewa Botak
pun demikian. .
Saat Aji dan Kumala Sari tengah
memacu tunggangannya itu,
terdengar seruan keras
menggelegar, yang berasal dari
hutan kecil beberapa tombak
didepan mereka. Padahal, jalan
yang membelah hutan kecil itu
adalah satu-satunya jalan untuk
menuju ke Pantai Karang Hitam.
,
'Tua bangka keparat...!
Kebetulan sekali aku bisa
menemuimu di sini...!"
Seruan keras menggelegar itu,
membuat Aji dan , Kumala Sari
saling pandang. Mereka tahu
kalau pemilik suara itu
berkepandaian tinggi, dan
hendak berurusan dengan orang
yang menjadi lawan bicaranya.
Sebenarnya, baik Aji maupun
Kumala Sari merasa tertarik
untuk mengetahui apa yang
tengah terjadi, di sebelah depan
mereka. Namun, mengingat
pentingnya urusan yang tengah
dihadapi, memaksa Pendekar itu
untuk berusaha bersikap tak
peduli, dan memacu kudanya
dengan kecepatan yang lebih
tinggi, agar tak sampai terlibat
persoalan.
Sekarang, Aji dan Kumala Sari
telah memasuki mulut hutan
kecil, dan dengan kecepatan
menggila. Dan, baik Aji maupun
Kumala Sari telah tahu kalau
pemilik bentakan berada
beberapa tombak di kiri depan
mereka, di balik kerimbunan
semak-semak. Pasangan
muda-mudi ini berusaha secepat
mungkin untuk meninggalkan
tempat itu.
Saat itu, seruan keras yang
terdengar semakin keras dan
bahkan menggelegar, mampir di
telinga Aji dan Kumala Sari. '
"Manusia Ajaib...! Aku, Siluman
Tengkorak hidup menantangmu!
Akan kubuktikan kalau akulah
yang akan dan pantas menjadi
tokoh tak tertandingi...!"
Pernyataan itu mengejutkan Aji
dan Kumala Sari. Karena, baik
Aji maupun Kumala Sari telah
pernah mendengar tentang
tokoh-tokoh yang berjuluk
Siluman Tengkorak hidup dan
Manusia Ajaib. Aji mendengar
dari mulut Penjagal dari Neraka
(Untuk jelasnya silakan baca
episode : "Mustika Naga
Hitam").
"'Manusia Ajaib. Bukankah
tokoh sakti itu yang menjadi
pentolan golongan putih
puluhan tahun silam, dan
mengalahkan Penjagal dari
Neraka," Aji membatin penuh
rasa takjub. 'Sama sekali tak
pernah kusangka akan bisa
menemui tokoh luar biasa itu di
tempat ini...."
"Siluman Tengkorak Hidup...,"
Aji hamplr berdesis ketika
hatinya merutukkan kata-kata
itu. "Salah seorang dari
pengkhianat-pengkhianat yang
membuat nyawa Penjagal dari
Neraka terenggut oleh Manusia
Ajaib. Aku telah berjanji untuk
membuat perhitungan
dengannya. Sayang, keadaanku
seperti ini....' '
"Luar biasa...," di sebelah Aji,
Kumala Sari, Ikut ikutan
meracau di dalam hati, penuh
rasa takjub, tak percaya, gentar
dan ngeri, 'Sama sekali tak
pernah aku bermimpi bisa
bertemu dengan mereka.
Terutama sekali Manusia Ajaib.
Pertanda apakah ini
gerangan"!"
Karena mendengar penyataan
kalau tokoh-tokoh di balik
semak-semak didekat mereka
adalah tokoh-tokoh luar biasa,
pasangan muda-mudi itu amat
tertarik. Terutama sekali Aji
yang mempunyai urusan.
Bagaikan telah disepakati
sebelumnya, Aji dan Kumala
Sari menghentikan
tunggangannya beberapa
tombak dari semak semak yang
di baliknya ada tokoh-tokoh
luar biasa itu.
Dengan tergesa-gesa, pasangan
muda-mudi itu menambatkan
tunggangannya pada salah satu
pohon. Lalu, keduanya
berindap-indap menuju
semak-semak di mana Manusia
Ajaib dan Siluman Tengkorak
Hidup berada. .
Bukan hanya Aji yang
mempunyai alasan kuat untuk
tertarik. Kumala Sari pun
demikian. Karena, gadis ini tahu
betul tokoh-tokoh dibalik
semak-semak itu. Kumala Sari
telah banyak mendengar kabar
yang tersiar di dunia persilatan.
Memang, puluhan tahun lalu,
tepatnya sekitar lima puluh
tahun yang silam, di dunia
persilatan muncul tokoh-tokoh
yang luar biasa sakti! Satu tokoh
sesat yang luar biasa kejam dan
berkepandaian menggiriskan.
berjuluk Penjagal dari Neraka.
Sedangkan satunya lagi adalah
Manusia Ajaib,'pentolan
golongan putih.
Sekitar lima tahun
PenjagaPenjagal dari Neraka
malang melintang di dunia
persilatan, muncul lagi
tokoh-tokoh sakti lainnya. Dewa
Botak dan Pengail Aneh sebagai
tokoh aliran putih, dan Rase
Genit di golongan hitam.
Namun, tingkat kepandaian
tokoh-tokoh ini masih berada
beberapa tingkat di bawah
Penjagal dari Neraka.
Saat itu. Dedemit Bermulut
Manis, Siluman Tengkorak
Hidup, dan Begal Bermata Iblis
juga telah membuat nama besar.
Tapi, tingkat kesaktian mereka
berada jauh di bawah tiga tokoh
persilatan yang muncul
belakangan. Apalagi jika
dibandingkan dengan Penjagal
dari Neraka. ' '
Sekitar sepuluh tahun sejak
malang-melintangnya Penjagal
dari Neraka,'Siluman Tengkorak
Hidup dan tokoh-tokoh
seangkatannya mengalami nasib
sial.
dirobohkan Penjagal dari
Neraka. Untuk mencari selamat,
mereka menakluk.
Sepuluh tahun setelah menjadi
anak buah Penjagal dari
Neraka, mereka mengatur siasat
keji, yang membuat sang
penjagal tersingkir dari dunia
persilatan. Mereka pun
memperebutkan pusaka
dedengkot golongan hitam itu,
dan menjauhkan diri dari dunia
persilatan untuk
mempelajarinya.
Lima belas tahun kemudian,
pengkhianat-pengkhianat ini
kembali ke dunia ramai. Namun,
merekatak lagi bergabung.
Mereka membuat nama besar di
wilayah yang berbeda. Oleh
karena itu, Dedemit Bermulut
Manis terkenal sebagai datuk
barat. Siluman Tengkorak Hidup
diakui sebagai datuk timur. Di
selatan, Begal Bermata Iblis
Sedangkan di utara; Rase Genit.

Namun, hanya lima tahun


dedengkot-dedengkot kaum sesat
itu malang melintang di dunia
persilatan. Setelah itu, tak
terdengar kabarnya lagi. Tak
ada seorang pun yang tahu apa
sebabnya, kecuali datuk-datuk
sesat itu. Mereka dikalahkan
oleh Pengail Aneh dan Dewa
Botak!
Setelah Begal Bermata Iblis
yang lain-lain lenyap, di dunia
persilatan muncul Manusia
Bertopeng, Iblis Pemakan
Bangkai, Dewi Berhati Besi
yang merupakan murid Rase
Genit. dan Bidadari Berkabung.
***

Ketika Aji dan Kumala Sari


telah berada di kerimbunan
semak-semak dan
menguakkannya, untuk melihat
tokoh-tokoh luar biasa yang
berada di sebelahnya,
' lagi-lagi mereka mendengar
seruan yang sejak tadi
terdengar.
' "Manusia Ajaib. Aku telah
cukup bersabar. Sejak tadi aku
bicara, tapi kau tak juga
memberikan sambutan. Apabila
kali ini kau tak menjawab juga,
jangan salahkan kalau aku
menyerangmu, meskipun kau tak
siap!" *
Begitu, tangan Pendekar 108
dan wanita berparas buruk
menguak kerimbunan
semak-senk, yang pertama kali
mereka lihat adalah hamparan
tanah lapang yang ditumbuhi
rumput di sana-sini. DI atas
tanah cukup Iuas itu,
sosok-sosok yang merupakan
tokoh-tokoh luar biasa dunia
persilatan, berada.
Seluruh perhatian Aji dan
Kumala Sari tertuju pada dua
sosok yang saling berhadapan
itu. Yang satu berdiri,
sedangkan yang lamnya duduk
disebuah gundukan batu yang
berpermukaan runcing seperti
ujung pedang. Dua sosok itu
berjarak sekitar lima tombak
dari Aji dan Kumala Sari.
Berdiri menyamping, sehingga
pasangan muda-mudi itu dapat
melihatnya dengan cukup jelas
Sosok yang berdiri adalah
seorang kakek berusia sekitar
tujuh puluh lima tahun.
Tubuhnya kurus kering seakan
tak berdaging. Wajahnya lebih
menyedihkan lagi, karena
tulang-tulang pipi dan dahinya
terlihat menonjol. Sepasang
matanya menjorok jauh ke
dalam. Kakek ini lebih mirip
tengkorak daripada'manusia.
Sosok satunya lagi adalah
seorang kakek yang jauh lebih
tua. Kelihatan telah amat tua.
Rambutnya putih panjang dan
mirip benang-benang perak.
Kumis. jenggot, cambang, dan
alisnya pun putih pula seperti
perak. _Jenggot itu sendiri
panjang sampai ke perut. Si
kakek mengenakan pakaian
putih bersih.
Meski Aji dan Kumala Sari
belum pernah melihat
masing-masing tokoh luar busa
itu, Manusia Ajaib, dan Siluman
Tengkorak Hidup, mereka telah
bisa memperkirakan kalau kakek
berpakaian putih bersih itu
adalah Manusia Ajaib. .
Aji yang hanya bermaksud untuk
melihat bagaimana rupanya
Siluman Tengkorak HIdUp dan
Manusia Ajaib, berniat untuk
segera meninggalkan tempat itu,
mengingat dirinya mempunyai
urusan yang amat penting.
Namun. saat Itu terdengar
bentakan keras dari mulut
Siluman Tengkorak Hidup,
berbarengan dengan hentakkan
sepasang tangannya. ,
' "Rupanya kau mengira aku
bermain-main, Manusia Ajaib"!
Sekarang terimalah
kematianmu..."
Aji dan Kumala Sari mendengar
bunyi mengaung seperti ada
puluhan tawon murka. Mereka
sadar kalau Siluman Tengkorak
Hidup telah melancarkan
serangan yang dahsyat. Angin
luar biasa keras terdengar. tapi
tak ada kesiurnya sedikit pun
DI lain 'pihak. orang yang
diserang, si Manusia Ajaib,
Seperti tak tahu adanya
serangan. Dia tetap duduk
seenaknya dengan mata
terpejam rapat-rapat.
Aji dan Kumala Sari yang
blingsatan Malah, Pendekar 108
jadi menunda maksudnya umuk
segera meninggalkan tempat itu.
Pemuda ini dan Kumala Sari
telah dapat memperkirakan
keluarbiasaan serangan sang
siluman. Menangkis serangan
itu pun sudah berbahaya,
kendati berada di tempat biasa.
Apalagi jika berada dalam
tempat dan sikap seperti
Manusia Ajaib!
Kakek yang memiliki rambut
seperti benang-benang perak itu.
duduk bersila di sebuah batu
runcing setinggi tiga jengkal.
Untuk melakukan hal seperti ini
saja, sudah-membutuhkan
pengerahan tenaga dalam yang
cukup besar, dan kemampuan
ilmu meringankan tubuh yang
amat tinggi. Dan,
setidak-tidaknya akan
menyulitkan jika hendak
mengelak atau menangkis.
Padahal, serangan dahsyat
Siluman Tengkorak Hitam, telah
menggebrak tiba '

***

LlMA
BLARR...! ' Bunyi keras
langsung terjadi, dan membuat
sekitar tempat Itu bergetar
hebat, ketika Manusia Ajaib
mengulurkan tangan,
menangkis. Aji dan Kumala Sari
merasakan sekujur
tubuh-tergetar karena tanah
berguncang keras. _
Siluman Tengkorak Hidup
mengalami kejadelan yang lebih
mengenaskan. Tangkisan
Manusia Ajaib, membuatnya
terjangkung ke belakang dan
terhuyung huyung beberapa
langkah. Sementara Manusia
Ajaib tak bergeming sama
sekali. Namun beberapa saat
kemudian, batu yang diduduki
kakek barjenggot panjang itu
hancur berkeping-keping.
Manusia Ajaib meluruk jatuh,
tapi secara perlahan-lahan.
Rupanya batu cadas yang luar
biasa keras itu tak mampu
menahan beSarnya kekuatan
yang menekan, sehingga hancur
berderai.
Didepan Manusha Ajaib,
Siluman Tengkorak Hidup
rupanya masih penasaran.
Begitu berhasil menguasai diri,
kakek mengerikan ini
menggerakkan sepasang
tangannya lagi, bersiap untuk
mengirimkan serangan lanjutan.

Akan tetapi, kali ini sang


siluman kalah cepat bertindak.
Manusia Ajaib telah lebih dulu
menjulurkan sepasang
tangannya. Kelihatannya pelan
dan tanpa tenaga. Bunyi lirih
pun tak terdengar. Demikian
pula dengan hembusan angin.
Tapi, sekejap kemudian, Siluman
Tengkorak Hidup merasakan
adanya kekuatan dahsyat
menekannya . '
Tentu saja Siluman Tengkorak
Hidup tak tinggal
diam. Dia mengulurkan
sepasang tangannya pula,
mengerahkan seluruh tenaga
dalamnya untuk menahan
kekuatan tak nampak yang
menekannya, Adu tenaga dalam
yang tak terlihat pun
berlangsung.
Mula-mula memang tak tampak
pihak yang unggul. Keadaan
segera berubah setelah agak
lama. Sepasang tangan Siluman
Tengkorak Hidup terlihat
menggigil. Semakin lama
semakin keras. Wajahnya merah
padam dan dibasahi peluh.
Malah. dari atas kepalanya
mulai mengepul asap tipis.
Di lain pihak, Manusia Ajaib
hanya memerah wajahnya.
Sepasang tangannya tak
bergetar. Peluh hanya
membasahi dahinya saja. Itu pun
hanya sedikit.
Siluman Tengkorak Hidup tahu
kalau lawannya lebih unggul.
Memaksakan diri untuk terus
menentang, hanya akan
mencelakai dirinya sendiri. Dia
akan terluka dalam yang amat
parah, dan bahkan mungkin
akan tewas.
Oleh karena itu, dengan
kesaktiannya, sang siluman
melempar tubuh ke samping,
tanpa menarik pulang tenaganya
yang tersalur di telapak tangan.
Menarik tenaga dalamnya hanya
akan membuatnya
celaka.Terpukul tenaga dalam
sendiri yang terhimpit dari luar.
Brakkk, blarrr.:.!
Bunyi gaduh terdengar ketika
tenaga dalam Manusia Ajaib
menggebrak sebatang pohon
besar yang berada di belakang
Siluman Tengkorak Hidup.
Pohon itu pun hancur
berkeping-keping. Tenaga'
serangan sang siluman sendiri
meluruk ke atas
Siluman Tengkorak Hidup
sendiri, begitu berhasil tegak di
tanah, bersiap untuk
menghadapi segala
kemungkinan. Namun, kakek
kurus ini kecelik. ManusiaAjaib
sudah tidak berada di situ lagi!
Saat sang_siluman melompat. si
kakek melesat kabur.
"Keparat!" maki Siluman
Tengkorak Hidup, geram, tanpa
menggerakkan bibir sama sekali.
Kakek Ini terlihat marah bukan
main. Sepasang matanya
bersinar tajam, seperti
memancarkan api. "Manusia
Aiaib. Aku belum kalah! Lain
waktu, aku akan memaksamu
untuk bertarung! Aku akan
buktikan pada dunia persialatan
kalau gelar tokoh tanpa tanding
itu, melekat pada diriku! Bukan
pada dirimu! Kau dengar itu,
Manusia Ajaib!"
Tidak ada sahutan sama sekali
atas seruan sang siluman. Yang
terdengar setelah itu, hanya
gaung ucapannya sendiri.
Beurutan dan terkesan
menggiriskan hati" '
Siluman Tengkorak hidup
menunggu, karena
berharap Manusia Ajaib akan
kembali. Tapi, harapannya tak
terkabul. Penantiannya sia-sia.
Mendadak kakek kurus kering
ini mengarahkan pandangan ke
semak-semak di mana Aji dan
KumalaSari berada. Sang
siluman mendengar adanya
desah napas halus. Desah yang
menjadi pertanda keberadaan
orang ditempat itu.
Aji dan Kumala Sari merasakan
jantung mereka seperti berhenti
berdetak ketika melihat sang
siluman mengarahkan
pandangan ke tempat mereka
berada. Pasangan muda-mudi
ini khawatir kalau-kalau
Siluman Tengkorak hidup telah
mengetahui keberadaanmereka
berdua di tempat ini.
Apa yang dikhawatirkan
pasangan muda-mudi Ini
ternyata beralasan. _Siluman
Tengkorak Hidup perdengarkan
tawanya yang keras mirip bunyi
burung gagak yang tengah
murka. '
"Tikus-tikus tak tahu diri...!
Berani kalian mengintaiku.."'
dengus sang siluman seraya
menjulurkan tangannya, lalu
melakukan gerakan menarik.
Seketika itu pula senk-semak
ambrol dan tercabut hingga ke
akar-akarnya.
Tanaman-tanaman itu melayang
ke arah sang siluman bagaikan
ditarik tangan tangan yang tak
tampak. Aji dan Kumala Sari
pun Ikut tertarik. Mereka
terguling-guling di tanah,
meluncur ke arah Siluman
Tengkorak Hidup.
Gulingan tubuh pasangan
muda-mudi itu baru terhenti
ketika tubuh mereka telah
berjarak satu tombak dari sang
siluman. Seketika itu pula
Kumala Sari melenting. dan
tegak berdiri. Sepasang
tangannya bersilangan didepan
dada, bersiap untuk menghadapi
segala kemungkinan yang tidak
diharapkan.
Aji tegak berdiri beberapa saat
kemudian. Kumala Sari
langsung menghampiri si
pemuda, dan berdiri di
depannya. Sikapnya terlihat
melindungi. persis seekor Induk
ayam menjaga anaknya dari
ancaman bahaya. Melihat hal
ini, Aji jadi terharu. '
Di lain pihak, Siluman
Tengkorak Hidup kembali
mendengus. Sepasang matanya
yang menatap Aji dan Kumala
Sari secara berganti-ganti itu
sarat dengan keinginan
membunuh. _
"Tikus-tikus celaka! Kalian
datang pada saat yang tidak
tepat. Kebetulan aku tengah
jengkel pada Manusia Ajaib,.
tapi tak bisa melampiaskannya.
Kalianlah yang ' menjadi
gantinya!" '
"Kaulah yang akan mampus di
tanganku, Manusia "tulang!"
maki Kumala Sari tak kalah
gertak. Kemudian gadis ini
mengeluarkan sepasang pedang
pendeknya. Lalu, dengan diawali
teriakan melengking nyaring,
gadis ini menyerbu sang
siluman. _
Singngng...!
Desingan tajam itu mendahului
terdengar sebelum serangan
Kumala Sari tiba di sasaran.
Gadis berparas buruk ini
menusukkan pedang di tangan
kanannya ke arah leher. '
Siluman Tengkorak Hidup
perdengarkan dengusan
_menghina. Dengan gerakan
sembarangan, namun terlihat
amat cepat bagi pandang mata
Kumala Sari, kakek kurus kering
ini menggerakkan tangannya.
Tappp !
Kumala Sari tercekat ketika
batang pedangnya tercekal
jari-jari tangan sang siluman.
Sebelum dia sempat berbuat apa
pun, Siluman Tengkorak Hidup
itu, telah mengibaskan
tangannya.
Kumala Sari tak mampu untuk
bertahan. Gadis ini terlempar
mengikuti arah kibasan
lawannya, melayang!
Aji terperanjat melihat kejadian
yang menimpa Kumala Sari.
Pemuda ini bimbang untuk
mengambil keputusan! Apakah
kemampuannya harus
dikeluarkan atau tidak,
mengingat bahaya besar tengah
mengancam diri sang gadis.
Saat Aji tengah bimbang untuk
mengambil keputusan. Dia
merasakan kesiuran angin.
Seketika itu pula, timbul
keinginan untuk memberikan
tanggapan. Tenaga dalam
pemuda ini siap untuk bergolak.
Tapi, Aji masih mampu
menahannya, tak memberikan
perlawanan apa pun terhadap
angin yang menghembus.
Angin itu ternyata tercipta
akibat Siluman Tengkorak Hidup
melambaikan tangannya. Aji
tertarik ke arah sang siluman
dengan'derasnya. seakan-akan
ada tangan raksasa yang tak
terlihat membawanya menuju ke
kakek kurus kering.
Siluman Tengkorak Hidup
menyambuti kedatangan tubuh
Aji dengan juluran tangan
kanannya. Kejap kemudian,
jari-jari tangan si kakek yang
hampir tak berdaging, telah
mencengkeram pakaian Aji. Si
pemuda tetap belum memberikan
perlawanan.
Sang siluman bertubuh lebih
jangkung dari Pendekar 108.
Tambahan lagi, dia
mencengkeram pakaian Aji di
bagian dada. ini membuat Aji
terangkat naik. Sepasang
telapak kakinya tergantung di
atas tanah.
Siluman Tengkorak Hidup
sendiri memperhatikan Aji
lekat-lekat. Bibir-bibirnya
hampir tak berkemik, tapi bunyi
yang terdengar cukup lantang.
"Kalau tak membuktikan sendiri,
aku tak percaya . kau tak
mempunyai kemampuan sedikit
pun, Tikus Muda! Padahal,
menurut penglihatanku,
kemampuan yang kau miliki,
setidak-tidaknya berada di atas
tikus perempuan itu!"
Tikus perempuan yang dimaksud
Siluman Tengkorak Hidup
adalah Kumala Sari. Dan, saat
itu sang perempuan telah tegak
di tanah! Kumala Sari berhasil
mematahkan kekuatan yang
membuatnya terlempar.
"Lepaskan dia. Manusia
Tulang!' bentak Kumala
Sari, ketika melihat Aji berada
dalam cengkeraman Siluman
Tengkorak hidup. "Kalau kau
bukan pengecut, lepaskan dia!
Aku yang pantes untuk kau
hadapi'
Siluman Tengkorak Hidup
menatap Kumala Sari dengan
sinar mata berapi-api.
"Mulutmu lancang sekali, Tikus
Betina! Kau telah menghinaku!
Itu artinya, tidak ada harapan
hidup bagimu! Tikus tampan
kecintaanmu ini pun tak akan
selamat!" '
Berbareng ancamannya, sang
siluman melemparkan tubuh Aji
ke belakang. Hampir tanpa
selang waktu, kakek kurus kering
ini mencabut goloknya yang
terselip di pinggang, kemudian
melemparkannya ke
arah sang pendekar. Golok itu
pun melayang mengejar tubuh
Aji yang terlempar lebih dulu.
Tapi, Siluman Tengkorak Hidup,
yang berada di depan Kumala
Sari, tak tinggal diam. Begitu
melihat si gadis melesat untuk
melewatinya, dia mengibaskan
tangan kanan kirinya secara
bergantian.
Angin yang luar biasa keras
berhembus ke arah Kumala Sari,
membuat si gadis terlempar.
Namun, Kumala Sari tak kalah
cerdik. Dia melenting ke atas,
bermaksud membuat angin yang
menggebrak itu lewat di bawah
kakinya, dan dia sendiri tetap
meneruskan maksudnya semula
untuk menolong Pendekar Mata
Keranjang.
Lagi-lagi kekecewaan yang
didapatkan Kumala Sari.
Hembusan angin yang
menggebraknya ternyata
berbeda dengan serangan
umumnya. Kendati dia telah
melompat ke atas, angin itu
tetap menyerbu ke arahnya.
Seakan-akan sekitar .tempat _itu
telah dipenuhi oleh hembusan
angin keras, baik di atas
maupun di bawah!
Kumala Sari tak punya pilihan
lagi kecuali memapaknya. Dia
melakukan gerakan-gerakan
mendorong untuk menahan
serbuan angin keras yang
hendak melemparkannya! .
Bresss...!
Angin-angin keras yang berasal
dari arah yang bertentangan
kembali berbenturan. Seketika
itu pula tubuh gadis berparas
jelek itu terlempar ke belakang
Bresss...!
Kumala Sari menggigit bibirnya
ketika punggungnya membentur
sebatang pohon. Keras. Rasa
sakit mendera bagian tubuh
yang menabrak pohon.
Untungnya, tenaga yang
dikeluarkan-sang gadis untuk
menahan angin keras yang
hendak melontarkan tubuhnya
telah banyak mengurangi tenaga
lontaran. Kalau tidak, akibat
yang diderita Kumala Sari akan
semakin besar. '
Sungguhpun demikian. akibat
yang diterima Kumala Sari
masih tetap menyengat. Oleh
karena itu,_si gadis tak bisa
segera berbuat aPa Pun.
Tubuhnya merosot turun, setelah
terjadinya benturan. Kejap
kemudian, perempuan berparas
buruk ini telah jatuh duduk di
tanah.
kumala Sari diam dalam
keadaan demikian beberapa
saat. Gadis ini merasakan
pandangannya
berkunang-kunang. Dadanya
terasa sesak. Kepalanya pening.
Dan, punggung serta sekujur
otot-otot dan urat. urat tubuhnya
ngilu dan sakit-sakit.
Kumala Sari berusaha keras
untuk memulihkan keadaan
tubuhnya. Dia tahu, bahaya
besar masih mengancam.
Siluman Tengkorak Hidup tak
akan tinggal diam. Kakek kurus
kering itu pasti akan
melancarkan serangan susulan
mematikan.
Ada hal lain yang mencemaskan
Kumala Sari. Nasib AJI!
Bagaimana keadaan pendekar
muda itu sebenarnya"l Apakah
Pendekar Mata Keranjang
berhasil selamat"! Ataukah
pemuda berambut dikuncir itu
telah tewas"l Gadis berparas
buruk ini tak mampu
menjawabnya!

***

ENAM
BEBERAPA saat sebelum
Kumala San terhumbalang
menuju ke pohon besar akibat
hembusan
angin keras yang dikeluarkan
SilumanTengkorak Hidup, Aji
melayang deras diikuti luncuran
golok. Pemuda berbaju hijau
ketat Ini kebingungan selama
tubuhnya meluncur.
"Apa yang ratus kuperbuat kali
ini"! Apakah aku harus tetap
dengan keputusan semula"!
Tidak mengerahkan tenaga
dalam Karena hal itu dapat
membahayakan keselamatanku"!
Tapi bila sekarang tak
kukeluarkanpun. rasanya
nyawaku'akan melayang,
tertembus golok"!' _
Pendekar 108 kebingungan
untuk memilih tindakan yang
paling tepat. Namun,
kedua-duanya mempunyai akibat
yang berbahaya. Aji bagaikan
menghadapi buah simalakama.
Dimakan ibu mati, tidak
dimakan bapak yang mati.
Di saat-saat yang menegangkan
itu, sesosok bayangan keemasan
berkelebat, menyambar tubuh
Pendekar 108, menyelamatkan
dari sambaran golok! '
Jleggg !. '
Tanpa menimbulkan bunyi
berarti, sosok keemasan itu
menjejakkan kakinya. Tubuh Aji
yang berada di panggulannya,
diturunkannya. Sang pendekar
pun tegak di atas tanah.
"Terima kasih," kata Pendekar
108 seraya cengar cengir. '
Sang penolong Aji hanya
menganggukkan kepala, Tak
dapat diketahui apakah dia
tersenyum atau wajahnya
berseri-seri, karena adanya
sebuah selubung yang menutup
wajah. dan seluruh kepalanya.
Selubung yang berwarna
keemasan seperti pakaian yang
dikenakannya. Sebuah pakaian
gombrang yang membuat bentuk
tubuhnya tak terlihat.
Sosok keemasan itu baru saja
menganggukkan kepala. ketika
serangkaian seruan keras,
menggelegar.
'Keparat busuk! Berani kau
mencampuri urusanku,
Monyet"!' maki Siluman
Tengkorak Hidup, kalang kabut.
"Tahukah kau siapa adanya
aku"!"
"Aku memang tak pernah
melihatmu sebelumnya. Tapi
menilik ciri-cirimu, aku bisa
menduganya. Bukankah
kautokoh sesat yang berjuluk
Siluman Tengkorak hidup"!"
timpal sosok berselubung;
tenang. Tidak marah atau pun
gentar karena hinaan dan
ancaman yang dilontarkan sang
siluman! '
Siluman Tengkorak Hidup
mendengus mendengar dugaan
yang tepat itu. Dia
mengernyitkan dahinya. Hampir
tak ada yang terlihat karena
wajahnya memang hampir tak
berdaging. Sepasang matanya
menghunjam sosok keemasan
dengan sikap penuh selidik. .
"Aku pun" bisa menduga siapa
adanya kau, Monyet Tak
Berwajah! Sungguhpun harus
kuakui kalau bertemu denganmu
baru kali ini: Bukankah kau
dedengkot golongan "putih yang.
berjuluk Manusia Bertopeng"!"
,Sosok keemasan yang berjuluk
Manusia Bertopeng
perdengarkan tawa berderai. '
'Rupanya, meski pergaulanmu
dengan mayat mayat di dalam
tanah; manusiapun kau kenal
juga. Tengkorak!' kata sang
sosok berselubung setengah
mengejek.
Saat Manusia Bertopeng dan
Siluman Tengkorak Hidup
terlibat perdebatan, Kumala
Sari telah berhasil menguasai
dirinya. Memang, sebagian
anggota tubuhnya masih terasa
sakit-sakit. Tapi, pandangannya
telah kembali seperti sediakala.
.'
Gadis berpakaian merah ini
gembira bukan main ketika
melihat Aji selamat. Pemuda
berambut dikuncir itu berdiri tak
jauh di sebelah depannya.
Ketika Kumala Sari
mengarahkan pandangan ke
sana, pemuda berpakaian hijau
ketat Itu tersenyum seraya
melambaikan tangannya. Gadis
itu pun tersenyum dan
melambaikan tangan pula
sebagai sambutnya.

***

Kumala sari bergegas


menghampiri Aji. Kejap
kemudian, pasangan muda-mudi
ini telah berduaan kembali. ' .
"Aku berSyukur kau selamat, Aji.
Padahal, semula aku merasa
cemas sekali," Kumala Sari
membuka pembicaraan. .
"Manusia Bertopeng itu
menyambar tubuhku sebelum
golok sialan itu lebih dulu
mampir," beri tahu Aji. "Dia
datang pada saat yang tepat." '
Kumala Sari mengangguk. .
"Tokoh itu memang selalu
datang dan menolongmu di saat
yang tepat, Aji," katanya,
setengah memberi
tahukan. _ Aji terperanjat. Dia
menatap gadis berpakaian
merah lekat-lekat sebelum
akhirnya mulutnya membuka,
perdengarkan suara.
"Kau mengenalnya, Nona"!"
"Mengenalnya sih, tidak," jawab
Kumala Sari sambil
menggelengkan kepah. "Tapi,
aku pernah melihatnya
sebelumya, saat dia
menolongmu dan Bidadari
Berkabung dari ancaman Iblis
Pemakan Bangkai."
'Jadi...." ucap Aji dengan suara
tercekat di tenggorokan.
"Manusia itu pernah
menolongku sebelumnya"!" .
Kumala Sari manggut-manggut.
Kemudian secara singkat tapi
jelas, gadis ini menceritakan
semua kejadiannya (Untuk
jelasnya silakan baca episode :
"Mustika Naga Hitam").
Sementara itu, tokoh yang
menjadi bahan pembicaraan
antara Kumala Sari dengan Aji,
semakin terlibat dalam suasana
yang sengit dengan-Siluman
Tengkorak Hidup.
"Manusia Bertopeng. Memang
telah lama aku ingin bertarung
denganmu untuk menentukan
siapa di antara kita yang lebih
sakti!" Siluman Tengkorak
Hidup. menggeram. "Sama
sekali tak kusangka kalau kita
dapat bertemu di sini."
'Bukan hanya kau yang punya
keinginan seperti itu, Siluman!
Aku pun demikian. Aku sampai
tak sabar menunggu pertemuan
denganmu. Tak sabar untuk
segera mengirim nyawamu ke
akhirat!"
"Kau bermimpi. Manusia
Bertopeng! Kaulah yang akan
tergeletak tanpa kubur di tempat
ini...!"
Usai berkata demikian, Siluman
Tengkorak Hidup melesat
menerjang Manusia Bertopeng.
Kaki kanan kirinya terayun
deras dan bertubi-tubi ke arah
dada dan ulu hati lawannya.
Bunyi menderu keras mengiringi
meluncurnya tendangan
bertubi-tubi itu. _
Manusia Bertopeng
perdengarkan dengusan keras.
Nadanya meremehkan. Lalu.
tokoh yang penuh misteri Ini
menggerakkan kakinya,
mengirimkan tendangan lurus
bertubi-tubi'untuk memapak. '
Duk, duk, dukkk!
' Benturan keras terdengar
berkali-kali ketika dua pasang
kaki bertemu secara gencar.
Setiap kali benturan, tubuh
masing-masing pihak,
terguncang. Pada benturan yang
penghabisan. baik Siluman
Tengkorak Hidup maupun
Manusia Bertopeng. sama-sama
terjangkung dan
terhuyung-huyung.
Hasil dari gebrakan pertama ini
rupanya membuat kedua belah
pihak merasa penasaran.
Mereka saling berlomba untuk
melancarkan serangan dengan
jurus-jurus yang lebih dahsyat
dan berbahaya. Pertarungan
sengit dan menegangkan pun,
berlangsung. Demikian dahsyat,
sehingga Aji dan Kumala Sari
terpaksa menjauh. Karena,
sambaran angin serangannya
saja, membuat mereka
terhuyung-huyung, dan
terkadang terguling-guling.
Kumala Sari dan Aji hampir tak
pernah berkedip menyaksikan
pertarungan yang berlangsung.
Namun, hanya Pendekar 108
yang dapat melihat jelas
jalannya pertarungan.
Sedangkan Kumala Sari hanya
melihat bayangan bayangan tak
jelas yang saling belit dan hanya
kadang-kadang saja terpisah. itu
pun hanya sebentar. Lain saat,
kedua bayangan itu telah
bergumul lagi.
Oleh karena dapat melihat jelas
jalannya pertarungan, Pendekar
Mata Keranjang dapat menilai
hasil akhir dari duel itu. Aji
tahu, tenaga dan kecepatan
gerak Siluman Tengkorak Hldup
dan Manusia Bertopeng,
berimbang. Tapi, Manusia
Benopeng lebih unggul dalam
ilmu silat. Manusia Bertopeng
mempunyai ilmu-ilmu yang lebih
bermutu. Sementara lawannya,
sebagian besar gerakannya
berupa tipuan Belaka.
Kenyataan yang dilihat ini,
membuat Pendekar mata
Keranjang menghela napas lega.
Dia tahu. Manusia Bertopeng
akan keluar sebagai pemenang,
kendati harus melalui
perjuangan yang panjang dan
membosankan. . _
Penilaian itu Bukan hanya Aji
yang dapatkan. Siluman'
Tengkorak Hidup dan Manusia
Benopeng pun, demikian. Oleh
karena itu, setelah bergebrak
selama belasan jurus, ketika
terjadi benturan yang
menyebabkan masing-masing;
pihak terhuyung, Siluman
tengkorak Hidup menggunakan
kesempatan itu untuk melarikan
diri.
"Aku tak punya waktu lebih
banyak; Topeng! Lain Waktu
aku akan mencarimu untuk
melanjutkan pertarungan ini!' ,
"Kapan pun kau Inginkan aku
siap, Tengkorak!" sambut
Manusia Bertopeng, tak mau
kalah..
Karena Manusia Bertopeng tak
bermaksud mencegah, Siluman
Tengkorak Hidup tak menemui
kesulitan untuk meninggalkan
tempat itu. Hanya dalam
sekelebatan, kakek kurus kering
itu telah tak terlihat lagi.
Manusia Bertopeng tetap tegak
di tempatnya. Aji dan Kumala
Sari bergegas menghampiri.
'Terima kasih, Paman. Kalau
Saja tak karena Paman, mungkin
saat ini aku sudah tak berada di
dunia lagi. Bahkan mungkin
sejak kejadian di Gunung
Nirwana,' ucap Aji, penuh rasa
syukur. "Lupakanlah itu, Anak
Muda," Manusia Bertopeng
mengulapkan tangannya.
'Manusia hidup memang harus
saling menolong. Aku bersyukur
kau masih hidup. Padahal.
semula sesuai hasil pemeriksaan
kau telah tak bernyawa."
'Rupanya Tuhan masih
menginginkanku hidup, Paman,"
kilah Aji, sekenanya.
Manusia Bertopeng manggut
manggut, menerima alasan Aji.
Tapi, kejap kemudian, tokoh
penuh rahasia ini mengajukan
keheranannya. Keheranan yang
serupa dengan Kumala Sari.
Mengenai ketidakadaannya
kepandaian si pemuda.
Tanpa banyak pikir lagi, Aji
menceritakan semua kejadian
yang dialaminya. Sama dengan
seperti yang diceritakannya
pada Kumala Sari. Tak
menyinggung nyinggung tentang
Dewi Berhati Besi dan nama
Dewa Botak. _ _ '
"Penolongmu itu memang tak
salah, Anak Muda." kata
Manusia Bertopeng setelah Aji
menyelesaikan cerita
"Kura-kura raksasa yang hidup
di _Pantai Karang Hltam
memang dapat memulihkan
kemampuanmu. Tapi, aku tak
yakin kau berhasil
mendapatkannya. Penolongmu
mengatakan kau harus
membawa namanya sewaktu kau
meminta pada si Pengail Aneh.
Dengan kau menyebut namanya,
kemungkinan yang kau peroleh
untuk mendapatkan darah
kura-kura itu, semakin besar. ltu
mungkin benar. Tapi. aku punya
Sesuatu untuk menolongmu agar
mendapatkan darah kura-kura
itu. Pesanku. gunakan caraku
bila cara yang diajarkan
penolongmu tak berhasil".
Mengerti. Anak Muda"!"
Aji manggut manggut
Manusia Bertopeng
memasukkan tangrnnja kebalik
pakaiannya yang-longgar.
Ketika tangan itu ke
luar, pada genggamannya
terdapat seuntai kalung dan baja
putih. Si Manusia Bertopeng
memberikan benda itu pada
Pendekar 108. _
'TUnjukkan'ini pada Pengail
Aneh, bila usahamu gagal." beri
tahu sosok keemasan itu.
Aji menerimanya tanpa banyak
bicara. Pemuda ini merasa
terharu melihat usaha keras
orang-orang yang ditemuinya
untuk menyelamatkan nyawanya.
Dia hanya bisa garuk-gamk
kepalanya yang tidak gatal.
Di lain pihak,
setelahmemberikan kalung baja
putih itu, Manusia Bertopeng
melesat meninggalkan tempat
itu. Hanya dalam Sekelebatan,
tubuhnya sudah tak terlihat lagi.
Sekarang yang tinggal di
lapangan itu, hanya Aji dan
Kumala Sari. Mereka saling
pandang sebelum akhirnya
mengayunkan kaki
meninggalkan tempat itu,
menempuh jalan yang berbeda,
dan arah yang berlainan. :
Namun, beberapa tombak
sebelum tiba di tempat binatang
tunggangan mereka berada, Aji
dan Kumala Sari menghentikan
langkah. Sinar mata dan
pandangan mereka tertuju ke
depan. sarat dengan perasaan
kaget.
***

TUJUH
YANG membuat Aji dan Kumala
Sari terkejut adalah keberadaan
seorang kakek yang bertubuh
pendek gemuk dan bercaling.
Kakek ini berdiri bertolak
pinggang. Di sebelahnya dua
ekor kuda tunggangan 'Aji dan
Kumala Sari telah menggeletak
di tanah. Darah mengucur deras
dari bagian leher
binatang-binatang itu. .
Tanpa perlu memeriksa lebih
jauh, dan dengan tanya melihat
luka pada leher, dan tidak
adanya gerakan dari kuda-kuda
itu, Aji dan Kumala Sari telah
tahu kalau binatang-binatang
tunggangan mereka telah tewas.
Dan tanpa bertanya lagi pun
mereka telah tahu kalau kakek
pendek gemuk itulah yang telah
membunuh tunggangan mereka.
"Iblis Pemakan Bangkai," desis
Kumala Sari penuh rasa gentar,
karena telah dapat mengetahui
tingkat kepandaian dan juga
kekejaman kakek ini, ketika
terjadi peristlwa perebutan
Mustika Naga Hitam di Gunung
Nirwana.
Aji dapat merasakan nada
gentar dalam ucapan Kumala
Sari. Dan. pemuda ini tak
merasa heran. Karena, tahu
kalau tingkat kepandaian
Kumala Sari memang berada
jauh di bawah tingkat kakek
pendek gemuk yang tidak.lain
dari Iblis Pemakan Bangkai.
Seorang tokoh persilatan yang
beraliran sesat serta
berkepandaian luar biasa tinggi.
Kekejamannya menyebabkan
bulu roma berdiri. Dan, kakek
ini pun gemar makan nyali
manusia yang dibunuhnya.
' He he he..."
Iblis Pemakan Bangkai
pendengarkan tawa terkekeh,
ketika melihat keterkejutan
pasangan muda mudi itu. Hanya
saja, paras kakek mi berubah
ketika melihat Aji. _
"Bocah ini rupanya berumur
panjang. Berarti... waktu itu dia
berhasil selamat dari maut"!
Siapa yang menyelamatkannya"
Bidadari Berkabung atau
Menusia Bertopeng"!" si kakek
membatin. "Aku harus
berhatihati. Bocah ini penuh
kejutan. Hhh...! Tak pernah
kusangka kalau
penunggang-penunggang kuda
ini salah satunya adalah dia." '
Aji bukan orang bodoh. Pemuda
ini dapat melihat adanya
keraguan untuk bertindak pada
sinar mata Iblis Pemakan
Bangkal. Maka, dia bermaksud
untuk bersiasat, karena bisa
menduga mengapa si kakek
bersikap demikian.
Pendekar Mata Keranjang
menatap Iblis Pemakan Bangkai
dengan sikap keren. Suaranya
dibuat penuh tekanan ketika
bicara.
"Kiranya kau, Iblis Pemakan
Bangkai."! Kebetulan sekali...!
Waktu itu ada gangguan yang
membuat usahaku untuk
melenyapkanmu dari muka
bumi, terhambat. Sekarang, kila
bertemu lagi di sini. Jadi... aku
bisa merampungkan tindakanku
waktu itu...."
Sambil berkata demikian.
dengan sikap nekat, untuk lebih
meyakinkan ancamannya,
Pendekar Mata Keranjang
melangkah maju. Hanya
setindak. Tidak lebih. Karena Itu
pun hanya merupakan gertakan
belaka.
Gertakan Aji memang tak
sia-sia. Sorot sepasang mata
Iblis Pemakan Bangkai semakin
memperlihatkan keraguan untuk
bertindak. Meskipun demikian,
kakek bercaling Ini tidak
mundur. Dia tetap tegak di
tempatnya .
Yang bergerak justru Kumala
Sari. Wanita ini merasa
khawatir bukan main melihat
tindakan Pendekar 198. Dia
mencemaskan keselamatan Aji.
Maka, Kumala Sari buru-buru
melangkah, mendekati sang
pendekar dan berdiri di
depannya. Sikap gadis ini
terlihat melindungi.
' Aji terperanjat melihat
tindakan Kumala Sari. Karena,
hal Itu bisa membongkar
siasatnya. Dia tahu, Kumala
Sari belum mengerti kalau
dirinya bersandiwara. Maka,
buru-buru pemuda berambut
dikuncir ini membuka mulutnya,
siap perdengarkan suara.
Namun. Pendekar Mata
Keranjang kalah cepat
berbicara. Kumala Sari telah
mendahuluinya.
"Iblis Pemakan Bangkai. Kalau
kau memang bukan pengecut,
hadapi aku! Jangan orang yang
tak punya kemampuan apapun
yang kau ladeni!" tandas gadis
berpakaian merah, mantap.
Aji hanya bisa-garuk-garuk
kepalanya dengan sikap
bingung. Batinnya meracau
habis-habisan
"Buyarlah rencanaku...! Tidak
ada cara lain untuk menggertak
iblis ini...! Hhh...! Wanita itu tak
mengerti siasat...!"_ ' _
"Bocah sial! Rupanya kau
bermaksud menggertakku.
heh..."! Kau kira aku manusia
dungu yang begitu mudahnya
kau kelabui"! Kau akan
mendapat ganjaran yang bagus
atas kelancanganmu itu!"
Kumala Sari kebingungan. Dia
menatap Aji dengan sorot mata
menyesal. Perempuan ini
sekarang mengerti kalau
pemuda berpakaian hijau ketat
itu tengah bersiasat, dan
sekarang dia yang membuat
siasat si pemuda berantakan.
Tapi, Aji tak terlihat jengkel.
Malah, pemuda berpakaian
dalam warna kuning berlengan
panjang inl, cengar-cengir dan
kerdipkan mata kirinya pada
Kumala Sari yang tengah
menatapnya.
Kedipan Pendekar 108 membuat
gadis berpakaian merah
melengos. Memang parasnya tak
menampakkan perubahan. Tapi,
sinar matanya menunjukkan
rasa malunya.
"Kurasa kalian telah cukup
bermesraan sebelum pergi ke
lobang kubur!" seru Iblis
Pemakan Bangkai dengan suara
mengguntur. "Aku tak punya
banyak waktu lagi!"
Kakek bercaling' ini
mengibaskan tangan kanan
kirinya. Bergantian dan
kelihatan sembarangan. Tapi,
angin' keras menggebrak ke
arah pasangan muda-mudi di
hadapannya. Angin keras yang
dimaksudkan untuk membuat Aji
dan Kumala Sari terlempar
tanpa terluka.
Kumala Sari tak punya pilihan
lain kecuali menentang angin
keras itu dengan dorongan
sepasang tangannya yang
menimbulkan angin keras pula.
Kalau saja bisa, gadis ini lebih
suka untuk menghindar. Karena,
Kumala Sari tahu kalau tenaga
dalam Iblis Pemakan Bangkai
jauh lebih kuat daripada dirinya.
Mengadu tenaga dalam hanya
akan merugikan diri sendiri.
Namun, Kumala Sari tak punya
pilihan lain.Kalau dia mengelak,
angin keras itu akan mencelakai
Aji. Mengingat kerasnya
hembusan angin, pemuda
berambut dikuncir itu akan
terpental jauh dan
terguling-guling
tanpa ketahuan di mana
tubuhnya akan berhenti
melayang.
Tidak demikian halnya kalau
Kumala Sari menangkis.
Memang angin keras yang
keluar dari dorongan tangan si
gadis tak terlalu keras. Kalah
kuat jika dibandingkan dengan
angin yang keluar dari tangan
Iblis Pemakan Bangkai. '
Oleh karena itu, ketika terjadi
benturan, tubuh Kumala Sari
sampai terputar dan terhuyung.
Di belakangnya, Aji terputar,
terjengkang dan jatuh terguling
guling. Tapi, akan lebih parah
lagi kejadian yang dialami
Pendekar 108, jika Kumala Sari
tak berikan tangkisan. Dengan
papakan 'yang dilakukan si
gadis, kekuatan tenaga yang
menggebrak dari Iblis Pemakan
Bangkai, sebagian besar telah
dipunahkan. _
Iblis Pemakan Bangkai tak
menyia-nyiakan kesempatan.
Begitu Kumala Sari terhuyung,
dia melakukan gerakan menarik.
Kakek bercaling ini
mengerahkan tenaga dalam
menyedot, untuk membawa gadis
berpakaian merah itu
kepadanya, tanpa dia perlu
mendekati. ' '
Kumala Sari terkejut bukan
main ketika merasakan adanya
daya tarik yang luar biasa kuat,
yang bermaksud membawanya
ke Iblis Pemakan Bangkai.
Kumala Sari tak menginginkan
hal itu terjadi. Dia berusaha
melakukan perlawanan. Tapi,
saat itu kedudukannya tak
menguntungkan. Dengan mudah,
tubuhnya tertarik ke arah Iblis
Pemakan Bangkai.
Aji sendiri mengalami kejadian
yang lebih tak menyenangkan.
Dia terguling-guling. Belasan
tombak jauhnya sebelum
akhirnya luncuran tubuh si
pemuda terhenti.
Pendekar 108 bangkit. Seketika
itu pula parasnya merah padam.
Sinar matanya seperti
memancarkan api ketika melihat
tindakan Iblis Pemakan Bangkai
terhadap Kumala Sari.
Memang, saat Aji tengah
terguling-tuting, Iblis Pemakan
Bangkai berhasil membawa
tubuh Kumala Sari ke dekatnya.
Kemudian tangan-tangannya
yang gemuk pendek memegang
kedua bahu si gadis. Kumala
Sari meronta. Namun, hal ini
membuat kemarahan kakek
bercaling semakin menjadi. Dia,
membanting Kumala Sari
sehingga punggung si'gadis
membentur tanah secara keras. '

Kumala Sari tak-segera mampu


bangkit. Dia merasakan sakit
dan nyeri luar biasa, mendera.
Itulah sebabnya, gadis ini tetap
tergolek di tanah.
iblis Pemakan Bangkai
_menghampiri' seraya
memperdengarkan kekeh
menyeramkan.
"Orang lain boleh dan bisa kau
kelabui dengan
penyamaranmu,.Betina. Tapi,
jangan harap aku, Iblis
Pemakan Bangkai akan bisa kau
kelabui! Aku ingin melihat
wajah asli di balik topeng
burukmu itu...!"
Iblis Pemakan Bangkai
menggerakkan tangannya.
Kumala Sari berusaha untuk
mencegah. Tapi, usahanya
kandas. Tangan sang iblis
berhasil mencopot topengnya.
Seketika itu pula, tampaklah
seraut wajah jelita. Meski
seringai kesakitan menghias
wajahnya, kejelitaan wajah
Kumala Sari tetap tidak
berkurang.
'Dugaanku tidak salah. Wajah
aslimu luar biasa cantik, Nona.
He he he.. ! Benar-benar kali ini
keberuntunganku besar. Aku
bukan hanya mendapatkan
nyalimu tapi juga
keperawananmu! Kecantikanmu
dan kemolekanmu membuatku
mengiler, Betina'Liar!"
Iblis, Pemakan Bangkai
menggerakkan tangannya lagi.
Seketika itu pula terdengar
bunyi kain robek diiringi dengan
jeritan tertahan Kumala Sari.
Jeritan ketakutan. .
Saat pakaian Kumala Sari
koyak-koyak, Aji bangkit dan
melihatnya. itulah sebabnya,
paras si pemuda merah padam,
dan sinar matanya seperti
mengeluarkan api. Pendekar
Mata Keranjang murka.
Dan, gigi-gigi Aji sampai beradu
ketika melihat tindakan Iblis
Pemakan Bangkai selanjutnya.
Kakek bercaling itu menubruk
Kumala Sari dan menggelutinya
seraya berusaha'untuk
melepaskan pakaiannya sendiri.
Kumala Sari meronta-ronta.
Namun, hampir tidak berarti,
Sedikit demi sedikit
perlawanannya mengendur.
Seketika itu pula, tempat yang
semula hening ditempati oleh
tiga Sosok yang tengah berjuang
keras. Iblis Pemakan Bangkai
berusaha untuk merenggut
keperawanan Kumala Sari.
Kumala Sari berjuang
mempertahankannya. Dan, tak
jauh dari mereka, Aji, berjuang
pula. Akal sehat si pemuda
bertarung melawan nuraninya.
Aji tengah 'dilanda kebimbangan
antara menolong Kumala Sari
atau membiarkannya. Sang akal
melarangnya. Karena, bila si
pemuda bermaksud menolong,
berarti mengerahkan tenaga
dalamnya. Itu berarti akan
menyebabkan raCun yang
terkandung dalam pil surga
dunia. bekerja cepat. Akibatnya,
setiap saat, nyawa Pendekar 108
bisa melayang.
Di lain pihak, sang nurani
mendesak Aji untuk
mengeluarkan kemampuannya,
menolong Kumala Sari.
Bukankah tugas utama seorang
pendekar adalah menolong
orang yang membutuhkan
pertolongan tanpa
mempedulikan diri sendiri"!
Bantah nurani, mantap.
Pertentangan di dalam batin Ini
yang membuat Pendekar Mata
Keranjang berdiam diri di
tempatnya beberapa saat.
Wajahnya membesi. Dahinya
berkernyit, sebagai tanda kalau
dirinya tengah berpikir keras.
Waktu berlalu sedikit demi
sedikit. Perlawanan Kumala
Sari semakin melemah, seiring
dengan semakin lelah dirinya.
Sebaliknya, Iblis Pemakan
Bangkai semakin merajalela'.
Kakek bercaling ini semakin
bersemangat untuk
menundukkan sang perawan

***
DELAPAN
SAAT-SAAT kritis bagi
kehormatan Kumala Sari,
terdengar seruan keras. Tidak
mirip seruan, tapi
geraman atau raungan binatang
buas yang terluka. Sekitar
tempat itu kontan tergetar.
Malah, iblis Pemakan Bangkai
merasakan semangatnya seperti
terbang meninggalkan raga. '
Iblis Pemakan Bangkai langsung
menoleh ke arah asal suara
gaduh, kendati dengan sebagian
semangat yang masih tersisa.
Begitu melihat penyebab yang.
menimbulkan bunyi
menggiriskan hati itu, si kakek
langsung terperanjat. .
Kakek bercaling ini memang
patut untuk terkejut. Karena,
penyebab bunyi itu adalah.... Aji
alias Pendekar Mata Keranjang.
Dan, keterkejutan Iblis Pemakan
Bangkai semakin menjadi-jadi
ketika melihat sepasang mata
Aji!
Sepasang mata pemuda
berambut dikuncir ekor kuda itu
terlihat mencorong tajam dan
bersinar kehijauan. Tak mirip
mata manusia! Dan, si kakek
yakin, sinar mata Pendekar itu
lebih tajam daripada sinar mata
Manusia Bertopeng yang pernah
mengalahkannya secara mudah
(Untuk jelasnya silakan baca
episode : "Mustika Naga
Hitam").
Iblis Pemakan Bangkai langsung
menyadari akan adanya bahaya
besar. Aji ternyata bukan orang
lemah seperti yang disangkanya
semula. Maka, buru-buru kakek
ini menghentakkan sepasang
tangannya, mengirimkan
pukulan jarak jauh pada si
pemuda.
Wusss...!
Pasir dan batu-batu besar kecil
beterbangan kemuka dari tangan
Iblis Pemakan Bangkai,
menggebrak angin keras yang
mengeluarkan bunyi
menggidikkan.
Untuk kedua kalinya, terdengar
bunyi gaduh yang bahkan jauh
lebih dahsyat dari sebelumnya.
ini terjadi ketika Aji
menghentakkan sepasang
tangannya pula, untuk
menyambuti serangan lawan.
Dari sepasang tangan pemuda
ini, meluncur sinar menyilaukan
mata!
_Pendekar Mata Keranjang
sempat terperanjat melihat hal
ini. Karena, biasanya
sinar-sinar menyilaukan itu
hanya muncul jika dia
mengebutkan kipasnya.
Perasaan kaget Aji semakin
membesar ketika melihat
kejadian selanjutnya. Beberapa
saat sebelum benturan terjadi,
sinar menyilaukan yang keluar
dari hentakan tangannya,
memecah menjadi dua bagian.
Glarrr...!
Bunyi keras menggelegar
laksana guntur terdengar ketika
bentrok angin-angin pukulan itu
terjadi. Kejap kemudian, Iblis
Pemakan Bangkai terjengkang
ke belakang dan terbanting.
Sedangkan'Pendekar 108 tetap
tegak di tempatnya.
Sementara itu, Iblis Pemakan
Bangkai merasakan dadanya
sesak bukan main. Namun, dia
masih sempat melihat adanya
ancaman bahaya besar. Kakek
ini melihat Sinar keperakan
meluncur deras ke arahnya,
Sinar yang memecah sebelum
terjadinya benturan, berasal
dari tangan Pendekar Mata
Keranjang.
Sinar yang memecah itu
berbentuk naga samar berwarna
keperakan. Naga keciL Naga
samar itu meliuk ke atas sebelum
akhirnya meluncur ke arah dada
Iblis Pemakan Bangkai yang
belum sempat bangkit, karena
belum mampu mengusir sesak di
dada.

Bresss"!
Kakek bercaling mengeluarkan
jeritan menyayat hati ketika
sinar keperakan berbentuk naga
kecil samar itu menghantam
dadanya secara telak. Si kakek
langSung terpental, bagaikan
daun kering ditiup angin
keras..Pakaian dan dada Iblis
Pemakan Bangkai tampak
hangus. Malah, samar-samar
tercium bau sangit daging. yang
terbakar! Saat itu pula, nyawa
kakek pendek gemuk itu
melayang ke akhirat.
Aji melongo menatap mayat Iblis
Pemakan Bangkai yang tergolek
belasan tombak dari tempatnya
semula. Pemuda berambut
dikuncir itu masih terkesima
melihat hasil tindakannya. Dia
tak pernah menyangka kalau
Iblis Pemakan Bangkai demikian
mudahnya ditewaskan.
Aji tak sadar dalam terpaan rasa
kagetnya. Di depan si pemuda,
Kumala Sari pun membeliakkan
matanya bESar-besar, ketika
melihat Iblis Pemakan Bangkai
tewas. Kalau tak melihat sendiri,
dia tak akan percaya kalau
kakek yang menakutkan itu,
tewas di tangan Pendekar Mata
Keranjang. '
Tapi, di samping rasa gembira
karena berhasil selamat dari
ancaman bahaya yang
mengerikan, kaget karena
melihat tewasnya sang'iblis,
Kumala Sari merasa tak senang.
Marah kepada Pendekar 108.
Gadis berpakaian merah ini
merasa ditipu Aji. Dibohongi
mentah mentah. .
"Apa maksud Aji berpura-pura
tak punya kepandaian"! Apakah
dia sengaja ingin menghinaku"!"
rutuk Kumala Sari, dalam hati.
Karena perasaan marah itu,
Kumala Sari tidak mengucapkan
terima kasih sedikit pun atas
pertolongan yang diberikan Aji.
Malah tersenyum atau menoleh
pun sam sekali tak dilakukannya.
Dengan sikap tak peduli, gadis
berpakaian merah ini bergegas
memunguti pakaiannya yang
berserakan dan mengenakannya
dengan cepat.
Semua gerak-gerik Kumala Sari
tak luput dari perhatian
Pendekar 108. Sang pendekar
sama sekali tak kecil hati atau
kecewa melihat tingkah Kumala
Sari. Karena mengira si gadis
masih terpukul dengan kejadian
yang dialami, atau terlalu
terburu-buru untuk mengenakan
pakaian guna menutupi tubuh
indahnya yang tanpa pakaian
sama sekali. .
"Gila...!" Aji membatin, penuh
rasa kagum dengan pandangan
tertuju pada Kumala Sari. "Tak
pernah kusangka kalau
perempuan berparas buruk ini
ternyata memiliki wajah luar
biasa cantik. Tubuhnya pun
indah menggiurkan. Kulitnya
demikian putih. Benar-benar
seorang gadis yang sempurna.
Sama sekali tak pernah
kusangka akan bisa
mendapatkan rezeki begini
besar..."
Sementara itu, orang yang
menjadi pusat perhatian sang
pendekar" langsung menolehkan
kepala, menatap Aji ketika
selesai mengenakan pakaiannya.
Kelihatan unik, karena sebagian
besar tubuhnya terlihat akibat
pakaiannya yang telah
koyak-koyak hampir di semua
tempat. Malah, dua bukit
kembar yang membusung.
menyembul keluar karena
pakaian di bagian itu. koyak
besar! Dengan susah payah
Kumala Sari berusaha
menutupinya dengan
menggunakan sepasang
tangannya.
Tindakan Kumala Sari yang
terlihat demikian kerepotan.
membuat Aji merasa geli.
Pemuda ini sampai
cengar-cengir dan usap-usap
ujung hidungnya.
"Sama sekali tak kusangka kalau
kau memiliki wajah demikian
cantik, Nona. Tapi... mengapa
wajah cantikmu itu kau
sembunyikan"! Sayang sekali...!"
racau Aji sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
Pemuda berambut dikuncir ini
memang mempunyai watak
urakan. Sehingga masih berani
dan bisa membuat guyonan,
kendati melihat sikap Kumala
Sari yang tidak seperti biasanya.
Paras gadis itu membesi.
Sepasang matanya membeliak,
menunjukkan rasa tak
senangnya. Kendati demikian,
semua itu tak mengurangi
kecantikannya.
'Kau... kau benar-benar
memuakkan hati!" tandas
Kumala Sari dengan suara
tersendat-sendat. "Sampai hati
kau mempermainkanku...
Berpura-pura tak punya
kemampuan apa-apa! Kiranya
semuanya dusta belaka! Berarti
perjalananmu menuju Pantai
Karang Hitam pun, hanya
sandiwara belaka. Aku tak sudi
lagi kautipu! Silakan kau pergi
ke mana pun kau mau,
Pembual...!"'
"Nona...! Tunggu dulu...! Kau
salah paham...Aku...!" '
Aji terpaksa menghentikan
ucapannya yang belum Selesai.
Karena, Kumala Sari tak
mempedulikannya sama sekali.
Gadis itu membalikkan tubuh
dan melesat meninggalkan si
pemuda. Hanya dalam
sekejapan, tubuhnya telah
berada belasan tombak di
depan, dan kemudian semakin
mengecil, sampai akhirnya
lenyap ditelan kejauhan.
Pendekar Mata Keranjang tak
mengejar. Pemuda ini hanya
memandangi kepergian si gadis,
sambil menggaruk-garuk
kepalanya yang tidak gatal.
Lalu, setelah Kumala Sari tak
terlihat lagi, pemuda berambut
dikuncir ini beranjak
meninggalkan tempat itu,_
menuju Pantai Karang Hitam.
***

Pagi ini alam seperti


bersahabat. Sang mentari
memancarkan sinarnya yang
hangat. Angin pun bertiup
semilir. Tapi, semua itu tak
dipedulikan Aji. Pemuda ini
tengah tergesa-gesa berjuang
dengan waktu. Kuda coklat putih
yang ditungganginya sejak
semalam, dipacunya dengan
kecepatan menggila.
Pendekar Mata Keranjang
hampir tak henti-hentinya
menggemprakkan tali
kekang'dan melecutkan
cambuknya, untuk memaksa
tunggangannya berlari lebih
cepat lagi. Bunyi 'tali kekang,
cambuk, kaki-kaki kuda yang
bertubi-tubi menghantam bumi.
memecahkan suasana pagi yang
hening. _ _
Saat ini, keadaan Aji memang
cukup menyedihkan.
Kulit-kulitnya mengeriput
seperti plastik terkena api.
Pemuda'ini jadi terlihat
bertambah tua lima puluh tahun
lebih dalam waktu setengah
hari. Semalam, apa yang
dialami si pemuda belum
muncuL
"Dewa Botak memang tak bicara
kosong," kata Aji dalam hati.
"Apa yang kualami sekarang,
sesuai dengan apa yang
diberikannya...." _
' Pendekar Mata Keranjang
teringat kembali dengan semua
keterangan Dewa Botak,
sebelum kakek
itu pergi meninggalkannya.
"Apabila kau melanggar
pantangan, Aji: kata si kakek
waktu itu. 'Kau mengerahkan
tenaga dalam, apalagi dalam
jumlah yang besar -akan
membuat racun dalam pil surga
dunia bekerja. Dan. beberapa
saat setelah kau mengerahkan
tenaga dalam, akan segera
timbul akibatnya." .
"Apa akibatnya. Kek"!" tanya
Aji, ingin tahu, waklu Itu. ' ' '
"Mula-mula, kau akan
merasakan sakit dan ngilu pada
seluruh persendianmu. Setelah
itu. kulitmu akan mengeriput.
Ingat, Aji, Proses ini cepat atau
tidaknya, tergantung dari
berapa banyak kau
mengerahkan tenaga. dan
berapa sering kau
mengeluarkannya. Semakin kuat
dan semakin lama kau
mengerahkan tenaga dalam,
akan semakin cepat bekerjanya
racun itu."
"Setelah kulitmu mengeriput,
seluruh kuku-kuku tangan dan
kakimu akan berubah biru.
Kemudian. rambut, dan
bulu-bulu di sekujur tubuhmu
akan rontok. Dan... terakhir...
cairan hijau akan keluar dari
hidung, telinga, dan matamu.
Setelah mendengar uraian Dewa
Botak ini, Aji merasakan
tengkuknya dingin. Pemuda
yang biasanya tabah ini tanpa
sadar merasa ngeri.
'Ingat, Aji. Bila yang terakhir itu
telah kau alami, berarti
nyawamu tak bisa diselamatkan
lagi. Darah kura kura raksasa
itu tak ada gunanya lagi. Karena
racun itu telah menelusup ke
seluruh anggota tubuhmu?"
ingatan akan keterangan Dewa
Botak Ini, membuat sambil terus
memacu kudanya, Aji
menyempatkan diri
memperhatikan kuku-kuku jari
tangannya. Ternyata masih
putih. Pemuda ini
menghembuskan napas lega.

"Kuku-kukuku belum berwarna


biru. Berarti baru dua akibat
yang kuterima. Sakit dan ngilu
di setiap persendian, serta
mengeriputnya kulitku. ini
artinya aku masih punya cukup
banyak waktu Sebelum tanda
terakhir muncul. Harapan masih
ada. Toh, menurut penduduk di
desa yang baru kutinggalkan,
Pantai Karang Hitam tidak jauh
lagi. Bila aku terus memacu
kudaku, tak sampai sore aku
telah berada di sana; Aji
membatin, dengan penuh rasa
lega.
Seperti hendak memberikan
bantahan atas sikap gembira
Pendekar 108 sebagai
petuah-petuah Dewa Botak,
kembali terngiang di telinga
sang pendekar.
"Pesanku, kau jangan membesar
hati meski tanda terakhir belum
muncul. Karena, kalau aku tak
salah... sebelum tanda itu
muncul, apabila kau mencari
darah kura-kura raksasa itu
sendirian, kau telah kehilangan
kesempatan untuk berhasil...."
'Mengapa bisa begitu, Kek"!"
tanya Aji, penuh rasa
penasaran, waktu itu.
"Karena... ini kalau aku tak
salah... ketika rambut mulai
rontok, akal sehat sudah tak
mampu lagi bekerja. Ingatanmu
seperti hilang. Kau tak ubahnya
bayi yang baru lahir. Tak tahu
harus berbuat apa." Itulah
sebabnya, bila rambutmu telah
rontok, bila kau mencari darah
kura-kura raksasa itu
sendirian,.kau akan gagal total."

Waktu itu, Aji hanya


manggut-manggut. Seakan akan
mengerti. Tapi. sekarang,
pemuda ini benar-benar paham.
Maka, dia menjadi gelisah.
Resah.
"Rambut rontok ada di tahap
keempat, setelah kuku-kuku
berubah biru. Berarti...
kesempatanku tak lama lagi.
Karena, jika dari satu tahap ke
tahap lainnya seragam, berarti
kuku-kukuku akan berubah biru
sore
nanti."
"Karena, dari tahap sakit dan
ngilu ke kulit mengeriput,
setengah hari. Yaitu dari malam
hingga pagi. Itu berarti, rambut
rontok akan kualami di waktu
dini hari! Sungguh waktu yang
amat sempit...!"
Pikiran-pikiran dan perhitungan
perhitungan Ini membuat Aji
semakin tegang.
"Keadaanku sekarang tak
ubahnya telur di ujung tanduk,
setiap saat bisa pecah. Aku
harus berlomba dengan waktu...!
Mudah-mudahan saja tak ada
gangguan yang menghadang...!'
gumam Pendekar 108 seraya
menggertakkan gigi untuk lebih
menguatkan tekad dan
membesarkan semangatnya.
Aji pun berjuang keras untuk
dapat secepat mungkin tiba di
Pantai Karang Hitam dan
mendapatkan darah kura-kura
raksasa. Darah yang akan
menyambung nyawa Pendekar
Mata Keranjang.

***

SEMBILAN
SEORANG kakek berpakaian
lusuh berwama hitam, duduk di
atas sebuah batu seukuran
kerbau
dan berpermukaan datar serta
halus. Dia berpunggung
melengkung mirip punggung
udang. Kuli wajahnya
kemerahan. Usianya tak kurang
dari tujuh puluh lima tahun.
Kakek berpunggung melengkung
ini duduk di batu di pinggir
sungai. Pandangannya tertuju ke
permukaan air yang cukup
bening. Tangannya
menggenggam sebatang bambu
seukuran ibu jari kaki;
Bambu yang berwarna kuning
itu hanya bagian pangkalnya
saja yang sebesar ibu iari kaki.
Makin ke ujung semakin kecil.
Di bagian paling ujung besarnya
hanya seperti jari kelingking!
Ada tali halus yang menjulur ke
permukaan air, pada bagian
bambu di dekat ujungnya. Ujung
tali itu tidak menyentuh
permukaan air. Sekitar lima jari
di atas permukaannya.
Mendadak permukaan air
bergolak. Sekejap kemudian,
beberapa ekor ikan besar kecil
terlempar dari dalam air dan
menempel pada ujung tali si
kakek.
Kakek berpunggung melengkung
_ini, menggerakkan tangan
menyentak bambunya. Seketika,
ikan ikan yang menempel di
ujung talinya terlempar.
Anehnya, binatang-binatang air
itu terlempar ke arah si kakek.
dan secara bergiliran. Dan,
ketika jatuh di depan kakek
berpakaian hitam itu pun, secara
berurutan pula. Kakek berkulit
kemerahan ini telah memancing
ikan secara luar biasa!
Kakek berpunggung melengkung
memungut
ikan-ikan hasil pancingannya
satu persatu. Binatang binatang
itu tak bergerak sedikit pun,
ketika berada dalam cekalan jari
si kakek. Padahal, sebelumnya
ikan ikan itu
menggelepar-gelepar.
Kakek bermuka merah itu
membolak-balikkan
'ikan-ikan yang berada di
tangannya. Ikan-ikan yang
mempunyai dua tanda merah
menyala sebesar kuku.
dimasukkannya ke dalam
bumbung. Sedangkan ikan ikan
yang hanya mempunyai satu
tanda, atau tak mempunyai
tanda sama sekali,
dilemparkannya lagi ke dalam
air setelah terlebih dahulu
ditekan salah satu sisi badan
binatang itu. _
Si kakek menggunakan ujung
jari telunjuknya ketikamenekan.
Dan, begitu jari tangannya
dijauhkan, pada bagian tubuh
ikan yang ditekan, tampak tanda
merah menyala sebesar kuku!
Kakek berpakaian hitam itu
melakukan tindakan anehnya itu
sampai semua ikan-ikan hasil
tangkapannya habis diperiksa.
Setelah itu. dia menjulurkan
kembali kailnya yang aneh ke
permukaan sungai. Meneruskan
kembali caranya memancing
yang aneh dan luar biasa! _ _
Kail aneh itu telah terbentang di
atas permukaan air. Tapi, paras
si kakek menyuram. Dia
menggelengkan kepala dengan
sikap" tak senang.
Bibir-bibirnya yang sejak tadi
terkatup rapat, menggerimit
sedikit, memperdengarkan
gerutuan. tak senang. _
"Benar-benar hari yang tak
menyenangkan... saat tengah
sibuk begini ada saja gangguan.
Hhh"! Sahabat sahabat di dalam
air tentu menjadi terganggu.
Makhluk dari mana pula yang
berkeliaran ke tempat ini, dan
mengganggu kesenanganku"!"
Meski mulutnya menggerutu,
tangan si kakek
bergerak menyentak. Untuk yang
kesekian kali, ikan ikan
meluncur ke arahnya. Kembali,
kakek bermuka merah itu
memeriksa ikan-ikan hasil
tangkapannya. ' Saat itulah, dari
kejauhan meluncur cepat
seorang berpakaian luar hijau
ketat berlengan pendek. Sosok
ini adalah Aji alis Pendekar
Mata Keraniang 108. Dan, sang
pendekar, duduk di atas
punggung tunggangannya. Kuda
Coklat putih yang kelihatannya
telah amat lelah. '
Dari jarak lima tombak, Aji
telah melihat kakek berpakaian
hitam yang tengah-memeriksa
ikan-ikan yang ditangkapnya.
Pemuda berambut dikuncir Ini
pun perlambat laju
tunggangannya. Sepasang
matanya menghujam pada si
kakek, sedangkan benaknya
membatin.
'Aku Yakin daerah ini yang
bemama Pantai Karang Hitam.
Tapi, di mana kura-kura raksasa
itu"! Atau... paling tidak di mana
tempat tinggal Pengail Aneh"!
Atau... jangan-jangan kakek itu
yang berjuluk Pengail Aneh..."l
Hhh...! Bodohnya aku...!
Mengapa waktu itu tak
kutanyakan pada Dewa Botak"!
Sekarang baru terasa repotnya."

Dengan benak penuh serentetan


pernyataan yang tak
tersalurkan, Aji menghentikan
laju tunggangannya tepat di
dekat kakek berpakaian hitam.
Setelah terlebih dulu
menambatkan tali kudanya agar
si binatang tak melarikan diri,
Aji menghampiri si kakek. Yang
didekati, tetap dengan
kesibukannya. Seakan-akan tak
tahu akan adanya orang yang
tengah mendekatinya.
Kenyataan ini membuat Aji
heran bercampur curiga.
"Mungkinkah kakek ini tak
mendengar kedatanganku"!
Rasanya mustahil! Kudaku
kuhentikan tak jauh darinya.
Bunyi derap kaki kuda telah
terdengar beberapa tombak dari
tempat ini. Itu menurut
pendengaran yang normal. Jadi,
merupakan hal yang aneh kalau
kakek ini tak tahu kehadiranku"!
Tapi... _ada kemungkinannya
juga kalau kakek ini punya
pendengaran jauh di bawah
rata-rata. Siapa tahu, kakek ini
punya penyakit tuli"!' _ '
Dugaan terakhir masuk akal si
pemuda. Oleh karena itu, ketika
telah berada dekat kakek
berpakaian hitam, Aji membuka
mulutnya, memperdengarkan
ucapan.
"Maaf... mengganggu sebentar,
Kek?"
Kakek bermuka merah yang
tengah sibuk memeriksa
ikan-ikan di tangannya,
menolehkan kepala ke arah Aji
seraya melemparkan ikan di
tangannya ke permukaan air. "
Hanya sekilas kakek berpakaian
hitam itu menatap Aji.
Pandangan dan perhatiannya
dialihkan lagi pada ikan-ikan
yang berada di hadapannya,
memungut, dan memeriksa sisi
badan'binatang air itu.
"Apa yang kau inginkan dariku,
Anak Muda"!" tanya si kakek
seraya melemparkan ikan di
tangannya ke dalam bumbung.
Karena, binatang itu mempunyai
tanda merah dua buah. .
Sikap kakek bermuka merah ini
membuat Aji_ agak mendongkol.
.
"Sial betul...! kakek ini
benar-benar tak bisa diberikan
penghormatan. Dia
meremehkanku betul." gerutu
Aji. Tak senang. Tapi, gerutuan
itu hanya terlontardi dalam hati.

"Hanya jawaban bagi


pertanyaanku, Kek," sahut Aji,
masih mencoba bersikap sopan.
kendati hatinya jengkel.
Masalahnya, pemuda ini tengah
berjuang dengan waktu. Saat
Ini, kuku-kuku jari tangan
Pendekar 108, telah berubah.
Tidak lagi putih. melainkan biru.
"Hmmm"."
Hanya itu tanggapan yang
diberikan kakek berpakaian
hitam. Gumaman tidak lebih. Itu
pun tanpa menoleh sama sekali.
''
"Apakah kau tahu tempat tinggal
Pengail Aneh itu, Kek"!" Aji
langsung melontarkan
pertanyaannya tanpa
mempedulikan sikap si kakek. .
"Sebelum kujawab
pertanyaanmu. aku ingin tahu
maksudmu mencari Pengail
Aneh," sambut si kakek seraya
melemparkan kailnya ke
permukaan air lagi. Gerakannya
biasa. Tapi, sepasang mata
Pendekar Mata Keranjang
membeliak heran menunjukkan
rasa terkejutnya.
Yang menarik perhatian murid
Wong Agung ini bukan gerakan
kakek berpakaian hitam itu,
melainkan kail di tangan si
kakek. Si pemuda baru
terperanjat ketika melihatnya,
melihat kakek bungkuk itu
melemparkannya.
"Kail di tangan kakek ini
berbeda dengan kail umumnya.
Kalau tak memiliki tenaga
dalam kuat, tak mungkin
mendapatkan ikan dengan kail
seperti itu. Mungkinkah kakek
ini orang yang berjuluk Pengail
Aneh"! Kemungkinannya
memang besar. Kakek ini
bertenaga dalam kuat, berada di
daerah Pantai Karang Hitam.
dan seorang pemancing. Dan...
bukankah watak kakek ini cukup
aneh"! ikan-ikan yang berhasil
ditangkap, tidak semuanya
diambil. Sebagian disimpannya.
Tapi, hampir semuanya dibuang
kembali ke air. Dia seperti.
memilih-milih...," Aji membatin.
"AKu terluka oleh seorang
Wanita jahat. Keracunan.
Untung muncul seorang kakek
sakti. Dia menolongku dari
wanita itu. Tapi, kakek itu'tak
mampu menyembuhkan lukaku.
Katanya, obatnya adalah darah
kurakura raksasa yang ada di
Pantai Karang Hitam...." kata
Aji, terus terang karena adanya
dugaan kalau kakek berpakaian
hitam itu adalah Pengail Aneh" '

"Dan... kakek penolongmu itu


memberitahukan
kalau obat yang kau butuhkan
itu adalah milik Pengail Aneh.
Begitu bukan"!" timpal kakek
bermuka kemerahan, cepat dan
tandas. . Aji merasakan nada
sinis dalam ucapan kakek
bungkuk itu. Perasaannya jadi
tidak nyaman. Apalagi karena si
kakek bicara tanpa menoleh.
"Sibuk dengan kail dan
ikan-ikannya. Tapi, si pemuda
tidak punya pilihan lain kecuali
meladeninya. _
Benar, Kek. Kakek penolongku
itu menganjurkanku untuk
meminta obat itu darimu." _ '
"Rupanya kakek penolongmu itu
tak mengenalku. Anak Muda.
Karena, kalau saja dia telah
mendengar berita tentang diriku.
Atau mengenalku, kau-tak
dianjurkannya untuk ke 'tempat
ini dan meminta obat padaku.
Mengapa"! Karena hasilnya
akan sia-sia. Kau tahu, Anak
Muda. aku tak pernah
memberikan darah kura kura
raksasa itu pada siapa pun, dan
dengan alasan apa pun! Jelas"!"

Aji menggaruk-garuk kepalanya.

"Kali ini kau keliru, Kek.


Penolongku itu amat
mengenalmu. Bahkan aku yakin
kalau kau mengenalnya pula
dengan baik. Dia mengaku
sebagai sahabatmu. Julukannya
adalah Dewa Botak."
Gerakan tangan kakek bungkuk
yang tengah memilih-milih ikan,
terhenti. Dia menolehkan kepala
dan menatap Aji lekat-lekat.
"Siapa yang memberitahumu
kalau aku adalah Pengail
Aneh"! Dewa Botak
juga"!"tanyanya, ingin tahu
karena merasa penasaran dan
heran. .
"Bukan. Aku hanya menduga
duga saja. Kau berada di daerah
Pantai Karang Hitam. Mengail
dan menangkap ikan secara
aneh, yang menjadi pertanda
kalau kepandaianmu tinggi.
Pasti kau orang yang dimakSud
Dewa Botak," jelas pemuda
berambut dikuncir.
Kakek berpakaian hitam yang
ternyata adalah Pengail Aneh
itu, kembali meneruskan
kesibukannya memilih-milih
ikan.
"Kau Cukup cerdik, Anak Muda.
Tapi, perlu kau tahu, usahamu
ke tempat ini hanya sia-sia.
Jangankan kau, kendati dewa
Botak sendiri yang datang dan
meminta obat itu, tetap tak akan
kuberikan. Apa yang kau
katakan Itu memang benar.
Kakek itu adalah sahabatku.
Namun, pendirianku tetap tidak
berubah. Pergilah dari sini,
Anak Muda. Kau hanya
membuang-buang waktu bila
tetap bersikeras."
Lalu, tanpa mempedulikan Aji
lagh, Pengail Aneh melangkah
meninggalkan tempat itu, sambil
membawa bumbung yang
berisikan ikan-Ikan hasil
tangkapannya.
"Kek...!" seru Aji seraya
bergerak mengejar.
Pengail Aneh tak menyahuti. Dia
terus saja melangkah.
Kelihatannya sembarangan.
Namun, Aji yang berlari-lari
mengejar, dalam sekejapan telah
tertinggal belasan tombak.
Pendekar Mata Keranjang pun
menghentikan larinya. Dia tahu.
tak ada gunanya lagi mengejar.
Yang dapat dilakukannya, hanya
memandangi si kakek, sampai
tubuh sang Pengail Aneh itu
lenyap di kejauhan.
"Sungguh sial...! Apakah
nasibku akan berakhir"! Di
tempat yang tak kukenal, dan
tanpa seorang pun kawanku
tahu"!" gerutu Pendekar 108
putus asa seraya
menggaruk-garuk kepalanya
yang tidak gatal.

***

Angin di Pantai Karang Hitam


berhembus. Panas dan
menyebarkan bau khas laut". Aji
tetap tegak di tempatnya. Tak
jauh darinya, kuda
tunggangannya
meringkik-ringkik berusaha
untuk melepaskan diri dari
tambatan. _
Mendadak pemuda berambut
dikuncir itu teringat benda
pemberian Manusia Bertopeng,
"Mengapa aku melupakan pesan
Manusia Bertopeng"| Bukankah
dia telah menjamin kalau aku
akan mendapatkan darah
kura-kura raksasa apabila
menunjukkan benda
pemberiannya," Aji merutuki
dirinya sendiri atas
ketidakingatannya. Lalu;
dikeluarkannya kalung dari baja
putih yang disimpannya di balik
pakaiannya. '
Untuk beberapa saat lamanya,
murid Wong Agung ini
memperhatikan kalung yang
berada di telapak tangannya.
Bibirnya menggerimit
mengeluarkan ucapan bernada
heran dan tak mengerti. '
"Kelihatannya tak ada yang
aneh atau istimewa pada kalung
ini. Mengapa Manusia
Bertopeng begitu yakin kalau
dengan benda ini, darah
kura-kura'raksasa akan
kudapatkan dari tangan Pengail
Aneh"!"
' Pendekar Mata Keranjang
mengarahkan pandangan pada
salah satu gundukan batu.
Sekitar tempat pemuda ini
berada memang banyak
dipenuhi gundukan Batu besar
dan kecil.
"Sahabat yang berada
dibelakang batu. Mengapa tidak
keluar saja"! Melihat-lihat dari
tempat itu rasanya kurang jelas
dan kurang nikmat. Kalau
memang tak bermaksud jahat,
mengapa mesti mengintai"!"
seru Pendekar 108.
Suasana hening sebentar setelah
Aji usai bicara. Yang terdengar
hanya desau angin. Si pemuda
menunggu dengan sabar.
Pandangannya tetap tertuju
pada gundukan batu di mana
bunyi gemerisik pelan tadi
tertangkap telinganya.
Kesabaran Aji ternyata .tak
percuma. Bunyi-bunyi gaduh
kembali terdengar. Kejap
kemudian dari balik gundukan
batu muncul sesosok tubuh. Dan,
ketika melihatnya, sang
pendekar muda membeliakkan
mata dan cengar-cengir.

***

SEPULUH
Sosok itu adalah seorang gadis
berusia sekitar
dua puluh tahun. Parasnya
cantik jelita, dengan
bibir tipis yang merah
membasah dan bola mata seperti
bintang pagi. Alisnya tebal dan
hitam. Terlihat menyolok karena
kulit wajahnya putih halus dan
mulus. Pendeknya, gadis Ini
benar-benar molek! Pakaian
ketat warna kuning yang
dikenakan, membuat bentuk
tubuhnya yang montok
menggiurkan terlihat semakin
jelas.
"Apakah aku tidak tengah
bermimpi"! Ataukah... sekarang
aku telah berada di akhirat"!"
racau Aji seraya
mengucek-ngucek sepasang
matanya. "Kalau tidak mengapa
aku telah bertemu dengan
seorang bidadari...."
Gadis berpakaian kuning
menatap Aji dengan sorot mata
tajam. Tak terSenyum
sedikitpun, kendati dilubuk
hatinya gembira bukan main.
Perempuan mana yang tidak
senang dipuji"!
"Hentikan senda guraumu.
Sobat. Kalau saja tak melihat
benda di tanganmu, sikap
kurang ajarmu itu telah cukup
untuk membuatku memberikan
hajaran keras!" tandas si gadis
dengan sikap keren.
Aji menggaruk-garuk kepalanya
melihat sikap tegas si gadis dan
ucapannya yang tandas. Kali ini
Aji tak berani mengusap-usap
ujung hidungnya. Dia khawatir
kulitnya yang keriput itu akan'
terkupas jika diusap usap.
Beberapa kali si pemuda hampir
lupa. Untungnya. di saat-saat
terakhir, selalu ingat. Sehingga.
jari-jari tangannya terhenti di
tengah jalan.
"Benda ini"!" tanya Aji meminta
kepastian, seraya
mengeluarkan kembali kalung
baja putih yang telah
dimasukannya ke balik
pakaiannya. '
Gadis berpakaian kuning
menggelengkan kepala.
"Jadi... kau mengenal benda
ini"!"
"Tentu saja!" tandas si gadis,
lantang. "Karena benda itu
adalah kepunyaan kami!" '
Aji jadi merasa tertarik
mendengar jawaban gadis cantik
itu.Sedikit banyak, dari jawaban
itu, dia tahu kalau gadis
berpakaian kuning punya
hubungan dengan Pengail Aneh.
Karena, bukankah Manusia
Bertopeng maksudkan, kalung
baja putih itu harus
ditunjukkannya pada kakek
bermuka kemerahan itu!
"Kepunyaan kami"! Siapa yang
kau maksud dengan kami itu,
Nona"!"
"Aku dan kakekku...!"
'Keteranganmu belum jelas. Kau
belum mengatakan secara
gamblang, mengenai dirimu dan
kakekmu. Siapa adanya kau, dan
kakekmu itu," sambut Aji sambil
cengar-cengir. .
Gadis berpakaian kuning itu
kontan diam. Tapi, sepasang
matanya yang menghujam
selebar wajah Aji, bersorot
dingin.
"Mengenai siapa adanya aku
dan kakekku, bisa kuberitahukan
belakangan. Sekarang, yang
ingin kutahu, mengapa benda itu
bisa berada di tanganmu. Asal
kau tahu saja, Sobat. Kami tahu
pasti siapa orang yang
memegang benda kepunyaan
kami itu!"
"Baiklah kalau itu sudah
menjadi keputusanmu, aku
mengalah, Nona. Akan
kuceritakan semuanya secara
jelas,," sahut Aji, mengalah
seraya menggaruk-garuk
kepalanya yang tidak gatal.
"Memang benda ini bukan
kepunyaanku. Seorang
tokoh sakti dan baik hati yang
telah berkali-kali
menyelamatkan nyawaku, yang
memberikan kalung in:!
Kemudian, secara singkat tapi
jelas Aji menceritakan semua
kejadian yang dialaminya,
Gadis berpakaian kuning
mendengarkan cerita Pendekar
108 dengan penuh perhatian.
Beberapa kali, gadis ini
mengeluarkan seruan kaget
ketika mendengar kisah si
pemuda.
"Jadi... kau telah bertemu
dengan kakekku... dan beliau tak
mau memberikan obat yang kau
perlukan"!" tanya gadis
berpakaian kuning ketika Aji
usai bercerita.
"Apakah waktu itu kalung yang
kau pegang telah
kautunjukkan"!"
Aji menggeleng.
"Saat itu aku lupa, Nona: Eh...
jadi kau cucu si Pengail Aneh
itu"!'
Gadis berpakaian kuning
mengangguk.
"Beliau-memang kakekku. 'Dan,
tepat seperti yang dikatakan
Dewa Botak. Beliau tak pernah
memberikan darah kura kura
raksasa apa pun alasannya.
Tapi, kalung baja putih
merupakan satu kekecualian.
Dengan benda itu, permintaan
apa pun akan dikabulkan.
Sekalipun permintaan itu amat
sukar untuk dipenuhi" ujar gadis
berpakaian kuning, dengan
sikap sungguh-sungguh.
'Permintaan apa pun"' tanya Aji
meminta penegasan sambil
cengar-cengir, '
Gadis berpakaian kuning telah
bersiap untuk mengangguk.
Tapi, belum sempat hal itu
dilakukannya, dia melihat sikap
dan tingkah Aji yang
mencurigakan. Anggukan
kepalanya pun ditahan. Sebagai
gantinya. gadis Itu memberikan
jawaban yang sebelum
dikeluarkan, dipikirkannya dulu
masak-masak.
"Permintaan apa pun dengan
catatan, dapat kami penuhi
tanpa melanggar nilai-nilai
kebenaran dan sopan santun.' "
Aii manggut-manggut. _
"Gadis yang cerdik," puji
pemuda berambut dikuncir ini,
dalam hati. "Dia dapat
menemukan Jawaban yang
demikian tepat." _ '
"Berarti sekarang kita dapat
menemui kakekmu dan aku bisa
mendapatkan darah kura-kura
raksasa," kata Aji dengan nada
lega. _
Gadis berpakaian kuning
menganggukkan kepala. Aji
menjadi heran karenanya.
'Apa maksud gelengan kepalamu
itu, Nona"!" Aji tak kuasa untuk
menahan rasa ingin tahunya.
"Kita tak perlu menemui
kakekku. Kau tahu, dia punya
watak yang amat aneh. Seusai
memancing, tak mau diganggu
atau ditemui. Aku sendiri tak
tahu mengapa. dan apa yang
dilakukannya. Yang jelaS
apabila dia telah selesai dengan
urusannya, dia akan kembali ke
rumah," beritahu si gadis,
panjang lebar.
'Jadi... dia tak kembali ke rumah
seusai memancing"l Lalu... ke
mana"!" _ . '
"Ke tempat kura-kura raksasa
peliharaannya. Hanya itu yang
kutahu. Mungkin dia memberi
makan kura-kura itu dengan
hasil tangkapannya. Tapi...
mungkinkah kura-kura itu doyan
ikan"!" __
Aji'mengangkat kedua bahunya
pertanda tak tahu.
"Kalau menurutku, kau akan
kubawa ke rumah dan kuberikan
obat itu. Aku yakin, di saat
Obat-itu telah memunahkan
racun yang mengeram di
tubuhmu, kakekku akan kembali.
Dan, ! aku tak perlu khawatir
kalau
beliau akan marah. Karena,
kakekku sendiri pun: akan
memberikan obat yang kau
perlukan apabila melihat kalung
baja putih...."
"Begitupun baik. Aku setuju. 0
ya, kita telah bicara banyak
bagaikan dua orang sahabat
yang bertahun tahun kenal._
Tapi, anehnya kita belum saling
mengenal nama masing-masing.
Aku Aji. Aji saputra," kata
Pendekar 108 seraya
mengulurkan tangan.
Gadis berpakaian kuning tak
segera menyambuti uluran
tangan si pemuda. Dia lebih
dulu menatap Aji, sebelum
akhirnya mengulurkan
tangannya.
Dengan gesit Aji menggenggam
tangan si gadis yang halus._Erat
dan lama. Seperti hendak
menggenggamnya terus dan tak
melepaskannya lagi. Baru ketika
si gadis, menariknya, Pendekar
Mata Keranjang melepaskannya.

"Aku Nawang Wulan," si gadis


balas memperkenalkan diri
sebelum menarik tangannya.
Dan. ketika jabatan tangan itu
usai, gadis yang bernama
Nawang Wulan itu membalikkan
tubuhnya seraya
memperdengarkan ucapan.
"Ayo, Aji. Tunggu apa lagi"!
Apakah kau ingin terus berdiri
di tempat ini"!"
Tanpa banyak cakap lagi, murid
Wong Agung mengayunkan kaki
mengikuti Nawang Wulan.

***

"Minumlah. A|i. Habiskan," kata


Nawang Wulan
seraya menyerahkan sebuah
gelas bambu yang di dalamnya
berisikan cairan kental hitam
pekat. Darah kura kura raksasa.
Tanpa bangkit dari kursinya,
menerima gelas yang
diangsurkan Nawang Wulan.
Dia memperhatikan isi gelas itu
sebentar seraya
mengembang-kempiskan
hidungnya.
'Sama sekali tak kusangka darah
binatang aneh itu tak berbau
amis sama sekali. Malah,
sepertinya aku mencium bau
keras yang menghangatkan dada
dan melonggarkan
tenggorokan," Aji
mengutarakan_ rasa herannya.
_
Aji mendengar Nawang Wulan
terkikih pelan. Rupanya ucapan
si pemuda membuatnya merasa
geli.
"Kau lucu, Aji," kata gadis itu di
sela-sela tawanya. "Bau keras
itu bukan bau asli dari darah
kura-kura raksasa. Melainkan
bau rempah-rempah.
Tetumbuhan itu sengaja kami
campurkan dalam darah
kura-kura untuk menghilangkan
bau amisnya yang memualkan."
"Ooo...!" Aji manggut-manggut
sambil membulatkan mulutnya.
"Begitu kiranya..." .
"Ho-oh..." timpal Nawang
Wulan, sembarangan.
Aji cengar-cengir mendengar
jawaban yang agak lucu itu.
Namun, mengingat keadaannya
yang semakin mengkhawatirkan,
pemuda berambut dikuncir itu,
segera menenggak isi gelas
bambu. Hanya dalam sekejapan,
cairan hitam kental itu telah
berpindah ke dalam perut
Pendekar 108.
"Sebenarnya... sebesar apakah
kura-kura raksasa itu,
Nawang"!" tanya Aji. "Benarkah
benar benar seperti raksasa"!"
"Tentu saja, tidak, Aji. Hanya
saja binatang ini jauh lebih
besar daripada kura-kura
umumnya. Yahhh..:!
Hampir sebesar kambing
kira-kira," beri tahu Nawang
Wulan.
"Aku ingin melihatnya, Wulan."
"Boleh saja, Aji. Tapi, sabar
saja. Tunggu kakekku pulang. Di
tempat ini yang ada hanya
darahnya. Itu pun hanya sedikit
sekali. Aku pun tak mengerti
mengapa demikian. Tapi,
memang itu kenyataannya.
Setiap seekor kura-kura yang
kami bunuh dan mengambil
darahnya hanya menghasilkan
darah dua gelas. Dan,
kura-kuranya pun harus yang
telah cukup umur. Telah tua,
agar darahnya benar-benar
berkhasiat. Dan, untuk dua gelas
darah binatang itu kami harus
menunggu dalam waktu yang
amat panjang. BerbUlan-bulan,
dan bahkan bertahun-tahun...!'
jelas Nawang Wulan panjang
lebar.
Sekarang Aji telah cukup
mengerti mengapa Pengail Aneh
tak mau memberikan darah
kura-kuranya secara
sembarangan. Ternyata untuk
mendapatkannya sangat sulit.
Aji ingin membuka mulut untuk
mengajukan pertanyaan lagi.
Tapi, bukan ucapan yang keluar.
Pendekar 108 malah
menguap._Berulang-ulang dan
panjang. Aji mulai terserang
kantuk hebat yang tak terlawan.
Murid Wong Agung ini
bermaksud untuk tidak
menyerah. Tapi, dia tak sanggup
bertahan. Sekujur urat-wat dan
otot-otot tubuhnya langsung
lemas dan lemah serta lelah
bukan main, menuntut istirahat. '

Akhirnya Aji menyerah. Di kursi,


pemuda berpakaian hijau ketat
ini menyandarkan punggung dan
memejamkan mata. Nawang
Wulan hanya memperhatikan
semua tingkah Aji. Gadis ini
tahu, kalau obat itu telah
bekerja. Dan, Pendekar Mata
Keranjang jadi mengantuk
karenanya. Kejap kemudian, Aji
telah tertidur. Pemuda
ini tidur di kursi dalam ruangan
tamu yang cukup luas. Beberapa
kursi lainnya berada di
sekeliling Aji, hanya dibatasi
oleh meja sederhana berbentuk
segi empat.

***
SEBELAS
AJI merenggangkan tubuhnya
untuk melenturkan otot-otot dan
urat-urat tubuhnya yang terasa
kaku. Sepasang matanya pun
dibuka. Dan. seketika itu pula,
pandangan pemuda ini langsung
tertumbuk pada sesosok tubuh
molek yang tengah berdiri di
ambang pintu ruangan,
memandang jauh ke depan.
Aji segera mengenali pemilik
sosok menggiurkan itu kendati
mengenalnya belum lama. Siapa
lagi kalau bukan Nawang
Wulan"!
'Mengapa Nawang berdiri saja
di situ"! Apakah ada yang
tengah ditunggunya"! Ah ya...!
Kakeknya...! Nawang tengah
menunggu Pengail Aneh. Jadi...
rupanya kakek itu belum juga
datang. Sudah berapa lama ya"!
Aku jadi tak tahu pasti karena
tertidur. Sebuah kejadian yang
aneh. Mana mungkin aku tak
bisa menahan rasa ngantuk. Ini
pasti ada apa-apanya. Tidak
salah lagi pasti darah kura kura
raksasa itu. Mungkin itu
mempakan akibat sampingan...."
"Obat..."! Ya...! Aku telah
meminum obat. Lalu...
bagaimana perkembangannya
sekarang"!" _ .
Ketika teringat akan hal ini, Aji
langsung mengarahkan
pandangan pada tangannya.
Seketika itu pula. kegembiraan
sang pendekar 'muda ini melupa.
Kalau, saja tak malu, Aji telah
melompat-lompat gembira.
Karena, tangannya telah pulih
kembali seperti sediakala. Tidak
ada keriputnya. Dan, bukan
hanya tangan. Tapi juga kulit
tubuh lainnya. Malah, kuku-kuku
jari tangan dan kakinya telah
kembali ke warna asal. Tidak
lagi biru
"Darah kira-kura raksasa itu
memang benar-benar luar biasa.
Manjur...! Sekarang aku telah
kembali seperti sediakala. Jadi,
aku harus melaksanakan
apa-apa yang menjadi tugas
seorang pendekar!"
Aji bergegas bangkit. Kemudian
menghampiri Nawang Wulan.
Yang didekati tak bergeming
sama sekali. Apalagi menoleh.
Kendati demikian, Aji tak
merasa tersinggung sama sekali.
Pemuda ini dapat memaklumi
kegelisahan Nawang Wulan.
"Mengapa "kakek belum juga
datang...," dari mulut mungil itu
akhirnya keluar gumaman
bernada keluhan, sarat dengan
kebingungan dan kecemasan.
'Sabarlah, Nawang. Mungkin tak
lama lagi dia akan tiba," hibur
Aji sekenanya, karena tak tahu
harus'berbicara apa dan
bagaimana.
"Tak mungkin, Aji," bantah
Nawang Wulan tak sependapat
dengan si pemuda. "Kau tahu,
Kakek tak pernah terlambat
untuk pulang. Apalagi sampai
demikian telat seperti kali ini.
Itu tidak mungkin, Aji. Aku lebih
condong menduga kalau Kakek
mendapatkan halangan di
jalan...."
Aji baru mengerti maksud
ucapan Nawang Wulan.
"Kalau begitu, mengapa tidak
kita yang menyusulnya"!
Daripada gelisah menunggu di
tempat ini, bukankah lebih baik
kalau mendatangi tempat itu
untuk memastikan dan melihat
Sendiri apa yang telahk
terjadi"!" Pendekar Mata
Keranjang mengajukan usul.
Nawang Wulan membalikkan
tubuhnya, Ialu menatap Aji
lekat-lekat. Di lain saat
sepasang 'bibirnya yang mungil
berkemik memperdengarkan
ucapan. Aah ?""
"Aku gembira sekali kau telah
berhasil sembuh, Aji"
"Aku lebih gembira lagi,
Nawang. Dan, semua ini atas
pertolonganmu. Kalau tidak, aku
telah tinggal di atas kuburan
saat ini dan dengan keadaan
tubuh mengerikan!" timpal Aji,
sejujurnya. "Oleh karena itu
sebelumnya kuucapkan
berjuta-juta terima kasih atas
pertolonganmu, Nawang.
Kaulah yang telah
mengembalikan ketampanan dan
keperkasaanku."
"Lupakanlah itu, Aji. Kau
memang pantas untuk
mendapatkan darah kura-kura
raksasa itu," sahut Nawang
Wulan sambil menahan senyum
mendengar ucapan Pendekar
Mata Keranjang yang terakhir,
karena bernada memuji dirinya
sendiri.
"Sekali lagi kuucapkan terima
kaSihku padamu. Nawang. O ya,
sekarang kita telah pantas
berjalan bersisian. Kau cantik,
jelita. dan manja Dan aku"! Aku
jauh lebih menarik daripada
sebelumnya kan"!"
,"Kau ngawur!"
"Kalau begitu... mari kita
bergegas untuk menemui
kakekmu, Nawang. Kurasa
perbincangan kita telah selesai."
'
"Ikuti aku saja!" tandas Nawang
Wulan melesat mendahului
Pendekar 108. Gadis ini tak tahu
mengapa muncul perasaan
gembira yang terperikan, ketika
berbincang-bincang dengan Aji.
Penampilan si pemuda,
gerak-gerik. dan sikapnya
benar-benar menarik hati
Nawang Wulan. Gadis jelita ini
telah terpincuk pada si mata
keranjang yang berparas
tampan.
Melihat Nawang Wulan telah
melesat, Aji tak punya pilihan
lagi kecuali melesat mengikuti.
Hanya dalam sekejapan,
pemuda berpakaian hijau ketat
ini. telah berada di sebelah si
gadis.
saat Aji dan Nawang Wulan
melesat, meninggalkan pondok,
dua sosok duduk bersila
berhadap-hadapan di atas
sebuah batu sebesar kerbau
yang permukaannya datar dan
halus. Batu itu berwarna hitam
mengkilat, seperti juga
batu-batu lainnya di sekitar
tempat itu, karena dua sosok itu
memang berada di Pantai
Karang Hitam.
Sosok yang pertama sukar untuk
dikenali jenisnya. Karena, dia'
mengenakan selubung yang
menutup wajah, dan pakaian
longgar yang membuat potongan
tubuhnya tak terlihat. Selubung
dan pakaian itu berwarna
kuning keemasan. Sosok ini tak
lain dari Manusia Bertopeng. '
DI depan Manusia Bertopeng
yang terkenal sebagai pentolan
kaum putih, duduk tokoh yang
tak kalah terkenalnya. Memang,
keadaannya tak menggiriskan.'
karena dia adalah seorang
kakek yang bertubuh kurus
kering seperti cecak kelaparan.
Tapi, hampir semua tokoh
persilatan mengenalnya. Kakek
ini adalah penghuni Pantai
Karang Hitam, si Pengail Aneh.
"Sekarang... katakan maksud
kedatanganmu kemari, Topeng.
Tidak usah malu-malu atau
ragu. Kau telah kuanggap
keluarga sendiri karena telah
menyelamatkan cucuku." ' _
"Kuucapkan banyak terima
kasih atas penghargaan
yang kau berikan padaku,
Pengail! Aku merasa
mendapatkan kehormatan besar
atas pengakuanmu yang
menganggapku sebagai keluarga
sendiri. Tapi... apakah kau telah
memikirkannya masak-masak"!
Kau tidak mengenalku. Bahkan
tidak tahu wajahku...."
"Tidak usah kau pikirkan hal Itu,
Topeng. Aku tak akan menyesal
mengangkatmu sebagai anggota
keluarga. Terkecuali kalau kau
merasa keberatan," selak
Pengail Aneh. Karena tak sabar
menunggu'selesainya ucapan
Manusia Bertopeng. _
"Aku sama sekali tak keberatan,
Pengail. Justru aku merasa tak
pantas...."
"Kalau begitu. tak usah kau
perpanjang lagi masalahnya,"
lagi-lagi Pengail Aneh
menyelak. "Sekarang katakan
hal yang mendorongmu untuk
datang menemuiku."
Manusia Bertopeng terdiam
sejenak.
"Ada beberapa hal yang
mendorongku untuk datang
kemari dan menjumpaimu,
Pengail. Pertama, aku
mendengar selentingan kabar
akan adanya pertemuan
datuk-datuk sesat. Aku khawatir
mereka bergabung. Bila Itu
terjadi, dunia persilatan akan
geger. Kekuatan mereka akan
sulit ditanggulangi. Aku sendiri
sempat bentrok dengan Siluman
Tengkorak Hidup. Sayang, aku
kehilangan jejaknya. Aku yakin,
siluman itu keluar dari
persembunyiannya sehubungan
dengan akan adanya
pertemuan...."
"Aku tidak takut! Bila mereka
datang kemari akan' kuladeni.
Kau lahu, Topeng. Lima belas
tahun yang lalu, Begal Bermata
Iblis dan Siluman Tengkorak
Hidup menyatroni tempat ini.
Untung mereka berhasil kabur.
Kalau tidak, mereka akan
menjadi mayat tak berkubur di
tanganku!" tandas Pengail Aneh,
lantang.
Pengail Aneh memang tidak
berbohong. Namun,
pernyataannya pun tak
sepenuhnya benar. Dia berhasil
mengusir datuk-datuk sesat itu
tidak sendirian. Suatu kebetulan,
rekannya Dewa Botak berada di
tempatnya, sehingga
dedengkot-dedengkot golongan
putih ini' menghadapi lawan
masing-masing seorang.
Manusia Bertopeng hanya
manggut-manggut, tak
memberikan bantahan atas
keterangan yang didapatnya.
Dia sendiri pernah berhadapan
dengan Dedemit Bermulut Manis
di tempat ini, ketika datuk sesat
itu hampir mencelakai Nawang
Wulan. Kejadiannya pun
belasan tahun lalu, saat Pengail
Aneh tak berada di Pantai
Karang Hitam! Manusia
Bertopeng berhasil melukai sang
dedemit.
Karena pertolongannya itu. sang
pengail yang tiba setelah
Dedemit Bermulut Manis kabur,
menghadiahkan kalung baja
putih pada Manusia Bertopeng. .
"Hal yang kedua, Pengail,
menyangkut seorang pemuda
bernama Aji," kata Manusia
Bertopeng. "Dia membutuhkan
darah kura-kura raksasa untuk
mengobati lukanya. Apakah dia
telah bertemu denganmu"!"
"Aji...," ulang Pengail Aneh
dengan sepasang alis berkerut,
seperti mengingat-ingat. "Aku
tidak mengenalnya. Dan....'
"Kalau begitu, lupakanlah,
Pengail. Mungkin dia belum tiba
di sini," putus Manusia
Bertopeng. "Mengenai dia bisa
kita bicarakan lain waktu.
Sedangkan persoalan yang
terakhir... adalah persoalan
yang lama mengganjal di dalam
dadaku. Bertahun-tahun
kurendam, dan sebenarnya aku
masih ragu untuk
mengutarakannya. Tapi... kurasa
lebih baik kukatakan sekarang
sebelum terlambat...."
Sampai di sini, Manusia
Bertopeng menghentikan
ucapannya.Dia menarik napas
dan menghembuskannya
berkali-kali, seakan-akan
hendak menenangkan diri. .
"Pengail... sebenarnya aku
adalah...," sambil bicara dengan
suara bergetar yang menjadi
pertanda kalau Manusia
Bertopeng menahan guncangan
perasaan, sebelah tangannya
meraih selubung di kepala, siap
untuk direnggutkan.
"Untung kami rupanya besar
sekali...! Kalian berada di sini,
sehingga tak repot-repot untuk
mencari lagi. ha ha ha...!"
Seruan keras yang diiringi tawa
itu membuat Manusia Bertopeng
tak melanjutkan ucapannya.
Tangan yang telah meraih
selubung pun diturunkannya
kembali. tanpa merenggut
penutup wajah sekaligus kepala
itu. Berbareng dengan itu,
Manusia Bertopang
mengalihkan pandangan ke arah
asal suara.
Pengail Aneh tak kalah cepat
bertindak. Kakek itu pun
menoleh. Dan, seperti juga
Manusia Bertopeng, ketika
mengetahui si pemilik suara,
perasaan si kakek terguncang.
Hampir berbarengan, Manusia
Bertopeng dan Pengail Aneh
melompat dari atas batu dan
bersiap untuk
menghadapi segala
kemungkinan.
Di depan Manusia Bertopeng
dan Pengail Aneh. berjarak
sepuluh tombak. Berdiri empat
sosok dengan sikap pongah.
Tiga di antara mereka adalah
kakek-kakek. Hanya seorang
yang terlihat seperti wanita
berusia enam puluh tahun. _
Baik Manusia Bertopeng,
maupun Pengail Aneh tahu pasti
siapa adanya empat pendatang
tak diundang itu. Dedemit
Bermulut manis, Siluman
Tengkorak Hldup, Dan Begal
Bermata lblis,serta Rase Genit.
Yang berseru adalah Dedemit
Bermulut Manis, sedangkan tiga
tokoh di sebelahnya, hanya
mempertunjukkan sikap
menghina Manusia Bertopeng
dan.Pengail Aneh. Sikap orang
yang berada di pihak yang lebih
unggul '
Pengail Aneh yang segera
memberikan sambutan dengan
lantang. Tapi, kakek ini tidak
menujukan pandangannya pada
Dedemit Bermuiut Manis,
melainkan pada Begal Bermata
Iblis Sambil bicara, Pengail
Aneh menudingkan telunjuk
kirinya.
"Begal Sialan! Lima belas tahun
lalu, kau hampir kukirim ke
neraka! Sama sekali tak
kusangka kau berani
menampakkan tampangmu yang
buruk lagi. Meskipun kau
membawa banyak komplotan
untuk mengeroyok, kau kira aku
tak mampu untuk
membunuhmu"!"
Makian Pengail Aneh, membuat
sang begal berang. Sepasang
matanya yang memang
menyeramkan, semakin terlihat
menggiriskan hati. Dia
melangkah maju beberapa
tindak.
. "Pengail Keparat...! Tanpa
bantuan mereka pun aku mampu
untuk membuatmu menjadi
mayat tidak berkubur!
Asal kau tahu saja, kawanmu, si
tua Dewa Botak telah menjadi
penghuni neraka! Sekarang, kau
akan menyusulnya...!"
Sambil mengatupkan mulutnya,
Begal Bermata
Iblis melancarkan serangan.
Dari sepasang matanya yang
mengerikan, menyeruak dua
larik sinar hijau yang meluncur
ke arah Pengail Aneh. ' ' ' Sang
pengail tak segera memberikan
sambutan. Kakek ini masih
terlampau kaget mendengar
pernyataan Begal Bermata Iblis
tentang kematian Dewa Botak.
Pengail Aneh masih terkesima.
Untungnya, sebelum sinar hijau
yang mengeluarkan bunyi
gemuruh itu menggebrak
dirinya, si kakek sadar akan
bahaya besar yang mengancam.
Dia melompat tinggi ke atas
untuk mengelakkannya.
Blarrr..!, _
Batu'sebesar kerbau yang
berada di belakang sang pengail
hancur berkeping-keping mejadi
abu. Dan, hancurnya batu ini
seperti menjadi tanda bagi
masing-masing pihak bertarung
untuk menentukan siapa yang
berhak untuk tetap hidup.
Siluman Tengkorak Hidup
langsung berkelebat ke arah
Manusia Bertopeng seraya
mengirimkan serangan maut. Di
saat yang sama, Dedemit
Bermulut Manis juga menyerang
orang yang diserang sang setan.
Manusia Bertopeng dikeroyok.
Bukan hanya sosok berpakaian
keemasan yang dikeroyok.
Pengail Aneh sendiri, begitu
menjejak tanah, segera dihujani
serangan-serangan maut oleh
Begal Bermata Iblis dan Rase
Genit.
"Inikah yang kau namakan
bertarung tanpa mengeroyok,
Begal Licik"!" ejek Pengail Aneh
sambil
mengelakkan serangan dua
lawannya.
"Siapa yang mengeroyok, Kakek
Pelit"!" Rase Genit yang
memberikan sambutan. "Aku
hanya tak ingin kau mati
dibunuh oleh Begal Bermata
Iblis! Aku ingin tangankulah
yang mengirim nyawamu ke
neraka!"
Pengail Aneh tak menyahuti. Di
samping karena tak ingin, kakek
ini tahu. berbicara hanya akan
mengurangi pemusatan
perhatiannya-pada pertarungan.
Hal itu amat berbahaya,
mengingat lawan-lawan yang
dihadapinya berkepandaian luar
biasa! Dia bisa celaka!
' Penyerangan empat pentolan
kaum sesat Itu, membuat
suasana di Pantai Karang Hitam
yang semua hening, jadi gaduh
oleh bunyi pertarungan yang
tercipta menjadi dua kancah itu.
Jurus demi jurus berlangsung
secara cepat. Dan, baik Pengail
Aneh, maupun Manusia
Bertopeng harus mengakui kalau
keroyokan lawan-lawan tangguh
itu teramat kuat untuk dapat
mereka tanggulangi. Hanya
dalam beberapa jurus kedua
pentolan golongan putih ini
telah tertekan hebat. Mereka
lebih banyak bertahan dan
mengelak daripada menyerang,
karena terlalu gencarnya
serbuan-serbuan lawan.
Di jurus kedua puluh lima.
Pengail Aneh yang keadaannya
lebih buruk dibanding Manusia
Bertopeng, karena lawan-lawan
yang dihadapinya lebih tangguh
daripada yang dihadapi
Manusia Bertopeng, terlempar
dan terguling-guling di tanah.
Itu terjadi akibat si kakek
menangkis serangan Rase Genit.
di saat posisinya tak
menguntungkan!
Begal Bermata iblis tak
menyia-nyiakan kesempatan itu.
Dia memburu sang pengail dan
menghujaninya dengan
serangan bertubi-tubi yang
memaksa si kakek untuk terus
bergulingan menyelamatkan
diri.
Dukkk!
Gulingan tubuh Pengail Aneh
seketika itu pula terhenti ketika
punggung nya menubruk
gundukan batu sebesar kerbau.
Dia tak bisa menghindari lagi.
Padahal, saat itu serangan
Begal Bermata Iblis menggebrak
tiba:
Pengail Aneh memutuskan untuk
menangkis. Tapi, ketika
mengangkat tangan itu
memapak, sebutir kerikil yang
ditendang oleh Rase Genit,
menggebrak mendahului
mengancam ubun ubunya!
Dalam saat yang bersamaan,
kakek ini menghadapi dua
serangan maut sekaligus! _
Pengail Aneh merasakan
sukmanya melayang seketika itu
juga. Dia tahu, tak mungkin
baginya untuk menanggulangi
dua serangan itu pada saat
bersamaan. Satu demi satu pun
lebih tak mungkin lagi. Karena,
kesempatan yang dimiliki sang
pengail. amat terbatasi
dalam waktu yang sangat
singkat itu, Pengail Aneh
mengambil keputusan nekat. Dia
menghentakkan tangan
kanannya, mengirimkan pukulan
jarak jauh, yang membuat kerikil
yang meluncur ke arahnya,
hancur di tengah jalan.
Pengail Aneh bermaksud untuk
memapak serangan Begal
Bermata !blis, setelah
mematahkan serangan RaSe
Genit. Kakek ini sebenarnya
merasa ragu untuk keberhasilan
usahanya itu. Masalahnya,
waktu
yang dimilikinya amat sempit.
Bukan hanya untuk memapak,
tapi mengerahkan tenaga dalam
pada tangan yang akan
dipergunakannya untuk
menghadang serangan sang
begal.
Di saat kritis bagi keselamatan
Pengail Aneh, Manusia
Bertopeng melentik cepat
menerobos kepungan
lawan-lawannya. Sosok penuh
rahasia ini melesat ke arah
Begal Bermata lblis. Saat
tubuhnya melayang ke arah sang
begal, sepasang tangannya
dihentakkan bergantian,
melancarkan pukulan jarak jauh
ke arah datuk selatan itu! "
Wusss, wusss.!
Serangan mendadak tak
disangka-sangka itu,
mengejutkan Begal Bermata
Iblis. Dia tahu, kalau tetap
meneruskan serangannya,
pukulan-pukulan jarak jauh
manusia Bertopeng akan
menghantamnya, yang mungkin
akan dapat mengirim nyawanya
ke akhirat. Begal Bermata lblis
belum ingin mati.
Itulah sebabnya, Begal Bermata
Iblis mengurungkan
serangannya. Kakek tinggi besar
ini melakukan lompatan harimau
jauh ke samping untuk
mengelakkan serangan Manusia
Bertopeng.
Pengail Aneh pun lolos dari
keadaan kritis. Begal Bermata
Iblis juga selamat dari ancaman
bahaya maut. Sekarang, ganti
Manusia Bertopeng yang
terancam. Dari kanan kiri
belakangnya, Dedemit Bermulut
Manis dan Siluman Tengkorak
Hidup, mengejar sambil
melancarkan serangan maut! '
Plakkk, _bukkk, desss...!
Bunyi nyaring itu terdengar
berkali-kali yang diiringi dengan
keluhan-keluhan tertahan. Kejap
kemudian, Manusia Bertopeng
dan bedemit Bermulut Manis
sama-sama terlempar. kearah
yang berlawanan. Dari mulut,
hidung, dan telinga keduanya
menyembur darah segar!
Dua dedengkot persilatan yang
berasal dari golongan berbeda
itu, melayang-layang sejauh
beberapa tombak sebelum
akhirnya terbanting keras di
-tanah. Manusia Bertopeng dan
Dedemit Bermulut Manis
berusaha untuk bangkit, tapi
gagal. Keduanya ambruk
kembali ke tanah sambil
memuntahkan darah segar
Kejadian yang menimpa dua
tokoh itu membuat jalannya
pertarungan seketika
terhenti._Semua pasang mata
tertuju pada Manusia Bertopeng
dan Dedemit Bermulut Manis.
Sekali lihat saja. mereka semua
tahu kalau nyawa dua tokoh itu
telah berada di ujung tanduk.
Lepasnya nyawa dari raganya
tinggal menunggu saatnya saja.
Namun, .jika saja Sebelum saat
itu tiba, Manusia Bertopeng dan
Dedemit Bermulut Manis segera
meminum darah kura-kura
raksasa. keselamatan mereka
mungkin tercipta. '
Kejadian yang menimpa
Manusia Bertopeng dan Dedemit
Bermulut Manis tak luput dari
pandang mata semua orang
yang berada di situ. Mereka
melihat dengan jelas betapa
bacokan tangan Dedemit
Bermulut Manis menghantam
belikat kiri Manusia Bertopeng.
DI saat yang hampir sama,
tamparan Dedemit Bermulut
Manis menghantam pinggang
kanan Manusia Bertopeng. '
Dua serangan itu memang
dahsyat sekali, dan membuat
tubuh Manusia Bertopeng
terlempar. Namun, Manusia
Bertopeng memang benar-benar
luar biasa, saat tubuhnya
terhumbalang, dia masih sempat
menyepakkan kakinya ke
belakang, mengirimkan
serangan balasan dengan tenaga
terakhirnya!
Dedemit Bermulut Manis yang
bernasib sial. Kakek pendek
gemuk ini tak menyangka kalau
Manusia Bertopeng masih
mampu melancarkan serangan.
sehingga tak sempat mengelak.
Kaki Manusia Bertopeng
menghantam dadanya secara
keras. Dan akibatnya, datuk
barat itu mengalami nasib sama
dengan lawannya.
***

DUA 'BELAS
DIANTARA semua yang
menyaksikan, Pengail Aneh yang
paling dulu sadar, dan teringat
apa yang harus dilakukan.
Kakek kurus kering ini segera
melesat untuk menyambar
Manusia Bertopeng,
membawanya kabur dan
menyelamatkan nyawanya
dengan meminumkan darah
kura-kura raksasa. ..
Tiga pentolan sesat melihat
tindakan Penghuni Pantai
Karang Hitam itu. Dan mereka
bisa menduga apa yang hendak
dilakukan oleh Pengail Aneh.
Maka, seperti telah disepakati
sebelumnya, Rase Genit dan
kawan-kawannya itu, melesat
untuk merintangi niatan sang
pengail!
Pengail Aneh tak punya pilihan
lain kecuali membataltan
maksudnya dan menjauhkan
diri. Namun. dia segera dikejar
dan dihujani serangan-serangan
mematikan. Dalam segebrakan
Pengail Aneh telah kerepotan!
Kakek kurus kering ini
berlompatan ke sana kemari
untuk menyelamatkan selembar
nyawanya!
Pada saat genting bagi
keselamatan Pengail Aneh,
terdengar bentakan keras
disusul dengan berkelebatnya
sesosok bayangan hijau kuning
ke dalam kancah pertarungan.
"Pengecut-pengecut hina...! Di
mana-mana kalian selalu
bertarung secara keroyokan"!'
Bersamaan dengan melesat
masuknya sosok hijau kuning,
pengeroyokan terhadap Pengail
Aneh membuyar. Tiga pentolan
sesaat menjauhkan diri dari
kancah pertarungan karena
serangan kalang kabut sang
pendatang baru yang dahsyat
dan menuju ke bagian yang
mematikan!
"Selamat bertemu lagi, Manusia
Tulang," ucap Sosok hijau
kuning yang bukan lain dari Aji
Saputra alias Pendekar Mata
Keranjang, sambil
cengar-cengir.
"Kau?" sambut Siluman
Tengkorak Hidup, yang
mendapat sapaan. Suara kakek
ini bergetar penuh kemarahan
dan keterkejutan. 'Ternyata
dugaanku benar. Kau bukan
orang sembarangan. Saat
bertemu pertama kali aku telah
curiga, dan ternyata dugaanku
itu benar."
"Sayang kau tidak berhasil
membunuhku, Siluman
Tengkorak! Itu artinya saat ini
nyawamu akan menghadap
malaikat maut! Kau akan mati di
tanganku! Malah bukan hanya
kau, tapi
pengkhlanat-pengkhianat
lainyajuga, yaitu orang-orang
yang bersamamu. Nyawa kalian
semua tak cukup untuk menebus
dosa kepengkhianatan kalian
dan pencurian kitab pusaka
ilmu-ilmu orang yang kalian
khianati!" _
Bukan hanya Siluman
'Tengkorak Hidup yang
terjingkat. Dedemit Bermulut
Manis, dan Begal Bermata Iblis
pun demikian.
"Kau... apa hubunganmu dengan
si keparat tuKang jagal manusia
itu, heh"!" Begal Bermata Iblis
yang mengajukan pertanyaan.
"Tidak ada hubungan apa pun.
Hanya saja'aku telah menerima
budi baiknya. Maka, aku
memutuskan untuk membalas
kebaikannya'dengan melakukan
tindakan yang membuatnya mati
merem, yaitu membunuh kalian
semua...!!' tandas Aji, mantap.
"Sesumbarmu besar, Tikus
Busuk! Kaulah yang akan pergi
ke neraka menyusul si tua itu!"
seru Begal Bermata Iblis,
geram.
Bersamaan dengan keluarnya
bentakan itu, sang begal
menyerbu Pendekar 108. Di saat
yang hampir bersamaan,
Siluman Tengkorak Hidup ikut
meluruk ke arah Aji. '
Rase Genit yang ketinggalan, tak
mendapatkan kesempatan untuk
bertarung menghadapi Pendekar
Mata Keranjang. Karena,
Pengail Aneh telah
menyerangnya. Untuk kedua
kalinya, pertarungan yang
terpisah menjadi dua kancah
pun, berlangsung.
Saat pertarungan berjalan
beberapa jurus, dua orang
wanita muncul di tempat itu.
Mereka adalah Nawang Wulan
dan Bidadari Berkabung. Sesaat
perempuan-perempuan ini
menyaksikan jalannya
pertarungan, kemudian menatap
dua sosok yang tergolek di
tanah. _ '
Baik Bidadari Berkabung
maupun Nawang Wulan, segera
mengenal sosok yang
berpakaian dan berselubung
keemasan. Seketika itu pula
mereka terperanjat ketika
melihat keadaan si Manusia
Bertopeng.
Namun, Nawang Wulan dapat
bertindak cepat. Dia langsung
melesat ke arah Manusia
Bertopeng, menyambar
tubuhnya, dan berlari cepat
meninggalkan tempat itu" untuk
menuju ke rumahnya. Bidadari
Berkabung tak mau ketinggalan.
Wanita ini pun melesat
mengikuti Nawang Wulan.
Beberapa saat sebelumnya
Bidadari Berkabung berlarian
seorang diri. Di tengah
perjalanan, wanita Ini bertemu
dengan Aji dan Nawang Wulan.
Tanpa membuang waktu lagi,
sang bidadari menceritakan
hal-hal yang diketahuinya.
Aji sempat terkejut dan marah
mendengar cerita Bidadari
Berkabung. Wanita itu
menuturkan kalau Dewa Botak
telah tewas. Kakek berkepala
gundul itu ketahuan ketika
mengintai pertemuan
datuk-datuk sesat itu.
Dewa Botak pun dikeroyok.
Hanya dalam belasan jurus,
kakek berkepala gundul itu
roboh terluka parah. Dewi
Berhati Besi yang hadir di
tempat itu, ikut gurunya si Rase
Genit, bermaksud membalas
sakit hatinya.
Sang dewi terlalu gegabah.
Dewa Botak masih mampu unjuk
gigi, menangkal balas dendam
Dewi Berhati Besi. Ketua
Perkumpulan Anak Langit itu
tewas di tangan sang dewa. Hal
ini membuat Rase Genit murka.
Dia meracuni Dewa Botak untuk
membuat kakek itu mati
pelan-pelan.
Sepeninggal datuk-datuk sesat
itu, Bidadari Berkabung muncul.
Wanita ini sempat mendapatkan
berita dari mulut Dewa Botak
sebelum kakek itu tewas. Berita
tentang penyerbuan datuk-datuk
sesat itu ke Pantai Karang
Hitam. Itulah sebabnya, setelah
menguburkan mayat Dewa
Botak, Bidadari Berkabung
bergegas ke Pantai Karang
Hitam.
Berita sang bidadari membuat
Aji bergegas melesat lebih dulu.
Bidadari Berkabung menyusul
bersama Nawang Wulan. Kedua
wanita Ini muncul beberapa saat
setelah Aji. ,
Kemunculan dua perempuan itu.
dan kepergian mereka kembali
dengan membawa Manusia
Bertepeng, tak luput dari
penglihatan tokoh-tokoh yang
tengah bertarung. Kalau saja
bisa. Begal Bermata lblis dan
sekutu sekutunya akan berusaha
untuk mencegah. Tapi,
lawan-lawan yang mereka
hadapi. tak memberikan
kesempatan bagi mereka untuk
melakukan hal itu.
Memang baik Rase Genit.
maupun Begal Bermata Iblis,
dan Siluman Tengkorak Hidup,
harus mengerahkan seluruh
kemampuannya untuk
mengimbangi Pengail Aneh dan
Pendekar Mata Keranjang.
Terutama sekali Rase Genit
yang menghadapi Pengail Aneh
sendirian!
Jurus demi jurus berlangsung
cepat. Masing-masing pihak
berusaha keras untuk secepat
mungkin merobohkan lawan
yang dihadapi. Pendekar 108
pun sendiri telah menggunakan
kipas ungu yang menjadi senjata
andalannya. Murid Wong Agung
ini memang telah memutuskan
untuk menghabisi
lawan-lawannya untuk
memenuhi janjinya terhadap
Penjagal dan Neraka.
Serangan-serangan yang
dilontarkan Aji, senantiasa
mengandung maut. Terutama
terhadap Begal Bermata Iblis.
Karena, kakek tinggi besar Itu
yang telah membunuh sang
penjagal. Memang, sang
penjagal sempat
memberitahukan pada Aji
mengenai orang yang
menghabisi nyawanya.
Di jurus kelima puluh tiga, Aji
terpaksa melempar tubuh ke
samping untuk mengelakkan
serangan Siluman Tengkorak
Hidup. Kesempatan itu tak
disia-siakan oleh Begal Bermata
!blis. Dia menghentakkan
sepasang tangannya,
mengirimkan pukulan jarak jauh
terhadap sang pendekar. _
Wusss...!
Air melihat adanya serangan
berbahaya Itu. Keadaannya
yang di udara memang tak
menguntungkan. Kendati
demikian, si pemuda masih
mampu untuk menghentakkan
kedua tangannya pula untuk
memapak. Tindakan yang
diambil Pendekar Mata
Keranjang menyebabkan kedua
belah pihak harus mengadu
tenaga dalam! _
Wusss...!
Begal Bermata Iblis
membeliakkan sepasang
matanya besar-besar ketika
beberapa saat sebelum bentrok
pukulan-pukulan jarak jauh
terjadi, di antara gemuruh angin
keras yang keluar dari kedua
tangan Aji, menyeruak sinar
keperakan yang membentuk
lukisan naga samar-samar.
Sinar berbentuk naga yang
besarnya tak lebih besar
daripada kadal itu, melesat
dengan kecepatan menakjubkan
ke udara, lalu menukik ke arah
sang begal. Datuk selatan ini
berusaha keras untuk mengelak.
Blarrr...!
Bentrok pukulan-pukulan jarak
jauh Itu, menyebabkan Begal
Bermata Iblis dan Pendekar
Mata Keranjang sama-sama
terjengkang ke belakang. Dan,
saat tubuh Begal Bermata Iblis
tengah melayang, sinar
keputihan itu menggebrak!
Bresss-..!
Begal Bermata lblis meraung
sejadi-jadinya ketika sinar
berbentuk naga itu menghantam
dadanya. Tubuhnya kembali
terlempar. Namun, saat itu pula.
nyawa si kakek ikut terlempar.
Sebelum tubuhnya sendiri
mendarat di tanah.
Siluman Tengkorak Hidup
terkejut bukan main melihat
kejadian yang menimpa
sekutunya. Kakek kurus kering
ini jadi nekat. Dia meluruk ke
arah Aji dengan kepala di
depan, seperti layaknya seekor
kerbau. Saat Itu, Pendekar 108
baru saja bangkit!
Wusss...!'
Angin yang menggila
menggebrak seiring dengan
meluncurnya serangan Siluman
Tengkorak Hidup yang aneh.Di
seberang, Aji telah merasakan
sendiri kedahsyatannya sebelum
serangan itu sendiri tiba.
Pemuda berambut dikuncir ekor
kuda ini merasakan dadanya
sesak. '
Aji tak mau mengambil risiko
dengan membiarkan serangan
itu semakin mendekat. Pemuda
ini tak bisa membayangkan
bagaimana dahsyatnya serangan
itu kalau dalam jarak yang
masih cukup jauh saja sudah
menimbulkan akibat yang
demikian dahsyat.
Pendekar 108 segera
mengebutkan kipasnya. Di lain
saat, sinar keputihan yang
berbentuk kipas raksasa
meluncur memapaki tubuh
Siluman Tengkorak Hidup.
Bunyi gemuruh laksana badai
yang disertai hawa panas
menghambar, mengiringi
meluncurnya sinar berbentuk
kipas. ' ' '
Bre'sss...! .
Untuk kedua kalinya terdengar
lolongan yang' menyayat hati.
Lolong kematian. Kali ini
berasal dan mulut siluman
tengkorak Hidup, ketika terlanda
sinar berbentuk kipas raksasa,
sebelum serangannya sendiri
tiba di sasaran. .
Jeritan kematian dari sekutunya
yang saling susul-menyusul,
membuat Rase Genit, gugup.
Dan, kegugupannya ini harus
dibayarnya dengan _mahal.
Tendangan Pengail Aneh secara
telak menghantam dadanya.
Bunyi berderak keras
tulang-tulang yang patah pun
terdengar seiring dengan
terpentalnya tubuh sang rase
dengan semburan darah dari
mulutnya
Rase Genit menggelepar-gelepar
ketika tubuhnya terbanting di
tanah. Beberapa saat
sebelumnya, Siluman Tengkorak
Hidup jatuh di tanah dalam
keadaan tanpa nyawa.
Hanya'sebentar Rase Genit
menggelepar, di lain saat
nyawanya putus.
Pengail Aneh memperhatikan
lawannya sebentar. Kemudian,
menatap Aji. Dilihatnya sang
pendekar tengah menundukkan
kepala. Dia tak tahu kalau Aji
tengah bicara di dalam hatinya.
"Penjagal dari Neraka... janjiku
telah kutepati.
Pengkhianat-pengkhianat ini.
telah kukirim ke lobang kubur.
Tenanglah kau di alam sana.
Dan kukira, amanatmu ini sudah
tidak berguna lagi..!
Aji mengeluarkan gulungan
daun lontar dari balik
pakaiannya. Sekali dia
menggerakkan jari jari tangan
meremas, daun lontar itu hancur
berkeping-keping untuk
kemudian lenyap ditiup angin.
Aji menoleh ke arah Pengail
Aneh sambil tersenyum. Sang
pengail membalasnya seraya
mengayunkan kaki mendekat ' .
'Kau hebat. Aji. Aku kagum
padamu: hanya itu yang
diucapkan si kakek. _
"Kau pun mengagumkan, Kek,"
timpal Aji
Baru saja Pendekar 108
mengatupkan mulutnya,
terdengar bunyi
langkah-langkah mendekat. Aji
dan Pengail Aneh menoleh.
Mereka melihat tiga sosok
menghampiri mereka. Manusia
Bertopeng, Bidadari Berkabung,
dan Nawang Wulan. '
Aji sempat terkejut. Bukan
karena melihat keberadaan
Nawang Wulan dan Bidadari
Berkabung. Karena, mereka
memang datang bersamanya,
hanya saja, dia terpaksa melesat
lebih dulu, karena khawatir akan
terlambat. Dua perempuan itu
dibiarkannya melakukan
perjalanan bersama. .
Yang.membuat hati pemuda
berambut dikuncir ekor kuda ini
kaget adalah paras dan sorot
mata sang bidadari. Tidak lagi
menyiratkan kedukaan besar,
malah penuh seri. , .
"Apa yang membuatnya"
demikian gembira"!' tanya Aji
dalam hati.
Ternyata bukan hanya Aji yang
terkejut.. Pengail
Aneh pun demikian. Itu terjadi
ketika kakek ini melihat kalung
baja putih yang berada di
tangan Nawang Wulan. Dia
mengenali betul siapa pemilik
kalung itu setelah menegasinya
lebih lanjut.
Kalung baja putih yang
membuatnya adalah Pengail
Aneh. Semuanya berjumlah lima
buah. Masing masing
mempunyai sedikit perbedaan.
Sebuah ada pada dirinya. Tiga
buah ada di tangan Nawang
Wulan, dan sebuah lagi adalah
milik putranya. Tiga yang ada di
tangan cucunya itu, adalah milik
menantunya yang telah
meninggal, ketika melahirkan,
milik Nawang Wulan, dan
sebuah lagi sengaja dibuat oleh
Pengail Aneh untuk calon suami
cucunya. _
Tapi, Nawang Wulan yang
merasa berhutang budi ketika
mendapat pertolongan Manusia
Bertopeng, memberikan kalung
itu padanya. Manusia Bertopeng
sendiri, menyerahkannya pada
Aji, agar si pemuda
mendapatkan darah kura-kura
raksasa. Namun, sekarang
kalung itu telah kembali ke
tangan Nawang Wulan.
Dan sekarang, kalung yang
menjadi milik anaknya berada di
tangan Nawang Wulan.
Padahal, telah puluhan tahun,
sang anak tak dilihatnya. Oleh
karena itu, Pengail Aneh kaget.
karena tak mengerti mengapa
kalung itu bisa berada pada
Nawang Wulan. .
Tapi. kebingungan Pengail Aneh
tak lama. Ketika terpandang
olehnya Manusia Bertopeng,
dia' segera dapat menduga siapa
adanya sosok penuh misteri Itu.
Keheranannya akan tingkah
Manusia Bertopeng ketika
berbicara dengannya sekarang
tak ada lagi.
'Sekarang aku mengerti
mengapa kau bertingkah aneh,
Topeng." Pengail Aneh sambil
menatap Manusia Bedopeng.
"Aku tahu, apa yang menjadi
ganjalanmu . selama
bertahun-tahun itu. Aku tahu
pula mengapa kau
bertingkah aneh. Sekarang,
bukalah selubungmu itu,
Bongaya." .
Tanpa membantah sama sekali
Manusia Bertopeng memenuhi
perintah Pengail Aneh. Di
sebelahnya, Nawang Wulan
yang bermaksud untuk
memberitahukan tentang siapa
adanya Manusia Bertepeng, jadi
mengurungkan maksud karena si
kakek telah menduganya dengan
tepat.
Semula, Nawang Wulan pun
terperanjat ketika melihat
kalung baja putih ada pada
Manusia Bertopeng. Dia jadi
terkejut, gembira, sekaligus
bingung, ketika sosok penuh
misteri itu mengatakan hal yang
sebenarnya, begitu seng sosok
selamat dari maut. setelah diberi
minum darah kura-kura raksasa.

Penemuan yang mengharukan


itu pun berlangsung. Di dekat
mereka, Bidadari Berkabung
pun melongo ketika
melihat'siapa adanya Manusia
Bertopeng. Karena, sosok penuh
misteri itu adalah orang yang
membuatnya patah hati.
Nawang Wulan yang telah
mendengar kisah sedih Bidadari
Berkabung, meminta ayahnya
untuk menerima sang bidadari
sebagai pengganti ibunya. Sang
ayah bersedia setelah Pengail
Aneh tahu lebih dulu siapa
dirinya. Nawang Wulan
gembira. Bidadari Berkabung
pun demikian.
Dan sekarang, mereka semua
berada _bersama Pengail
Aneh.Mereka semua
merasa'tegang. Menunggu
kejadian yang akan
berlangsung. '
Sementara itu, Aji Sempat takjub
ketika melihat wajah di balik
selubung keemasan itu.
Memang, paras seorang lelaki
setengah baya. Namun, masih
terlihat bekas-bekas
ketampanannya.
Pengail Aneh
mengangguk-angguk ketika
melihat paras putranya. Paras
dan sinar mata kakek ini
menyiratkan kegembiraan dan
keharuan besar. Dan, sepasang
matanya mengembang
berkaca-kaca ketika Manusia
Bertopeng alias Bongaya
menjatuhkan diri memegang
kedua lututnya, sambil berseru.
"Ayah...! Maafkan aku, ayah...!"
'Kau tidak salah. Ngaya. Akulah
yang salah," kata si kakek
dengan suara serak menahan
rasa haru. Dia menepuk-nepuk
bahu anaknya.
Seketika itu pula keharuan
menyelimuti hati semua orang
yang berada di situ. Aji sendiri
merasa terharu. Apalagi ketika
mendengar jalinan peristiwa
yang membuat mereka terpisah,
dari mulut Manusia Benopeng
dan Pengail Aneh sendiri.
Pemuda ini hanya bisa
menggaruk-garuk kepalanya
yang tidak gatal.
Ternyata pangkal perselisihan
itu adalah kematian ibu Nawang
Wulan. Kematian sang istri,
menyebabkan Bongaya terpukul
sekali. Dia meratap dan tinggal
di makam ibu Nawang Wulan
selama berhari-hari. dan lupa
pada anaknya.
Tingkah Bongaya membuat
Pengail Aneh jengkel. Karena,
nasehat-nasehatnya tak digubris
Bongaya, kakek itu
marah-marah. . _
"Aku'malu punya keturunan
seperti kau! Pengecut!
Cengeng...! Tidak bisa
menerima kenyataan...! Kau kira
dengan kelakuanmu itu istrimu
bisa hidup lagi..."! Aku muak
dengan sikapnu..! mulai saat ini
kau bukan lagi anakku.! Pergi
kau dari sini...!' sembur Pengail
Aneh ketika itu. _
Bongaya pergi. Melanglang
buana dengan kesedihan yang
bergayut. Beberapa waktu
kemudian, dia bertemu dengan
Manusia Ajaib, dan menjadi
murid si
kakek.
Bongaya pun menjadi tokoh
sakti beberapa waktu kemudian.
Namun, karena banyaknya gadis
yang patah hati karena jatuh
cinta namun tak terbalas,
membuat Bongaya
menyembunyikan wajahnya. Dia
pun terkenal dengan julukan
Manusia Bertopeng.
Berkali-kali menyeruak
dorongan hati untuk menjumpai
anak da ayahnya. Namun,
mengingat ucapan sang
ayah,Bongaya menguatkan diri
untuk bertahan, dan
menghilangkan perasaan itu.
Dia mengunjungi Pantai Karang
Hitam ketika gejolak perasaan
itu tak tertahan lagi. Tapi, hanya
sekali. Lima belas tahun yang
lalu. '
"Bangkitlah, Ngaya."
Bongaya pun bangkit. Saat itu
Nawang Wulan membuka
mulutnya dan bicara.
"Kek... Aku ingin punya ibu lagi.
Bolehkah kalau aku ingin
Bidadari Berkabung menjadi
ibuku"!" tanyanya penuh harap.
"Tanyaiah pada orang-orang
yang berkepentingan, Nawang.
Aku sih setuju saja...!
Nawang Wulan menatap
ayahnya dan Bidadari
Berkabung berganti-ganti
dengan penuh perasaan
gembira. Sang bidadari yang tak
kalah gembiranya, hanya
menundukkan kepala. Bongaya
sendiri malah mengelus-elus
dagu.
Tak jauh Bongaya. Aji
cengar-cengir sambil
mengusap-usap ujung
hidungnya. _
"Nawang" Aji... kalian Ikut
aku...,' kata Pengail Aneh seraya
melangkah meninggalkan tempat
itu.
Aji dan Nawang Wulan tak
membantah sama sekali. Mereka
tahu kalau sang pengail
bermaksud memberikan
kesempatan pada Bongaya dan
Bidadari Berkabung untuk
berbincang-bincang berduaan.
0leh karena itu, pasangan
muda-mudi ini mengikuti
Pengail Aneh. Aji yang berwatak
urakan masih sempat
mengerdipkan mata pada
Bongaya. Yang dikerdipi, malah
mengepalkan tinju! , Setelah
cukup jauh dari tempat semula,
Pengail Aneh membuka mulut.
'Sekarang ceritakan padaku,
mengapa kalian bisa
bersama-sama dan seperti telah
saling mengenal." ' Nawang
Wulan menatap Aji. Yang
ditatap malah kerdipkan mata
kirinya, sehingga membuat
paras si gadis merah padam.
Dan, dengan wajah masih
merah, Nawang Wulan
menceritakan semuanya. Pengail
Aneh mendengarkannya. "Jadi...
rupanya pemuda ini yang
dimaksud oleh Bongaya," kata
sang pengail dalam hati, _
"Kek...." kata sang pendekar
pada Pengail Aneh. "Bukankah
orang yang memegang kalung
baja putih boleh meminta apa
saja"!" "Tentu saja boleh
meminta apa saja. Anak Muda.
tapi untukmu tidak ada lagi yang
bisa kuberikan!" Mengapa
begitu, Kek"! Bukankah itu
artinya kau menyalahi janjimu
pada Manusia Bertopeng"!"
'Kau tertambat meminta, Anak
Muda. Itu salahmu sendiri.
Seorang yang memegang kalung
yang sama lalu meminta padaku
agar tak memberikan apa yang
diminta kamu?" ."siapa orang
itu, Kek?" desak Aji,'penasaran.
"Aku" Nawang Wulan tersenyum
menggoda sambil
mengacungkan tangan dan
menunjukkan kalung baja putih
yang persis dengan benda di
tangan Aji.
"Sial.. ! Aku ditipu.. .!" gerutu
Pendekar Maia Keranjang
sambil menggaruk-germ
kepalanya yang tidak gatal.
"Kalau begitu, aku meminta
padamu saja, Nawang," Aji
bicara setelah berpikir sebentar.
"Sayang sekali, Aji. Aku tak bisa
memenuhi permintaanmu
karena...." '
"Aku mengerti. Aku paham,"
selak Aji buru-buru sebelum
Nawang Wulan'menyelesaikan
ucapannya.
Nawang Wulan tertawa geli. Aji
diam tapi sambil garuk-garuk
kepalanya yang tidak gatal. Di
hatinya, pemuda ini bicara.
'Penjagal dari Neraka.
.Tenanglah kau di alam kubur.
Salah seorang di antara
pengkhianat telah kukirim ke
neraka...."

catatan : Buat pembaca serial


Pendekar Mata Keranjang
ini,yuk gabung di Group Fb
Kolektor E-Book untuk
mendapatkan ebook terbaru
lainnya
dan yang suka baca cerita silat
dan novel secara online bisa
juga kunjungi
http://cerita-silat-novel.blogspot.
com
situbondo,21 Juli 2018
Sampai jumpa di lain kisah ya
!!!
Terimakasih

PENDEKAR MATA
KERANJANG
Segera terbit
Serial Pendekar Mata
Keranjang 108 dalam episode :
RAHASIA HUTAN SILUMAN

Tamat
(KOLEKTOR E-BOOK)

Anda mungkin juga menyukai