Anda di halaman 1dari 5

TULISAN ILMIAH

KEBIJAKAN POLITIK NEGARA DAN BENCANA ALAM TERKINI

DARI SISI NEGATIF DAN POSITIF

Disusun Oleh :
NAMA : NURUL HIDAYAH
NIM : 2011102411155
KELAS : ALIH JENJANG ( Semester 1)

PRODI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
2021
KEBIJAKAN POLITIK NEGARA DAN BENCANA ALAM TERKINI DARI SISI

NEGATIF DAN POSITIF

Bencana alam seakan menjadi peristiwa dan berita keseharian di Indonesia, bahkan
dunia. Berbagai bentuk bencana yang menimpa kehidupan alam dan manusia telah
menimbulkan kerugian sangat besar, baik kerugian moril maupun materil. Menginjak awal
tahun 2021, banjir serta banjir bandang yang diikuti tanah longsor melanda beberapa daerah
di tanah air, gempa bumi serta jatuhnya pesawat terbang yang menimbulkan korban jiwa
yang tidak sedikit.
Wilayah Indonesia secara geografis memang mengandung potensi rawan benca na.
Indonesia yang merupakan negara kepulauan terletak pada pertemuan 4 (empat) lempeng
tektonik, yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, Samudera Hindia, dan Samudera
Pasifik. Di bagian selatan dan timur Indonesia, terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang
memanjang dari Pulau Sumatera - Jawa - Nusa Tenggara - Sulawesi, yang sisinya berupa
pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa.
Indonesia juga terletak pada titik pertemuan tiga lempeng tektonik (tectonic plate) yang
saling bertabrakan, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo Australia, dan Lempeng Pasifik.
Indonesia menjadi rangkaian gunung api aktif (rangkaian Gunung Api Indonesia) dengan
jumlah gunung api aktif sekitar 140. Kondisi tersebut menjadikan Indonesia sangat rawan
bencana, seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, dan
angin puting beliung.
Atas dasar itu, pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana. Bencana alam terus terjadi. Di sisi lain, telah ada regulasi
bagi pelaksanaan penanggulangan bencana berupa Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007.
Untuk meminimalkan risiko akibat bencana yang terjadi, maka regulasi tersebut harus
diimplementasikan. Adapun sisi negatif dan positif dari kebijakan politik negara terkait
bencana alam terkini.
Berikut adalah sisi positif kebijakan politik terkait bencana alam, sesuai dengan amanat
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 10, pemerintah membentuk Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB). Lembaga non-departemen yang dibentuk melalui
Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Beong, Resmawan, dan Kalinggi (2018) melakukan penelitian tentang peran BPBD sebagai
agen pemerintah dalam penanggulangan bencana alam di Kota Samarinda. Ada beberapa
temuan utama dari penelitian ini, yaitu:

1
1. BPBD merupakan lembaga pemerintah daerah yang menjalankan fungsi koordinasi dalam
pencegahan dan kesiapsiagaan dalam pengurangan risiko bencana.
2. Dalam penanganan tanggap darurat, BPBD membentuk Tim Reaksi Cepat (TRC) untuk
melakukan penyelamatan dan evakuasi korban.
3. Dalam hal rehabilitasi pasca bencana, BPBD melakukan kegiatan perbaikan lingkungan,
sarana dan prasarana, bantuan materiil, kesehatan dan lain sebagainya guna memulihkan
lokasi terdampak bencana.
4. Untuk rekonstruksi pasca bencana, BPBD melakukan proses kegiatan yang terencana, tepat
sasaran, dan tertib sehingga mampu meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap
ancaman bencana di masa mendatang.
5. Faktor penghambat yang dihadapi BPBD dalam penanggulangan bencana meliputi: (a)
kurangnya SDM; (b) sarana dan prasarana yang belum memadai; (c) terbatasnya anggaran
dari pemerintah daerah dibandingkan dengan kebutuhan.

Adapun sisi negatif dari kebijkan politik terkait bencana alam. Proses penanggulangan
bencana yang diatur dalam Undang- undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana (Undang- Undang Penanggulangan Bencana) masih memiliki kelemahan-
kelemahan, diantaranya:
1. Belum Terwujudnya Regulasi Turunan Undang-Undang Penanggulangan Bencana
Regulasi turunan undang-undang penanggulangan bencana yang belum terwujud hingga
saat ini yaitu belum adanya Perpres tentang Status dan Tingkatan Bencana sebagaimana
diatur dalam pasal 1, pasal 7, dan pasal 57 Undang-undang Penanggulangan Bencana.
Ketika polemik tentang status dan tingkatan bencana belum bisa dituntaskan dan diatur
dalam sebuah Perpres, Presiden malah menandatangani Perpres Nomor 17 tahun 2018
Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana dalam Keadaan Tertentu. Selain itu,
masih ada aturan yang belum selesai mengenai analisa risiko bencana dan standar
pelayanan minimal, dan lain sebagainya.
2. Belum Optimalnya Dukungan Anggaran Bencana
Berdasarkan Undang- undang penanggulangan bencana, alokasi dana penanggulangan
bencana bersumber dari Pemerintah dan Pemerintah daerah. Selanjutnya, dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 22 tahun 2008 Pasal 4 ayat (2) dinyatakan bahwa sumber pendanaan
penanggulangan bencana berasal dari APBN, APBD, dan atau dana masyarakat dll. Dari
beberapa kejadian bencana alam katastropik, kapasitas APBN dan APBD yang tersedia

2
untuk dana penanggulangan bencana alam masih terbatas. Dana alokasi penanggulangan
bencana alam yang bersumber dari APBN relatif lebih kecil dibandingkan dengan
kerugian yang dialami. Sebagai contoh, gempa bumi di Nias dan tsunami di Aceh alokasi
anggaran APBN sebesar Rp3,3 triliun dibanding total kerugian yang mencapai Rp41,4
triliun (7,9 persen dari kerugian).
3. Lambatnya Mekanisme Proses Dana Penanggulangan Bencana
Keterbatasan-keterbatasan mekanisme proses dana penanggulangan bencana dapat
mengurangi kecepatan respons pemerintah untuk memperbaiki dan membangun
infrastruktur yang rusak akibat bencana terutama ketika terjadi keadaan darurat bencana.
Keterbatasan-keterbatasan mekanisme proses dana penanggulangan bencana
4. Lambatnya Upaya Mitigasi dan Tanggap Darurat Bencana
Sampai sekarang masyarakat masih kurang paham dengan bencana. Hal ini disebabkan
oleh masih minimnya mitigasi bencana. Sistem peringatan dini hingga budaya mitigasi
belum menjangkau seluruh masyarakat, bahkan di lingkungan aparatur pemerintahan.
5. Lemahnya Koordinasi Antar Instansi Terkait
Selama ini penanggulangan bencana alam belum terintegrasi dengan baik. Hal ini
menyebabkan lambatnya penanganan bencana di Indonesia. Kurang sigapnya Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat salah satunya disebabkan oleh lemahnya
koordinasi antar lembaga yang mendapat mandat penanggulangan bencana seperti
Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Pekerjaan Umum, dan
lain- lain terhadap penanggulangan bencana.

3
DAFTAR PUSTAKA

Heryati Sri. (2020). Peran Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Bencana. Jurnal
Pemerintahan dan Keamanan Publik. Vol. 2, No. 2, Agustus 2020, 139-146.

Saefuloh Asep Ahmad. (2018). Kelemahan-Kelemahan Penanggulangan Bencana Alam di


Indonesia. Jakarta : Buletin APBN

Anda mungkin juga menyukai