Universitas Haluoleo
DEMAM BERDARAH
Oleh:
Pembimbing
KENDARI
2019
LAPORAN KASUS
1. IDENTITAS KASUS
No. RM : 106 17 69
Agama : Islam
Suku : Jawa
BBM : 10 Kg
PBM : cm
Umur : 42 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Umur : 37 tahun
Pasien datang di UGD RSAD dr. R. Ismoyo dengan keluhan demam sejak 2 hari
yang lalu secara terus-menerus, timbul mendadak dan terus-menerus, menggigil (-)
pagi hari. Frekuensi BAB sering (±5 kali) dengan konsistensi cair berwarna coklat dan
disertai lendir. Pasien mengeluhkan batuk (+) bersamaan dengan demamnya, sesak napas
(-), mual (+), muntah (+), rewel (+) dan perasaan gelisah. Ibu pasien mengaku sudah
Pasien sudah pernah mengalami demam sebelumnya namun hanya dikompres dengan
Riwayat pengobatan :
Riwayat antenatal : selama hamil ibu pasien rajin kontrol antenatalcare di puskesmas
adanya sakit.
Riwayat perinatal : pasien lahir cukup bulan, spontan, segera menangis dengan berat
Berbalik lupa
Berdiri lupa
Bicara lupa
3. PEMERIKSAAN FISIK
BBM : 10 Kg
PBM : 92 cm
Nadi : 84 kali/menit
Suhu : 38,00 C
Pucat : (-)
Sianosis : (-)
Ikterus : (-)
Turgor : baik
Tonus : 5/5
Busung/edema : (-)
Keadaan Spesifik:
Kepala
Bentuk : Normocephal
UUB : Tertutup
Mata : Cekung (-), konjungtiva anemis (-), strabismus (-), nistagmus (-) pupil
Bibir : kering (+) Pucat (-), sianosis (-), simetris kanan = kiri
Tonsil : T1/T1
Paru-paru
Jantung
Abdomen
Anggota Gerak : kekuatan otot baik, tonus otot baik, anggota gerak lengkap
Tanda Rangsang meningeal: kaku kuduk (-), laseque (-), Brudzinski I & II (-)
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
DARAH RUTIN Laboratorium Klinik dr. R. Ismoyo (26/03/2019)
PARAMETER HASIL NILAI RUJUKAN
WBC 4,6 [103/µL] (4.00 – 10.00)
RBC 4,30 [106/µL] (4.00 – 6.00)
HGB 10,1 [g/dL] (12.0 – 16.0)
HCT 30,7 [%] (37.0 – 48.0)
MCV 71,6 [fL] (80.0 – 97.0)
MCH 23,4 [pg] (26.5 – 33.0)
MCHC 32,8 [g/dL] (31.5 – 35.0)
PLT 96 [10^3/µL] (150 – 400)
LYMPH 69,6 [103/µL] 46.0 [%] (1.00 – 3.70) (20.0 – 50.0)
5. ANJURAN PEMERIKSAAN
Darah rutin.
6. DIAGNOSA KERJA
DD : Demam Tifoid
7. RESUME
Pasien An. N, 2 Thn 3 Bulan datang dengan keluhan demam dan gusi berdarah sejak 2
hari yang lalu, timbul mendadak dan terus-menerus, menggigi (-). Mimisan dialami saat
pagi hari. Frekuensi BAB sering (±5 kali) dengan konsistensi cair berwarna coklat dan
disertai lendir. Batuk (+) bersamaan dengan demamnya, sesak napas (-), mual (+),
muntah (+), rewel (+) dan perasaan gelisah. Riawayat berobat ke puskesmas.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sakit sedang, kesadaran E4M4V3,
PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa:
Tirah Baring
Edukasi
Medikamentosa:
IVFD RL 20 tpm
Inf. PCT 100 mg/IV
Inj. Cefotaxime 500 mg/IV/12 jam
Cefixime syr 2x1/2 sdt
8. FOLLOW UP
Tanggal Keluhan Instruksi Dokter
27/03/2019 S: demam (+), mimisan (+), Intervensi lanjut
perdarahan gusi (+) Observasi TTV
O : Observasi tanda perdarahan
IVFD RL 20 tpm
KU: Lemah
BB : 10 kg
T : 100/60 mmHg
N :100x/m
P :30x/m
S :36,5°C
Lab :
TD : 100/50 mmHg
N :96 x/m
P : 28x/m
S : 36,5°C
BB : 10 Kg
A : DBD
29/03/19 S : demam (+) Boleh Pulang
Cefixime syr 2x1/2 sdt
O:
.
TD : 100/60 mmHg
N :104 x/m
P : 30 x/m
S : 36.5°C
BB : 10 Kg
A : DBD
ANALISA KASUS
1. Demam Berdarah
a. Definisi
Demam berdarah dengue (DBD) atau dengue hemorrhagic fever (DHF)
merupakan penyakit demam akut (acute febrile illness) akibat infeksi virus dengue
yang ditularkan melalui gigitan nyamuk betina Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Menurut data World Health Assembly, dewasa ini terdapat 17 jenis penyakit tropis
terabaikan (neglected tropical diseases) yang telah disepakati bersama World Health
Organization (WHO) dimana fokus tertuju pada DBD sebagai penyebab ancaman
skala besar di seluruh dunia. Penyebaran dengue dipengaruhi faktor iklim seperti
curah hujan, suhu dan kelembaban. Kelangsungan hidup nyamuk akan lebih lama bila
tingkat kelembaban tinggi, seperti selama musim hujan. Kelembaban yang tinggi
dengan suhu berkisar antara 28-320C membantu nyamuk Aedes bertahan hidup untuk
jangka waktu yang lama.
b. Epidemiologi
Menurut WHO, diperkirakan terjadi 50-100 juta kasus infeksi dengue global
setiap tahunnya, dengan 250.000- 500.000 kasus DBD dan angka kematian 24.000
jiwa setiap tahunnya. Sekitar 90% infeksi terjadi pada golongan anak di bawah 15
tahun. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Negara – Negara tropis seperti di
kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat merupakan masalah kesehatan masyarakat.
Penyakit Demam Berdarah (DBD) ini semula hanya di temukan di kota-kota besar,
namun beberapa tahun terakhir terdapat pula di daerah sub urban dan pedesaan yang
mulai padat penduduknya.
Indonesia sebagai negara tropis dan berkembang masih memiliki angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi akibat penyakit DBD dimana selama tahun
2011 terdapat 13 kabupaten/kota dari tujuh provinsi yang melaporkan timbulnya
Kejadian Luar Biasa (KLB). Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota
Surabaya pada tahun 1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang
diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian (AK): 41,3%). Dan sejak saat itu,
penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia.
c. Etiologi
1. Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi faktor ekologi dan faktor sosial demografi.
Faktor ekologi dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor lingkungan fisik
dan biologik. Faktor lingkungan fisik (geografi) antara lain faktor air, udara,
lahan, makanan, ketinggian, jarak ke garis khatulistiwa, iklim, suhu, dan
kelembaban. Faktor lingkungan biologik antara lain flora, fauna, dan agen
biologik yang digunakan untuk pengendalian vektor.
Perubahan pada faktor lingkungan (environment) dapat mempengaruhi
perilaku host sehingga berakibat pada timbulnya suatu penyakit yang dapat
menyerang individu maupun keseluruhan populasi (Rismawati, 2017).
2. Agen
Agen penyebab penyakit DBD adalah virus dengue (Arthrophod borne
virus), famili Flaviviridae, genus flavivirus. Terdapat empat serotipe virus yang
disebut DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV- 4. Keempat serotipe virus ini
telah ditemukan di berbagai wilayah Indonesia. Hasil penelitian di Indonesia
menunjukkan bahwa Dengue-3 sangat berkaitan dengan kasus DBD berat dan
merupakan serotipe yang paling luas distribusinya disusul oleh Dengue-2,
Dengue-1 dan Dengue -4. Terinfeksinya seseorang dengan salah satu serotipe
tersebut diatas, akan menyebabkan kekebalan seumur hidup terhadap serotipe
virus yang bersangkutan. Meskipun keempat serotipe virus tersebut mempunyai
daya antigenis yang sama namun mereka berbeda dalam menimbulkan proteksi
silang meski baru beberapa bulan terjadi infeksi dengan salah satu dari mereka.
d. Patofisiologi
Mekanisme sebenarnya tentang patofisiologi, hemodinamika, dan biokimiawi
DBD belum diketahui secara pasti karena kesukaran mendapatkan model binatang
percobaan yang dapat dipergunakan untuk menimbulkan gejala klinis DBD seperti
pada manusia. Hingga kini sebagian besar sarjana masih menganut the secondary
heterologous infection hypothesis atau sequential infection hypothesis yang
menyatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah terinfeksi virus
dengue serotipe lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5 tahun.
Hipotesis kedua patogenesis DBD mempunyai konsep dasar bahwa keempat
serotipe virus dengue mempunyai potensi patogen yang sama dan gejala berat terjadi
sebagai akibat serotipe/galur serotipe virus dengue yang paling virulen. Berdasarkan
TheImmunological Enhancement Hypothesis, antibodi yang terbentuk pada infeksi
dengue terdiri dari IgG yang berfungsi menghambat peningkatan replikasi virus dalam
monosit, yaitu enhancing-antibody dan neutralizing antibody. Pada saat ini dikenal 2
jenis tipe antibody yaitu 1. Kelompok monoklonal reaktif yang tidak mempunyai sifat
menetralisasi tetapi memacu replikasi virus, dan 2. Antibodi yang dapat menetralisasi
secara spesifik tanpa disertai daya memacu replikasi virus. Perbedaan ini berdasarkan
adanya virion determinant specificity. Antibodi non-netralisasi yang dibentuk pada
infeksi primer akan menyebabkan terbentuknya kompleks imun pada infeksi sekunder
dengan akbiat memacu replikasi virus. Teori ini pula yang mendasar pendapat bahwa
infeksi sekunder virus dengue oleh serotipe dengue yang berbeda cenderung
menyebabkan menifestasi berat. Dasar utama hipotesis ialah meningkatnya reaksi
immunologis (the immunological enhancement hypothesis) yang berlangsung sebagai
berikut:
a) Sel fagosit mononuklear yaitu monosit, makrofag, histiosit dan sel Kupffer
merupakan tempat utama terjadinya infeksi virus dengue primer.
b) Non neutralizing antibody baik yang bebas dalam sirkulasi maupun yang
melekat (sitofilik) pada sel, bertindak sebagai resptor spesifik untuk
melekatnya virus dengue pada permukaan sel fgosit mononuklear. Mekanisme
pertama ini disebut mekanisme aferen.
c) Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononuklear yang
telah terinfeksi.
d) Selanjutnya sel monosit yang mengandung kompleks imun akan menyebar ke
usus, hati, limpa dan sumsum tulang. Mekanisme ini disebut mekanisme
eferen. Parameter perbedaan terjadinya DBD dengan dan tanpa renjatan ialah
jumlah sel yang terkena infeksi.
e) Selanjutnya sel monosit yang telah teraktivasi akan mengadakan interaksi
dengan sistem humoral dan sistem komplemen dengan akibat dilepaskannya
mediator yang mempengaruhi permeabilitas kapiler dan mengaktivasi sistem
koagulasi. Mekanisme ini disebut mekanisme efektor.
Limfosit T juga memegang peran penting dalam patogenesis DBD. Akibat
rangsang monosit yang terinfeksi virus dengue atau antigen virus dengue, limfosit
dapat mengeluarkan interferon (IFN-ɑ dan γ). Pada infeksi sekunder oleh virus
dengue (seotipe berbeda dengan infeksi pertama), limfosit T CD4+ berproliferasi dan
menghasilkan IFN-\ɑ. IFN-ɑ selanjutnya merangsang sel yang terinfeksi virus dengue
dan mengakibatkan monosit memproduksi mediator. Oleh limfosit T CD4+ dan
CD8+ spesifik virus dengue, monosit akan mengalami lisis dan mengeluarkan
mediator yang menyebabkan kebocoran plasma dan perdarahan.
Perjalanan DBD terdiri dari 3 fase, yaitu fase demam (2-7 hari), fase kritis atau
fase kebocoran plasma (24-48 jam) dan fase penyembuhan (2-7) hari.
a. Fase Febril
Pasien biasanya akan mengalami demam derajat tinggi secara mendadak.
Fase febril akut akan berlangsung selama 2-7 hari dan sering kali diikuti oleh
ruam, eritema kulit, rasa sakit di sekujur tubuh, myalgia, arthralgia, nyeri retro-
orbital, fotofobia, rubeliform exanthema, dan sakit kepala. Beberapa pasien juga
dapat mengalami sakit tenggorokan, anoreksia, dan muntah. Sulit untuk
membedakan infeksi dengue secara klinis dari non-dengue saat fase febril.
b. Fase Kritis