Anda di halaman 1dari 3

Catatan untuk “Alasan Tidak Ingin Bertemu Dulu Dengan Agung”

Catatan merujuk pada tulisan ini

Alasan merujuk pada tulisan yang dibuat oleh Aning

Nomor di Catatan memiliki komentar yang sesuai dengan Alasan

Komentar & Tanggapan

1. Alasan merujuk pada sebuah norma yang berlaku di masyarakat di Indonesia terutama
komunitas-komunitas yang menganut ajaran agama dengan ketat (sehingga, termasuk norma
agama). Yaitu, batasan-batasan dalam hubungan sesama lawan jenis dalam status belum nikah.
Sesungguhnya, kita telah sejak lama melanggar norma tersebut, bahkan semenjak perkuliahan
(tetapi sekarang fokusnya adalah hubungan yang sedang dijalani). Karena pada dasarnya kita
secara rembuk/musyawarah sepakat untuk menjalin hubungan FWB (meskipun, pada
kenyataannya, pacaran [definisi yang Aning gunakan] dengan benefit, akan segera dijelaskan).
Apakah ada yang salah di diri kita? Apabila dilihat dari sisi norma (merujuk ke benefit, bukan
bermain ke rumah lawan jenis), ya ada, bahkan pacaran semata-mata pun juga. Lalu, bagaimana
dari sisi diri sendiri? Menurut saya, tidak ada. Coba bayangkan dan rasakan, apakah memenuhi
keinginan hati adalah sebuah hal yang salah? Terbukti, untuk menahannya dan ditolak bukanlah
hal yang nyaman bagi Penulis. Lalu, apakah memenuhi nafsu juga hal yang salah? Salah apabila
ada unsur pemaksaan, meskipun sebenarnya tidak masalah untuk ditahan. Itu sebabnya, Penulis
selalu bertanya kepada yang bersangkutan mengenai keinginan. Keinginan Penulis semestinya
sudah diketahui, tentunya boleh bertanya jika lupa.
Mengenai “bermain ke rumah teman lawan jenis/pacar”, Penulis gagal melihat adanya sebuah
pelanggaran dari sisi norma (apabila dari sisi norma agama, ya ada jika berduaan, itupun tidak
dosa selama tidak menyentuh atau berbuat hal-hal yang dilarang oleh agama [contoh, di Islam,
minum bir bersama]). Mungkin lebih tepatnya, sebaiknya jangan berduaan di dalam ruangan
tertutup karena untuk mencegah timbulnya hawa nafsu yang mungkin mengakibatkan terjadinya
hal-hal yang tidak diinginkan, yaitu, pemerkosaan atau hamil diluar nikah (tolong sebut apabila
ada yang terlewatkan). Apabila ada yang berkata, “supaya tidak mesra-mesraan”, dimanapun juga
bisa, bioskop, mobil, bawah pohon dsb. Timbul pertanyaan, apakah salah hanya menonton dan
bermain bersama? Apakah kita melakukan pemerkosaan atau intercourse? Memang, kita
melakukan outercourse tetapi sekali lagi tidak ada unsur pemaksaan, Penulis selalu bertanya.
Penulis ingin mengingatkan kembali untuk membedakan Cinta dengan Hasrat/Nafsu. Keduanya
adalah dua hal yang jangan pernah digabungkan (meskipun Penulis memiliki hasrat/nafsu (outer
atau intercourse) hanya dengan orang yang dicinta, yaitu Aning. Sebenarnya, Penulis cenderung
menguatirkan Aning mengenai hubungannya dengan orang yang tidak jelas. Ya orangnya, bukan
hubungannya. Perlu diingat, Penulis adalah seorang pengangguran. Kembali ke topik, apabila
orang tua Aning merasa tidak nyaman atau tidak suka, mari kita belajar bangun rasa nyaman,
suka, dsb. Mengenai intuisi orang tua, Penulis bukan ahlinya. Tetapi, ada hal yang ingin Penulis
sampaikan, bahwa kita sudah mampu membedakan/mencegah hal-hal yang akan membawa
keburukan dan kebaikan. Kita tidak bisa selamanya hanya mengandalkan intuisi orang tua. Kita
berhak untuk memilih. Mengenai status, kita memang tidak pacaran secara formal, lebih
tepatnya, mengikuti trend, informal (memangnya ada aturan yang berlaku?). Meskipun demikian,
tetap intinya adalah pacaran (definsi Aning). Kenapa bisa dibilang demikian? 1). Masing-masing
mengutarakan perasaan 2). Menghabiskan waktu luang berdua 3). Melakukan hal-hal yang
berbau pacaran (outercourse atau bahkan intercourse bisa juga termasuk atau tidak, tergantung
dari komunitas apa kita merujuk). Lalu, apakah hubungan kita merupakan suatu hubungan yang
terikat? Pada dasarnya hubungan yang terikat hanyalah pernikahan. Bukan berarti kita bisa
seenaknya berbuat. Kita harus melihat dan menghormati perasaan pasangan/orang lain (ini
adalah hal yang Penulis masih kurang). Mohon maaf apabila Penulis menyatakannya sebelah
pihak saja.
Sekarang mari kita lihat dari pengalaman yang pernah terjadi pada kita (yang baru-baru ini saja).
Insiden “berdarah”. Kita sebenarnya sangat beruntung saat itu, meskipun begitu insiden tersebut
menjadi sebuah batasan maksimal yang boleh kita lakukan. Kejadian itu benar-benar membuat
Penulis sepenuhnya tidak berani memainkan bagian “dalam”. Sehingga, menurut Penulis, tidak
akan ada lagi kejadian serupa, atau bahkan secara absolut kejadian yang lebih parah. Terlepas dari
itu, Penulis sebenarnya melihat sangat buruknya kerja sama dalam menghadapi masalah. Setiap
kejadian buruk terjadi, masing-masing menjadi “batu” dan malah meninggalkan begitu saja.
Padahal belum tentu hal yang sedang kita pikirkan saat itu benar terjadi (kenyataannya berbeda
bukan?). Penulis akan mencoba memperbaikinya apabila dikasih kesempatan kedua.

2. Penulis tidak mampu melihat korelasi, mengacu pada komentar dan tanggapan no. 1, antara
pelanggaran norma dengan mengisolasikan diri dari lingkungan bahkan dari Penulis. Hal tersebut
setara dengan memisahkan diri dari Penulis, apabila yang tertulis pada Alasan poin ke-dua
memang benar. Selama seminggu ini, Aning telah mempraktekannya. Apa yang telah/sedang
Penulis rasakan adalah seperti diasingkan, sendirian, dijauhi, dan dibiarkan tanpa kejelasan.
Apabila Aning ingin melakukan hal yang serupa ke depannya, Penulis tidak mampu
membayangkan apabila dilakukan hingga berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Oleh karena
itu, Penulis bertanya, apakah memang itu yang diinginkan oleh Aning? Apakah keputusan itu
mempertimbangkan perasaan Penulis (bukan merujuk pada perpisahannya tetapi
perlakukannya)?
Terlepas dari itu, kenapa orang lain yang tidak ada sangkut pautnya juga terkena imbasnya juga?
Padahal, menurut Penulis, tidak ditemukannya sanksi sosial yang harus diberikan, karena memang
tidak ada yang dilanggar. Untuk kontemplasi diri, sebenarnya itu memang seharusnya dilakukan
setiap hari tetapi, ingat, bukan berarti menjadi sebuah pembenaran untuk mengacuhkan orang
lain.

3. Penulis membaca tulisan ini, mohon maaf, adalah alasan yang klise, serupa dengan murid-murid
SMA/SMP yang memutuskan hubungannya dengan pacarnya dengan alasan “mau fokus
UN/SBMPTN”. Hal yang membedakan kita yang sekarang dengan yang dulu adalah mampu
membagi waktu. Sehingga, menurut Penulis, kurang pantas hal tersebut diucapkan kepada
pasangan (mohon maaf apabila Penulis berasumsi sendiri). Sejujurnya, Penulis tidak pernah
mengacuhkan Aning hanya karena demi meraih impian. Kalupun ada yang membuat gangguan,
Penulis tidak akan pernah menganggap hal tersebut sebagai gangguan jika datangnya dari Aning,
tidak pernah sama sekali (terpikirkan pun tidak). Karena, bagi Penulis, Aning termasuk dalam
prioritas Penulis. Memang, Penulis belum menemukan keinginan dari sebuah pasangan, bukan
berarti Penulis membiarkan/mengacuhkan/meninggalkan orang yang “penting” bagi Penulis.
Meraih impian tetapi melupakan/mengorbarkan orang-orang terdekat, bagi Penulis, tidak bisa
dibenarkan atau bahkan bernilai.

4. Penulis tidak bisa berkomentar tentang hal pekerjaan, apabila ada yang Penulis bisa bantu, tolong
sebut saja dan Penulis akan dengan senang hati membantu.

5. Penulis tidak tahu perlakuan dan peristiwa apa yang dimaksudkan pada Alasan, sehingga penulis
tidak memiliki komentar dan tanggapan. Apabila Penulis melakukan perbuatan yang tidak
menyenangkan tolong sebut, Penulis akan coba perbaiki.

Konklusi

Penulis melihat Aning jenuh dengan hubungannya dengan Penulis, tetapi tidak bisa menyebutkannya
dengan eksplisit karena alasan tertentu. Penulis melihat Aning bimbang terhadap hubungannya dengan
Penulis, tidak mampu memilih antara diteruskan atau tidak, mengakibatkan Penulis merasa diasingkan
dsb. Penulis melihat buruknya kerja sama Penulis dengan Aning dalam mengatasi suatu masalah.

Saran

Tolong diputuskan antara ingin meneruskan atau tidak. Apabila diteruskan, mari kita diskusikan
permasalahan kita. Apabila tidak diteruskan, Penulis mengucapkan terima kasih karena membantu
penulis untuk segara beradaptasi.

Untuk Bacaan Lebih Lanjut (copy-paste linknya)

1. http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmnts7aa3b1f047full.pdf (bagian kesimpulan)


2. https://media.neliti.com/media/publications/13687-ID-persepsi-siswa-tentang-perilaku-sosial-
dalam-pacaran-studi-kasus-siswa-sma-al-is.pdf (bagian awal menarik untuk dibaca)
3. http://digilib.uin-
suka.ac.id/32260/1/13540001_BAB%20I%2C%20BAB%20V%2C%20DAFTAR%20PUSTAKA%2C.pd
f (apabila tertarik dengan kajian interpertasi makna seksualitas pada mahasiwa UIN, latar
belakang masalah menarik untuk dibaca)

Anda mungkin juga menyukai