Prinsip-prinsip dasar pengawetan kayu, bambu, rotan dan berbagai jenis serat alam lainnya
seperti enceng gondok, serat pelepah pisang, seagrass, dll. perlu dipahami terlebih dulu
sebelum melakukan proses pengawetan dan pengolahan bahan-bahan alam sumber serat
selolosa tersebut. Sebab pada dasarnya bahan-bahan sumber daya alam yang mengandung
banyak celulosa secara alami diciptakan mudah rusak oleh aktifitas bio-ecologis seperti
serangga, jamur, bakteri serta kerusakan yang diakibatkan oleh proses oksidasi alami yang
disebabkan oleh pengaruh cuaca dan iklim.
Sebelum melakukan usaha pengawetan, satu hal yang perlu kita sadari bahwa
“serangga, jamur, bakteri, cuaca dan iklim merupakan komponen eco-system yang
diciptakan Tuhan untuk menciptakan siklus keseimbangan alam sehingga yang tadinya
berasal dari tanah akan kembali menjadi tanah”
Karena penyebab kerusakan alamiah dipengaruhi oleh banyak faktor, maka usaha
pengawetan kayu, bambu, rotan dan berbagai bahan serat alam ini tidak dapat dilakukan
hanya dengan pendekatan dari aspek saja.
Berikut ini prinsip-prinsip usaha pengawetan yang dapat dilakukan dengan pendekatan dari
berbagai aspek:
Secara prinsip usaha pengawetan kayu ini dilakukan untuk meminimalisasi kandungan nutrisi
kayu dan optimalisasi kerapatan serat atau dencity kayu.
Dari aspek proses penebangan, Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
Cara penebangan
Masa atau waktu penebangan
Cara dan tempat Penyimpanan log
2. Treatment pada Proses Pengolahan
Upaya ini dilakukan untuk mencegah atau meminimalisasi resiko kerusakan dengan
memberikan treatmen pada proses pengolahan.
Bahan treatment
Metode treatment
Waktu treatment
Upaya ini perlu dilakukan untuk mencegah resiko kerusakan lanjutan yang disebabkan oleh
faktor lingkungan pada masa penyimpanan.
Kelembaban gudang
Higenitas gudang
Packing
Prinsip-prinsip dasar pengawetan kayu, bambu, rotan dan berbagai jenis serat alam lainnya
seperti enceng gondok, serat pelepah pisang, seagrass, dll. perlu dipahami terlebih dulu
sebelum melakukan proses pengawetan dan pengolahan bahan-bahan alam sumber serat
selolosa tersebut. Sebab pada dasarnya bahan-bahan sumber daya alam yang mengandung
banyak celulosa secara alami diciptakan mudah rusak oleh aktifitas bio-ecologis seperti
serangga, jamur, bakteri serta kerusakan yang diakibatkan oleh proses oksidasi alami yang
disebabkan oleh pengaruh cuaca dan iklim.
Sebelum melakukan usaha pengawetan, satu hal yang perlu kita sadari bahwa
“serangga, jamur, bakteri, cuaca dan iklim merupakan komponen eco-system yang
diciptakan Tuhan untuk menciptakan siklus keseimbangan alam sehingga yang tadinya
berasal dari tanah akan kembali menjadi tanah”
Karena penyebab kerusakan alamiah dipengaruhi oleh banyak faktor, maka usaha
pengawetan kayu, bambu, rotan dan berbagai bahan serat alam ini tidak dapat dilakukan
hanya dengan pendekatan dari aspek saja.
Berikut ini prinsip-prinsip usaha pengawetan yang dapat dilakukan dengan pendekatan dari
berbagai aspek:
1. Pengendalian Proses Penebangan Kayu atau Bambu
Secara prinsip usaha pengawetan kayu ini dilakukan untuk meminimalisasi kandungan nutrisi
kayu dan optimalisasi kerapatan serat atau dencity kayu.
Dari aspek proses penebangan, Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah:
Cara penebangan
Masa atau waktu penebangan
Cara dan tempat Penyimpanan log
Upaya ini dilakukan untuk mencegah atau meminimalisasi resiko kerusakan dengan
memberikan treatmen pada proses pengolahan.
Bahan treatment
Metode treatment
Waktu treatment
Upaya ini perlu dilakukan untuk mencegah resiko kerusakan lanjutan yang disebabkan oleh
faktor lingkungan pada masa penyimpanan.
Kelembaban gudang
Higenitas gudang
Packing
Tujuan pengawetan itu sendiri agar kayu tak mudah rusak, terutama oleh serangan hama kayu
seperti bubuk, teter, rayap, bubuk (jamur), dan lain-lain. Pengawetan dilakukan dengan teknis
maupun bahan yang ada di alam sekitar
Ada jenis kayu yang makin lama direndam makin awet. Sebaliknya ada kayu tertentu yang
tak perlu berlama-lama dalam rendaman. Namun teknik pengawetan dengan perendaman
menyisakan masalah.
Direndam
Salah satunya, membutuhkan bak atau tempat penampungan air yang ukuran panjangnya
harus sesuai dengan ukuran panjang kayu yang akan direndam
Masalah lainnya, kayu yang direndam akan mengalami perubahan warna menjadi agak
kusam.
Selain itu, perendaman juga menyebabkan kayu berbau kurang sedap. Kayu rendaman
memang anti-teter atau bubuk tapi tak selalu anti-rayap.
Cara pengawetan dengan direndam kurang praktis ketika penggarapan kayu harus dilakukan
sesegera mungkin.
Diasap
Selain perendaman, pengawetan kayu juga bisa dilakukan dengan pengasapan. Caranya
dengan menghembuskan asap langsung pada permukaan kayu secara kontinyu
Cara pengawetan dengan direndam kurang praktis ketika penggarapan kayu harus dilakukan
sesegera mungkin.
Pengasapan sederhana sering dilakukan warga pedesaan dengan cara menempatkan batangan
kayu, yang akan digunakan untuk bahan bangunan atau mebel, di atas tungku masak di dapur
yang bahan bakarnya menggunakan kayu bakar.
Kayu yang terkena asap secara langsung dan rutin selama jangka waktu tertentu dipastikan
tahan rayap, bubuk, jamur atau lapuk, maupun serangga kayu lainnya.
Bukti keampuhan pengawetan ini bisa dilihat pada kayu, baik kasau, reng, maupun tulangan
yang ada di bagian dapur yang terletak persis diatas tungku.
Karena sering terkena asap saat memasak, maka bagian tersebut akan lebih awet dibanding
lainnya. Teknik pengasapan cocok untuk semua jenis kayu.
Namun melakukan pengawetan kayu dengan cara pengasapan juga membutuhkan ruangan
yang relatif luas. Ruangan ini untuk penataan agar seluruh permukaan kayu dapat menangkap
asap saat proses pengasapan.
Permasalahan lainnya, kayu yang diasapi akan mengalami perubahan warna lantaran terkena
jelaga. Selain itu, kayu yang terlampau lama diasapi, jika sudah menjadi bahan bangunan
juga menjadi agak sulit dicat.
Pengolesan
Teknik pengawetan yang paling praktis yang saat ini banyak dilakukan adalah pengolesan
bahan pengawet.
Bahan pengawet bisa pabrikan, bisa pula memanfaatkan bahan sederhana yang gampang
didapatkan tanpa harus membeli.
Bahan-pengawet sederhana yang kerap digunakan masyarakat pedesaan misalnya oli bekas,
minyak tanah yang diramu urea dan juga campuran ampas kelapa dengan cuka.
Memang tak semua bahan pengawet oles ini aman terhadap kesehatan atau ramah
lingkungan.
Dari sekian banyak bahan pengoles, yang dianggap paling ramah lingkungan adalah ramuan
ampas kelapa dengan cuka.