Ali Wafa
Institut Agama Islam Nurul Jadid Paiton Probolinggo,
E-mail: aliwafa.fiza@gmail.com
Abstrak
Riset ini membahas teknik problem solving di Lembaga Pendidikan Islam
(Madrasah Tsanawiyah), yaitu bagaimana problema diselesaikan dan memiliki
dampak positif terhadap secara kelembagaan dalam mencapai tujuannya. Teknik
pemecahan masalah menggunakan teori SWOT dan Supervisi.1 Penelitian dilakukan di
MTs Walisongo 1 Maron Probolinggo dan MTs Nurul Jadid Paiton Probolinggo dengan
menggunakan wawancara. Organisasi identik dengan masalah. Masalah menjadi
bagian integral organisasi. Meskipun paling dihindari, organisasi tidak bisa lepas dari
masalah. Masalah harus dihadapi dan diselesaikan, sehingga mencapai tujuan yang
ditetapkan. Upaya menyelesaikan masalah organisatoris disebut problem solving.
Dalam kerangka ini, teknik problem solving menjadi penting. Adanya permasalahan
menunjukkan organisasi masih hidup. Masalah memiliki dampak positif dan negatif,
tergantung sejauh mana kemampuan organisasi mengelolanya. Organisasi yang
dapat mengelolanya dengan baik, menjadi maju. Sebaliknya, organisasi yang gagal
menghadapi masalah, jurang kehancuran menjadi kuburannya.
Pendahuluan
Secara genealogis, eksistensi madrasah berakar kuat pada masyarakat.
Madrasah dibangun, tumbuh dan berkembang dari, oleh dan untuk masyarakat itu
sendiri. Artinya keberadaan madrasah tidak bisa lepas dari sejarah perkembangan
serta sosial budaya pada suatu masyarakat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
madrasah telah menerapkan konsep pendidikan berbasis masyarakat (community
based education)2. Berdasarkan teori Muhaimin tersebut madrasah masyarakat
membidani eksistensi madrasah.
1
Teori supervisi mengacu kepada konsep Titiek dimana menjadi salah satu model dalam
menyelesaikan permasalahan lembaga dalam proses pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen
dilakukan supervisi klinik untuk membantu guru atau menejemen sekolah mencapai
tujuannya. Lihat Titiek Rohanah Hidayati, Supervisi Pendidikan; Sebuah Upaya Pembinaan
Kompetensi Guru (Jember: Stain Press, 2013), 99-100.
2
Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam (Jakarta : PT. Rajawali
Grafindo Persada, 2011), 113.
Ali Wafa
3
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta : LP3ES, 1982), 9.
4
Standar Nasional Pendidikan (SNP) (Bandung : Fokus Media, 2008), 6.
2 | Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Islam
Problem Solving Berbasis Pesantren
dapat dilihat dari isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan,
sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan.5
Pembaharuan pendidikan madarasah tidak lepas dari manajemen.
Manajemen dipandang sebagai solusi modernisasi pendidikan madrasah. Alasan
tentang mengenai premis ini bisa berderet-deret. Dalam hemat penulis terdapat dua
hal utama terkait peran dan fungsi manajemen dalam pembaharuan pendidikan
madarasah yaitu, menyangkut pengelolaan internal dan keberadaan madarasah yang
belum diperhitungkan dunia luar (masyarakat). Dua hal ini menjadi titik pijak terhadap
upaya memajukan madrasah.
Masalah adalah kesenjangan antara yang diinginkan dengan yang terjadi.
Masalah merupakan gap antara yang ideal dengan realitas, antara das sein dengan
das sollen. Masyarakat umum memiliki salah persepsi terhadap masalah. Mereka
memandangnya secara disfungsi, bahkan destruktif. Padahal, ia juga fungsional
apabila dikelola dengan baik. Tanpa masalah, akan muncul pemikiran tentang tidak
perlunya perubahan dan perhatian dilakukan karena mengira semua program
berjalan dengan baik.6
Pemecahan masalah merupakan proses mental dan intelektual dalam
memahami dan memecahkan persoalan berdasarkan data dan informasi yang akurat
untuk kemudian dilakukan solusi-solusi yang tepat dan cermat.7 Data dapat diperoleh
melalui investigasi atau cara lainnya yang dianjurkan secara ilmiah maupun
organisatoris. Data dan informasi yang masuk harus divalidasi agar tidak simpang siur
dan menyesatkan. Kedua proses tersebut menjadi penting dan mendasar agar
penyelesaian masalah tidak menimbulkan masalah baru.
Pemecahan masalah merupakan proses rasional, bukan emosional.
Pertimbangan-pertimbangan dalam pemecahan masalah organisasi melibatkan logika
organisasi yang tertuang dalam anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga
(ART) dan berorientasi pencapaian visi-misi kelembagaan. Unsur-unsur yang terlibat
5
H.A.R Tilaar, Standarisasi Pendidikan Nasional: Suatu Tinjauan Kritis (Jakarta : Rineka Cipta,
2006), 169-170.
6
Gibson, Ivancevic, Donnelly, Organization (Richard D Irwin Inc, 1995), 436.
7
Oemar Hamalik, Media Pendidikan (Bandung: Alumni, 1994), 151, bandingkan dengan
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Memengaruhi (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), 139.
Volume 8, Nomor 2, Agustus 2015 | 3
Ali Wafa
Teori Manajemen
Everything is by manajemen (segala sesuatu menjadi baik melalui manajemen),
demikian pula pemecahan masalah dalam mengelola tantangan lembaga pendidikan
Islam. Pemecahan masalah di Madrasah Tsanawiyah mengharuskan adanya
8
Gibson, Organization, 436.
4 | Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Islam
Problem Solving Berbasis Pesantren
manajemen, baik kelembagaan, kultur, tradisi dan nilai-nilai yang berada di dalamnya.
Manajemen merupakan jalan keluar pemecahan masalah organisasional madrasah.
Dalam hemat penulis terdapat dua hal utama terkait peran dan fungsi manajemen
yaitu, menyangkut pengelolaan internal dan keberadaan MTs sebagai the second
choice. Dua hal ini menjadi titik pijak terhadap upaya memajukan lembaga pendidikan
Islam.9
Manajemen pemecahan masalah merupakan proses mengelola perubahan
dalam lembaga pendidikan Islam dimana terdapat pola hubungan antara keduanya
dengan fungsi-fungsi tertentu untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien.10
Manajemen diperlukan peran dan fungsi pesantren berlangsung produktif,11 mengacu
pada tata laksana yang jelas sehingga tidak terjadi kesimpang-siuran, apalagi
tumpang tindih tugas atau saling lempar tanggung jawab menyangkut hal-hal yang
urgen.
Manajemen pemecahan masalah mengacu pada manajemen budaya
Madarasah Tsanawiyah. Prinsip-prinsip manajemen berbasis pada kekhasan budaya
lembaga pendidikan islam. Perencanaan, pembagian tugas, pengelolaan, dan
pengendalian partisipatif menjadi hal utama. Manajemen budaya lebih berorientasi
pada decision making, yaitu proses pengambilan keputusan melalui proses yang
melibatkan stake holders (masyarakat, praktisi pendidikan, wali santri dan
pemerintah). Manajemen budaya menjembatani partisipasi lingkungan sosial dapat
tersalurkan dengan baik. Manajemen budaya pesantren harus berangkat dari good
will (keinginan baik) pihak pesantren.
Teori SWOT
Teori SWOT12 meliputi Strengths (kekuatan), Weaknesses (kelemahan),
Opportunities (peluang) dan Threats (ancaman) yang terdapat pada Lembaga
9
Wayne K. Hoy-Cecil G. Miskel, Educational Administration; Theory reserach and Practice Third
Edition, (New York: Rondom House, 1987), 336, 337.
10
Wukir, Manajemen Sumber Daya Manusia (Yogyakarta, Multi Persindo, 2013) 38-39.
11
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011) 71.
12
Freddy Rangkuti, Analisis Swot Tehnik Membedah Kasus Bisnis,(Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1999), 137.
Volume 8, Nomor 2, Agustus 2015 | 5
Ali Wafa
Pendidikan Islam (MTs). Dengan analisis SWOT ini dapat diketahui peta masalahnya.
Identifikasi unsur strengths dengan mendaftar semua kekuatan yang dimiliki,
weakness meliputi unsur kelemahan lembaga, opportunities meliputi semua peluang,
dan identifikasi threats (ancaman) yang dihadapi. Langkah selanjutnya adalah
menyatukan unsur SO (strengths-opportunities), yaitu memanfaatkan semua
kekuatan yang ada untuk memanfaatkan peluang. Strategi WO (weaknesses-
opportunities) dipakai untuk mengatasi kelemahan dengan memanfaatkan semua
peluang yang dimiliki. Strategi ST (strengths-threats) dipakai untuk menghindari
semua tantangan yang dihadapi berdasar kekuatan yang ada dan strategi WT
(weaknesses-threats) untuk menekan kelemahan dan menghadapi kelembagaan baik
internal maupun eksternal.
Teori Supervisi
Titiek menempatkan supervisi sebagai upaya setting for learning, dengan
menjadikan guru dan warga sekolah sebagai mitra pengawas yang sama-sama
memiliki tujuan mengambangkan dan memajukan lembaga pendidikan. Supervisi
diarahkan kepada urusan teknis edukatif dan administratif. Supervisi dimaksudkan
sebagai upaya meningkatkan wawasan dan kemampuan profesional dalam
bidangnya. Supervisi diarahkan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas
pembelajaran.13 Supervisi klinik yang diterapkan untuk mencapai tujuan di atas. Teknik
supervisi bisa dilakukan secara individual maupun kelompok.14 Supervisi individual
meliputi supervisi perkembangan, direncanakan bersama, sebaya, memanfaatkan
siswa dengan alat-alat elektronik dan pertemuan informal. Supervisi kelompok
dilaksanakan melalui supervisi rapat guru, sebaya, diskusi, demonstrasi, pertemuan
ilmiah dan kunjungan ke sekolah.
Hasil Penelitian
MTs Walisongo 1 Maron merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua se-
eks Kawedanan Gending yang berdiri pada tahun 1960 dengan bentuk Muallimin 6
13
Titiek, Supervisi, 9.
14
Made Pidarta, Supervisi Pendidikan Kontekstual (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 141-188.
6 | Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Islam
Problem Solving Berbasis Pesantren
tahun atas inisiatif para tokoh NU Kecamatan Maron, Banyuanyar dan Gending.15
Ribuan alumni tersebar di berbagai daerah dan profesi ikut mewarnai kehidupan
beragama berbangsa dan bernegara. Lembaga di bawah naungan NU ini, menjadi
salah satu lembaga berprestasi di Kabupaten Probolinggo, baik akademik maupun
vocational skill.
MTs Nurul Jadid merupakan salah satu lembaga pendidikan yang berada di
bawah naungan Pondok Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo. Dengan demikian
keberadaan MTs. Nurul Jadid tidak bisa dilepaskan dari sejarah, tradisi dan
normatifitas Pondok Pesantren Nurul Jadid. Argumentasi yang dapat dikemukakan di
sini adalah nama Nurul Jadid yang melekat di belakang kata MTs dan lokasinya di
areal pesantren.
Karena terletak di kawasan pesantren16, kedua MTs tersebut merupakan
lembaga pengkaderan para pemikir agama, lembaga pemasok sumber daya manusia
dan lembaga yang mendorong kemandirian dan pemberdayaan masyarakat maupun
sebagai lembaga yang mendorong serta ikut aktif dalam perubahan sosial
kemasyarakatan. Karena sejak berdiri MTs. Nurul Jadid memang bukan sekedar untuk
pemenuhan kebutuhan keilmuan melainkan juga penjagaan budaya, penyebaran
etika dan moralitas keagamaan. Pembelajaran di kedua MTs. tersebut dilaksanakan
secara integratif di sekolah dan di asrama.
15
Data MTs Walisongo 1 Maron.
16
Pesantren merupakan lembaga yang memiliki fungsi dan mengambil peran sebagai lembaga
pendidikan yang melakukan pendalaman dan pengkajian ilmu-ilmu agama dan nilai-nilai Islam
(Islamic Values); lembaga pendidikan yang melakukan kontrol sosial dan lembaga pendidikan
yang melakukan rekayasa sosial (social engineering), baca M. Sulthon dan Moh. Khusnurido,
Manajemen Pondok Pesantren dalam Perspektif Global (Yogyakarta: Laksbang Pressindo,
2006), 8.
Volume 8, Nomor 2, Agustus 2015 | 7
Ali Wafa
17
Data di Bank Data MTs Nurul Jadid 19 Nopember 2015.
18
Hasanah Sunaryo (guru mata pelajaran Fiqh) wawancara, Paiton, 30 Nopember 2015. Istilah
multisensori yang dipakai Hasanah mengacu kepada Colin Rose dan Malcolm yang
menyatakan bahwa pengalaman multi-sensori akan memperluas dan memperdalam potensi
siswa dalam mengingat melalui pengalaman visual, auditori dan kinestetik. Baca Colin Rose
dan Malcolm, Accelerated Learning for 21th Century. Terj. Dedy Ahimsa (Bandung:
Nuansa,2002),194-195.
19
Sarana internet juga tersedia di kedua MTs tersebut dan siswa tingkat menengah juga dapat
mengaksesnya pada hari Selasa dan Jumat. Program ini dimaksudkan untuk memperluas
cakrawala berpikir peserta didik di pesantren. Untuk menjaga siswa dari pegaruh negatif yang
dimbulkan oleh tekhnologi infeormasi diterapkan sistem restriksi bagi situs-situs negatif
(pornografi).
20
Dilaksanakan setiap Jum’at malam. Pada kegiatan ini siswa dapat bertugas sebagai,
pembaca, pemberi penjelasan, pembahas untuk kemudia dikontekskan dengan masalah-
masalah yang berkembang. Kegiatan ini didampingi oleh seorang ustadz sebagai fasilitator.
8 | Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Islam
Problem Solving Berbasis Pesantren
21
Wawancara dengan Kholilullah, Kepala MTsWalisongo 1 Maron, 02 Desember 2015.
22
Wawancara dengan Khorul Anam, Kepala TU. MTs Nurul Jadid
Volume 8, Nomor 2, Agustus 2015 | 9
Ali Wafa
23
Wawancara dengan Holil Hasyim pada tanggal 30 Nopember 2015.
24
Wawancara dengan guru PKN Toha S.Pd pada tanggal 29 Nopember 2015.
25
Wawancara dengan kepala MTs walisongo 1, pada tanggal 29 Nopember 2015.
10 | Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Islam
Problem Solving Berbasis Pesantren
26
Wawancara dengan Thohiruddin, M.Pd pada tanggal 30 Nopember 2015.
27
Wawancara dengan Ibu Hasanah, S.Ag.
28
Wawancara dengan Sri Hidayati., pada tanggal 29 nopember 2015 pukul 09:15 wib
29
Kata santrinisasi merupakan bentuk Inggris dari dari istilah Jawa “santri” yang berarti
“mereka yang berasal dari pesantren” atau arti yang lebih umum “mereka yang taat
menjalankan ajaran Islam” sebagaimana dilawankan dengan “abangan” kaum muslim hanya
dalam nama (nominal Muslim).
Volume 8, Nomor 2, Agustus 2015 | 11
Ali Wafa
30
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi menuju Milleneum Baru (Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 1999), 80.
31
Azra, Pendidikan, 82.
12 | Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Islam
Problem Solving Berbasis Pesantren
32
Wawancara Jakfar Afnani, Ketua PKM MTs Walisongo 1 tanggal 01 Desember 2015.
16 | Tarbiyatuna: Jurnal Pendidikan Islam
Problem Solving Berbasis Pesantren
juga dilakukan terhadap faktor yang menjadi hambatan dan tantangan. Faktor-
faktor tersebut dibahas secara detail dengan berbasis data pelaporan di tahun
sebelumnya, yaitu data kurikulum, kesiswaan, sarana prasarana dan humas.
33
Wawancara Khoirul Anam, Kepala TU MTs Nurul Jadid Paiton, tanggal 02 Desember 2015.
Volume 8, Nomor 2, Agustus 2015 | 17
Ali Wafa
Kesimpulan
MTs. Nurul Jadid Paiton dan MTs. Wali Songo 1 merupakan lembaga
pendidikan berprestasi di Probolinggo. Namun demikian, kedua MTs. tersebut
menghadapi berbagai masalah dalam proses manajemen. Masalah dipandang sebagai
wahana meningkatkan performa lembaga. MTs. Nurul Jadid Paiton dan MTs. Wali
Songo 1 Maron telah menerapkan pemecahan masalah dengan manajemen budaya
melalui teknik SWOT dalam mengatasi berbagai persoalan yang ada. Analisa SWOT
dipakai dalam perencanaan strategis lembaga untuk mencapai visi yang diidealkan.
Dua lembaga pendidikan Islam tersebut memiliki prestasi, baik di level Kabupaten
hingga Provinsi. Untuk lebih mengefektifkan perencanaan, MTs. Nurul Jadid dan Wali
Songo 1 Maron melakukan supervisi, baik internal maupun eksternal.
Referensi
Amin, M. Masyhur- Ridwan, M. Nasikh. 1996. KH. Zaini Mun’im (Pengabdian dan Karya
Tulisnya), LKPSM: Yogyakarta.
Azra, Azyumardi. 1999. Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi menuju Milleneum
Baru. Logos Wacana Ilmu: Jakarta.
Fattah, Nanang. 2011. Landasan Manajemen Pendidikan, Remaja Rosdakarya:
Bandung.
Gibson, Ivancevic, Donnelly. 1995. Organization, Richard D. Irwin Inc.
Hamalik, Oemar. 1994. Media Pendidikan, Alumni: Bandung.
Hidayati, Titiek Rohanah. 2013. Supervisi Pendidikan; Sebuah Upaya Pembinaan
Kompetensi Guru, Stain Press: Jember.
Hoy, Wayne K.- Miskel, Cecil G. 1987. Educational Administration; Theory reserach and
Practice Third Edition, Rondom House: New York.
Khusnurido, Moh.-Sulthon, M. 2006. Manajemen Pondok Pesantren dalam Perspektif
Global, Laksbang Pressindo: Yogyakarta.
Muhaimin. Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam, PT. Rajawali
Grafindo Persada: Jakarta.
Volume 8, Nomor 2, Agustus 2015 | 19
Ali Wafa
Noer, Deliar. 1982. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. LP3ES, Jakarta.
Pidarta, Made. 2009. Supervisi Pendidikan Kontekstual, Rineka Cipta: Jakarta.
Rangkuti, Freddy. 1999. Analisis Swot Tehnik Membedah Kasus Bisnis, Gramedia
Pustaka Utama: Jakarta.
Rose, Colin dan Malcolm. 2002. Accelerated Learning for 21th Century. Terj. Dedy
Ahimsa. Nuansa: Bandung.
Slameto. 1990. Belajar dan Faktor-faktor yang Memengaruhi, Rineka Cipta: Jakarta.
Standar Nasional Pendidikan (SNP). 2008. Fokus Media: Bandung.
Tim Penyusun. 1998. Mengenal Pondok Pesantren Nurul Jadid, cet. V. Biro Umum:
Probolinggo.
Wafa, Ali. 2007. Profil Pondok Pesantren Nurul Jadid, Koordinatorat: Probolinggo.
Wukir. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia, Multi Persindo: Yogyakarta.