Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar adalah suatu keadaan yang menyebabkan
siswa tidak dapat belajar semana mestinya, sukar dalam menerima
atau menyerap pelajaran di sekolah. Kesulitan belajar juga
dikatakan sebagai suatu kondisi dimana kompetensi atau prestasi
yang dicapai tidak sesuai dengan kriteria standar yang telah
ditetapkan.
Beberapa kasus kesulitan dalam belajar, antara lain :
1. Kasus kesulitan dengan latar belakang kurangnya motivasi dan
minat belajar.
2. Kasus kesulitan yang berlatar sikap negatif terhadap guru,
pelajaran, dan situasi belajar.
3. Kasus kesulitan dengan latar belakang kebiasaan belajar yang
salah.
4. Kasus kesulitan dengan latar belakang ketidakserasian antara
kondisi obyektif keragaman pribadinya dengan kondisi obyektif
instrumental implus dan lingkungannya
Adanya kesulitan belajar akan menimbulkan suatu keadaan di
mana siswa tidak dapat belajar sebagai mestinya sehingga
memiliki prestasi belajar yang rendah. Siswa yang mengalami
masalah dengan belajarnya biasanya ditandai dengan gejala:
1. Prestasi yang rendah atau di bawah rata-rata yang dicapai oleh
kelompok kelas,
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang
dilakukan
3. Lambat dalam melakukan tugas belajar.
Kesulitan belajar bahkan dapat menyebabkan suatu keadaan
yang sulit dan mungkin menimbulkan suatu keputusasaan
sehingga memaksakan seorang siswa untuk berhenti di tengah

1
jalan. Adanya kesulitan belajar pada seorang siswa dapat dideteksi
dengan kesalahan-kesalahan siswa dalam mengerjakan tugas
maupun soal-soal tes. Kesalahan adalah penyimpangan terhadap
jawaban yang benar pada suatu butir soal ini berarti kesulian siswa
akan dapat di deteksi melalui jawaban-jawaban siswa yang salah
dalam mngerjakan suatu soal.
Siswa yang berhasil dalam belajar akan mengalami perubahan
dalam aspek kognitifnya. Perubahan tersebut dapat dilihat melalui
prestasi yang diperoleh di sekolah atau melalui nilainya. Dalam
kenyataannya masih sering dijumpai adanya siswa yang nilainnya
rendah. Rendahnya nilai atau prestasi siswa ini adanya kesulitan
dalam belajarnya. Menurut Entang (1983:12) bahwa siswa yang
secara potensial diharapkan akan mendapat nilai yang tinggi, akan
tetapi prestasinya biasa-biasa saja atau mungkin lebih rendah dan
teman lainnya yang potensinya lebih kurang darinya, dapat
dipandang sebagai indikasi bahwa siswa mengalami masalah
dalam aktivitasnya. Kesulitan belajar dapat diartikan sebagai
segala sesuatu yang menghalangi atau memperlambat seorang
siswa dalam mempelajari, memahami serta menguasai sesuatu.
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Kesulitan Belajar

Prestasi belajar yang dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor


internal dan eksternal. Penyebab pertama kesulitan belajar adalah
faktor internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neorulogis,
sedangkan penyebab utama masalah belajar adalah faktor
eksternal, misalnya strategi pembelajaran yang tidak cocok,
pembelajaran yang kurang membangkitkan motivasi belajar
peserta didik dan sebagainya.
1. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang timbul dari dalam diri


peserta didik itu sendiri, baik fisik maupun mental. Seperti

2
kesehatan, rasa aman, kemampuan, minat dan lain sebagainya.
Aspek-aspek tersebut sangat besar pengaruhnya terhadap hasil
belajar seseorang. Faktor internal meliputi :
a. Faktor jasmaniah meliputi, faktor kesehatan dan cacat tubuh.
b. Faktor fisiologis.
a) Intelegensi berarti mengorganisasikan, menghubungkan atau
menyatukan satu dengan yang lain. Intelegensi adalah salah satu
faktor penting yang ikut berhasil tidak nya peserta didik.
b) Perhatian, seorang guru menyajikan materi pembelajaran yang
menarik perhatian peserta didik. Jika pembelajarannya kurang
menarik, maka timbul lah rasa bosan, malas dan akhirnya prestasi
belajar peserta didik menurun.
c) Minat, minat diekperesikan melalui pernyataan yang menunjukkan
bahwa peserta didik lebih menyukai sesuatu kemudian
dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktifitas.
d) Motivasi, adalah keinginan atau dorongan belajar. Motivasi dapat
menentukan baik tidak nya dalam mencapai proses belajarnya.
Proses pembelajaran dapat berhasil jika taraf pertumbuhan pribadi
telah memungkinkan potensi-potensi jasmani dan rohaninya
matang.
2. Faktor Eksternal

Adalah faktor yang datang dari luar diri seseorang yang


berasal dari lingkungan mereka. Lingkungan meliputi kondisi-
kondisi dunia dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah
laku dan perkembangan. Lingkungan mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap belajar peserta didik disekolah. Faktor
eksternal dibagi 3 yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
a. Faktor keluarga

Merupakan pusat pendidkan yang utama serta yang


pertama. Karena dilingkungan keluargalah anak pertama-tama

3
memperoleh kesempatan untuk belajar dan menghayati
pertemuan-pertemuan dengan sesama manusia. Hal yang berkaitan
dengan faktor ini adalah bagaimana cara orang tua mendidik,
hubungan anatara, anggota keluarga, suasana rumah, keadaan
ekonomi dan latar belakang kebudayaan.
b. Faktor sekolah

Adalah lingkungan kedua setelah keluarga. Dalam


lingkungan sekolah terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar peserta didik diantaranya, pemilihan metode belajar yang
tepat, kurikulum, hubungan yang harmonis antara guru dan peserta
didik, alat pendidikan, kondisi gedung dan lain sebagainya yang
ikut juga mempengaruhi proses belajar peserta didik.
c. Faktor masyarakat

Jika keluarga adalah komunitas masyarakat terkecil, maka


masyarakat adalah komunitas masyarakat dalam kehidupan sosial
yang terbesar. Lingkungan masyarakat memberi pengaruh
terhadap siswa keberadaannya dalam lingkungan ini. Faktor-
faktornya adalah antara lain aktivitas dalam masyarakat, media
massa, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.
C. Pengertian Diagnosis Kesulitan Belajar

Kegiatan mendiagnosis kesulitan belajar pada siswa


merupakan salah satu tugas dari guru serta dari tenaga pendidik
lainnya untuk memahami kesulitan belajar yang dialami siswa dan
peserta didik. Tujuan utama kegiatan tersebut adalah membantu
siswa untuk segera mengenali kekurangan dan kelamahannya
dalam belajar sehingga dapat dengan segera diberikan proses
bantuan yang sesuai. Kegiatan diagnosis kesulitan belajar disusun
dari dua istilah, yaitu diagnosis dan kesulitan belajar.

4
1. Pengertian Dasar Diagnosis

Pengertian diagnosis dalam dunia medis dan kedokteran lebih


dikenal sebagai proses untuk penentuan jenis penyakit dengan cara
melihat dari gejala-gejala yang dilihatnya. Oleh sebab itu, pengertian
diagnosis dalam hal ini menjelaskan tentang adanya proses
pemeriksaan terhadap munculnya gejala-gejala yang dianggap
bermasalah atau tidak beres.
Menurut Webster dalam Sugihartono dkk (2007: 149),
diagnosis adalah proses penentuan hakikat adanya kelainan atau
ketidakmampuan seseorang dalam ujian. Dalam ujian tersebut,
dilakukan juga suatu penelitian secara hati-hati terhadap fakta-fakta
yag ditemui sebagai dasar untuk permasalahan yang dihadapi.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian diagnosis tersebut
diartikan sebagai sebuah proses untuk menentukan permasalahan yang
dihadapi. Berdasarkan beberapa pendapat tentang pengertian
diagnosis tersebut, diagnosis dapat diartikan sebagai sebuah proses
untuk menemukan permasalahan yang dihadapi oleh individu melalui
proses analisa data dari gejala-gejala yang tampak serta usaha untuk
membantu memecahkan permasalahan tersebut dengan berbagai
kemungkinan dan dengan gejala jalan menganalisis faktor-faktor yang
menjadi penyebab atau faktor penghambatnya.
2. Pengertian Diagnosis Kesulitan Belajar

Menurut Sugihartono dkk (2007: 150), diagnosis kesulitan


belajar dapat diterjemahkan sebagai sebuah proses yang dilakukan
oleh guru untuk menentukan masalah atau tidakmampuan siswa dalam
belajar yang dilakukan dengan cara meneliti berbagai latar belakang
faktor penyebabnya dengan cara menganalisis gejala-gejala yang
tampak dan dapat dipelajari. Namun demikian, yang perlu dipahami
kegiatan belajar diagnosis belajar bukan hanya sekedar mengetahui
gejala-gejala dan faktor-faktor yang menyebabkan seorang siswa

5
mengalami kesulitan belajar, namun juga sampai pada penentuan
kemungkinan bantuan yang dapat diberikan baik oleh guru ataupun
pihak lain yang dianggap mampu. Oleh sebab itu, kegiatan diagnosis
kesulitan belajar merupakan suatu proses dan upaya untuk memahami
jenis dan karakteristik serta latar belakang kesulitan-kesulitan belajar
dengan menghimpun serta mempergunakan berbagai data atau
informasi selengkap dan seobjektif mungkin sehingga memungkinkan
untuk mengambil kesimpulan dan keputusan serta mencari alternatif
kemungkinan dan pemecahannya.
Kesulitan belajar pada siswa, jenis, sifat maupun
manifestasinya tidak selalu sama pada masing-masing siswa meskipun
berjenis kelamin, usia dan kelas yang sama. Permasalahan belajar
yang sama pada setiap siswa akan dirasakan, ditanggapi dan diatasi
secara berbeda. Misalnya ketika A dan B tidak memiliki buku
pegangan untuk belajar. Maka A akan berusaha mencari
keperpustakaan atau meminjam buku dari temannya atau dengan cari
lainnya. Sementara B enggan berusaha mencari apalagi membeli
sehingga ia tidak dapat belajar dan tidak lulus ujian dan berdampak
kepada dia sendiri. Oleh sebab itu, guru harus mencermati jenis, sifat
dan bentuk kesulitan belajar siswa sehingga akan lebih mudah serta
tepat dalam mengadakan pendekatan dan bantuan siswa.
D. Jenis-jenis Kesulitan Belajar
1. Kesulitan Membaca ( dyslexia )
Membaca merupakan aktivitas audiovisual untuk memperoleh
makna dari symbol berupa huruf atau kata. Aktivitas ini meliputi dua
proses yaitu proses decoding, juga dikenal dengan istilah membaca
teknis, dan proses pemahaman. Membaca teknis adalah proses
pemahaman atas hubungan antar huruf dan bunyi atau menerjemahkan
kata-kata tercetak menjadi bahasa lisan dan sejenisnya. Disleksia
ditunjukkan dengan kesulitan dalam aspek-aspek bahasa yang

6
berbeda, termasuk problem membaca, problem dalam memperoleh
kecakapan dalam menulis dan mengeja.
Snowling mendefinisikan disleksia dan adalah gangguan
kemampuan dan kesulitan yang memberikan efek terhadap proses
belajar,diantaranya adalah gangguan dalam proses membaca,
mengucapkan, menulis dan terkadang sulit untuk memeberikan kode
(pengkodean) angka ataupun huruf. Disamping itu, mungkin dapat
diidentifikasikan melalui proses ketepatan area dalam otak, yang
menyangkut short-term memory ( ingatan jangka pendek ), perilaku,
pendengaran atau persepsi visual, berbicara dan keterampilan motorik.
Thomson & Watkins mengatakan bahwa disleksia memiliki
kesulitan dalam tugas-tugas berikut :
 Membaca dan menulis
 Mengorganisir dan memahami waktu
 Mengingat urutan nomor dan berkonsentrasi dalam jangka
waktu yang lama
 Belajar dan memahami ucapan dan tulisan
 Mengenali dan mengulang kembali tulisan atau ucapan
 Menemukan dan mengolah informasi tekstual.
2. Kesulitan Menulis ( dysgraphia )
Santrock mendefinisikan disgrafia adalah kesulitan belajar
yang ditandai dengan adanya kesulitan dalam mengungkapkan
pemikiran dalam komposisi tulisan. Pada umumnya, istilah disgrafia
digunakan untuk mendeskripsikan tulisan tangan yang sangat buruk.
Anak-anak yang memiliki disgrafia mungkin menulis dengan sangat
pelan, hasil tulisan mereka bisa jadi sangat tak terbaca daan mereka
mungkin melakukan banyak kesalahan ejaan karena ketidakmampuan
mereka untuk memadukan bunyi dan huruf.
Tujuan utama pengajaran menulis adalah keterbacaan. Untuk
dapat mengkomunikasikan pikiran dalam bentuk tertulis, pertama-
tama anak harus dapat menulis dengan mudah dan dapat membaca.

7
Oleh karena itu, pengajaran menulis pada tahap awal difokuskan pada
cara memegang alat tulis dengan benar, menulis huruf balok dan huruf
bersambung dengan benar, dan menjaga jarak dan proporsi huruf
secara benar. Kegunaan kemampuan menulis bagi seorang siswa
adalah untuk menyalin, mencatat, dan mengerjakan sebagian besar
tugas sekolah. Oleh karena itu, kesulitan belajar menulis hendaknya
dideteksi dan ditangani sejak dini agar tidak menimbulkan kesulitan
bagi anak dalam mempelajari berbagai mata pelajaran yang diajarkan
disekolah.
Ciri-ciri anak mengalami disgrafia yaitu :
 Tulisan terlalu jelek atau tidak terbaca
 Sering terlambat dibanding yang lain dalam menyalin tulisan
 Tulisan banyak salah, banyak huruf terbalik dan hilang
 Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris
 Menulis huruf tidak sesuai dengan kaidah bahasa
3. Kesulitan Berhitung ( Dyscalculia )
Diskalkulia adalah sebuah gangguan kemampuan berhitung
pada anak yang mengarah pada bidang studi matematika. Diskalkulia
juga dapat didefinisikan sebagai gangguan pada kemampuan
kalkulasi secara sistematis yang dibagi menjadi bentuk kesulitan
berhitung dan kesulitan kalkulasi. Kesulitan belajar matematika yang
sering disebut diskalkulia atau “dyscalculis” (Lerner, 1998) memiliki
konotasi medis yang memandang adanya keterkaitan dengan
gangguan sistem saraf pusat.
Biasanya anak tidak memahami proses matematis, ditandai
dengan adanya kesulitan mengerjakan tugas yang melibatkan angka
atau simbol matematis. Kesulitan berhitung ini dapat dilihat secara
kuantitatif yang terbagi menjadi bentuk kesulitan berhitung
(counting) dan kalkulasi (calculating).
Ciri-ciri anak menderita diskalkulia yaitu :

8
 Kesulitan dalam proses mengerjakan tugas yang melibatkan
angka atau symbol matematis
 Kesulitan menggunakan konsep waktu, misalnya sulit
mengurutkan masa lampau dan masa sekarang
 Kurang paham tentang nilai, seperti satuan, puluhan, ratusan, dan
seterusnya
 Sulit melakukan permainan atau olahraga yang berhubungan
dengan sistem skor
 Memberikan jawaban berubah-ubah saat diberikan pertanyaan
seputar penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.

Menurut Warkitri dkk, dalam Sugihartono dkk (2007 : 151), terdapat


beberapa jenis permasalahan belajar yang sering dialami siswa
sebagai berikut.
1. Kekacauan Belajar ( Learning Disorder )
Kekacauan belajar merupakan jenis permasalahan belajar yang
terjadi ketika proses belajar siswa terganggu karena ada dan
munculnya respon yang bertentangan dengan tujuan
pembelajaran. Siswa ini memiliki potensi dasar yang baik, tetapi
dalam proses belajar terganggu oleh reaksi-reaksi belajar yang
bertentangan sehingga siswa tidak dapat menguasai materi
pelajaran dengan baik dan juga mengalami kebingungan untuk
memahami materi pelajaran.
2. Ketidakmampuan Belajar ( Learning Disability )
Ketidakmampuan belajar merupakan jenis permasalahan
belajar saat siswa menunjukkan gejala tidak mampu belajar atau
selalu menghindari kegiatan belajar dengan berbagai sebab dan
alasannya sehingga hasil belajar yang dicapai berada di bawah
potensi intelektualnya.
3. Learning Disfunctions

9
Learning disfunctions merupakan jenis permasalahan belajar
yang mengacu pada adanya gejala-gejala dalam bentuk siswa
tidak dapat mengikuti dan melaksanakan proses belajar dan
pembelajaran dengan baik ( Sugihartono dkk, 2007 : 151 ). Pada
dasarnya, siswa ini tidak menunjukkan adanya gangguan
subnormal secara mental, gangguan alat indra, ataupun gangguan
psikologis lainnya. Namun demikian, siswa tersebut tetap tidak
mampu menguasai materi pelajaran meskipun sudah belajar
dengan tekun.
4. Under Achiever
Under Achiever merupakan jenis permasalahan belajar yang
terjadi dan dialami oleh siswa dengan potensi intelektual tinggi
dan atau tingkat kecerdasan di atas rata-rata normal, tetapi
prestasi belajar yang ia capai tergolong rendah. Siswa ini
mengalami kesulitan belajar yang dapat dilihat dari gejalanya,
yaitu mengalami ketidaksesuaian tingkat kecerdasan dengan
prestasi yang diperoleh. Artinya, potensi kecerdasan matematika
yang seharusnya mampu mencapai skor 9, tetapi hanya mencapai
skor 5.
5. Lambat Belajar ( Slow learner )
Masalah lambat belajar merupakan jenis permasalahan belajar
yang disebabkan siswa sangat lambat dalam proses belajarnya
sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menguasai
materi pelajaran dibandingkan siswa lain dengan tingkat potensi
intelektual yang sama. Misalnya, untuk memahami sebuah materi
perkalian pada mata pelajaran matematika ia membutuhkan waktu
dua minggu untuk dapat memahaminya. Sementara siswa lainnya
cukup hanya satu minggu. Hal ini berdampak pada bentuk-bentuk
keterlambatan lainnya, yaitu pengerjaan tugas-tugas,
keterlambatan mengejar materi, dan sebagainya.

10
E. Karakteristik Kesulitan Belajar
Menurut Valett (dalam Sukadji, 2000) terdapat tujuh karakteristik yang
ditemui pada anak dengan kesulitan belajar:
1. Sejarah Kegagalan akademik berulang kali
Pola kegagalan dalam mencapai prestasi belajar ini terjadi berulang-
ulang. Seakan memantapkan kemungkinan untuk gagal sehingga dapat
melemahkan usaha.
2. Hambatan fisik atau tubuh dan lingkungan berinteraksi dengan
kesulitan belajar.
Yaitu terdapatnya kelainan fisik, contohnya tidak dapat melihat
dengan jelas atau pendengaran yang terganggu dan berkembang
menjadi kesulitan belajar yang jauh dari kesulitan fisik awal.
3. Kelainan Motivasional
Yaitu kegagalan berulang, penolakan guru serta teman-teman
sebaya tidak adanya reinforcement. Semua ini cenderung mengurangi
minat untuk belajar anak, dan umumnya merendahkan motivasi atau
memindahkan motivasi ke kegiatan yang lain.
4. Kecemasan yang samar-samar, mirip kecemasan yang mengambang
Kegagalan yang berulang kali, yang mengembangkan harapan
akan gagal dalam bidang akademik dapat menular ke bidang-bidang
pengalaman lain. Adanya inspirasi terhadap kegagalan yang segera
datang, yang tidak pasti dalam hal apa, menimbulkan kegelisahan,
ketidaknyamanan, dan semcam keinginan untuk mengundurkan diri.
Misalnya dalam bentuk melamun atau tidak memperhatikan.
5. Perilaku yang berubah-ubah
Artinya tidak konsisten dan tidak terduga, raport anak dengan
kesulitan belajar cenderung tidak konsten. Tidak jarang perbedaan
angka yang mecolok dibanding anak yang lain. Ini disebabkan oleh
naik turunnya perhatian dan minat terhadap pelajaran. Ketidakstabilan
perubahan ini merupakan isyarat penting dari rendahnya prestasi itu
sendiri.

11
6. Penilaian yang Keliru
Kesulitan belajar dapat timbul karena pemberian label
berdasarkan data yang tidak lengkap, misalnya seorang anak
dikatakan keterbelakangan mental padahal kalau dilihat perilaku
akademiknya tinggi, tidak sesuai dengan anak yang keterbelakangan
mental.
7. Pendidikan dan pola asuh tidak memadai
Terdapat anak yang tipe, mutu, penguasaan, dan urutan
pengalaman belajarnya tidak mendukung proses belajar. Kesalahan ini
terkadang tidak terdapat pada sistem pendidikan itu sendiri, melainkan
ketidakcocokan anatar kegiatan dikelas dengan kebutuhan anak,
pengalaman yang di dapat dari keluarga terkadang ridak mendukung
kegiatan belajar.
F. Gejala dan ciri-ciri kesulitan belajar
Kesulitan atau masalah belajar dapat dikenal berdasarkan gejala
yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk perilaku, baik secara
kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Menurut Waktiri, individu
yang mengalami kesulitan belajar menunjukkan gejala sebagai
berikut.
1. Hasil belajar yang dicapai rendah dibawah rata-rata kelompoknya.
2. Hasil belajar yang dicapai sekarang lebih rendah dibandingkan
sebelumnya.
3. Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah
dilakukan.
4. Lambat dalam melakukan tugas-tugas belajar.
5. Menunjukkan sikap yang kurang wajar, misalnya masa bodoh dengan
proses belajar dan pembelajaran, mendapat nilai kurang tidak menyesal,
dst.
6. Menunjukkan perilaku yang menyimpang dari norma, misalnya
membolos, pulang sebelum waktunya, dst.

12
7. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, misalnya mudah
tersinggung, suka menyendiri, bertindak agresif, dst.
Adapun ciri-ciri kesulitan belajar yang dialami oleh siswa seperti
berikut ini.
a. Gangguan persepsi visual
1) Melihat huruf/angka dengan posisi yang berbeda dari yang tertulis,
sehingga seringkali terbalik terbalik dalam menuliskan kembali.
2) Sering tertinggal huruf dalam menulis.
3) Menuliskan kata dengan urutan yang salah, misalnya ibu menjadi
ubi.
4) Sulit memahami kanan dan kiri.
5) Bingung membedakan objek dengan latar belakang.
6) Sulit mengkoordinasi antara mata dengan tindakan.
b. Gangguan persepsi auditori
1) Sulit membedakan bunyi.
2) Sulit memahami perintah terutama perintah yang diberikan dalam
jumlah banyak dan kalimat yang panjang.
3) Bingung dan kacau saat mendengar bunyi yang datang dari berbagai
penjuru sehingga sulit mengikuti diskusi dan pembelajaran.
c. Gangguan bahasa
1) Sulit menangkap dan memahami kalimat yang dikatakan padanya.
2) Sulit mengkoordinasikan/mengatakan apa ynag sedang dipikirkan.
d. Gangguan persepsi-motorik
1) Sulit mewarnai, menggunting, melipat, menempel, menulis rapi, dll.
2) Memiliki masalah dalam koordinasi dan disorientasi yang
mengakibatkan canggung dan kaku dalam geraknya.
e. Hiperaktivitas
1) Sulit mengontrol aktivitas motorik dan selalu
bergerak/menggerakkan sesuatu (tidak bisa diam)
2) Berpindah-pindah dari satu tugas ke tugas berikutnya tanpa
menyelesaikan terlebih dahulu.

13
3) Impulsif
f. Kacau (distractibility)
1) Tidak bisa membedakan stimulus yang penting dan tidak penting.
2) Tidak teratur, karena tidak memiliki urutan-urutan dalam proses
berpikir.
3) Perhatiannya sering berbeda dengan apa yang sedang dikerjakan
(melamun/mengahayal dalam kelas).
Anak yang memiliki kesulitan belajar membutuhkan waktu yang
lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf
potensi inteletual yang sama. Anak yang lambat belajar adalah anak
yang mempunyai kecerdasan di bawah rata-rata, tetapi tidak sampai
pada taraf imbisil atau idiot. Anak yang lambat belajar disebut anak
yang “subnormal” atau “mentally retarted”. Gejala-gejala anak yang
lambat belajar antara lain sebagai berikut.
1. Perhatian dan konsentrasi singkat dan reaksinya lambat.
2. Kemampuannya terbatas untuk mengerjakan hal-hal yang abstrak dan
menyimpulkan, menghubungkan dan menilai bahan yang relevan.
3. Kelambatan dalam menghubungkan dan mewujudkan ide dengan kata-
kata.
4. Gagal mengenal unsur dalam situasi baru, karena belajar lambat dan
mudah lupa serta berpandangan sempit.
5. Tidak mampu menganalisa, memecahkan masalah, dan berpikir kritis.

14

Anda mungkin juga menyukai