Oleh:
Qoriq Dwi Vega, S.Kep
NIM 192311101164
Hari :
Tanggal :
Mengetahui,
ii
DAFTAR ISI
iii
1
1.1.DEFINISI
Amputasi adalah tindakan memisahkan seluruh atau sebagian anggota tubuh
dengan cara memotong tulang atau sendi. Prosedur amputasi merupakan prosedur
bedah kuno yang dapat diterima secara universal, oleh karena itu, prosedur
tersebut mempertahankan relevansinya di era modern untuk menyelamatkan hidup
dengan menghilangkan anggota tubuh yang mati atau tidak berguna. Perawatan
bedah modern bertujuan untuk menyelamatkan anggota tubuh hingga untuk
penyakit ganas, di negara maju penyelamatan anggota tubuh ini sebagai pilihan
perawatan pertama (Alegbeleye, 2020).
Amputasi adalah prosedur operasi yang sudah umum Amputasi anggota
tubuh menyebabkan beban fisik, ekonomi, dan psikologis yang besar bagi pasien
dan dapat menyebabkan nyeri pasca amputasi yang kronis. Penyebab paling
umum dari amputasi antara lain termasuk diabetes, penyakit pembuluh darah
perifer, dan trauma (Modest dkk., 2020).
b. Pergerakan
Kerangka memungkinkan pergerakan. Tulang bertindak sebagai tuas, dan
kekuatan otot. Sejumlah tulang dapat berubah posisi jauh dan arah kekuatan
dihasilkan oleh otot rangka melalui pengungkitan, kontraksi, dan penarikan,
melalui tendon dan ligamen. Gerakan-gerakan ini bisa sangat rumit, seperti saat
menulis (koordinasi gerakan halus), untuk gerakan kasar, seperti mengubah postur
tubuh. Kerangka dengan interaksi otot memungkinkan pernafasan terjadi.
2
d. Perlindungan Tubuh
Tulang merupakan struktur yang kaku, melindungi sebagian besar jaringan
lunak tubuh dan organ-organ internal. Sebagai contoh, tengkorak melindungi otak,
tulang dada dan tulang rusuk melindungi paru-paru dan jantung, tulang belakang,
tali pusat dilindungi oleh vertebra, orbit melindungi mata dan periosteum
melindungi sumsum tulang merah. Pelvis melindungi organ pencernaan perut
bagian dalam yang lunak serta organ reproduksi.
f. Macam Tulang
Anggota tubuh atas: Humerus, Ulna, Radius, Carpals, Metacarpals, Phalanges
Anggota tubuh bawah: Femur, Patella, Fibula, Tibia, Tarsals, Metatarsals,
Phalanges (Peate dan Muralitharan, 2017).
3
b. Remodeling Tulang
Sebagai remaja antara usia 18 dan 25 tahun, pembentukan sel baru terjadi dan
tulang terus memperbarui dirinya sendiri melalui remodeling tulang. Remodeling
berlangsung pada tingkat yang berbeda di berbagai bagian tubuh. Ketika tulang
mencapai bentuk dewasanya, tulang-tulang tua dihancurkan dan tulang baru
terbentuk pada tempatnya (Peate dan Muralitharan, 2017).
b. Produksi Gerakan
Kemampuan tubuh untuk bergerak adalah hasil dari aktivitas otot rangka dan
kontraksi otot, seperti saat otot berkontraksi, otot menarik tendon dan tulang
rangka untuk menghasilkan gerakan.
c. Stabilisasi Persendian
Tendon otot berfungsi menstabilkan dan memperkuat persendian tubuh.
Selama gerakan, otot rangka menarik tulang yang menstabilkan sendi kerangka.
e. Pembangkitan Panas
Pembangkitan panas sangat penting dalam menjaga suhu tubuh normal, otot
rangka menyumbang 40% dari massa tubuh yang sebagian besar bertanggung
jawab dalam pembentukan panas tubuh. Selama kontraksi otot, adenosine
triphosphate (ATP) digunakan untuk melepaskan energi yang dibutuhkan, dengan
hampir tiga perempat energinya keluar sebagai panas.
6
1.3. EPIDEMIOLOGI
Menurut penelitan Lo dkk., 2020 prevalensi amputasi yang perkiraan
berdasarkan National Inpatient Sample (NIS) sebanyak 1,6 juta orang hidup
dengan amputasi pada tahun 2005. Amputasi ekstremitas bawah merupakan
mayoritas dan paling sering dikaitkan dengan diabetes dan penyakit pembuluh
darah perifer. Insiden amputasi ekstremitas bawah nontraumatik yang
distandarisasi oleh usia diperkirakan 3 per 10.000 di antara populasi umum pada
2010, dan 28,4 per 10.000 orang hingga 46,2 per 10.000 orang dengan diabetes
pada 2015.
Dalam penelitian Schuivens dkk., 2020 di Belanda, COVID-19 memberikan
dampak pada banyaknya orang yang harus diamputasi dari tahun sebelumnya. Hal
ini terjadi bukan karena infeksi virus pada individunya melainkan dihubungkan
dengan standar perawatan yang diberikan oleh layanan kamar operasi dan klinik
rawat jalan yang diminimalkan atau bahkan tidak ada. Sebagian besar kunjungan
diganti dengan konsultasi telepon atau video. Oleh karena itu, luka dengan
8
kerusakan iskemik pada pasien dengan penyakit oklusi arteri perifer kemungkinan
tidak dirawat secara memadai. Penundaan pasien mungkin juga menjadi faktor
penting, karena pasien takut terinfeksi saat mengunjungi dokter. Selain itu,
keterlambatan pasien juga dapat terjadi jika pasien merasa mereka akan menjadi
beban tenaga kesehatan yang menangani pasien dengan COVID-19.
1.4.ETIOLOGI
Saat ini, alasan yang paling mungkin untuk amputasi adalah penyembuhan
luka yang buruk yang berhubungan dengan diabetes, dan penyakit disvaskuler,
trauma, atau kanker. Anak-anak dengan defisiensi anggota tubuh kongenital
adalah kelompok populasi khusus (Nielsen dan Jorge, 2016). Keadaan yang
menjadi indikasi dilakukan amputasi antara lain: trauma tidak bisa diperbaiki,
hilangnya suplai darah yang tidak dapat ditangani, keganasan, kontraktur parah,
infeksi, cacat bawaan, luka bakar, cedera termal / listrik, frostbite, penyakit
pembuluh darah perifer, komplikasi dari diabetes (Maduri dan Akhondi, 2020),
cedera parah akibat kecelakaan kendaraan atau luka bakar serius, penebalan
jaringan saraf yang disebut neuroma (DerSarkissian, 2020), gigitan ular, luka
tembak dan osteomyelitis juga menjadi penyebab amputasi (Alegbeleye, 2020).
1.5. KLASIFIKASI
Terdapat jenis amputasi yang didasarkan pada trauma, proses pembedahan,
dan bagian yang diamputasi, sebagai berikut (Seroius Law, 2020):
a. Amputasi Traumatik
Kategori 'amputasi traumatis' mengacu pada cara di mana amputasi telah
terjadi yaitu peristiwa kekerasan dan tak terduga yang tiba-tiba yang
menyebabkan hilangnya anggota tubuh seseorang, seperti kecelakaan yang
melibatkan mesin (seringkali di tempat kerja), kecelakaan lalu lintas jalan raya,
ledakan atau cedera akibat ledakan lainnya, sengatan listrik, terjebak di gedung
atau pintu mobil.
9
1.6.MANIFESTASI KLINIS
Tanda gejala yang mengindikasikan prosedur amputasi (Premier Surgical Staff,
2015):
1. Nyeri hebat atau mati rasa pada tungkai saat tidak bergerak
2. Luka atau luka tidak dapat sembuh atau sembuh dengan sangat lambat
3. Ganggren
4. Kulit berkilau, halus, dan kering pada tungkai
5. Penebalan kuku kaki atau kuku tangan
6. Denyut nadi tidak ada atau melemah di tungkai
7. Infeksi pada tungkai yang tidak merespons antibiotik
1.7. PATOFISIOLOGI
Chronic Limb Ischaemia adalah penyakit arteri peripheral, berhubungan
dengan obstruktif di arteri aterosklerotik. Proses penyakit dari ketidakseimbangan
suplai nutrisi dan permintaan metabolik pada jaringan distal. Salah satu penyebab
adalah Aterosklerosis yang menjadikan oklusi arteri Peripheral aterosklerotik dan
faktor risiko lain seperti: hipertensi, hypercholesterikemia (kolestrol tinggi),
merokok dan diabetes mellitus.
Tahap Aterosklerosis menjadi plak di arteri (Pratama, 2018):
Langkah A, aktivasi sel endotel, monosit rekrutmen, serta penyerapan LDL
dimodifikasi dan aktivasi dari sel-sel otot polos pembuluh darah.
Langkah B, lemak disusupi monosit mengkonversi ke makrofag yang menjadi
sel busa.
Langkah C, mengandung lipid berlimpah, endotel dan pembuluh darah halus
aktivasi sel otot, dan monosit infiltrasi menerus.
11
Pathway
Tahap terjadinya Iskemik pada anggota tubuh
1.8. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi setelah tindakan bedah (Maduri dan Akhondi, 2020),
(Molina dan Faulk, 2020), dan (NHS Inform, 2020):
1. Nyeri/sensasi panthom: perasaan nyeri seperti terbakar, berdenyut, menutus,
tersayat, dan saat posisi tidak normal, terjadi pada anggota tubuh yang sudah
dihilangkan, bersifat neuropatik
2. Nyeri residual: berhubungan dengan proses remodeling jaringan parut, fascia,
dan otot
3. Edema: kondisi ini dapat diatasi dengan balut tekan, pemijatan, elevasi, dan
diuretik pada klien dengan komorbiditas
4. Pembentukan kontraktur: terjadi pada kondisi muskuloskeletal karena
pengerasan otot, tendon atau jaringan lain mengalami deformitas dan pengerasan
sendi
5. Tubuh asimetris: mengakibatkan distribusi berat badan berubah, dengan tarikan
gravitasi dan kompensasi tubuh akan mengakibatkan nyeri, spasme, dan
ketidaknyamanan anggota tubuh lainnya
6. Kerusakan kulit: kerusakan kulit sekitar area pembedahan, dengan penyebab
berbagai macam, termasuk penyembuhan luka yang lama karena penyakt
morbiditas, perdarahan menerus, infeksi, edema, dan teknik balutan buruk. Pada
jangka waktu yang lama komplikasi ini bisa timbul karena pemakaian prostesis
7. Penerimaan citra diri: berhubungan dengan emosi dan mental
8. Neuroma: jaringan saraf berubah bentuk, serta massa jaringan lunak yang
bersifat jinak namun menyakitkan
9. Komplikasi luka: dehiscence, seroma, hematoma dengan faktor risiko sepsis,
compartment syndrome, penyakit ginjal stadium akhir, penggunaan tembakau,
IMT >30
10. Peningkatan gejala depresi, ansietas, penolakan, berduka, keinginan bunuh diri,
dan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
1.10. PENATALAKSANAAN
Berikut penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada klien dengan nyeri
post amputasi (Modest dkk., 2020):
a. Manajemen Nyeri Post Amputasi
Terapi yang dapat diberikan berupa farmakologis, terapi perilaku, dan terapi
rehabilitatif pada stimulasi saraf.
b. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis yang diberikan pada nyeri panthom dapat berupa
antidepresan, antikonvulan, N-methyl-D-Aspartate antagonis, calcitonim, calcium
channel blockers, beta blocker, dan anastesi lokal.
c. Perawatan Rehabilitatif dan Psikologis
Terapi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah psikologis adalah
hipnosis, biofeedback, cognitive behavioral therapy, dan guided imagery. Terapi
lain yang menarik adalah eye movement reprocessing, mirror visual feedback, dan
virtual-realit. Terapi fisik non invasif yang dapatdigunakan adalah masase,
tapping, akupuntur dan ulrasound.
d. Perawatan Bedah
Tipe dasar intervensi pembedahan untuk menghilangkan nyeri post amputasi
bersifat neuromodulatory dan reconstruktive. Neuromodulatory dapat dilakukan
dengan berbagai implan dan stimulasi transkutan. Transcutaneous Electrical
14
Tumor maligna
Proliferasi sel abnormal Kehilangan anggota tubuh Post operasi Luka operasi Operasi
b. Riwayat Kesehatan
1) Diagnosa Medik:
klien dengan indikasi amputasi biasanya dengan diagnosa medik yang
mengarah pada kondisi iskemik, trauma parah, dan kelainan kongenital
2) Keluhan Utama:
Keterbatasan aktivitas yang mengganggu, nyeri, gangguan neurosensory,
gangguan sirkulasi
2. Pengkajian Keperawatan
a. Persepsi Kesehatan & Pemeliharaan Kesehatan
Dapat ditemukan persepsi yang kurang baik, karena membiarkan kondisi luka
yang parah
b. Pola Nutrisi/ Metabolik (ABCD) (saat sebelum sakit dan saat di rumah
sakit)
- Antropometeri : mungkin mengalami penurunan BB karena nafsu makan
menurun menahan nyeri
- Biomedical sign : Hb, leukosit, GDA, trombosit berada diatas/dibawah
normal.
- Clinical Sign : takipneu/bradipneu, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, hipertermi/hipotermi, SaO2 <95% (apabila terjadi
perdarahan)
- Diet Pattern (intake makanan dan cairan): mengalami penurunan nafsu
makan, intake cairan menurun karena menahan nyeri
d. Pola Aktivitas & Latihan (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Aktivitas harian (Activity Daily Living)
Sebelum MRS Saat MRS
e. Pola Tidur & Istirahat (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Mengalami gangguan pola tidur karena nyeri dan kondisi kehilangan/cemas
i. Sistem Genitourologi
Pasien dengan amputasi akan mengalami gangguan berkemih karena
imobilisasi fisik dan tahanan nyeri bila luka sekitar genitalia
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
Tingkat Kesadaran : tingkat kesadaran pasien (tergantung keadaan klien)
Tekanan Darah : tidak normal
Suhu : tidak normal
Pernafasan : tidak normal
Nadi : tidak normal
*bergantung pada gangguan lokal baik fungsi maupun bentuk, serta penyakit
komorbidnya
b. B1 (Breathing)
Dada/Thorak
Inspeksi : tidak ada tanda penarikan otot bantu napas, tidak terdapat luka
Palpasi : Fremitus seimbang
+ +
Perkusi : Suara ketok redup (dullness)
+ +
Auskultasi : vesikuler
a. B2 (Blood)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : bunyi redup
Auskultasi : S1 S2 tunggal, tidak ada murmur
20
b. B3 (Brain)
Biasanya klien dalam keadaan masih sadar penuh (compos mentis)
Kepala : Mengamati bentuk kepala, adanya hematom/oedema,
perlukaan. Biasanya normal
Wajah : Biasanya tampak ekspresi wajah meringis karena
nyeri/menunduk karena malu
Mata : Biasanya tidak ada gangguan, konjungtiva anemis bila
klien mengalami perdarahan
Hidung : Tidak ada nafas cuping hidung dan kelainan bentuk
Mulut dan Faring: Tidak terdapat kelainan seperti pembesaran tonsil, gusi
berdarah, dan mukosa bibir tidak kering
Leher : Tidak ada adanya gangguan dan terdapat reflek menelan
Telinga : Tidak ada kelainan pada pemeriksaan pendengaran, tidak
ada lesi dan nyeri tekan
Pemeriksaan Fungsi Serebral :
Biasanya status mentalm tingkah laku, dan penampilan tidak mengalami
gangguan atau perubahan
Pemeriksaan Saraf Kranial:
Saraf I Penciuman : tidak ada gangguan
Saraf II Penglihatan : tidak ada gangguan
Saraf III, IV, VI Gerak Bola Mata : tidak ada gangguan mengangkat kelopak
mata dan pupil isokor
Saraf V Otot Rahang : tidak ada paralisis wajah dan reflek kornea baik
Saraf VII Pengecapan : tidak ada gangguan
Saraf VIII Pendengaran : tidak ada gangguan
Saraf IX dan X Sensorik-motorik: ada gangguan
Saraf XII motoric : ada gangguan
Pemeriksaan Refleks :
Biasanya ditemukan reflek patologis
Pemeriksaan Sensori :
Sensasi rabaan klien pada ujung atau distal mengalami penurunan, muncul
nyeri, kebas, indera lain tidak mengalami gangguan
21
c. B4 (Bladder)
Karakteristik urine (jumlah, warna, berat jenis), biasanya tidak ada gangguan
kecuali pada klien dengan penyakit ginjal
d. B5 (Bowel)
Perut/Abdomen
Inspeksi : perut datar, tidak ada luka dan lesi
Palpasi : tidak ada masa, tidak terdapat nyeri tekan, hepar tidak teraba
Auskultasi : peristaltik normal
Perkusi : tidak kembung, timpani
Inguinal Genital
Tidak ada kesulitan BAB, tidak teraba hernia, tidak ada pembesaran limfe
e. B6 (Bone)
Fungsi lokal motorik, sensorik, peredaran darah terganggu
f. Sistem Integumen
Terdapat deformitas, adanya lesi lain perlu dikaji pada anggota tubuh yang
lain sesuai dengan paparan kronologi yang telah diberikan/riwayat kesehatan
g. Ekstermitas
Inspeksi : kuku pucat, utuh, dan bersih (tergantung kronologis
cedera), perubahan bentuk
Palpasi : CRT <2 detik pada ekstremitas yang normal, dan mungkin >2
detik pada ekstremitas yang trauma, penonjolan atau kerusakan
Kekuatan Otot :
Tergantung pada bagian yang mengalami gangguan, anggota tubuh yang
normal biasanya tetap pada skor normal
Tangan Kanan Tangan Kiri
0/1/2 0/1/2
Kaki Kanan Kaki Kri
0/1/2 0/1/2
Keterangan :
0 : Lumpuh total
1 : Tidak ada gerakan atau kontraksi otot
22
2 : Ada gerakan pada sendi namun tidak dapat melawan gravitasi (hanya dapat
bergeser)
3 : Dapat melawan gravitasi tapi tidak dapat melawan tahanan pemeriksa
4 : Dapat melawan tahanan pemeriksa namun kekuatannya lemah
5 : Dapat melawan tahanan peemriksa dengan kekuatan penuh
23
4. Pemeriksaan Penunjang
a. X-ray
Gambaran amputasi internal pelvis dengan avulsi, nampak terjadi perdarahan masif
Kulit/Jaringan b.d durasi integritas kulit dan 2) Ubah posisi tiap 2 jam karena tirah baring
tirah baring lama jaringan meningkat dengan 3) Lakukan pemijatan pada area penonjolan
kriteria hasil: 4) Anjurkan meminum air yang cukup
a. Kerusakan jaringan: 5 5) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi, termasuk buah dan sayur
b. Kerusakan lapisan kulit:
5 Perawatan luka
6) Monitor karakteristik luka
Setelah dilakukan 7) Monitor tanda infeksi
intervensi selama 2x24 jam 8) Pasang balutan sesuai jenis lukapertahankan teknik steril saat perawatan luka
perfusi perifer meningkat 9) Jelaskan tanda gejala infeksi
dengan kriteria hasil: 10) Anjurkan makan makanan tinggi kalori dan protein
a. Denyut nadi perifer: 5 11) Monitor adanya edema
b. Sensasi: 5 12) Lakukan pemeriksaan sensasi
c. Edema perifer: 5 13) Tanyakan apakah area luka terjadi kesemutan atau kebas
d. Parastesia: 5 14) Cek nadi perifer
Terapi TENS
15) Identifikasi area stimulasi
16) Monitor iritasi kulit di lokasi elektroda setiap 12 jam
17) Jelaskan prosedur TENS kepada klien dan keluarga
18) Informasikan sensasi yang akan dirasakan saat unit TENS diaktifkan
19) Sesuaikan tempat pemasangan
20) Tentukan dana tur amplitude terapeutik, laju dan lebar nadi
29
DAFTAR PUSTAKA
Lo, J., L. Chan, dan S. Flynn. 2020. A systematic review of the incidence,
prevalence, costs, and activity and work limitations of amputation,
osteoarthritis, rheumatoid arthritis, back pain, multiple sclerosis, spinal cord
injury, stroke, and traumatic brain injury in the united states: a 2. Archives of
Physical Medicine and Rehabilitation
Molina, CS, dan Faulk, JB. 2020. Lower Extremity Amputation. StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK546594/. . [Diakses pada 06
Oktober 2020]
Premier Surgical Staff. 2015. 8 Signs and Symptoms You May Be at Risk Of Limb
Loss. https://www.premiersurgical.com/12/8-signs-and-symptoms-you-may-
be-at-risk-of-limb-
loss/#:~:text=Intense%20pain%20or%20numbness%20in,dry%20skin%20on
%20the%20limb. [Diakses pada 06 Oktober 2020]
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi III. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.