Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN MASALAH AMPUTASI

Oleh:
Qoriq Dwi Vega, S.Kep
NIM 192311101164

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
Jalan Kalimantan No.37 Kampus Tegal Boto
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan yang dibuat oleh:

Nama : Qoriq Dwi Vega, S.Kep


NIM : 192311101164
Judul : Amputasi

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:

Hari :
Tanggal :

Jember, Oktober 2020

Mengetahui,

Penanggungjawab Mata Kuliah, Pembimbing Akademik,

Ns. Mulia Hakam, M. Kep., Sp.Kep.MB Ns. Rismawan Adi Yunanto,M.Kep


NIP 19810319 201404 1 001 NRP 760018003

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................ ii


DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB 1. KONSEP TEORI PENYAKIT .............................................................................. 1
1.1. DEFINISI ........................................................................................................... 1
1.2. ANATOMI FISIOLOGI................................................................................... 1
1.1.1 Anatomi Tulang......................................................................................... 1
1.1.2 Fisiologi Tulang ......................................................................................... 3
1.1.3 Anatomi Fisiologi Otot.............................................................................. 4
1.3. EPIDEMIOLOGI ............................................................................................. 7
1.4. ETIOLOGI ........................................................................................................ 8
1.5. KLASIFIKASI .................................................................................................. 8
1.6. MANIFESTASI KLINIS ................................................................................ 10
1.7. PATOFISIOLOGI .......................................................................................... 10
1.8. KOMPLIKASI ................................................................................................ 12
1.9. PEMERIKSAAN PENUNJANG ................................................................... 12
1.10. PENATALAKSANAAN ............................................................................. 13
1.11. CLINICAL PATHWAY ............................................................................. 15
BAB 2. PROSES KEPERWATAN ............................................................................... 16
1.1 PENGKAJIAN ................................................................................................ 16
1.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN .................................................................... 24
1.3 INTERVENSI KEPERAWATAN ................................................................. 25
1.4 EVALUASI KEPERAWATAN ..................................................................... 30
1.5 DISCHARGE PLANNING ............................................................................ 30
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 32

iii
1

BAB 1. KONSEP TEORI PENYAKIT

1.1.DEFINISI
Amputasi adalah tindakan memisahkan seluruh atau sebagian anggota tubuh
dengan cara memotong tulang atau sendi. Prosedur amputasi merupakan prosedur
bedah kuno yang dapat diterima secara universal, oleh karena itu, prosedur
tersebut mempertahankan relevansinya di era modern untuk menyelamatkan hidup
dengan menghilangkan anggota tubuh yang mati atau tidak berguna. Perawatan
bedah modern bertujuan untuk menyelamatkan anggota tubuh hingga untuk
penyakit ganas, di negara maju penyelamatan anggota tubuh ini sebagai pilihan
perawatan pertama (Alegbeleye, 2020).
Amputasi adalah prosedur operasi yang sudah umum Amputasi anggota
tubuh menyebabkan beban fisik, ekonomi, dan psikologis yang besar bagi pasien
dan dapat menyebabkan nyeri pasca amputasi yang kronis. Penyebab paling
umum dari amputasi antara lain termasuk diabetes, penyakit pembuluh darah
perifer, dan trauma (Modest dkk., 2020).

1.2. ANATOMI FISIOLOGI


1.1.1 Anatomi Tulang
Sistem rangka terdiri dari susunan tulang, ligamen, kartilago, dan jaringan
penghubung yang membantu menstabilakan fungsi tulang, menurut Peate dan
Muralitharan, 2017 memiliki fungsi utama yaitu :
a. Penyokong
Sistem kerangka memberikan dukungan struktural untuk tubuh, menyediakan
kerangka tulang untuk pemasangan/perlekatan jaringan lunak dan organ.

b. Pergerakan
Kerangka memungkinkan pergerakan. Tulang bertindak sebagai tuas, dan
kekuatan otot. Sejumlah tulang dapat berubah posisi jauh dan arah kekuatan
dihasilkan oleh otot rangka melalui pengungkitan, kontraksi, dan penarikan,
melalui tendon dan ligamen. Gerakan-gerakan ini bisa sangat rumit, seperti saat
menulis (koordinasi gerakan halus), untuk gerakan kasar, seperti mengubah postur
tubuh. Kerangka dengan interaksi otot memungkinkan pernafasan terjadi.
2

c. Penyimpanan Mineral dan Lemak


Tulang mampu menyimpan mineral penting seperti kalsium, magnesium dan
fosfor. Tulang juga memiliki kemampuan untuk melepaskan mineral yang
tersimpan sebagai respon terhadap tuntutan tubuh; misalnya saat jumlah kalsium
dalam darah tinggi, kalsium dapat disimpan dalam tulang. Ketika kalsium dalam
darah rendah atau berkurang, tulang melepaskan kalsium ke dalam aliran darah.
Kemampuan ini untuk memberikan homeostasis internal diatur oleh hormon.
Lipid juga disimpan di sumsum kuning beberapa tulang; lipid disimpan atau
dilepaskan tergantung pada saat tubuh membutuhkan energi.

d. Perlindungan Tubuh
Tulang merupakan struktur yang kaku, melindungi sebagian besar jaringan
lunak tubuh dan organ-organ internal. Sebagai contoh, tengkorak melindungi otak,
tulang dada dan tulang rusuk melindungi paru-paru dan jantung, tulang belakang,
tali pusat dilindungi oleh vertebra, orbit melindungi mata dan periosteum
melindungi sumsum tulang merah. Pelvis melindungi organ pencernaan perut
bagian dalam yang lunak serta organ reproduksi.

e. Produksi Sel Darah


Ada beberapa tulang dalam tubuh yang menghasilkan sel darah merah dan
putih, dikenal sebagai haematopoiesis. Haematopoiesis terutama terjadi di
sumsum tulang merah. Sumsum tulang merah terisi rongga internal sebagian besar
tulang, sumsum tulang kuning juga dapat ditemukan dibeberapa tulang, tetapi
sebagian besar terdiri dari lemak.

f. Macam Tulang
Anggota tubuh atas: Humerus, Ulna, Radius, Carpals, Metacarpals, Phalanges
Anggota tubuh bawah: Femur, Patella, Fibula, Tibia, Tarsals, Metatarsals,
Phalanges (Peate dan Muralitharan, 2017).
3

Gambar 1. Kerangka Tubuh

1.1.2 Fisiologi Tulang


a. Pembentukan dan Pertumbuhan Tulang (Osifikasi)
Kekuatan tulang berasal dari matriks protein yang memberi ketahanan dan
elastisitas. Di dalam tulang terdapat simpanan mineral, ini menambah kekuatan
tulang, melindungi dan mendukungnya saat ada tekanan dan gaya diberikan.
Pembentukan tulang terjadi selama berbagai fase kehidupan seseorang. Empat
situasi utama dalam kehidupan seseorang ketika pembentukan tulang terjadi.
Tahap Pembentukan tulang menurut Peate dan Muralitharan, 2017 adalah sebagai
berikut :
1) Pembentukan awal tulang dalam rahim pada janin
2) Pertumbuhan tulang selama masa bayi, anak-anak dan remaja
4

3) Penggantian tulang lama dengan tulang baru (remodeling tulang) terjadi


sepanjang hidup individu
4) Perbaikan patah tulang yang bisa terjadi sepanjang hidup seseorang

b. Remodeling Tulang
Sebagai remaja antara usia 18 dan 25 tahun, pembentukan sel baru terjadi dan
tulang terus memperbarui dirinya sendiri melalui remodeling tulang. Remodeling
berlangsung pada tingkat yang berbeda di berbagai bagian tubuh. Ketika tulang
mencapai bentuk dewasanya, tulang-tulang tua dihancurkan dan tulang baru
terbentuk pada tempatnya (Peate dan Muralitharan, 2017).

c. Komponen Pembentuk Tulang


1) Osteoblast : Membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks
tulang atau jaringan osteosid melalui suatu proses osifikasi.
2) Osteosit : Sel tulang dewasa sebagai lintasan pertukaran kimiawi melalui
tulang yang padat.
3) Osteoklas : Sel besar yang berinti banyak, memungkinkan mineral dan
matriks tulang dapat diabsorbsi. Sel ini menghasilkan enzim proteolitik, yang
memecah matriks dan beberapa asam yang melarutklan mineral tulang sehingga
kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah (Arif, Muttaqin, 2008).

1.1.3 Anatomi Fisiologi Otot


Otot dapat dikatakan sebagai mesin dari tubuh, karena otot sangat
responsibel terhadap pergerakan tubuh, jenis jaringan otot yang ada pada manusia
antara lain otot polos, otot jantung, dan otot rangka. Fungsi dari sistem muskuler
yang penting antara lain (Peate dan Muralitharan, 2017):
a. Pemeliharaan Postur Tubuh
Meskipun tarikan gravitasi ke bawah terus menerus, tubuh mampu
mempertahankan postur tegak atau duduk yang dibuat oleh otot rangka.
5

b. Produksi Gerakan
Kemampuan tubuh untuk bergerak adalah hasil dari aktivitas otot rangka dan
kontraksi otot, seperti saat otot berkontraksi, otot menarik tendon dan tulang
rangka untuk menghasilkan gerakan.

c. Stabilisasi Persendian
Tendon otot berfungsi menstabilkan dan memperkuat persendian tubuh.
Selama gerakan, otot rangka menarik tulang yang menstabilkan sendi kerangka.

d. Perlindungan dan Pengendalian Struktur / Organ Jaringan Internal


Otot rangka berperan penting dalam melindungi organ dalam, karena organ
viseral dan jaringan internal yang terdapat di dalam rongga perut dilindungi oleh
lapisan jaringan rangka di dalam dinding perut dan dasar rongga panggul.
Demikian pula, lubang yang terdapat di dalam saluran pencernaan dan saluran
kemih dikelilingi oleh otot rangka, dan ini memungkinkan untuk kontrol spontan
menelan, buang air kecil, dan buang air besar.

e. Pembangkitan Panas
Pembangkitan panas sangat penting dalam menjaga suhu tubuh normal, otot
rangka menyumbang 40% dari massa tubuh yang sebagian besar bertanggung
jawab dalam pembentukan panas tubuh. Selama kontraksi otot, adenosine
triphosphate (ATP) digunakan untuk melepaskan energi yang dibutuhkan, dengan
hampir tiga perempat energinya keluar sebagai panas.
6

Gambar 2. Nama Otot

Gambar 3. Otot Anggota Gerak Atas dan Fungsinya


7

Gambar 4. Otot Anggota Gerak Bawah dan Fungsinya

1.3. EPIDEMIOLOGI
Menurut penelitan Lo dkk., 2020 prevalensi amputasi yang perkiraan
berdasarkan National Inpatient Sample (NIS) sebanyak 1,6 juta orang hidup
dengan amputasi pada tahun 2005. Amputasi ekstremitas bawah merupakan
mayoritas dan paling sering dikaitkan dengan diabetes dan penyakit pembuluh
darah perifer. Insiden amputasi ekstremitas bawah nontraumatik yang
distandarisasi oleh usia diperkirakan 3 per 10.000 di antara populasi umum pada
2010, dan 28,4 per 10.000 orang hingga 46,2 per 10.000 orang dengan diabetes
pada 2015.
Dalam penelitian Schuivens dkk., 2020 di Belanda, COVID-19 memberikan
dampak pada banyaknya orang yang harus diamputasi dari tahun sebelumnya. Hal
ini terjadi bukan karena infeksi virus pada individunya melainkan dihubungkan
dengan standar perawatan yang diberikan oleh layanan kamar operasi dan klinik
rawat jalan yang diminimalkan atau bahkan tidak ada. Sebagian besar kunjungan
diganti dengan konsultasi telepon atau video. Oleh karena itu, luka dengan
8

kerusakan iskemik pada pasien dengan penyakit oklusi arteri perifer kemungkinan
tidak dirawat secara memadai. Penundaan pasien mungkin juga menjadi faktor
penting, karena pasien takut terinfeksi saat mengunjungi dokter. Selain itu,
keterlambatan pasien juga dapat terjadi jika pasien merasa mereka akan menjadi
beban tenaga kesehatan yang menangani pasien dengan COVID-19.

1.4.ETIOLOGI
Saat ini, alasan yang paling mungkin untuk amputasi adalah penyembuhan
luka yang buruk yang berhubungan dengan diabetes, dan penyakit disvaskuler,
trauma, atau kanker. Anak-anak dengan defisiensi anggota tubuh kongenital
adalah kelompok populasi khusus (Nielsen dan Jorge, 2016). Keadaan yang
menjadi indikasi dilakukan amputasi antara lain: trauma tidak bisa diperbaiki,
hilangnya suplai darah yang tidak dapat ditangani, keganasan, kontraktur parah,
infeksi, cacat bawaan, luka bakar, cedera termal / listrik, frostbite, penyakit
pembuluh darah perifer, komplikasi dari diabetes (Maduri dan Akhondi, 2020),
cedera parah akibat kecelakaan kendaraan atau luka bakar serius, penebalan
jaringan saraf yang disebut neuroma (DerSarkissian, 2020), gigitan ular, luka
tembak dan osteomyelitis juga menjadi penyebab amputasi (Alegbeleye, 2020).

1.5. KLASIFIKASI
Terdapat jenis amputasi yang didasarkan pada trauma, proses pembedahan,
dan bagian yang diamputasi, sebagai berikut (Seroius Law, 2020):
a. Amputasi Traumatik
Kategori 'amputasi traumatis' mengacu pada cara di mana amputasi telah
terjadi yaitu peristiwa kekerasan dan tak terduga yang tiba-tiba yang
menyebabkan hilangnya anggota tubuh seseorang, seperti kecelakaan yang
melibatkan mesin (seringkali di tempat kerja), kecelakaan lalu lintas jalan raya,
ledakan atau cedera akibat ledakan lainnya, sengatan listrik, terjebak di gedung
atau pintu mobil.
9

b. Amputasi Proses Bedah


Berdasar Jenis Amputasi yang Dikenal:
1. Amputasi Terbuka atau Definitive
Prosedur dilakukan untuk infeksi dan cedera berat, anggota badan hancur
sehingga tulang dan otot pada area tersebut harus diamputasi, termasuk ketika ada
nekrosis dan infeksi berat.
2. Amputasi Tertutup atau Guillotine
Prosedur amputasi dengan membuat skaif atau sayatan lalu dijahit untuk
menutup luka yang dibuat dengan memotong sekitar 5 cm di bawah potongan otot
dan tulang.
Berdasar Pelaksanaan:
1. Selektif/terencana: dilakukan karena perkembngan penyakit memburuk
2. Trauma: tidak terencana, tiba-tiba
3. Darurat: operasi yang cepat, akibat patah tulang multiple, kerusakan organ, dan
kehilangan kulit yang luas.

c. Amputasi berdasar Bagian Tubuh

Gambar 5. Istilah Amputasi berdasar Anggota Tubuh


10

1.6.MANIFESTASI KLINIS
Tanda gejala yang mengindikasikan prosedur amputasi (Premier Surgical Staff,
2015):
1. Nyeri hebat atau mati rasa pada tungkai saat tidak bergerak
2. Luka atau luka tidak dapat sembuh atau sembuh dengan sangat lambat
3. Ganggren
4. Kulit berkilau, halus, dan kering pada tungkai
5. Penebalan kuku kaki atau kuku tangan
6. Denyut nadi tidak ada atau melemah di tungkai
7. Infeksi pada tungkai yang tidak merespons antibiotik

Nyeri Post Amputasi (Modest dkk., 2020):


1. Nyeri Post Amputasi Akut: <2 bulan
2. Nyeri Post Amputasi Kronis: >2 bulan
3. Nyeri Anggota Tubuh Residual: pada area stump (lokasi pembedahan atau
proksimal ekstremitas yang tersisa)
4. Nyeri Panthom: dirasakan pada area amputasi distal

1.7. PATOFISIOLOGI
Chronic Limb Ischaemia adalah penyakit arteri peripheral, berhubungan
dengan obstruktif di arteri aterosklerotik. Proses penyakit dari ketidakseimbangan
suplai nutrisi dan permintaan metabolik pada jaringan distal. Salah satu penyebab
adalah Aterosklerosis yang menjadikan oklusi arteri Peripheral aterosklerotik dan
faktor risiko lain seperti: hipertensi, hypercholesterikemia (kolestrol tinggi),
merokok dan diabetes mellitus.
Tahap Aterosklerosis menjadi plak di arteri (Pratama, 2018):
Langkah A, aktivasi sel endotel, monosit rekrutmen, serta penyerapan LDL
dimodifikasi dan aktivasi dari sel-sel otot polos pembuluh darah.
Langkah B, lemak disusupi monosit mengkonversi ke makrofag yang menjadi
sel busa.
Langkah C, mengandung lipid berlimpah, endotel dan pembuluh darah halus
aktivasi sel otot, dan monosit infiltrasi menerus.
11

Langkah D, pembentukan ateroma yang kompleks, limfosit direkrut ke


neointima plak tumbuh dan sel-sel otot polos pembuluh darah secara signifikan
memperluas.
Langkah E, menghasilkan matriks extracelluar signifikan menciptakan fibrosa.
Tahap akhir dari aterosklerosis adalah pecahnya plak dan trombosis. Terjadi
penyempitan lumen arteri (stenosis / thrombosis arteri atau vena), aliran darah dari
atau ke jaringan organ terganggu
Aterosklerosis muncul saat plak menumpuk di dinding pembuluh darah arteri
yang memasok darah ke tungkai. Plak terdiri dari kolesterol dan zat lemak lain.
Arteri menjadi tersumbat hingga dapat mengurangi atau menghentikan aliran
darah ke daerah tungkai. Bila cukup parah, aliran darah dapat tersumbat dan
menyebabkan kematian jaringan.

Pathway
Tahap terjadinya Iskemik pada anggota tubuh

aktivasi sel endotel, monosit rekrutmen, penyerapan LDL dimodifikasi dan


aktivasi dari sel-sel otot polos pembuluh darah

lemak disusupi monosit

sel busa

lipid berlimpah, endotel dan pembuluh darah halus aktivasi sel otot, monosit
infiltrasi menerus

limfosit direkrut ke neointima plak tumbuh dan sel-sel otot polos

matriks extracelluar

Fibrosa

pecahnya plak dan trombosis

penyempitan lumen arteri (terhambat/terhenti)

aliran darah dari atau ke jaringan organ terganggu

Iskemik

Nekrosis
12

1.8. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi setelah tindakan bedah (Maduri dan Akhondi, 2020),
(Molina dan Faulk, 2020), dan (NHS Inform, 2020):
1. Nyeri/sensasi panthom: perasaan nyeri seperti terbakar, berdenyut, menutus,
tersayat, dan saat posisi tidak normal, terjadi pada anggota tubuh yang sudah
dihilangkan, bersifat neuropatik
2. Nyeri residual: berhubungan dengan proses remodeling jaringan parut, fascia,
dan otot
3. Edema: kondisi ini dapat diatasi dengan balut tekan, pemijatan, elevasi, dan
diuretik pada klien dengan komorbiditas
4. Pembentukan kontraktur: terjadi pada kondisi muskuloskeletal karena
pengerasan otot, tendon atau jaringan lain mengalami deformitas dan pengerasan
sendi
5. Tubuh asimetris: mengakibatkan distribusi berat badan berubah, dengan tarikan
gravitasi dan kompensasi tubuh akan mengakibatkan nyeri, spasme, dan
ketidaknyamanan anggota tubuh lainnya
6. Kerusakan kulit: kerusakan kulit sekitar area pembedahan, dengan penyebab
berbagai macam, termasuk penyembuhan luka yang lama karena penyakt
morbiditas, perdarahan menerus, infeksi, edema, dan teknik balutan buruk. Pada
jangka waktu yang lama komplikasi ini bisa timbul karena pemakaian prostesis
7. Penerimaan citra diri: berhubungan dengan emosi dan mental
8. Neuroma: jaringan saraf berubah bentuk, serta massa jaringan lunak yang
bersifat jinak namun menyakitkan
9. Komplikasi luka: dehiscence, seroma, hematoma dengan faktor risiko sepsis,
compartment syndrome, penyakit ginjal stadium akhir, penggunaan tembakau,
IMT >30
10. Peningkatan gejala depresi, ansietas, penolakan, berduka, keinginan bunuh diri,
dan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)

1.9. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Foto rontgen: identifikasi abnormalitas tulang
2. CT-Scan: identifikasi lesi neoplastik, osteomielitis, dan hematoma
13

3. Aniografi dan pemeriksaan aliran darah: mengevaluasi sirkulasi


4. Flowmetri doppler: identifikasi aliran darah
5. Tekanan O2 transkutanius: identifikasi area perfusi pali besar dan kecil
6. Termografi: identifikasi perbedaan suhu (perbedaan rendah, kemungkinan
sembuh besar)
7. Plestinografi: mengukur tekanan darah segmental bawah terhadap ekstremitas
bawah
8. LED: identifikasi peningkatan (tanda inflamasi)
9. Kultur luka: identifikasi infeksi organisme penyebab
10. Biopsi: identifikasi massa/benigna
11. Hitung darah lengkap: identifikasi proses infeksi

1.10. PENATALAKSANAAN
Berikut penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada klien dengan nyeri
post amputasi (Modest dkk., 2020):
a. Manajemen Nyeri Post Amputasi
Terapi yang dapat diberikan berupa farmakologis, terapi perilaku, dan terapi
rehabilitatif pada stimulasi saraf.
b. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis yang diberikan pada nyeri panthom dapat berupa
antidepresan, antikonvulan, N-methyl-D-Aspartate antagonis, calcitonim, calcium
channel blockers, beta blocker, dan anastesi lokal.
c. Perawatan Rehabilitatif dan Psikologis
Terapi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah psikologis adalah
hipnosis, biofeedback, cognitive behavioral therapy, dan guided imagery. Terapi
lain yang menarik adalah eye movement reprocessing, mirror visual feedback, dan
virtual-realit. Terapi fisik non invasif yang dapatdigunakan adalah masase,
tapping, akupuntur dan ulrasound.
d. Perawatan Bedah
Tipe dasar intervensi pembedahan untuk menghilangkan nyeri post amputasi
bersifat neuromodulatory dan reconstruktive. Neuromodulatory dapat dilakukan
dengan berbagai implan dan stimulasi transkutan. Transcutaneous Electrical
14

Stimulation (TENS) berfungsi meredakan nyeri dengan meningkatkan aliran


darah, mengurangi kejang otot, dan mengaktifkan saraf aferen besar untuk
memblokir neuron nosiseptor di sumsum tulang belakang. Penggunaan TENS
dapat menurunkan nyeri saat diam, nyeri tekan dan nyeri gerak. Latihan gerak
aktif, peregangan, penguatan, dan latihan core stability dapat mengurangi
kekakuan, spasme, dan meningkatkan rentang gerak sendi dan meningkatkan
kekuatan otot (Pratama, 2018).
Proses rehabilitasi medik yang dilakukan pasca amputasi antara lain:
a. Penanganan preprostetik
Dimulai dari pengambilan keputusan amputasi, evaluasi awal dan akhir, dengan
tujuan agar klien mencapai ADL yang mandiri dengan anggota gerak yang tersisa
b. Perawatan pasca operasi
Tujuannya adalah penyembuhan luka, kontrol nyeri, mempertahankan ROM,
penguatan otot untuk kompensasi biomekanik, menyiapkan stump, pancapaian
ADL tanpa prostetik, penjelasan mengenai fitting dan outcome prostetik
c. Penanganan stump
Bertujuan untuk kontrol nyeri dan edema, mempertahankan kekuatan dan ROM,
mempercepat penyembuhan dan maturasi stump.
- Dressing: proteksi luka, menjaga kebersihan, mencegah infeksi, kontrol edema,
mencegah kontraktur/spasme, membentuk stump untuk kerja yang lebih baik saat
fitting socket)
- Perawatan kulit: mencegah infeksi, iritasi, mempertahankan mobilitas kulit,
mengurangi sensitivitas (hygiene, lubrikasi, ispeksi, mobilisasi, desensitisasi)
- Exercise: mempertahankan/meningkatkan ROM, kekuatan anggota gerak,
ketahanan ADL (positioning, stretching, strengthening, meningkatkan endurance
dengan berjalan jongging/sepeda statis)
d. Fitting dan training prostetik
Dimulai dari persiapan desain (3-6 bulan post op), prostetik permanen/definitif
(3-9 bulan matur), pemanasan sebelum berjalan, berjalan dengan alat bantu, naik
turun tangga
e. Follow-up jangka panjang
Dilakukan tiap 3 bulan (18 bulan pertama), selanjutnya tiao 6 bulan.
15

1.11. CLINICAL PATHWAY


Diabetes Mellitus/Hipertensi/Infeksi

Neuropati Trauma Penyakit Vaskuler

Motor Sensor Otonom Mikrovaskuler Makrovaskuler

Kelemahan atropi Arthirosis Artherosclerosis struktural


Perubahan struktur kapiler
Kulit kering
Kehilangan
Deformitas Penyempitan oklusif
sensasi symathetic tone Nutrisi kapiler dan aliran darah
(mengganggu sirkulasi darah)
Stress abnormal Iskemia O2 ke jaringan

Tekanan plantar tinggi Gangren


Charcot Nekriosis Intoleransi aktivitas
(mati rasa) AMPUTASI
Pembentukan kalus Deformitas struktural Anemia defisiensi nutrisi
Cheiroarthriopathy Defisit nutrisi
Trauma/injury imunitas
Kerusakan parah tidak
(combustion, fraktur dsb) dapat diperbaiki

Tumor maligna
Proliferasi sel abnormal Kehilangan anggota tubuh Post operasi Luka operasi Operasi

Kurang informasi dan Berduka Penyembuhan Kontinuitas Defisit


keterampilan Kesulitan aktivitas Gangguan citra tubuh jaringan terputus pengetahuan
Tirah baring
Gangguan mobilitas fisik Sindrom pasca trauma
Gangguan Ansietas
Motilitas usus integritas
Defisit perawatan diri jaringan
Harga diri rendah situasional Risiko
Gangguan integritas kulit
Konstipasi perdarahan
Nyeri akut
Risiko jatuh Isolasi sosial Risiko
Gangguan pola tidur infeksi
16

BAB 2. PROSES KEPERWATAN


1.1 PENGKAJIAN
1. Anamnesis
a. Identitas Klien
Meliputi nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, umur, golongan darah,
pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, alamat, agama, suku bangsa,
tanggal masuk rumah sakit, no register/MR, diagnosa medis, penanggung
jawab, serta asuransi.

b. Riwayat Kesehatan
1) Diagnosa Medik:
klien dengan indikasi amputasi biasanya dengan diagnosa medik yang
mengarah pada kondisi iskemik, trauma parah, dan kelainan kongenital

2) Keluhan Utama:
Keterbatasan aktivitas yang mengganggu, nyeri, gangguan neurosensory,
gangguan sirkulasi

3) Riwayat Penyakit Sekarang:


Bagaimana kronologi terjadinya trauma, apa kondisi yang memperberat
penyakit sebelumnya hingga mengalami keparahan, kapan muncul
masalah, lokasi, riwayat trauma, gejala, penanganan awal

4) Riwayat Penyakit Dahulu:


Apakah klien memiliki riwayat kelainan muskoloskeletal, cara
mengatasi, penyakit komorbid (diabetes, hipertensi)

5) Riwayat Penyakit Keluarga:


Adanya anggota keluarga yang mengalami osteoporosis, sebaga faktor
predesposisi fraktur atau ada yang mengalami kanker tulang

Genogram: diisi pohon keluarga tiga generasi


17

2. Pengkajian Keperawatan
a. Persepsi Kesehatan & Pemeliharaan Kesehatan
Dapat ditemukan persepsi yang kurang baik, karena membiarkan kondisi luka
yang parah

b. Pola Nutrisi/ Metabolik (ABCD) (saat sebelum sakit dan saat di rumah
sakit)
- Antropometeri : mungkin mengalami penurunan BB karena nafsu makan
menurun menahan nyeri
- Biomedical sign : Hb, leukosit, GDA, trombosit berada diatas/dibawah
normal.
- Clinical Sign : takipneu/bradipneu, takikardi/bradikardi,
hipertensi/hipotensi, hipertermi/hipotermi, SaO2 <95% (apabila terjadi
perdarahan)
- Diet Pattern (intake makanan dan cairan): mengalami penurunan nafsu
makan, intake cairan menurun karena menahan nyeri

c. Pola Eliminasi: (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)


Diisi pola BAK dan BAB pasien

d. Pola Aktivitas & Latihan (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Aktivitas harian (Activity Daily Living)
Sebelum MRS Saat MRS

Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4


Makan / minum  
Toileting  
Berpakaian  
Mobilitas di tempat tidur  
Berpindah  
Ambulasi / ROM  
Ket: 0: tergantung total, 1: dibantu petugas dan alat, 2: dibantu petugas, 3:
dibantu alat, 4: mandiri
18

- Status Oksigenasi : normal/takipneu (menahan nyeri)


- Fungsi kardiovaskuler : takikardi/bradikardi (menahan nyeri dan
kompensasi perdarahan bila ada)
- Terapi oksigen : bisa menggunakan/tidak

e. Pola Tidur & Istirahat (saat sebelum sakit dan saat di rumah sakit)
Mengalami gangguan pola tidur karena nyeri dan kondisi kehilangan/cemas

f. Pola Kognitif & Perceptual


Fungsi Kognitif dan Memori : tidak mengalami gangguan, kecuali terdapat
komplikasi yang berhubungan dengan serebri

g. Pola Persepsi Diri


Gambaran Diri : merasa tidak berdaya dan takut ada ketidaksempurnaan fisik
Identitas Diri : cenderung menutupi identitasnya
Harga Diri : mengalami penurunan harga diri bila malu akan bentuk fisiknya
Ideal Diri : menyangkal kondisi yang sedang dialami

h. Pola Seksualitas & Reproduksi


Pasien dengan amputasi akan mengalami gangguan pemenuhan hasrat seksual
karena pembatasan gerak, nyeri, atau harga diri rendah

i. Sistem Genitourologi
Pasien dengan amputasi akan mengalami gangguan berkemih karena
imobilisasi fisik dan tahanan nyeri bila luka sekitar genitalia

j. Pola Peran & Hubungan


Umumnya pasien dengan amputasi akan mendapatkan dukungan yang besar,
karena telah terjadi musibah yang menimpa atau sebaliknya karena asumsi
keterbatasan fisik (tidak bisa mencari nafkah dsb)
19

k. Pola Manajemen Koping-Stress


Umumnya pasien dengan amputasi akan mengalami depresi karena
keterbatasan dalam melakukan aktivitas dan kehilangan anggtota tubuh

l. Sistem Nilai & Keyakinan


Pasien dengan amputasi memiliki keyakinan yang bergantung pada kondisi
sebelum sakit

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum dan Tanda-Tanda Vital
Tingkat Kesadaran : tingkat kesadaran pasien (tergantung keadaan klien)
Tekanan Darah : tidak normal
Suhu : tidak normal
Pernafasan : tidak normal
Nadi : tidak normal
*bergantung pada gangguan lokal baik fungsi maupun bentuk, serta penyakit
komorbidnya

b. B1 (Breathing)
Dada/Thorak
Inspeksi : tidak ada tanda penarikan otot bantu napas, tidak terdapat luka
Palpasi : Fremitus seimbang
+ +
Perkusi : Suara ketok redup (dullness)
+ +
Auskultasi : vesikuler

a. B2 (Blood)
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : bunyi redup
Auskultasi : S1 S2 tunggal, tidak ada murmur
20

b. B3 (Brain)
Biasanya klien dalam keadaan masih sadar penuh (compos mentis)
Kepala : Mengamati bentuk kepala, adanya hematom/oedema,
perlukaan. Biasanya normal
Wajah : Biasanya tampak ekspresi wajah meringis karena
nyeri/menunduk karena malu
Mata : Biasanya tidak ada gangguan, konjungtiva anemis bila
klien mengalami perdarahan
Hidung : Tidak ada nafas cuping hidung dan kelainan bentuk
Mulut dan Faring: Tidak terdapat kelainan seperti pembesaran tonsil, gusi
berdarah, dan mukosa bibir tidak kering
Leher : Tidak ada adanya gangguan dan terdapat reflek menelan
Telinga : Tidak ada kelainan pada pemeriksaan pendengaran, tidak
ada lesi dan nyeri tekan
Pemeriksaan Fungsi Serebral :
Biasanya status mentalm tingkah laku, dan penampilan tidak mengalami
gangguan atau perubahan
Pemeriksaan Saraf Kranial:
Saraf I Penciuman : tidak ada gangguan
Saraf II Penglihatan : tidak ada gangguan
Saraf III, IV, VI Gerak Bola Mata : tidak ada gangguan mengangkat kelopak
mata dan pupil isokor
Saraf V Otot Rahang : tidak ada paralisis wajah dan reflek kornea baik
Saraf VII Pengecapan : tidak ada gangguan
Saraf VIII Pendengaran : tidak ada gangguan
Saraf IX dan X Sensorik-motorik: ada gangguan
Saraf XII motoric : ada gangguan
Pemeriksaan Refleks :
Biasanya ditemukan reflek patologis
Pemeriksaan Sensori :
Sensasi rabaan klien pada ujung atau distal mengalami penurunan, muncul
nyeri, kebas, indera lain tidak mengalami gangguan
21

c. B4 (Bladder)
Karakteristik urine (jumlah, warna, berat jenis), biasanya tidak ada gangguan
kecuali pada klien dengan penyakit ginjal
d. B5 (Bowel)
Perut/Abdomen
Inspeksi : perut datar, tidak ada luka dan lesi
Palpasi : tidak ada masa, tidak terdapat nyeri tekan, hepar tidak teraba
Auskultasi : peristaltik normal
Perkusi : tidak kembung, timpani
Inguinal Genital
Tidak ada kesulitan BAB, tidak teraba hernia, tidak ada pembesaran limfe
e. B6 (Bone)
Fungsi lokal motorik, sensorik, peredaran darah terganggu
f. Sistem Integumen
Terdapat deformitas, adanya lesi lain perlu dikaji pada anggota tubuh yang
lain sesuai dengan paparan kronologi yang telah diberikan/riwayat kesehatan
g. Ekstermitas
Inspeksi : kuku pucat, utuh, dan bersih (tergantung kronologis
cedera), perubahan bentuk
Palpasi : CRT <2 detik pada ekstremitas yang normal, dan mungkin >2
detik pada ekstremitas yang trauma, penonjolan atau kerusakan

Kekuatan Otot :
Tergantung pada bagian yang mengalami gangguan, anggota tubuh yang
normal biasanya tetap pada skor normal
Tangan Kanan Tangan Kiri
0/1/2 0/1/2
Kaki Kanan Kaki Kri
0/1/2 0/1/2
Keterangan :
0 : Lumpuh total
1 : Tidak ada gerakan atau kontraksi otot
22

2 : Ada gerakan pada sendi namun tidak dapat melawan gravitasi (hanya dapat
bergeser)
3 : Dapat melawan gravitasi tapi tidak dapat melawan tahanan pemeriksa
4 : Dapat melawan tahanan pemeriksa namun kekuatannya lemah
5 : Dapat melawan tahanan peemriksa dengan kekuatan penuh
23

4. Pemeriksaan Penunjang
a. X-ray

Gambaran X-ray amputasi traumatik dan gambaran klinisnya

b. CT-Scan dan Angiografi

Gambaran amputasi internal pelvis dengan avulsi, nampak terjadi perdarahan masif

c. Hitung Darah Lengkap


Pemeriksaan Angka Normal Satuan
Hemoglobin Pria : 13,0 – 18,0 gr/dL
Wanita : 12 – 16
Leukosit 3.200 – 10.000 /mm3
Eritrosit Pria : 4,4 – 5,6 jt /mm3
Wanita : 3,8 – 5,0 jt
Hematokrit Pria : 40 - 50 %
Wanita : 35 – 45
Trombosit 170.000 – 380.000 /mm3
LED 1 jam Pria : < 15 mm/jam
Wanita : < 20
Waktu Perdarahan 1–5 menit
Waktu Pembekuan 2-6 menit
Kreatinin Pria : 0,9 – 1,3 mg/dL
Wanita : 0,6 – 1,1
(Kementerian Kesehatan RI, 2011)
24

1.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Nyeri akut
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Gangguan citra tubuh
4. Gangguan integritas kulit/jaringan
5. Gangguan pola tidur
6. Defisit pengetahuan
7. Risiko jatuh
8. Defisit perawatan diri
9. Risiko infeksi
10. Defisit nutrisi
11. Harga diri rendah situasional
12. Berduka
13. Ansietas
14. Risiko perdarahan
15. Intoleransi aktivitas
16. Isolasi sosial
17. Sindrom pasca trauma
18. Konstipasi
25

1.3 INTERVENSI KEPERAWATAN


No Luaran Intervensi
Diagnosa (Tim Pokja SLKI DPP /Rasional
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2019) (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)
PPNI, 2017)
D.0077 Setelah dilakukan Manejemen nyeri
Nyeri Akut b.d kondisi intervensi selama 2x24 jam 1) Identifikasi PQRST
pasca pembedahan tingkat nyeri menurun 2) Identifikasi respon nyeri non-verbal
dengan kriteria hasil: 3) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
a. Keluhan nyeri: 5 4) Kontrol lngkungan yang memperberat nyeri (suhu, kebisingan, kebersihan, pencahayaan)
b. Meringis: 5 5) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
c. Frekuensi nadi: 5 6) Jelaskan strategi meredakan nyeri (obat yang diberikan, terapi non-farmakologis)
d. Pola napas: 5
e. Tekanan darah: 5 Pemberian analgesik
7) Identifikasi riwayat alergi obat
Setelah dilakukan 8) Identifikasi kesesuaian jenis analgesik
intervensi selama 2x24 jam 9) Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
kontrol nyeri meningkat 10) Monitor efektivitas analgesik
dengan kriteria hasil: 11) Jelaskan efek terapi dan efek samping terapi
a. Kemampuan 12) Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik sesuai indikasi
mengenali penyebab
nyeri: 5 Perawatan amputasi
b. Kemampuan 13) Monitor adanya edema pada stump
penggunaan teknik 14) Monitor nyeri Pantheon (terbakar, berdenyut, remuk, kesemutan)
non-farmakologis: 5 15) Posisikan stump pada kesejajaran tubuh yang benar
16) Jelaskan bahwa nyeri panthom dapat terjadi beberapa Minggu setelah pembedahan
17) Ajarkan tanda gejala untuk dilaporkan ke faskes (sakit kronis, kerusakan kulit, kesemutan,
nadi tidak teraba, kulit teraba dingin)
26

Teknik imajinasi terbimbing


18) Monitor perubahan respons emosional
19) Sediakan ruang yang tenang dan nyaman
20) Anjurkan membayangkan tempat yang indah dan disukai (gunung, pantai)
21) Anjurkan membayangkan di tempat tersebut bersama orang yang dikasihi

D.0054 Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi


Gangguan Mobilitas Fisik intervensi selama 2x24 jam 1) Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
b.d respon menahan nyeri mobilitas fisik meningkat 2) Monitor frekuensi jantung, tekanan darah dan kondisi umum sebelum dan sesudah pergerakan
dan adaptasi dengan dengan kriteria hasil: 3) Fasilitasi melakukan pergerakan
perubahan anggota tubuh a. Kekuatan otot: 5 4) Libatkan keluarga untuk membantu meningkatkan pergerakan
b. Kaku sendi: 5 5) Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
c. Gerakan terbatas: 5 6) Anjurkan melakukan mobilisasi dini
7) Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
Setelah dilakukan
intervensi selama 2x24 jam Edukasi latihan fisik
pergerakan sendi 8) Identifikasi kesiapan menerima informasi
meningkat dengan kriteria 9) Sediakan materi dan media
hasil: 10) Jadwalkan pendidikan kesehatan
Pergerakan sendi 11) Berikan kesempatan bertanya
disesuaikan dengan area 12) Jelaskan jenis latihan yang sesuai dengan kondisi klien
amputasi, meliputi 13) Jelaskan frekuensi, durasi, dan intensitas program latihan
Punggung, jari, ibu jari, 14) Ajarkan pemanasan dan pendinginan yang tepat
pergelangan tangan, kaki, 15) Ajarkan teknik menghindari cidera saat latihan
lutut, siku, bahu, panggul: 5 16) Ajarkan teknik pernapasan yang tepat untuk memaksimalkan penyerapan O2 selama latihan

Latihan rentang gerak


17) Identifikasi keterbatasan pergerakan
18) Identifikasi lokasi ketidaknyamanan atau nyeri saat bergerak
19) Berikan dukungan positif saat melakukan latihan
20) Ajarkan rentang gerak aktif sesuai program
27

21) Kolaborasi dengan fisioterapis

D.0083 Setelah dilakukan Promosi citra tubuh


Gangguan citra tubuh b.d intervensi selama 3x24 jam 1) Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
respon emosional citra tubuh meningkat 2) Identifikasi budaya, agama, jenis kelamin, dan umur terkait citra tubuh
kehilangan anggota tubuh dengan kriteria hasil: 3) Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial
a. Melihat bagian tubuh: 4) Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri
5 5) Monitor apakah pasien melihat bagian tubuh yang berubah
b. Menyentuh bagian 6) Diskusikan kondisi stress yang mempengaruhi citra tubuh
tubuh: 5 7) Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh
c. Verbalisasi kecacatan 8) Latih fungsi tubuh yang dimiliki latih peningkatan penampilan diri
bagian tubuh: 5 9) Latih pengungkapan kemampuan diri kepada orang lain atau kelompok
d. Verbalisasi kehilangan
bagian tubuh: 5 Promosi koping
e. Verbalisasi perubahan 10) Identifikasi sumber daya yang tersedia untuk memenuhi tujuan
gaya hidup: 5 11) Diskusikan perubahan peran yang dialami
12) Motivasi untuk menentukan harapan yang reaistis
Setelah dilakukan 13) Damping saat berduka
intervensi selama 3x24 jam 14) Anjurkan penggunaan sumber spiritual
tingkat agitasi menurun
dengan kriteria hasil: Manejemen stress
a. Kegelisahan: 5 15) Identifikasi tingkat stress dan stressornya
b. Frustrasi: 5 16) Bicarakan perasaan marah, sumber dan makna marah
17) Lakukan reduksi ansietas (napas dalam)
18) Berikan kesempatan untuk menenangkan diri

Modifikasi perilaku keterampilan sosial


19) Motivasi berlatih keterampilan sosial
20) Latih keterampilan sosial secara bertahap
D.0129 Setelah dilakukan Perawatan integritas kulit
Gangguan Integritas intervensi selama 2x24 jam 1) Identifikasi penyebab gangguan integritas
28

Kulit/Jaringan b.d durasi integritas kulit dan 2) Ubah posisi tiap 2 jam karena tirah baring
tirah baring lama jaringan meningkat dengan 3) Lakukan pemijatan pada area penonjolan
kriteria hasil: 4) Anjurkan meminum air yang cukup
a. Kerusakan jaringan: 5 5) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi, termasuk buah dan sayur
b. Kerusakan lapisan kulit:
5 Perawatan luka
6) Monitor karakteristik luka
Setelah dilakukan 7) Monitor tanda infeksi
intervensi selama 2x24 jam 8) Pasang balutan sesuai jenis lukapertahankan teknik steril saat perawatan luka
perfusi perifer meningkat 9) Jelaskan tanda gejala infeksi
dengan kriteria hasil: 10) Anjurkan makan makanan tinggi kalori dan protein
a. Denyut nadi perifer: 5 11) Monitor adanya edema
b. Sensasi: 5 12) Lakukan pemeriksaan sensasi
c. Edema perifer: 5 13) Tanyakan apakah area luka terjadi kesemutan atau kebas
d. Parastesia: 5 14) Cek nadi perifer

Terapi TENS
15) Identifikasi area stimulasi
16) Monitor iritasi kulit di lokasi elektroda setiap 12 jam
17) Jelaskan prosedur TENS kepada klien dan keluarga
18) Informasikan sensasi yang akan dirasakan saat unit TENS diaktifkan
19) Sesuaikan tempat pemasangan
20) Tentukan dana tur amplitude terapeutik, laju dan lebar nadi
29

D.0055 Setelah dilakukan Dukungan tidur


Gangguan Pola Tidur b.d intervensi selama 1x24 jam 1) Identifikasi pola aktivitas dan tidur
Nyeri dan kecemasan pola tidur membaik dengan 2) Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik/psikologis)
kriteria hasil: 3) Batasi waktu tidur siang
a. Keluhan sulit tidur: 5 4) Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
b. Keluhan pola tdur 5) Terapkan jadwal tidur rutin
berbah: 5 6) Jelaskan pentingnya tidur cukup saat masa penyembuhan
c. Keluhan sering terjaga: 7) Anjurkan menghindari makanan dan minuman yang mengganggu tidur
5
d. Keluhan sering Edukasi istirahat
terbangun saat tidur: 5 8) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
9) Sediakan materi dan media
Setelah dilakukan 10) Jadwalkan pemberian pendidikan kesehatan
intervensi selama 1x24 jam 11) Ajarkan cara mengidentifikasi Kebutuhan istirahat
status kenyamanan 12) Anjurkan keluarga membantu memberikan lingkungan dan posisi yang nyaman untuk tidur
meningkat dengan kriteria 13) Libatkan keluarga dalam mendukung tidur
hasil: 14) Monitor kualitas dan kuantitas tidur
a. Dukungan sosial dan
keluarga: 5
b. Rileks: 5
30

1.4 EVALUASI KEPERAWATAN


Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan, dan pelaksanaan sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi
memungkinkan perawat untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap
pengkajian, analisa, perencanaan dan pelaksanaan tindakan.
Evaluasi yang digunakan mencakup dua bagian yaitu evaluasi proses
(formatif) dan evaluasi hasil (sumatif). Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan
secara terus-menerus terhadap tindakan yang telah dilakukan .sedangkan evaluasi
hasil adalah evaluasi tindakan secara keseluruhan untuk menilai keberhasilan
tindakan yang dilakukan dan menggambarkan perkembangan dalam mencapai
sasaran yang telah ditentukan.

1.5 DISCHARGE PLANNING


a. Identitas
Diisi identitas pasien, tanggal MRS dan KRS, nomor RM, alamat, tanggal
lahir, penanggung jawab pasien.
b. Diagnosa Utama dan Diagnosa Sekunder
Diisi dagnosa utama yang ditegakkan dan diagnosa sekunder pada saat
MRS.
c. Data saat Pasien Pulang
Diisi data terakhir sebelum pasien KRS.
d. Berat Badan MRS dan KRS
Diisi berat badan saat MRS dan saat terakhir sebelum KRS.
e. Tanda-Tanda Vital
Diisi tanda-tanda vital pasien sebelum KRS
f. Diet saat Dirawat
Diet saat dirawat di rumah sakit untuk acuan konsumsi makanan di rumah.
Menganjurkan menkonsumsi makanan tinggi protein dan kalsium seperti
produk susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, serta sayuran yang
mudah didapat di rumah.
31

g. Obat Selama di Rumah Sakit dan di Rumah


Diisi catatan obat yang telah diberikan dan yang akan diberikan kepada
pasien saat KRS.
h. Hasil Pemeriksaan Radiologi dan Laboratorium
Diisi hasil pemeriksaan radiologi, laboratorium dan penunjang lainnya saat
MRS dan hasil terakhir sebelum KRS.
i. Penyuluhan Kesehatan
Cara Perawatan di Rumah
Pastikan lingkungan rumah aman untuk pasien berlatih bergerak atau
berjalan menggunakan alat bantu seperti kruk atau supaya tidak tersandung,
dan anjurkan pasien untuk istirahat dengan cukup.
j. Kontrol
Diisi jadwal kontrol pasien setelah KRS, beserta apa saja kelengkapan yang
harus dibawa saat kontrol (kelengkapan administrasi dll).
32

DAFTAR PUSTAKA

Alegbeleye, B. J. 2020. Major limb amputations: a tertiary hospital experience in


northwestern tanzania. Health Science & Diseases. 21(2):100–106.

Anonimus. (Tanpa tahun). Tatalaksana Kedokteran Fisik & Rehabilitasi pada


Amputasi.
https://pspk.fkunissula.ac.id/sites/default/files/AMPUTASI%202012.pdf.
[Diakses pada 06 Oktober 2020]

DerSarkissian, Carol. 2020. Amputation Overview: WebMD.


https://www.webmd.com/a-to-z-guides/definition-amputation#1. [Diakses
pada 05 Oktober 2020]

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinis

Lo, J., L. Chan, dan S. Flynn. 2020. A systematic review of the incidence,
prevalence, costs, and activity and work limitations of amputation,
osteoarthritis, rheumatoid arthritis, back pain, multiple sclerosis, spinal cord
injury, stroke, and traumatic brain injury in the united states: a 2. Archives of
Physical Medicine and Rehabilitation

Maduri. P, dan Akhondi. H. 2020. Upper Limb Amputation. StatPearls [Internet].


Treasure Island (FL): StatPearls Publishing.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK540962/. [Diakses pada 05
Oktober 2020]

Modest, J. M., J. E. Raducha, E. J. Testa, dan C. P. Eberson. 2020. Management


of post-amputation pain. Rhode Island Medoal Journal. (May):19–22.

Molina, CS, dan Faulk, JB. 2020. Lower Extremity Amputation. StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK546594/. . [Diakses pada 06
Oktober 2020]

Nielsen, Caroline. C. dan Jorge, Milagros. 2020. Etiology of Amputation.


Musculoskeletal Key. https://musculoskeletalkey.com/etiology-of-
amputation/. [Diakses pada 05 Oktober 2020]

NHS Inform. 2020. Amputation. https://www.nhsinform.scot/tests-and-


treatments/surgical-procedures/amputation#__ba_launchpad. [Diakses pada
06 Oktober 2020]

Peate, I. dan N. Muralitharan. 2017. Fundamentals of Anatomy and Physiology


For Nursing and Healthcare Strudent
33

Pratama, A. D. 2018. Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus post amputasi


transtibial sinistra akibat chronic limb ischemia di rspad gatot soebroto.
Jurnal Vokasi Indonesia. 6(2):33–40.

Premier Surgical Staff. 2015. 8 Signs and Symptoms You May Be at Risk Of Limb
Loss. https://www.premiersurgical.com/12/8-signs-and-symptoms-you-may-
be-at-risk-of-limb-
loss/#:~:text=Intense%20pain%20or%20numbness%20in,dry%20skin%20on
%20the%20limb. [Diakses pada 06 Oktober 2020]

Schuivens, P. M. E., M. Buijs, L. Boonman-de Winter, E. J. Veen, H. G. W. de


Groot, T. G. Buimer, G. H. Ho, dan L. van der Laan. 2020. Impact of the
covid-19 lockdown strategy on vascular surgery practice: more major
amputations than usual. Annals of Vascular Surgery. 1–6.

Serious Law LLP. 2020. Types of amputation: Serious Law.


https://www.seriousinjurylaw.co.uk/other-serious-claims/amputation/types-
of-amputation/. [Diakses pada 05 Oktober 2020]

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi III. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai