Anda di halaman 1dari 26

TUGAS PEMODELAN DASAR 3

Pelaksanaan Georeferencing Menggunakan Google Earth dan ArcScene

Disusun Oleh:
Ayuli Serlia | 03311740000007

KELAS:
KADASTER TIGA DIMENSI
Dosen Pengampu : Agung Budi Cahyono, ST., M.Sc., DEA

DEPARTEMEN TEKNIK GEOMATIKA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL PERENCANAAN DAN KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2020
1. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
a. Data pemodelan 3D bangunan Teknik Geomatika ITS (geomatika.skp)

Gambar 1 geomatika.skp

b. Data poligon bangunan di kawasan FTSP (ftsp.shp) dan data jaringan jalan di kawasan
FTSP (jalan_ftsp.shp)

Gambar 2 Data ftsp.shp dan jalan_ftsp.shp

c. Aplikasi SketchUp (Versi 2017 dan 2020)


d. Aplikasi ArcScene dari ArcGIS 10.5
e. Aplikasi Google Earth
2. Diagram Alir Pelaksanaan
A. Pelaksanaan Georeferencing Dengan Google Earth

Mulai

Persiapan data berupa model 3D


bangunan Geomatika
(geomatika.skp)

Menambahkan citra untuk


georeferencing menggunakan fitur
Add Imagery > Select Region >
Import

Mengecek koordinat pada SketchUp


Pada Model Info

Menggunakan Make Group Tool


untuk menyatukan seluruh
komponen model 3D bangunan
Teknik Geomatika

Menyesuaikan posisi model 3D


bangunan dengan posisi pada citra
menggunakan tools diantaranya:
Rotate, Move, dan Scale

Menampilkan Terrain

Melakukan Grounding terhadap


model 3D bangunan

Melakukan Export > 3D Model >


Simpan data dalam format *.kmz

Proses Georeferencing telah


dilaksanakan

Membuka file *.kmz hasil


Georeferencing pada aplikasi
Google Earth untuk mengecek
tampilan model 3D bangunan

Selesai
B. Pelaksanaan Georeferencing Dengan ArcScene

Mulai

Persiapan data berupa ftsp.shp dan


jalan_fstp.shp

Memasukkan data pada aplikasi


ArcScene menggunakan Add Data

Melakukan extrusion terhadap data


poligon ftsp.shp

Melakukan konversi layer 3D


ftsp.shp menjadi feature class

Melakukan konversi Multipatch to


Collada

Memeriksa ID dari data ftsp yang


merupakan Teknik Geomatika (ID =
0)

Memasukkan data *.dae dengan


ID=0 dan data geomatika.skp pada
aplikasi SketchUp

Menyesuaikan posisi geomatika.skp


dengan posisi data *.dae

Jika posisi sudah sesuai, hapus data


*.dae dan simpan hasil dalam format
*.skp versi 5

Membuka kembali data pada


ArcScene dan mengganti fitur *.dae
dengan ID = 0 dengan file *.skp
versi 5 hasil pengolahan
menggunakan Replace Model With

Hasil Georeferencing diperoleh

Selesai
3. Pelaksanaan
A. Georeferencing dengan Google Earth
1. Buka file geomatika.skp, kemudian klik menu File>Geolocation>Add More Imagery.

Gambar 3 Membuka File geomatika.skp Pada SketchUp

Gambar 4 File>Geolocation>Add More Imagery


2. Kemudian, akan muncul autentifikasi untuk masuk server Google Earth menggunakan akun
Gmail dan lakukan proses sign-in.

Gambar 5 Autentifikasi Masuk Server Google Earth dengan Gmail

Pertanyaan:
Apa yang dimaksud dengan Georeferencing dalam sub-bab ini?
Jawaban:
Georeferencing adalah proses transformasi koordinat dari suatu data, dalam hal ini yaitu
koordinat data geomatika.skp menjadi koordinat real world, yaitu koordinat dari gedung
Teknik Geomatika ITS sebenarnya yang menjadi acuan dalam pemodelan 3D. Proses
georeferencing dapat dilakukan menggunakan beragam jenis aplikasi, misalkan dalam
praktikum ini adalah menggunakan bantuan Google Earth dan ArcScene.
3. Selanjutnya, akan muncul jendela Add Location. Kemudian, cari daerah atau lokasi
geografis dari model bangunan yang dibuat dengan mengetik nama lokasi atau mencari
secara langsung. Kemudian, zoom hingga tampilannya menjadi cukup jelas.

Gambar 6 Tampilan Add Location


4. Kemudian pada bagian pojok kanan atas, klik tombol Select Region, akan muncul empat
buah penanda cropping citra. Geser penanda tersebut untuk mengatur seberapa besar citra
yang ingin diambil.

Gambar 7 Select Region

Gambar 8 Proses Zooming Citra (1)

Gambar 9 Proses Zooming Citra (2)


5. Klik Import untuk memotong citra sesuai ukuran yang dikehendaki. Selanjutnya, citra akan
muncul pada model sesuai bagian yang di-crop.

Gambar 10 Import Citra

Gambar 11 Hasil Import Citra Pada SketchUp


Model sudah memiliki posisi geografis, hal ini dapat dilihat pada menu Window>Model Info
> Geo-Location. Namun, orientasi dan skala model tampaknya masih kurang tepat.

Gambar 12 Window > Model Info

Gambar 13 Jendela Model Info > Geo-Location


6. Ganti sudut pandang model dari tampak atas agar lebih jelas terlihat. Posisi model
belum benar-benar berimpit dengan citra, untuk itu perlu dilakukan pengaturan
orientasi dan skala model. Blok keseluruhan model bangunan, kemudian klik kanan
dan pilih Make Group.

Gambar 14 Pemodelan Terhadap Citra Tampak Atas

Gambar 15 Menggunakan Tool Make Group Untuk Menggabungkan Seluruh Komponen Pemodelan
Bangunan
7. Selanjutnya klik ikon Rotate untuk memutar model. Lalu, klik sembarang untuk
menentukan sumbu rotasi untuk memutar model, klik arah acuan rotasi, dan tentukan
arah rotasinya dengan menggerakkan mouse sehingga model berada pada orientasi
yang benar.

Gambar 16 Rotate Model 3D Bangunan

8. Selanjutnya, klik ikon Move Tool untuk menggeser model pada tempat yang
seharusnya. Klik pada model untuk menentukan basepoint perpindahan model,
kemudian geser model pada tempat yang diinginkan.

Gambar 17 Melakukan Pergeseran Model 3D Bangunan dengan Move Tool

Berikut merupakan hasil pergeseran model 3D:

Gambar 18 Hasil Pergeseran Model 3D Bangunan


9. Jika ukuran dari pemodelan masih tidak sesuai dengan pada citra, klik ikon Scale untuk
mengubah skala model. Akan muncul penanda hijau di sekeliling model. Klik pada
penanda hijau di pojok atas seperti gambar berikut, kemudian geser untuk mengubah
skala model seperti pada gambar berikut:

Gambar 19 Menggunakan Scale Tool Untuk Mengubah Ukuran Model 3D Bangunan

Setelah skala model diubah, mungkin posisi model agak sedikit ikut berubah. Jika itu
terjadi, leser lagi model ke posisi yang benar dengan Move Tool.
10. Kemudian, pada tahap akhir, klik menu File>Geolocation>Show Terrain. Citra akan
menampilkan bentuk permukaan Bumi secara 3 dimensi. Namun, akibatnya mungkin
pada beberapa sisi model bangunan tampak mengambang. Untuk mengatasinya,
gunakan Move Tool untuk menggeser model bangunan dalam arah vertikal sehingga
sebagian alas bangunan tenggelam di bawah permukaan. Dengan demikian model
bangunan akan tampak menempel sempurna pada permukaan Bumi. Proses ini dapat
disebut grounding model.

Gambar 20 File>Geolocation>Show Terrain


Gambar 21 Proses Grounding Model Bangunan 3D

11. Setelah semua proses di atas telah dilakukan, proses georeferencing model telah
selesai. Untuk melihat hasilnya klik menu File>Export...3D Model dan simpan file
dalam format *.kmz. File *.kmz ini dibuka melalui aplikasi Google Earth, dan tampak
seperti berikut:
B. Georeferencing dengan ArcGIS 10.5 (ArcScene)
1. Untuk melakukan georefencing data model tiga dimensi (*.skp) pada aplikasi ArcScene,
siapkan data yang dibutuhkan berupa data shapefile. Dalam hal ini, data yang digunakan
adalah ftsp.shp dan jalan_ftsp.shp. Selanjutnya, buka aplikasi ArcScene dan diperoleh
“tampilan sebagaimana di bawah ini:

Gambar 22 Membuka Aplikasi ArcScene

2. Kemudian, klik Add Data pada ArcScene dan pilih file yang akan dibuka, dan klik Add.

Gambar 23 Memilih File untuk Pemodelan


Berikut merupakan tampilan dari data yang dimasukkan:

Gambar 24 Tampilan Data yang Dimasukkan

3. Untuk melakukan pemodelan tiga dimensi sederhana, layer yang digunakan adalah ftsp
yang merupakan data poligon untuk pelaksanaan pemodelan tiga dimensi. Klik kanan pada
layer fstp, kemudian pilih properties, kemudian akan muncul kotak dialog properties. Pada
kotak dialog properties, pilih Extrusion untuk menentukan tinggi dari pemodelan tiga
dimensi (3D).

Gambar 25 Membuka Properties Pada Layer fstp


Pada praktikum ini, nilai extrusion yang dimasukkan sebagai tinggi bangunan adalah 30
meter.

Gambar 26 Melakukan Extrusion Pada Poligon ftsp

Pertanyaan:
Apa yang dimaksud dengan aplikasi ArcScene dan apa kegunaannya?
Jawaban:
ArcScene adalah aplikasi visualisasi tiga dimensi (3D) yang memungkinkan pengguna
untuk melihat data Sistem Informasi Geografis dalam tiga dimensi. ArcScene juga
memungkinkan pengguna untuk melakukan overlay banyak layer dalam suatu lingkungan
3D. Fitur ditampilkan secara 3D dengan memiliki informasi terkait ketinggian dari fitur
geometri, atribut fitur, layer properties, atau permukaan yang didefinisikan secara 3D, dan
setiap layer dalam tampilan 3D dapat dikelola dengan beragam pengolahan. Data dengan
referensi spasial yang berbeda akan diproyeksikan pada sistem proyeksi yang sama,
ataupun data dapat ditampilkan menggunakan koordinat relatif saja.
4. Setelah penentuan ketinggian sudah dilakukan, kemudian klik OK atau Apply. Berikut
merupakan tampilan yang diperoleh:

Gambar 27 Hasil Extrusion


5. Setelah dilakukan pemodelan tiga dimensi sederhana, kemudian dilakukan pemodelan
secara detail dengan menggunakan bantuan Trimble SketcUp. Buka System Toolboxes >
3D Analyst Tools > Conversion > Layer 3D to Feature Class.

Gambar 28 Layer 3D to Feature Class Tool

Selanjutnya, akan muncul kotak dialog Layer 3D to Feature Class dan pilih input berupa
ftsp dan beri nama output file dengan 3D_feature yang ditempatkan pada folder yang sama
dengan fie awal, kemudian klik OK.

Gambar 29 Kotak Dialog Layer 3D to Feature Class

6. Setelah proses pembuatan feature class selesai, secara otomatis layer 3D_feature akan
muncul pada bagian Table of Contents sebagaimana di bawah ini:

Gambar 30 Layer 3d_feature Pada Table of Contents


Pertanyaan:
Apa yang dimaksud dengan Multipatch?
Jawaban:
Multipatch adalah objek SIG yang menyimpan kumpulan dari patches (tambalan) yang
merepresentasikan batasan dari suatu objek 3D sebagai suatu basis data dalam satu baris.
Patches menyimpan informasi terkait tekstur, warna, transparansi, dan informasi
geometrik sebagai bagian-bagian dari suatu fitur. Informasi geometrik yang disimpan
dapat berupa segitiga, ring, dan sebagainya. Data multipatch disimpan dalam geodatabase
ataupun shapefile sebagai titik, line (garis), ataupun poligon. Multipatch dapat memiliki
atribut dan dapatd digunakan dengan tool standar, seperti Identify. Selain itu, multipatch
dapat menyimpan pemodelan 3D yang dapat menyimpan informasi dengan tekstur
tertentu, seperti foto digital bagian depan dari suatu bangunan yang memungkinkan untuk
dihasilkannya tampilan 3D yang mendekati realistis.
7. Agar fitur yang digunakan dapat ditampilkan pada ArcScene, selanjutnya pilih Conversion
Tool > To Collada > Multipatch to Collada. Kemudian, akan muncul kotak dialog
Multipatch to Collada dan pilih input berupa 3D_feature serta output berupa folder
bernama collada dan simpan pada folder yang sama dengan file awal. Klik OK.

Gambar 31 Multipatch to Collada Tool

Gambar 32 Kotak Dialog Multipatch to Collada


8. Setelah dilakukan proses pembuatan collada folder, dilanjutkan dengan pemodelan tiga
dimensi menggunakan aplikasi Trimble SketchUp dengan melakukan import file *.skp yang
sudah dibuat terlebih dahulu ke dalam aplikasi ArcScene. Dilakukan georeferencing data
*.skp ke ArsScene. Setelah dilakukan pengolahan 3D feature class dan multipatch to
collada, selanjutnya dilakukan import data *.skp ke ArcScene. Adapun gedung yang dipilih
adalah gedung lama Teknik Geomatika ITS. Untuk mengetahui file collada mana yang
akan digunakan, klik ikon Identify dan pilih file mana yang hendak diketahui nomor file
*.dae. Setelah dilakukan identity, teryata file *.dae yang akan digunakan pada nomor 0
(FID) sebagaimana di bawah ini:

Gambar 33 Penentuan FID untuk *.dae Gedung Teknik Geomatika ITS

9. Setelah mengetahui file *.dae yang akan digunakan jalankan Trimble SketchUp, lalu pilih
file – import, kemudian impor file *.dae yang akan digunakan, kemudian Open.

Gambar 34 Melakukan Impor File


Memilih file *.dae dengan nomor 0 untuk bangunan Teknik Geomatika ITS, kemudian klik
Import.

Gambar 35 Memilih File *.dae Nomor 0

10. Setelah file *.dae terbuka pada Trimble SketchUp, langkah berikutnya buka juga file
geomatika.skp, kemudian copy lalu paste ke file *.dae yang telah kita buka sebagaimana di
bawah ini:

Gambar 36 Memasukkan File *.dae dan geomatika.skp


11. Langkah selanjutnya adalah menempatkan file geomatika.skp sesuai dengan posisi dari file
*.dae. Jika penempatan posisi telah dilakukan, kemudian hapus file *.dae sehingga hanya
pemodelan gedung Teknik Geomatika yang ada pada tampilan aplikasi SketchUp.

Gambar 37 Penempatan geomatika.skp Pada Posisi File *.dae

Gambar 38 Hasil Setelah File *.dae Dihapus


12. Kemudian simpan file tersebut pada folder collada yang telah dibuat pada proses
multipatch to collada pada ArcScene, simpan file data pada versi SketchUp 5 agar fitur yang
digunakan dapat muncul di ArcScene.

Gambar 39 Penyimpanan File *.skp Pada Folder Collada

13. Selanjutnya, buka ArcScene untuk menggantikan atau melakukan replace posisi file *.dae
nomor 0 dengan file *.skp yang telah dibuat pada SketchUp sebelumnya. Klik 3D Editor >
Start Editing > Edit Vertex Tool dan pilih gedung Teknik Geomatika.

Gambar 40 3D Editor > Start Editing


Gambar 41 Memilih File *dae Gedung Teknik Geomatika untuk Mengalami Proses Replace

14. Kemudian, klik 3D Editor dan pilih Replace with Model dan masukkan file *.skp yang telah
dibuat sebelumnya sesuai dengan file *.dae yang hendak diubah, dan pilih Open. Tunggu
proses selesai.

Gambar 42 3D Editor > Replace With Model


15. Berikut merupakan hasil replacement yang diperoleh pada tampilan ArcScene:

Gambar 43 Hasil Geoprocessing dengan ArcScene (Tampak 1)

Gambar 44 Hasil Geoprocessing dengan ArcScene (Tampak 2)

Gambar 45 Hasil Geoprocessing dengan ArcScene (Tampak 3)


4. Pembahasan
A. Keuntungan dan Kekurangan Proses Georeferencing Model Dengan Bantuan Google
Earth
Berikut merupakan keuntungan dari proses Georeferencing model dengan bantuan aplikasi
Google Earth:
1. Aplikasi yang digunakan tidak membutuhkan penyimpanan yang terlalu besar sehingga
pelaksanaan proses Georeferencing termasuk berlangsung cepat dan tidak mengalami error
secara berarti.
Berikut merupakan kekurangan dari proses Georeferencing model dengan bantuan aplikasi
Goolgle Earth:
1. Citra yang disediakan dari fitur Add More Imagery pada aplikasi SketchUp yang terhubung
dengan Server Google Earth memiliki resolusi yang kurang baik sehingga penempatan
posisi model 3D mengikuti citra yang ada tergolong sulit.
2. Saat hasil georeferencing dalam format *.kmz dimasukkan ke dalam aplikasi Google Earth,
dikarenakan resolusi citra pada SketchUp yang kurang baik menghasilkan adanya selisih
antara hasil georeferencing dengan data model 3D yang tersedia pada Google Earth. Selain
itu, posisi dari gedung Teknik Geomatika ITS jika ditinjau dari kumpulan citra dari tahun
yang berbeda ternyata bisa memiliki posisi berbeda. Hal ini kemungkinan terjadi karena
sudut pengambilan citra satelit yang agak berbeda setiap tahun.
3. Pada SketchUp Versi 2020, citra yang diperoleh berasal dari OpenStreetMap sehingga lebih
sesuai dilakukan dengan SketchUp versi lain, seperti versi 2017.
B. Keuntungan dan Kekurangan Proses Georeferencing Model Dengan Bantuan Aplikasi
ArcScene
Berikut merupakan keuntungan dari proses Georeferencing model dengan bantuan aplikasi
ArcScene:
1. Proses Georeferencing terkait penempatan model 3D bangunan Teknik Geomatika
tergolong lebih mudah lantaran adanya data *.dae yang memiliki boundary yang jelas
sehingga hanya perlu diusahakan fit satu sama lain.
Berikut merupakan kekurangan dari proses Georeferencing model dengan bantuan aplikasi
ArcScene:
1. Aplikasi ArcScene beberapa kali mengalami kendala error karena aplikasinya termasuk
berat bagi perangkat komputer dengan spesifikasi agak rendah sehingga proses
georeferencing yang dilakukan berlangsung lebih lama.
2. Sempat dijumpai kendala pada proses konversi Multipatch to Collada yang pada akhirnya
diatasi dengan menggunakan Enclose Multipatch Tool.
C. Perbandingan Proses Georefencing Dari Kedua Aplikasi
Berdasarkan proses georeferencing yang dilakukan pada kedua aplikasi, terdapat beberapa
implikasi yang diperoleh:
1. Sistem koordinat yang digunakan adalah Sistem Koordinat Geografis dengan Datum yang
digunakan adalah WGS-1984 untuk kedua aplikasi. Adapun koordinat dinyatakan dengan
satuan decimal degrees.
2. Proses Georeferencing yang dilakukan pada Google Earth berbasis pada citra satelit dengan
resolusi rendah sehingga prosesnya lebih sulit serta masih terdapat kesalahan dari
penentuan koordinat hasil Georeferencing. Sementara itu, proses Georeferencing pada
ArcScene mengacu kepada data poligon yang diolah sedemikian rupa menjadi data 3D
dengan resolusi lebih tinggi sehingga proses Georeferencing lebih mudah dilakukan dan
akurasinya cenderung lebih tinggi.
3. Proses Georeferencing menggunakan Google Earth dan SketchUp melibatkan banyak
modifikasi terhadap data model 3D awal (geomatika.skp) dengan Move, Rotate, dan Scale
Tool sementara pada Georeferencing menggunakan ArcScene dan SketchUp, modifikasi
yang dilakukan lebih sedikit dan secara umum hanya melibatkan Move Tool dan Scale Tool
(jika dibutuhkan).
4. Berikut merupakan perbandingan visualisasi antara dua metode:
a. Visualisasi dengan Google Earth

Gambar 46 Visualisasi dengan Google Earth

b. Visualisasi dengan ArcScene

Gambar 47 Visualisasi dengan ArcScene

Anda mungkin juga menyukai