Anda di halaman 1dari 33

SEJARAH PERPAJAKAN

RAKYAT RAJA/PENGUASA

UPETI (pemberian secara cuma-cuma),


Berupa padi, ternak & hasil tanaman.

Untuk Kepentingan Raja/Penguasa

- Dipaksakan
- Harus Dilaksanakan
- Ada Tekanan

Tidak Ada Imbalan/Prestasi/


Kepentingan Sepihak

Selanjutnya mengalami perkembangan …………….

RAKYAT RAJA/PENGUASA

UPETI (pemberian secara cuma-cuma),


Berupa padi, ternak & hasil tanaman.

Mengarah kpd Kepentingan Rakyat

- Dipaksakan
- Harus Dilaksanakan
- Ada Tekanan
- Ada Unsur Keadilan

Ada Imbalan/Prestasi :
- Menjaga Keamanan
- Memelihara Jalan
- Membangun Irigasi
- Sarana Sosial Lainnya

2
Akhirnya ………………………..

PAJAK

Dibuat
Aturan-Aturan

Undang-Undang
(Mengatur tata cara pemungutan, jenis
pajak yang dipungut, siapa yang
membayar dan berapa besarnya

PENGERTIAN & DEFINISI PAJAK

1. Prof. Dr. P.J.A. Adriani


“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat
prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan."

2. Mr. Dr. N. J. Feldmann


“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada
penguasa, menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum, tanpa
adanya kontra-prestasi dan semata-mata digunakan untuk menutup
pengeluaran-pengeluaran Umum.”
3
3. Prof. Dr. M.J.H. Smeets
“Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma
umum dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontra-prestasi yang dapat
ditunjukkan dalam hal yang individual; maksudnya adalah untuk membiayai
pengeluaran Pemerintah.”

4. Dr. Soeparman Soemahamidjaja


“Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa
berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang
dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.”

5. Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH


“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra-prestasi), yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum.”

Ciri-ciri yang melekat dalam pengertian pajak :


1. Pembayaran pajak harus berdasarkan Undang-undang.
2. Sifatnya dapat dipaksakan.
3. Tidak ada kontra prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh
sipembayar pajak.
4. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun
daerah.
5. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah bagi
kepentingan masyarakat umum.

REFORMASI PERPAJAKAN

I. TAHUN 1983
Pada tanggal 5 Oktober 1983 pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh
Menteri Keuangan (Radius Prawiro) untuk pertama kalinya mengajukan tiga
buah Rancangan Undang-Undang Perpajakan (RUU Perpajakan) kepada Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), yaitu :
1. RUU Ketentuan Umum Perpajakan
2. RUU Pajak Penghasilan
3. RUU PPN & PPn BM
Dengan tujuan untuk lebih meningkatkan kemandirian dalam membiayai
pembangunan nasional dengan jalan lebih mengerahkan segenap potensi dan
kemampuan dari dalam negeri, khususnya dengan cara meningkatkan penerimaan
negara melalui perpajakan dari sumber-sumber diluar MIGAS.

Pada tanggal 31 Desember 1983, pemerintah mengeluarkan dan


mengundangkannya melalui :
1. UU No. 6 Th’83 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (KUP).
2. UU No. 7 Th’83 tentang Pajak Penghasilan (PPh).

4
3. UU No. 8 Th’83 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPN & PPn BM).

II. TAHUN 1985


Pemerintah mengajukan kembali dua buah RUU, yaitu :
1. RUU Pajak Bumi dan Bangunan.
2. RUU Bea Materai.
Dan disetujui, sehingga pada tanggal 27 Desember 1985 dikeluarkan dan
diundangkan :
1. UU No. 12 Th’85 tentang PBB.
2. UU No. 13 Th’85 tentang Bea Materai.

III. TAHUN 1994


Pada tanggal 3 September 1994 atas nama Pemerintah, Menteri Keuangan (Drs.
Mar’ie Muhammad) mengajukan empat buah RUU mengenai perubahan UU
Perpajakan yang ada sebelumnya, yaitu :
1. RUU Perubahan atas UU No. 6 Th’83 tentang KUP.
2. RUU Perubahan atas UU No. 7 Th’83 tentang PPh.
3. RUU Perubahan atas UU No. 8 Th’83 tentang PPN & PPn BM.
4. RUU Perubahan atas UU No. 12 Th’85 tentang PBB.
Disetujui dan diundangkan dengan :
1. UU No. 9 Th’94 tentang KUP.
2. UU No. 10 Th’94 tentang PPh.
3. UU No. 11 Th’94 tentang PPN & PPn BM.
4. UU No. 12 Th;94 tentang PBB.

IV. TAHUN 1997


Pada tahun ini Drs. Mar’ie Muhammad kembali mengajukan empat RUU kepada
DPR, yaitu :
1. RUU Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
2. RUU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
3. RUU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
4. RUU Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Disetujui dan diundangkan dengan :
1. UU No. 17 Th’97 tentang BPSP.
2. UU No. 18 Th’97 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
3. UU No. 19 Th’97 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
4. UU No. 21 Th’97 tentang BPHTB.

V. TAHUN 2000
Pada tahun Ini Menteri Keuangan (Dr. Bambang Sudibyo) mengajukan RUU
kepada DPR, yaitu :
1. RUU Perubahan atas UU No. 9 Th’94 tentang KUP.
2. RUU Perubahan atas UU No. 10 Th’94 tentang PPh.
3. RUU Perubahan atas UU No. 11 Th’94 tentang PPN & PPn BM.
4. RUU Perubahan atas UU No. 19 Th’97 tentang Penagihan Pajak dengan Surat
Paksa.
5. RUU Perubahan atas UU No. 21 Th’97 tentang BPHTB.
Pada tanggal 2 Agustus 2000 disahkan dan diundangkan, yaitu dengan :
1. UU No. 16 Th’00 tentang KUP.
5
2. UU No. 17 Th’00 tentang PPh.
3. UU No. 18 Th’00 tentang PPN & PPn BM.
4. UU No. 19 Th’00 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
5. UU No. 20 Th’00 tentang BPHTB.

STRUKTUR PERPAJAKAN DI INDONESIA

PAJAK :
1. Pajak Pusat/Negara:
1. Dirjen Pajak :
a. PPh
b. PPN
c. PPn BM
d. PBB
e. Bea Materai
f. BPHTB

2. Dirjen Bea dan Cukai :


a. Bea Masuk
b. Cukai

2. Pajak Daerah :
1. Propinsi DT. Tk I :
a. Pajak Kendaraan Bermotor
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

2. Kabupaten/Kota DT. Tk. II :


a. Pajak Hotel & Restoran
b. Pajak Hiburan
c. Pajak Reklame
d. Pajak Penerangan Jalan
e. Pajak Pengambilan & Pengolahan Bahan Galian Gol. C
f. Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.

TINJAUAN & PENDEKATAN PAJAK DARI BERBAGAI ASPEK

a. Aspek Ekonomi
b. Aspek Hukum
c. Aspek Keuangan
d. Aspek Sosiologi

a. Aspek Ekonomi
Pajak merupakan penerimaan negara yang digunakan untuk mengarahkan
kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan masyarakat. Pajak sebagai sumber
motor penggerak kehidupan ekonomi masyarakat.

b. Aspek Hukum

6
Pajak merupakan masalah keuangan negara, adapun dasar yang digunakan
untuk mengatur masalah keuangan negara tersebut yaitu pasal 23 (2) UUD
1945, dan untuk teknis pelaksanaan perpajakan yang mengatur masalah
perpajakan terdapat UU Perpajakan.

c. Aspek Keuangan
Pajak dipandang sebagai aspek penting dalam penerimaan negara yang
menjadikan pajak sebagai primadona penerimaan negara.

d. Aspek Sosiologi
Pajak sebagai sumber penerimaan negara untuk membiayai pengeluaran rutin
dan juga digunakan untuk membiayai pembangunan, bearti pembangunan ini
dibiayai oleh masyarakat.

PERAN & FUNGSI PAJAK

A. Peran Pajak
Terdapat tiga sumber penerimaan pemerintah dalam penyusunan APBN, yaitu :
1. Dari Sektor Pajak
2. Dari Sektor Migas
3. Dari Sektor Bukan Pajak & Non Migas

Tabel : Nota Keuangan APBN 1998/1990 s/d 1999/2000


Departemen Keuangan.

Tahun Volume APBN Pajak Migas % (3:2) % (4:2)


(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1989/90 39.834,5 16.084,1 13.381,3 40,37 33,59
1990/91 50.574,5 22.010,9 17.740,0 43,52 35,07
1991/92 52.557,1 24.919,3 15.069,6 47,41 28,67
1992/93 59.960,5 30.091,5 15.330,8 50,18 25,56
1993/94 66.865,6 36.665,1 12.503,4 54,83 18,69
1994/95 76.225,8 44.442,1 13.537,4 58,28 17,75
1995/96 82.022,7 48.686,3 16.054,7 59,35 19,5
1996/97 99.530,4 57.339,9 20.137,1 57,61 20,23
1997/98 126.661,6 70.934,2 30.559,0 56,00 24,12
1998/99 207.711,6 102.299,0 41.368,3 49,25 19,91
1999/00 219.603,8 94.739,7 20.965.6 43,14 9,54

Dari tabel tersebut dapat dilihat, ternyata sektor pajak merupakan sumber
penerimaan terbesar negara dan menunjukan teramat penting dan strategisnya peran
penerimaan pajak dalam mengisi kas APBN dalam rangka pembangunan nasional.

B. Fungsi Pajak
Ada 2 fungsi pajak :
- Fungsi Budgeter
- Fungsi Regulerend

Fungsi Budgeter

7
Adalah fungsi yang letaknya disektor publik yaitu fungsi untuk mengumpulkan
uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan Undang-undang yang berlaku
yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
negara, yaitu pengeluaran rutin & pengeluaran pembangunan, bila ada sisa
(surplus) akan digunakan sebagai tabungan pemerintah untuk investasi
pemerintah.

Fungsi Regulerend
Adalah suatu fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan digunakan sebagai suatu
alat untuk mencapai tujuan-tujuan yang letaknya diluar bidang keuangan.

Fungsi Demokrasi
Adalah suatu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem
gotong-royong, termasuk kegiatan pemerintahan dan pembangunan demi
kemaslahatan manusia yang sering dikaitkan dengan hak seseorang apabila akan
memperoleh pelayanan dari pemerintah.

Fungsi Distribusi
Adalah fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan
dalam masyarakat.

PRINSIP-PRINSIP PERPAJAKAN YANG BAIK


1. Prinsip Manfaat
Artinya secara umum, barang-barang dan jasa-jasa yang disediakan oleh
pemerintah merupakan barang untuk kepentingan umum/untuk dimanfaatkan
oleh masyarakat luas.

2. Prinsip Kemampuan Membayar


Artinya negara memperoleh penghasilan dari wajib pajak melalui sumbangan
sesuai dengan kemampuannya.

3. Efisiensi
Artinya pengenaan pajak harus mempertimbangkan aspek efisiensinya karena
dengan adanya pengenaan pajak maka akan menaikan harga barang atau jasa
tersebut.

4. Pertumbuhan Ekonomi
Artinya sistem perpajakan yang baik harus dapat mengacu pada pertumbuhan
ekonomi, dapat memberi dorongan bagi pembukaan lapangan kerja yang
mendorong pertumbuhan secara bersaing diberbagai sektor ekonomi.

5. Kecukupan Penerimaan
Artinya penerapan jenis pajak harus layak dan memadai sebagai sumber dana
untuk membiayai pengeluaran pemerintah, jangan sampai cost of collection
lebih besar dari perolehan pajaknya.
8
6. Stabilitas
Artinya dalam pengenaan pajak perlu adanya stabilitas penerimaan pajak karena
jika penerimaan pajak bersifat fluktuatif, maka program pemerintah yang telah
direncanakan dalam APBN dapat terganggu.

7. Kesederhanaan
Artinya suatu sistem perpajakan haruslah sederhana dan mudah dipahami
masyarakat, terutama wajib pajak.

8. Rendahnya Biaya Administrasi dan Biaya Kepatuhan


Artinya sistem perpajakan yang baik harus memiliki biaya administrasi dan
kepatuhan yang rendah.

9. Netralitas
Artinya sistem perpajakan yang baik harus dapat menghilangkan terjadinya
distorsi dalam prilaku konsumsi dan produksi oleh masyarakat, yang dapat
membantu menarik investor lain untuk melakukan investasi.

PERBEDAAN PAJAK DENGAN JENIS PUNGUTAN LAINNYA

1. Pengertian Retribusi
Retribusi adalah jenis pungutan yang diberikan atas pembayaran berupa jasa
atau pemberian izin tertentu yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah
kepada setiap orang atau badan.

Misalnya : Retribusi atas penyediaan tempat penginapan, retribusi tempat


pencucian mobil, pembayaran aliran listrik, pembayaran abodemen air minum,
retribusi tempat penitipan anak, IMB.

Sifat paksanaan pada retribusi lebih mengarah pada hal yang bersifat ekonomis.

Jenis-Jenis Retribusi :
1. Retribusi Jasa Umum, terdiri dari :
a. Pelayanan kesahatan
b. Pelayanan persampahan/kebersihan
c. Penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akte catatan sipil
d. Pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat
e. Parkir ditepi jalan umum
f. Pasar
g. Air bersih
h. Pengujian kendaraan bermotor
i. Pemeriksaan alat pemadam kebakaran
j. Penggantian biaya cetak peta
k. Pengujian kapal perikanan

2. Retribusi Jasa Usaha, terdiri dari :


a. Pemakaian kekayaan daerah
b. Pasar grosir dan atau pertokoan
c. Terminal
9
d. Tempat khusus parkir
e. Tempat penitipan anak
f. Tempat penginapan/villa
g. Penyedotan kakus
h. Rumah potong hewan
i. Tempat pendaratan kapal
j. Tempat rekreasi dan oleh raga
k. Penyeberangan diatas air
l. Pengolahan limbah cair
m. Penjualan produksi usaha daerah

3. Retribusi Perizinan tertentu, terdiri dari :


a. Izin peruntukan penggunaan tanah
b. Izin mendirikan bangunan
c. Izin tempat penjualan minuman beralkohol
d. Izin gangguan
e. Izin trayek
f. Izin pengambilan hasil hutan ikutan

2. Pengertian Sumbangan
Sumbangan adalah jenis pungutan sukarela yang dilakukan oleh dan untuk
kepentingan sekelompok masyarakat tertentu dan tidak memerlukan dasar
hukum.

Misalnya : Sumbangan pembangunan tempat ibadah, sumbangan untuk


bencana alam, sumbangan swadaya masyarakat untuk perbaikan jalan
dilingkungan tempat tinggal.

Perbedaan Pajak Dgn Jenis Pungutan Lain

CIRI-CIRI YANG PAJAK RETRIBUSI SUMBANGAN


MELEKAT
1. Pemungutannya
berdasarkan UU YA YA TIDAK

2. Ada kontra prestasi


langsung TIDAK YA YA

3. Dilakukan oleh negara


YA YA TIDAK
4. Digunakan untuk
pengeluaran rutin & YA YA TIDAK
pembangunan bagi

10
kepentingan
masyarakat umum.

11
a. Sekretariat Direktorat Jenderal
Tugasnya : memberikan pelayanan teknis dan administratif kepada semua unsur
dilingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

b. Direktorat Perencanaan, Potensi Dan Sistem Perpajakan

12
Tugasnya : menyiapkan perumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan
teknis, evaluasi dan pelaksanaan dibidang perencanaan, potensi dan sistem
perpajakan.

c. Direktorat Peraturan Perpajakan


Tugasnya : menyiapkan perumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan
teknis, evaluasi dibidang perancangan peraturan, perjanjian dan ruling dibidang
perpajakan.

d. Direktorat Pajak Penghasilan


Tugasnya : menyiapkan perumusan kebijakan standardisasi dan bimbingan
teknis serta evaluasi dibidang pelaksanaan pajak penghasilan.

e. Direktorat Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Tidak Langsung Lainnya


Tugasnya : menyiapkan perumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan
teknis serta evaluasi dibidang pelaksanaan pajak pertambahan nilai dan pajak
tidang langsung lainnya.

f. Direktorat Pajak Bumi Dan Bangunan Dan Bea Perolehan Atas Tanah Dan
Bangunan
Tugasnya : menyiapkan perumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan
teknis serta evaluasi dibidang pelaksanaan pajak bumi dan bangunan dan bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan.

g. Direktorat Pemeriksaan, Penyidikan Dan Penagihan Pajak


Tugasnya : menyiapkan perumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan
teknis serta evaluasi dibidang pemeriksaan, penyidikan dan penagihan pajak.

h. Direktorat Penyuluhan Perpajakan


Tugasnya : menyiapkan perumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan
teknis, evaluasi dan pelaksanaan dibidang penyuluhan perpajakan.

i. Direktorat Informasi Perpajakan


Tugasnya : menyiapkan perumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan
teknis, evaluasi dan pelaksanaan dibidang ekstensifikasi wajib pajak, pengolahan
data dan penyajian informasi.

j. Kanwil Direktorat Jenderal Pajak


Tugasnya : melaksanakan bimbingan teknis, evaluasi dan pengendalian
pelaksanaan tugas dibidang perpajakan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

k. Kantor Pelayanan Pajak


Tugasnya : melaksanakan pelayanan, pengawasan administratif dan
pemeriksaan sederhana terhadap wajib pajak dibidang pajak penghasilan, pajak
pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah dan pajak tidak langsung
lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

13
l. Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan
Tugasnya : melaksanakan pelayanan dibidang pajak bumi dan bangunan dan
bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dalam wilayah wewenangnya
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

m. Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak


Tugasnya : melaksanakan pemeriksaan lengkap, pemeriksaan bukti permulaan
dan penyidikan dibidang perpajakan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

n. Kantor Penyuluhah dan Pengamatan Potensi Perpajakan


Tugasnya : melakukan urusan penyuluhan, pelayanan konsultasi perpajakan
kepada masyarakat, pengamatan potensi perpajakan wilayah, pembuatan
monografi pajak dan membantu KPP dan KPP PBB dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat serta urusan tata usaha, rumah tangga, kepegawaian dan
keuangan.

PENGGOLONGAN JENIS PAJAK


1. Menurut Sifatnya
a. Pajak Langsung
Adalah pajak-pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan
tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain serta dikenakan secara berulang-
ulang pada waktu-waktu tertentu, misalnya PPh.

b. Pajak Tdk Langsung


Adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada orang lain dan hanya
dikenakan pada hal-hal tertentu atau peristiwa peristiwa tertentu saja,
misalnya, pajak pertambahan nilai.

2. Menurut Sasaran/Objeknya
a. Pajak Subjektif
Adalah Jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama memperhatikan
keadaan wajib pajak (subjeknya). Setelah diketahui keadaan subjeknya
barulah diperhatikan keadaan objektifnya sesuai gaya pikul apakah dapat
dikenakan pajak atau tidak, misalnya, pajak penghasilan.

b. Pajak Objektif
Adalah jenis pajak yang dikenakan dengan pertama-tama
memperhatikan/melihat objeknya baik berupa keadaan perbuatan atau
peristiwa yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak. Setelah
diketahui objeknya barulah dicari subjeknya yang mempunyai hubungan
hukum dengan objek yang telah diketahui,misalnya, pajak pertambahan nilai.

3. Menurut Lembaga Pemungutnya


a. Pajak Pusat
Adalah Jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang dalam
pelaksanaannya dilakukan oleh departemen keuangan cq. Departemen
jendral pajak, hasilnya dikumpulkan dan dimasukkan sebagai bagian dari
penerimaan APBN.
14
b. Pajak Daerah
Adalah Jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah yang dalam
pelaksanaannya sehari-hari dilakukan oleh dinas pendapatan daerah,
hasilnya dikumpulkan dan dimasukkan sebagai bagian dari penerimaan APBD.

Pajak Tertulis dan Tidak Tertulis


a. Pajak Tertulis
Adalah pajak-pajak yang pada permulaan tahun atau pada permulaan suatu
masa telah tersusun suatu daftar yang berisikan data-data tertentu dari para
wajib pajak.

b. Pajak Tidak Tertulis


Adalah pajak-pajak yang umumnya timbul karena suatu kejadian atau perbuatan,
yang tidak diketahui sebelumnya siapa yang melakukannya, sehingga tidak
mungkin untuk disusun suatu daftar wajib pajak terlebih dahulu.

KEDUDUKAN HUKUM PAJAK

HUKUM TATA
NEGARA
HUKUM
NEGARA
HUKUM ADM HUKUM
NEGARA PAJAK

HK. PERDATA
MATERIAL
HUKUM
HUKUM PERDATA
HK. PERDATA
FORMAL

HK. PIDANA
MATERIAL
HUKUM
PIDANA
HK. PIDANA
FORMAL

Dari struktur diatas dapat dilihat, ternyata hukum pajak merupakan bagian
dari hukum administrasi negara yang merupakan segenap peraturan hukum yang

15
mengatur segala cara kerja dan pelaksanaan serta wewenang dari lembaga-lembaga
negara serta aparaturnya dalam melaksanakan tugas administrasi negara.

Penafsiran Dalam Hukum Pajak

Penafsiran dalam hukum pajak ditujukan untuk mngetahui arti dari peraturan dalam
undang-undang perpajakan.

Ada 6 penafsiran dalam hukum pajak :


1. Penafsiran Tata Bahasa
Adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang-undang berdasarkan
bunyi kata-kata secara keseluruhan dalam kalimat-kalimat yang disusun oleh
pembuat undang-undang.

Maksudnya penafsiran dilakukan berdasarkan bunyi kata-kata, sebab dalam


kata-kata itu tersimpullah kehendak pembuat undang-undang yang menyatakan
maksudnya dengan jelas.

2. Penafsiran Otentik
Adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang-undang dengan melihat
pada apa yang telah dijelaskan dalam undang-undang tersebut.

3. Penafsiran Historis
Adalah penafsiran atas suatu undang-undang dengan melihat pada sejarah
dibuatnya suatu undang-undang.

Maksudnya penafsiran dilakukan dengan cara memahami maksud pembuat


undang-undang, tujuannya dan apa arti istilah-istilah yang digunakan.

4. Penafsiran Sistematik
Adalah penafsiran dalam suatu ketentuan dalam undang-undang dengan
mengaitkannya dengan ketentuan (pasal-pasal) lain dari undang-undang yang
dimaksud (dalam satu undang-undang) atau dengan mengaitkannya dangan
ketentuan (pasal-pasal) lain dari undang-undang yang lainnya.

Maksudnya penafsiran dilakukan dengan cara memahami bahwa undang-


undang merupakan suatu sistem & kaidah-kaidahnya mempunyai hubungan
yang logis satu sama lain.

5. Penafsiran Sosiologis
Adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang-undang yang disesuaikan
dengan perkembangan kehidupan masyarakat.

16
Maksudnya penafsiran dilakukan berdasarkan syarat-syarat dalam kehidupan
masyarakat, karena peristiwa dan kenyataan turut serta dalam menentukan
hukum dan hukum pun mempunyai fungsi dalam masyarakat.

6. Penafsiran Analogi
Adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang-undang dengan cara
memberi kiasan pada kata-kata yang tercantum dalam undang-undang,
sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak termasuk dalam suatu
ketentuan jadi termasuk berdasarkan analog yang dibuat.

7. Penafsiran A Contrario
Adalah penafsiran atas suatu ketentuan dalam undang-undang yang didasarkan
pada perlawanan pengertian antara soal yang dihadapi dan soal yang diatur
dalam suatu pasal undang-undang.

Subjek dan Objek Pajak


Subjek pajak adalah siapa yang dikenakan pajak.
Objek pajak adalah apa yang dikenakan pajak.

SUBJEK PAJAK
a. Subjek PPh
1. Orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak.
2. Badan yang terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer,
Perseroan Lainnya, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah
dengan nama dan dalam bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan, Firma,
Kongsi, Koperasi, Yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga dana
pensiun, dan bentuk badan usaha lainnya.
3. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal diIndonesia atau berada diIndonesia tidak lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan diIndonesia, untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan diIndonesia.

Subjek Pajak PPh dalam negeri :


a. Orang pribadi yang bertempat tinggal diIndonesia atau orang pribadi
yang berada diIndonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan, atau orang pribadi yang dalam satu tahun pajak berada
diIndonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal diIndonesia.
b. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan diIndonesia.
c. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang
berhak.

Subjek Pajak PPh luar negeri :


a. Orang pribadi yang bertempat tinggal diIndonesia atau berada
diIndonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan
badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan diIndonesia yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap
diIndonesia.
17
b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal diIndonesia atau berada
diIndonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan
badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan diIndonesia yang
dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan
dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap diIndonesia.

Saat Mulai dan Berakhirnya PPh


a. Untuk orang pribadi yang bertempat tinggal diIndonesia atau berada diIndonesia
lebih dari 183 hari, dimulai saat dilahirkan, berakhir saat meninggal dunia atau
meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
b. Untuk badan yang didirikan atau berkedudukan diIndonesia, dimulai saat badan
tersebut didirikan atau berkedudukan diIndonesia dan berakhir saat dibubarkan
atau tidak lagi berkedudukan diIndonesia.
c. Untuk orang pribadi yang tidak bertempat tinggal diIndonesia atau berada
diIndonesia tidak lebih dari 183 hari atau badan yang tidak didirikan atau tidak
berkedudukan diIndonesia yang menjalankan usaha melalui BUT diIndonesia,
dimulai saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan dan berakhir saat tidak lagi menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap.
d. Untuk orang pribadi yang tidak bertempat tinggal diIndonesia atau berada
diIndonesia tidak lebih dari 183 hari atau badan yang tidak didirikan dan tidak
berkedudukan diIndonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan
dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau memperoleh penghasilan
melakukan kegiatan melalui BUT diIndonesia, dimulai saat orang pribadi atau
badan tersebut memperoleh atau menerima penghasilan dari Indonesia dan
berakhir saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan tersebut.
e. Untuk warisan yang belum terbagi, dimulai saat timbulnya warisan tersebut dan
berakhir saat warisan tersebut selesai dibagi.

b. Subjek PPN
Subjek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yaitu pengusaha yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak
yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN, tidak termasuk pengusaha kecil
yang batasannya ditetapkan MenKeu, kecuali pengusaha kecil tersebut memilih
untuk dikukuhkan menjadi PKP.

c. Subjek PBB
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang atau badan yang mempunyai
kewajiban untuk melunasi PBB sesuai dengan ketentuan UU PBB.

OBJEK PAJAK
a. Objek PPh
Objek PPh adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia
yang digunakan baik untuk investasi maupun konsumsi.
a.1 PPh Pasal 21
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang
pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan
komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur,
18
uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan
anak, tunjangan kehamilan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus,
tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan
pendidikan anak, bea siswa, hadiah, premi asuransi yang dibayar pemberi
kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun.
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa
produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya,
tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis
lainnya yang sifat tidak tetap.
3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan dan upah borongan.
4. Uang tebusan pensiun, uang tabungan hari tua atau tunjangan hari tua,
uang pesangon dan pembayaran lainnya yang sejenis.
5. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam
bentuk apapun, komisi, bea siswa dan pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh
wajib pajak dalam negeri.
6. Gaji dan tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji yang diterima
oleh pejabat negara, pegawai negeri sipil, serta uang pensiun dan
tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang
diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya.

a.2 PPh Pasal 22


1. Penyerahan barang dan atau jasa kepada institusi pemerintah.
2. Kegiatan impor kedalam daerah pabean.

a.3 PPh Pasal 23


1. Deviden.
2. Bunga, termasuk premium, disconto dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian hutang.
3. Royalty.
4. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
5. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa
konstruksi dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21,
antara lain :
a. Jasa perancang interior dan jasa perancang pertamanan.
b. Jasa akuntansi dan pembukuan.
c. Jasa pembasmian hama dan jasa pembersihan.
d. Jasa penebangan hutang.
e. Jasa pengeboran (jasa drilling) dibidang penambangan migas kecuali
yang dilakukan oleh BUT.
f. Jasa penunjang dibidang penambangan migas.
g. Jasa penambangan dan jasa penunjang dibidang penambangan selain
migas.
h. Jasa perantara.
i. Jasa Penilai.
j. Jasa Aktuaris.
k. Jasa pengisian sulih suaru (dubbing) dan atau mixing film.

a.4 PPh Pasal 26

19
Pasal 26 UU PPh mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang
bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri dan
Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Pada dasarnya objek PPh Pasal 26 sama dengan objek PPh 23 hanya saja
dalam PPh Pasal 26 yang menerima penghasilan tersebut adalah Wajib Pajak Luar
Negeri, sedangkan PPh Pasal 23 yang menerima penghasilan adalah WP dalam
negeri. Selain itu sifat pemotongan PPh Pasal 26 adalah besifat final ( tidak dapat
dikreditkan ) sedangkan PPh 23 dapat dikreditkan/ tidak final.

b. Objek PPN
Objek dalam PPN adalah penyerahan atau kegiatan yang dilakukan oleh
pengusaha kena pajak, yaitu :
1. Penyerahan barang kena pajak didalam daerah pabean yang dilakukan oleh
pengusaha.
2. Impor barang kena pajak
3. Penyerahan jasa kena pajak yang dilakukan di dalam daerah pabean oleh
pengusaha.
4. Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean
didalam daerah pabean.
5. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean didalam daerah
pabean.
6. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.

c. Objek PBB
Objek PBB adalah benda tidak bergerak yaitu berupa bumi dan bangunan.
1. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti hotel,
pabrik dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan stu kesatuan
dengan komplek bangunan tersebut.
2. Jalan TOL
3. Kolam Renang
4. Pagar Mewah
5. Tempat olah raga
6. Galangan kapal, dermaga
7. Taman Mewah
8. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak.
9. Fasilitas lain yang memberikan manfaat.

d. Objek BPHTB
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang dapat
berupa tanah (termasuk tanaman diatasnya), tanah dan bangunan, yang
meliputi:
1. Pemindahan hak
2. Pemberian hak baru

Pemindahan hak terjadi karena adanya :


1. Jual beli
2. Tukar menukar
3. Hubah

20
4. Wasiat
5. Waris
6. Pemasukan dlm perseroan atau badan hukum lainnya
7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peraliahan
8. Penunjukkan pembeli dalam lelang
9. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap
10. Penggabungan usaha
11. Pemekaran usaha
12. Hadiah.

Sedangkan pemberian hak baru terjadi karena :


1. Kelanjutan pelepasan hak
2. Diluar pelepasan hak

e. Objek Bea Materai


Objek Bea Materai adalah Dokumen.
Dokumen yang telah disebutkan dalam Undang-Undang seperti :
1. Surat perjanjian atau surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk
digunakan sebagai alat pembuktian.
2. Akta-akta notaris termasuk salinannya.
3. Akta-Akta yang dibuat oleh PPAT termasuk rangkap-rangkapnya.
4. Surat yang memuat jumlah uang, yaitu :
a. yang menyebutkan penerimaan uang
b. yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam
rekening dibank.
c. Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank.
d. Yang berisi pengakuan pelunasan utang
5. Surat berharga
6. Efek

Hak dan Kewajiban Wajib Pajak


Wajib pajak adalah Orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-
undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk
pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

Badan Adalah Sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha atau daerah dengan
nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi
yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.

b. Hak Wajib Pajak


1. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pengarahan dari fiscus.
2. Hak untuk membetulkan surat Pemberitahuan (SPT).
3. Hak untuk memperpanjang waktu penyampaian SPT.
4. Hak Untuk memperoleh kembali kelebihan pembayaran pajak.
5. Hak mengajukan keberatan dan banding.
6. Hak mengajukan pejabat yang membocorkan rahasia wajib pajak.
21
7. Hak mengajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran
pajak.
8. Hak mengurangi penghasilan kena pajak dengan biaya yang telah
dikeluarkan.
9. Hak pengurangan berupa PenghasilanTidak Kena Pajak (PTKP).
10. Hak menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.
11. Hak memperoleh fasilitas perpajakan.
12. Hak untuk melakukan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.

c. Kewajiban Wajib Pajak


1. Kewajiban untuk mendaftarkan diri.
2. Kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).
3. Kewajiban membayar atau menyetor pajak.
4. Kewajiban membuat pembukuan dan atau pencatatan.
5. Kewajiban mentaati pemeriksaan pajak.
6. Kewajiban melakukan pemotongan atau pemungutan pajak.
7. Kewajiban membuat faktur.
8. Kewajiban melunasi Bea Materai.
.
Hak dan Kewajiban Fiskus
a. Hak Fiskus
1. Menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan atau mengukuhkan
Pengusaha Kena Pajak (PKP).
2. Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak.
3. Menerbitkan Surat Paksa dan Malaksanakan Penyitaan.
4. Melakukan Pemeriksaan dan Penyegelan.
5. Menghapuskan atau mengurangi sanksi administrasi.
6. Melakukan penyidikan.

b. Kewajiban Fiskus
1. Kewajiban untuk membina wajib pajak.
2. Menerbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar.
3. Merahasiakan data wajib pajak.

Dasar, Teori & Asas-Asas Pemungutan pajak


a. Dasar Pemungutan Pajak
1. Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu dikenakan kepada
orang pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak
atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima.

2. Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang, wajib pajak harus
mengetahui secara jelas dan pasti pajak yang terutang, kapan harus dibayar,
serta batas waktu pembayaran.

3. Convenience
Kapan wajib pajak itu harus membayar pajak sebaiknya sesuai dengan saat-
saat yang tidak menyulitkan wajib pajak,
22
4. Economy
Secara ekonomi biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak
bagi wajib pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula dengan
beban yang dipikul wajib pajak.

b. Teori Pemungutan Pajak


1. Teori Asuransi
Artinya suatu kepentingan masyarakat yang harus dilindungi oleh negara.

2. Teori Kepentingan
Artinya negara yang melindungi kepentingan harta benda dan jiwa warga
negara dengan memperhatikan pembagian beban pajak yang harus
dipungut dari seluruh penduduknya.

3. Teori Gaya Pikul


Artinya setiap orang yang dikenakan pajak harus sama beratnya menurut
gaya pikul seseorang antara besarnya penghasilan dengan pengeluaran
seseorang.

4. Teori Daya Beli


Artinya gaya beli suatu rumah tangga dalam masyarakat adalah sama
dengan daya beli suatu rumah tangga negara.

5. Teori Bakti
Artinya pembayaran pajak yang dilakukan kepada negara merupakan bakti
dari masyarakat kepada negara, karena negaralah yang bertugas
menyelenggarakan kepentingan masyarakatnya.

c. Yurisdiksi/Asas Pemungutan Pajak


1. Asas Tempat Tinggal
Adalah suatu azas pemungutan pajak berdasarkan tempat tinggal atau
domisili seseorang.

2. Asas Kebangsaan
Adalah suatu azas pemungutan pajak yang didasarkan pada kebangsaan
suatu negara.

3. Asas Sumber
Adalah suatu azas pemungutan pajak yang didasarkan pada sumber atau
tempat penghasilan berada.

Hukum Pajak
Dalam penerapan pajak, pemerintah/fiskus dan wajib pajak diatur dengan
hukum.

Hukum Pajak :
Hukum yang mengatur hubungan antara pemerintah (fiskus) selaku pemungut pajak
dengan wajib pajak.

23
Hukum Pajak Dibedakan Menjadi 2 :
1. Hukum Pajak Materiil
Hukum yang memuat norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan,
peristiwa hukum yang dikenakan pajak/objek, siapa yang dikenakan
pajak/subjek, berapa pajak yang dikenakan, segala sesuatu tentang timbul dan
hapusnya utang pajak dan hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak.

2. Hukum Pajak Formal


Hukum yang memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil
menjadi kenyataan.

Saat Timbulnya Utang Pajak


I. Saat diundangkannya Undang-Undang Pajak.
Artinya bahwa begitu suatu Undang-Undang pajak diundangkan oleh
pemerintah, maka pada saat itulah timbul utang pajak sepanjang apa yang
diatur dalam Undang-Undang tersebut menimbulkan suatu kewajiban bagi
seseorang menjadi terutang pajak.

II. Saat dikeluarkannya SKP oleh pemerintah melalui DJP/fiskus.


Artinya bahwa seseorang baru diketahui mempunyai utang pajak saat fiskus
menerbitkan SKP atas namanya serta besarnya pajak yang terutang.

Berakhirnya/Hapusnya Utang Pajak


1. Pembayaran
Utang pajak yang melekat pada wajib pajak akan hapus karena pembayaran yang
dilakukan ke kas negara.

2. Kompensasi
Kompensasi terjadi apabila WP mempunyai tagihan berupa kelebihan
pembayaran pajak. Jumlah kelebihan pembayaran pajak yang diterima WP
sebelumnya harus dikompensasikan dengan pajak-pajak lainnya yang terutang.

3. Daluwarsa
Hak fiskus untuk melakukan penagihan telah lampau/lewat batas waktu apabila
telah melebihi sepuluh tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau
berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang
bersangkutan.

4. Pembebasan
Pembebasan diberikan terhadap sanksi administrasi, tidak terhadap pokoknya.

5. Penghapusan
Diberikan karena keadaan wajib pajak yang bisa disebabkan oleh hal-hal sebagai
berikut :
- WP meninggal dunia dengan tidak meninggalkan harta warisan dan tidak
mempunyai ahli waris tau ahli waris tidak dapat ditemukan.

24
- WP tidak mempunyai harta kekayaan lagi, yang dibuktikan dengan surat
keterangan dari Pemda setempat.
- WP tidak dapat ditemukan lagi atau dokumen tidak dapat ditemukan lagi
disebabkan kebakaran, bencana alam dsb.

Perlawanan Teradap Pajak


1. Perlawanan Pasif
Perlawanan berupa hambatan yan mempersulit pemungutan pajak

2. Perlawanan Aktif
Perlawanan aktif secara nyata terlihat pada semua usaha dan perbuatan yang
secara langsung ditunjukan kepada pemerintah (Fiscus) dengan tujuan untuk
menghindari pajak

Tindak Pidana Pajak


Suatu perbuatan yang melanggar ketentuan undang-undang perpajakan yang
pelakunya dapat dikenakan hukum pidana

Ada 2 sanksi yang dikenakan kepada WP yang melanggar undang-undang pajak,


yaitu :
1. Sanksi Administrasi
2. Sanksi Pidana
Beberapa UU perpajakan yang mencantumkan adanya sanksi pidana :
1. UU No. 16 T 2000 ttg KUP (Pasal 38 sampai denan pasal 43).
2. UU No. 12 T 1994 ttg PBB (Pasal 24 dan pasal 25).
3. UU No. 13 T 1985 ttg Bea Materai (Pasal 13 dan 14).
4. UU No. 18 T 1997 ttg Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Pasal 37 s/d pasal 40).

Penagihan Pajak
Yang menjadi dasar penagihan pajak adalah ; STP, SKPKB, SKPKBT, Surat
keputusan Pembetulan, Surat keputusan Keberatan dan Putusan Banding, yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.

Setelah dalam jangka satu bulan sejak tanggal diterbitkannya Surat Ketetapan tsb
diatas, WP tetap tidak melunasinya, barulah dilakukan suatu tindakan penagihan
aktif dengan :
1. Surat Teguran
Dimaksudkan untuk menegur atau memperingatkan WP untuk melunasi utang
pajaknya.

2. Surat Paksa
Adala surat perintah untuk membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
3 hal yang menyebabkan diterbitkannya Surat Paksa (SP), yaitu :
a. Penanggung pajak (PP) tidak melunasi utang pajak s/d tanggal jatuh tempo
dan telah diterbitkan Surat Teguran.
b. PP telah dilakukan penagihan seketika dan sekaligus.
c. PP tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau
penundaan pembayaran pajak.
Surat Paksa disampaikan kepada PP paling lambat setelah lewat waktu 21 hari
setelah Surat Teguran.
25
3. Penyitaan
Adalah suatu tindakan yan dilakukan oleh juru sita pajak untuk menguasai barang
PP guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak.
Penyitaan dilakukan setelah Surat Paksa yang hanya dapat dilakukan setelah
batas waktu 2 x 24 jam.

4. Pelelangan
Adalah setiap penjualan barang dimuka umum yang dipimpin oleh pajabat lelang
dengan cara penawaran harga secara terbuka/lisan dan atau tertutup/tertulis
yang didahului dengan pengumumam lelang.
Lelang dilakukan sekurang-kurangnya 14 hari setelah pengumuman lelang, dan
pengumuman lelang dilakukan sekurang-kurangnya 14 hari setelah pelaksanaan
penyitaan.

5. HAk Mendahulu Pajak


Adalah memberi kesempatan kepada negara untuk mendapatkan pembagian
lebih dahulu atas hasil pelelangan barang milik PP.

6. Penagihan Seketika dan Sekaligus


Penagihan Seketika yaitu, penagihan yang dilakukan segera tanpa menunggu
tanggal jatuh tempo pembayaran.
Penagihan Sekaligus yaitu, penagihan yang meliputi seluruh utang pajak dari
semua jenis pajak dan tahun pajak.

7. Pencegahan, Penyanderaan dan Gugatan


Adalah larangan yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu
untuk keluar dari wilayah negara Republik Indonesia berdasarkan alasan
tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Syaratnya :
a. Syarat kuantitatif, yaitu apabila penanggung pajak mempunyai utang
sekurang-kurangnya Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah).
b. Syarat kualitatif, yaitu syarat mengenai diragukannya itikad baik penanggung
pajak yang bersangkutan dalam melunasi pajaknya.

8. Angsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak


Angsuran dan penundaan pembayaran pajak yang dapat dilakukan oleh wajib
pajak adalah angsuran atau penundaan dari ketetapan pajak yang tercantum
dalam STP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan dan Putusan Banding yang disebabkan oleh kesulitan likuiditas
dengan membuat surat permohonan untuk mengangsur atau menunda
pembayaran utang pajaknya kepada KPP dimana WP terdaftar.
Syarat-syarat permohonan :
1. Permohonan diajukan sebelum jatuh tempo pembayaran dengan disertai
alasan dan jumlah pembayaran yang akan diangsur/ditunda.
2. Menggunakan formulir Surat Permohonan Angsuran/Penundaan
Pembayaran dengan bukti tanda terima.
3. WP harus bersedia memberikan jaminan, misalnya Bank garansi,
perhiasan, BPKB, sertifikat tanah dll. Namun apabila Kepala KPP
menganggap tidak perlu ada jaminan, permohonan tetap dapat diproses.
26
Setelah kepala KPP mempertimbangkan alasan-alasan yang diajukan dalam
permohonan, maka ada 3 kemungkinan keputusan yang akan dilakukan, yaitu :
1. menerima seluruhnya
2. menerima sebagian
3. menolak permohonan WP

9. Penghapusan Piutang Pajak


Penghapusan dapat dilakukan karena sebab/alasan sbb:
a. WP telah meninggal dunia dengan tidak meninggalkan warisan dan tidak
mempunyai ahli waris;
b. Ahli waris tidak dapat ditemukan lagi;
c. WP tidak mempunyai harta kekayaan lagi;
d. Hak untuk melakukan penagihan sudah daluwarsa;
e. Sebab lain, misalnya WP tidak ditemukan, dokumen tidak lengkap, keadaan yang
tidak dapat dihindarkan seperti bencana alam, kebakaran, rusak dimakan rayap
dsb.

Sistem Pemungutan Pajak


b. Official Assessment System
Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemungut
pajak/fiskus untuk menentukan besarnya pajak yang dibayar (pajak terutang)
oleh seseorang.

c. Semi Self Assessment System


Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada fiskus dan wajib
pajak untuk menentukan besarnya pajak seseorang yang terutang.

d. Self Assessment System


Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang penuh kepada wajib
pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri
besarnya utang pajak.

e. Withholding System
Yaitu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada pihak ketiga
untuk memotong/memungut besarnya pajak yang terutang.

Cara Pengenaan Pajak


a. Stelsel Nyata (Riil Stelsel)
Yaitu pengenaan pajak berdasarkan pada objek yang nyata, sehingga
pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah
penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui.

b. Stelsel Anggapan (Fictive Stelsel)


Yaitu pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh
Undang-Undang. Sebagai contoh : penghasilan suatu tahun dianggap sama
dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat
ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.

27
c. Stelsel Campuran
Yaitu merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal
tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada
akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan sebenarnya.

Stelsel Yg Digunakan Kelebihannya Kelemahannya

Pajak yang dikenakan lebih Pajak baru dapat dikenakan


a. Stelsel Nyata realistis pada akhir periode
Pajak sudah dibayar selama Tidak berdasarkan pada
b. Stelsel Anggapan th berjalan tanpa harus keadaan yang
menunggu akhir tahun sesungguhnya

Tarif Pajak
1. Tarif Progresif (Meningkat)
Adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin besar bila jumlah
yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar.
a. Untuk WP Orang Pribadi
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif
Sampai dengan Rp. 25 juta 5%
Diatas Rp. 25 juta s/d Rp. 50 juta 10%
Diatas Rp. 50 juta s/d Rp. 100 juta 15%
Diatas Rp. 100 juta s/d Rp. 200 juta 25%
Diatas Rp. 200 juta 35%

b. Untuk WP Badan dan BUT


Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif
Sampai dengan Rp. 50 juta 10%
Diatas Rp. 50 juta s/d Rp. 100 juta 15%
Diatas Rp 100 juta 30%

2. Tarif Degresif (Menurun)


Adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin kecil bila jumlah
yang dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar.
Lapisan Penghasilan kena Pajak Tarif
Sampai dengan Rp. 10 juta 30%
Diatas Rp. 10 juta s/d 50 juta 25%
Diatas Rp. 50 juta 15%

3. Tarif Proportional (Sebanding)


Adalah tarif pemungutan pajak yang menggunakan persentase tetap tanpa
memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Semakin besar
jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan semakin besar pula jumlah
pajak yang terutang (yang harus dibayar). Tarif ini diterapkan dalam UU No. 18
Th 2000 (UU PPN) yang menggunakan tarif proporsional sebesar 10%.
Jumlah Penjualan Tarif Besarnya Pajak
Rp. 500.000,- 10% Rp. 50.000,-

28
Rp. 1.000.000,- 10% Rp. 100.000,-
Rp. 5.000.000,- 10% Rp. 500.000,-

4. Tarif Tetap
Adalah tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa
memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Tarif ini
diterapkan dalam UU No. 13 Th 1985 (UU Bea Materai).

5. Tarif Advalorem
Adalah suatu tarif dengan persentase tertentu yang dikenakan/diterapkan pada
harga atau nilai suatu barang.

Misalnya : PT. KITA mengimpor barang jenis X sebanyak 1000 unit dengan harga
perunit Rp. 100.000,-. Jika tarif Bea Masuk atas impor barang tersebut 10%,
maka besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah :
Nilai Barang Impor = 1000 x Rp. 100.000,-= Rp. 100.000.000,-
Tarif Bea Masuk 10%
Bea Masuknya= 10%xRp. 100.000.000,-= Rp.10.000.000,-

6. Tarif Spesifik
Adalah tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis barang tertentu atas
suatu satuan jenis barang tertentu.

Misalnya : PT. KITA mengimpor barang jenis X sebanyak 1000 unit dengan harga
Rp. 100.000,-. Jika tarif Bea Masuk atas impor barang Rp. 100.000,- per unit,
maka besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah :
Jumlah Barang Impor = 1000 unit
Tarif Rp. 100.000,-, maka
Bea Masuk yang harus dibayar = Rp.100.000x1000 =Rp. 100.000.000,-

Tahapan Dalam Pajak


1. Membuat NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak)
NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) adalah nomor yang diberikan kepada WP
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan sebagai tanda
pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan Hak dan Kewajiban
perpajakannya.

Fungsi NPWP :
a. Sebagai tanda pengenal diri atau identitas WP.
b. Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan
administrasi perpajakan.

NPWP terdiri dari 15 digit, 9 digit pertama merupakan kode wajib pajak, 6 digit
berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan.
Contoh : 04.071.098.0.428.000

Cara memperoleh NPWP :

29
- Mendaftarkan diri, pada KPP wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan.
- Secara Jabatan, apabila berdasarkan data yang diperoleh telah memenuhi
syarat untuk diberikan NPWP.

Penghapusan NPWP :
- WP Pribadi meninggal dunia & tidak meninggalkan warisan.
- WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan UU yang berlaku.

Perpindahan WP :
- Pindah tempat tinggal
- Pindah tempat kedudukan
- Pindah tempat kegiatan usaha
- Perubahan status perusahaan.

2. Menentukan Stelsel yang akan digunakan


Dalam hal Wajib Pajak baru atau baru akan mengajukan NPWP, maka WP perlu
menentukan stelsel yang akan digunakan dalam memperhitungkan waktu
pengakuan penghasilan yang akan dijadikan dasar perhitungan pajak dan waktu
angsuran yang akan dilakukan setiap bulannya maupun setiap tahunnya..

3. Menghitung sendiri utang pajaknya


(Dengan menggunakan Self Assessment System)

Cara Menghitung Pajak

Pajak Terutang = Tarif Pajak x Penghasilan Kena Pajak

Tarif pajak yang digunakan adalah tarif pajak progresif

Cara Menentukan Besarnya PKP :


WP dalam negeri :
1. Dengan Dasar Pembukuan (melalui siklus akuntansi)
2. Dengan Dasar Pencatatan (mencatat peredaran bruto)

WP Luar Negeri : Sebesar Penghasilan bruto

Ad. 1. Dengan Dasar Pembukuan


WP Badan
PKP = Penghasilan Sebagai Objek Pajak - Biaya

WP Pribadi
PKP = Penghasilan Sebagai Objek Pajak – Biaya - PTKP

PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) :


- Wajib Pajak = 240.000/bln atau 2.880.000/th
- Kawin = 120.000/bln atau 1.440.000/th
- Tanggungan = 360.000/bln atau 4.320.000/th
(Rp. 120.000/Org Mak 3 org)

30
Tanggungan : tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan semendah
dalam garis keturunan serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

Ad. 2. Dengan Dasar Pencatatan


Bagi WP yang tidak melakukan pembukuan, tetapi hanya melakukan
pencatatan atas peredaran brutonya dalam menentukan penghasilan kena pajaknya
boleh dengan menggunakan Norma Penghitungan.

Norma Penghitungan : Persentase yang telah ditetapkan oleh dirjen pajak sesuai
dengan bidang usaha dan lokasi WP.

Contoh :
Tuan Q-Ta di Jakarta status kawin dan mempunyai 3 org anak, bekerja sebagai
seorang Dokter dengan penghasilan bruto setahun Rp. 30.000.000, besarnya
persentase norma untuk dokter di Jakarta adalah 45%, maka penghasilan kena
pajaknya sbb :

Peredaran Bruto = Rp. 30.000.000,-


Penghasilan netto 45% x 30.000.000,- = Rp. 13.500.000,-
PTKP (K3) =( 8.640.000)

Penghasilan Kena Pajak = Rp. 4.860.000,-

PPh terutang = 5% X 4.860.000 = Rp.243.000,-

Penghasilan dari tahun pajak


WP pribadi status kawin dengan 3 anak memperoleh penghasilan selama 3 bulan
sebesar Rp. 10.000.000,-

Penghasilan Kena Pajak & utang Pajaknya sbb :


Penghasilan netto 3 bulan = Rp. 10.000.000,-
Penghasilan setahun
360 x 10.000.000,- = Rp. 40.000.000,-
3x30
PTKP (K3) = (Rp. 8.640.000,-)
31.360.000,-

PPh Setahun 5% x 25.000.000,- = 1.250.000,-


10% x 6.360.000,- = 636.000,-
1.886.000,-
PPh terutang dalam bagian tahun pajak (3 Bln)
3 x 30 x 1.886.000,- = 471.000,-
360

4. Menyetorkan utang pajak


Pembayaran pajak atau setoran pajak dibayar melalui kantor pos & Bank persepsi
yang ditunjuk pemerintah dengan menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) yang
dapat diperoleh di KPP atau ditoko buku & dapat pula diperbanyak dengan difoto
copy.

31
SSP terdiri dari 5 Rangkap
1. Arsip WP
2. Untuk KPP melalui KPKN
3. U/ dilaporkan ke KPP
4. U/ Bank persepsi/Kantor Pos
5. Arsip WP wajib pungut atau pihak lain

Contoh Pengisian SSP :


PT. Q-Ta dengan alamat Jl. Siliwangi No. 84 Bandung terdaftar pada KPP
bandung Karees dengan NPWP 04.071.098.0.428.000. Penghasilan sebelum pajak
th 2003 sebesar Rp. 840.000.000 dengan utang pajak Rp. 234.000, yang menjadi
dasar angsuran untuk tahun 2004. Angsuran Januari 2004 sebesar Rp. 19.541.600
yang dibayar tgl 10 Februari 2004.

Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran :


JENIS PAJAK TANGGAL PEMBAYARAN

PPh 21 Paling lambat tgl 10 bulan berikutnya


PPh 22 Impor Bersamaan dgn bea masuk/ saat penyelesaian dok
impor
PPh 22 DJBC 1 hari setelah pemungutan pajak dilakukan
PPh 22 Bendaharawan Pada hari yang sama dgn pelaksanaan pembayaran
PPh 22 dari penyerahan Sebelum SPPB ( Delivery Order) ditebus
oleh Pertamina
PPh 22 yg dipungut oleh Paling lambat tgl 10 bulan berikutnya
badan tertentu
PPh 23 & 26 Paling lambat tgl 10 bulan berikutnya
PPh 25 Paling lambat tgl 15 bulan berikutnya
PPN & PPn BM Paling lambat tgl 15 bulan berikutnya
PPN & PPn BM Impor Bersamaan dgn saat bea masuk/saat penyelesaian
dok impor
PPN & PPn BM DJBC 1 hari setelah pemungutan
PPN & PPn BM Tanggal 7 bulan berikutnya
Bendaharawan

Denda terhadap keterlambatan penyetoran sebesar 2% perbulan dari angsuran.

5. Melaporkan SPT Masa & SPT Tahunan


Selain berkewajiban bayar/setor, WP juga berkewajiban lapor. Karena
pembayaran/penyetoran tidak secara otomatis dianggap lapor. Dalam hal
pelaporan, WP menggunakan form pelaporan dengan menggunakan formulir SPT
( Surat Pemberitahuan).

SPT (Surat Pemberitahuan)


SPT adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan
dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau
harta dan kewajiban menurut ketentuan peraturan undang-undang perpajakan.

Pengisian & Penyampaian SPT :


32
1. WP Mengambil sendiri SPT
2. WP Mengisi SPT
3. WP Menanda tangani SPT
4. WP Menyampaikan SPT ke KPP

SPT terdiri dari 2 jenis :


1. SPT Tahunan
Disampaikan dalam suatu tahun pajak

2. SPT Masa
Disampaikan dalam suatu masa pajak atau suatu saat

Tanggal Jatuh Tempo Pelaporan :


JENIS PAJAK TANGGAL PEMBAYARAN YG MENYAMPAIKAN SPT

PPh 21 20 hari setelah masa pajak berakhir Pemotong PPh 21


PPh 22 Impor 14 hari setelah masa pajak berakhir Bea Cukai
PPh 22 DJBC 7 hari setelah penyetoran berakhir DJBC
PPh 22 Bendaharawan 14 hari Bendaharawan
PPh 22 dari penyerahan 20 hari setelah masa pajak berakhir Pihak yg melakukan
oleh Pertamina penyerahan
PPh 22 yg dipungut oleh 20 hari setelah masa pajak berakhir Pihak yg melakukan
badan tertentu penyerahan
PPh 23 20 hari setelah masa pajak berakhir Pemotong PPh 23
PPh 25 20 hari setelah masa pajak berakhir WP yg mempunyai
NPWP
PPh 26 20 hari setelah masa pajak berakhir Pemotong PPh 26
PPN & PPn BM 20 hari setelah masa pajak berakhir PKP
PPN & PPn BM DJBC 7 hari setelah penyetoran berakhir Bea Cukai
PPN & PPn BM 20 hari setelah masa pajak berakhir Pemungut Pajak selain
bendaharawan

WP dapat mengajukan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan dengan


mengajukan surat permohonan perpanjangan batas waktu penyampaian SPT
Tahunan kepada Dirjen Pajak melalui KPP dengan disertai :
1. Alasan Penundaan
2. Perhitungan Sementara Pajak Yg terutang
3. Bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak terutang menurut perhitungan
sementara
Apabila terdapat kekurangan dari perhitungan yang sebenarnya dikenakan denda 2%
perbulan. Adapun denda terhadap keterlambatan pelaporan untuk SPT masa Rp.
50.000, dan SPT Tahunan sebesar RP. 100.000,-

6. Menerima SKP (Surat Ketetapan Pajak) Jika ada


Jenis-jenis SKP :
a. STP (Surat Tagihan Pajak)
b. SKPKB ( Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar)
c. SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan)

33
d. SKPLB (Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar)
e. SKPN (Surat Ketetapan Pajak Nihil)
f. SPPT

7. Dilakukan Penagihan (lihat hal 21)


a. Karena Kelalaian/Kealpaan
1. Ketidaktahuan (tidak tahu ketentuan)
2. Kesalahan (salah hitung)
3. Kesalahpahaman (salah menafsirkan ketentuan)
4. Kealpaan ( alpa menyimpan buku/bukti)
Y
ang perlu dilakukan yaitu melunasi uatang pajak atau banding & Keberatan.

b. Karena Kesengajaan
Merupakan tindak pidana pajak dan akan dilakukan penyidikan, penuntutan
& putusan BPSP.

34

Anda mungkin juga menyukai