Laporan Pelaksanaan Magang Individu
Laporan Pelaksanaan Magang Individu
Oleh :
Ayu Nindhi Kistianita (130612607859)
Disusun Oleh :
Ayu Nindhi Kistianita (130612607859)
Mengetahui,
Ketua Jurusan
Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Negeri Malang
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena hanya dengan berkah dan
rahmatnya
kami dapat menyelesaikan Laporan Pelaksanaan Magang ini yang berkenaan
dengan Pola, Tren, dan Cara Penanggulangan DM Tipe 2 di Wilayah Kerja Dinas
Kesehatan Kota Malang periode tahun 2015-2016 sebagai salah satu kegiatan
untuk memenuhi matakuliah magang. Laporan ini berisi tentang kegiatan magang
dan permasalah serta solusi dari permaslahan mengenai DM Tipe 2 di Kota
Malang.
Dengan membaca laporan ini diharapkan dapat menambah informasi
pembaca mengenai Pola, Tren, dan Cara Penanggulangan DM Tipe 2 di Wilayah
Kerja Dinas Kesehatan Kota Malang periode tahun 2015-2016. Tidak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang membantu pembuatan laporan ini.
Kami ucapkan terimakasih kepada:
1. drg Rara Warih Gayatri, M.PH Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan
Masyarakat
2. Dr. dr. Asih Tri Rachmi Nuswantari, MM. Kepala Dinas Kesehatan
Kota Malang
3. Tomi Sukarno, S.KM. M. Ling. Pembimbing Lapangan Puskesmas
Wonoasih
Teman-teman yang telah memberi saran dalam pembuatan laporan ini.
Akhir kata, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari akan
ketidaksempurnaan laporan ini. Semoga laporan yang penulis buat ini dapat
memberikan manfaat dan memberikan tambahan pengetahuan.
Penulis
iii
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................ii
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI ........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Tujuan..............................................................................................................4
1.3 Manfaat............................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Diabetes Mellitus (DM) 7
2.2 POSBINDU PTM 12
BAB III METODE KEGIATAN MAGANG 16
3.1 Metode Kegiatan Magang16
3.2 Lokasi dan Waktu Kegiatan 16
3.3 Kerangka Operasional 17
3.4 Teknik Pengumpulan Data 17
3.5 Jadwal Kegiatan Magang 18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 45
4.1 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Malang 19
4.2 Tren dan Pola 10 Besar Penyakit di Kota Malang Periode Tahun 2013-
2015........................................................................................................................22
4.3 Tren dan Pola PTM di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Malang 23
4.4 Tren dan Pola DM Tipe 2 di Wilayah Kerja Kerja Dinas Kesehatn Kota
Malang 24
4.5 Pelaksanaan Skrining Faktor Risiko Diabetes Mellitus (FR-DM)di Wilayah
Kerja Dinas Kesehatan Kota Malang 31
BAB V PEMBAHASN PROGRAM 33
5.1 Upaya Penanggulangan Penyakit Tidak Menular 33
BAB VI PENUTUP 43
iv
6.1 Kesimpulan 43
6.2 Saran 43
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................44
LAMPIRAN.........................................................................................................47
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Selama beberapa dekade tarakhir telah terjadi transisi epidemiologi yakni
terjadi perubahan yang kompleks pada pola kesehatan maupun pola penyakit
penyebab utama kematian pada seseorang dimana prevalensi penyakit menular
(penyakit infeksi) menurun, sedangkan penyakit tidak menular (penyakit non
infeksi) mengalami peningkatan (Bustan, 2012). Perubahan transisi epidemiologi
terjadi seiring dengan perubahan gaya hidup, sosial ekonomi, serta peningkatan
angka harapan hidup dimana hal ini menandakan meningkatnya risiko
terserangnya penyakit degeneratif seperti hipertensi, diabetes mellitus, penyakit
jantung koroner, stroke dan lain sebagainya (Aprini, 2012).
Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara
global. Berdasarkan data dari WHO, PTM menyebabkan 40 juta orang meninggal
setiap tahunnya, hal ini sebanding dengan 70% kematain secara global (World
Health Organization, 2017). Selain itu setiap tahunnya, 17 juta orang meninggal
akibat PTM sebelum memasuki usia 70 tahun dan 87% kematian dini akibat PTM
terjadi di negara berkembang (WHO, 2017). Diperkirakan pada tahun 2030
terdapat 52 juta orang per tahun yang meninggal diakibatkan oleh PTM. Disisi
lain jumlah kematian yang diakibatkan oleh penyakit menular seperti TBC,
HIV/AIDS, Malaria atau penyakit infeksi lain akan mengalami penurunan, yang
semula 18 juta orang saat ini akan menjadi 16,5 juta jiwa pada tahun 2030
(Kemenkes, 2012a). Negara berkembang seperti Indonesia bertanggung jawab
tiga kali dari tahun hidup yang hilang dan disabilitas (Disability Adjusted Life
Years/DALYs) (The Jakarta Post, 2011). Berdasarkan profil PTM dari WHO pada
tahun 2011, di Indonesia pada tahun 2008 terdapat 582.300 laki-laki serta 481.700
perempuan yang meninggal diakibatkan oleh PTM (Kemenkes, 2012a).
Salah satu penyakit degenaratif yang angka peningkatan cukup tinggi
adalah Diabetes Mellitus (DM) secara global, jumlah penderita DM pada tahun
2015 sebanyak 415 juta orang dan diperkirakan pada tahun 2040 akan meningkat
menjadi 642 juta orang (International Diabetes Federation, 2015). Hal ini
2
2 melalui POSBINDU PTM akan lebih tepat sasaran dan sesuai apabila
mengetahui pola dan tren DM tipe 2 di wilayah kerja Dinas kesehatan Kota
Malang terlebih dahulu. Pola dan tren DM tipe 2 di Kota Malang dapat dilihat
dalam dua tahun terakhir yaitu tahun 2015 dan 2016 sehingga diharapkan
nantinya Dinas Kesehatan Kota Malang dapat lebih efektif dalam merumuskan
intervensi yang tepat serta pencegahan dini terhadap penyakit DM tipe 2.
1.2 Tujuan
1 Tujuan Umum
Tujuan umum adalah menggambarkan pola dan tren DM tipe 2 di wilayah
kerja Dinas Kesehatan Kota Malang periode tahun 2015 dan 2016 sehingga
penentuan intervensi program sesuai dengan DM tipe 2.
2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari pola, tren, dan cara penanggulangan DM tipe 2 di
wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Malang periode tahun 2015-2016 yaitu:
a. Menggambarkan sebaran masing-masing kasus DM tipe 2 di wilayah
kerja Dinas Kesehatan Kota Malang pada periode tahun 2015-2016.
b. Menggambarkan situasi kasus DM tipe 2 selama dua tahun terakhir
(periode tahun 2015-2016) di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota
Malang.
c. Menggambarkan tingkat kerawanan DM tipe 2 di wilayah kerja Dinas
Kesehatan Kota Malang pada periode tahun 2015-2016.
d. Memberikan masukan dalam proses perencanaan setiap kegiatan
pembangunan kesehatan yang berhubungan dengan DM tipe 2.
1.3 Manfaat
Manfaat dari pola, tren, dan cara penanggulangan DM tipe 2 di wilayah
kerja Dinas Kesehatan Kota Malang periode tahun 2015-2016 yaitu :
1. Bagi Mahasiswa
a. Meningkatkan kemampuan dalam bersosialisasi dengan dunia kerja
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Mellitus (DM)
A. Definisi DM
Diabetes Mellitus (DM) menurut American Diabetes Association (2010)
adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Dalam menegakkan diagnosis DM dipergunakan rujukan berdasarkan WHO
(1999) dan ADA (2003), hal ini seperti dikutip dalam Riset Kesehatan Dasar
tahun 2007 (Depkes, 2008) sebagai berikut:
a. <140 mg/dl : Tidak DM
b. 140 - <200 mg/dl : Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)
c. ≥ 200 mg/dl : Diabetes Mellitus (DM)
B. Epidemiologi DM
Pada tahun 2015 jumlah penderita DM secara global sebanyak 415 juta jiwa
dan diperkirakan terjadi peningkatan menjadi 642 juta jiwa pada tahun 2040 (IDF,
2015). Selain itu, menurut WHO jumlah kematian yang diakibatkan oleh DM
pada tahun 2012 sebesar 1,5 juta jiwa (WHO, 2016b). WHO juga memperkirakan
bahwa negara berkembang pada abad ke-21 akan menanggung beban berat atas
epidemi DM. Hal ini dikarenakan lebih dari 70% atas pasien DM terdapat di
negara berkembang (Marpaung, 2013)
Berdasarkan data IDF (2015), Indonesia menduduki posisi ke-7 penderita
DM yang berusia 20-79 tahun dengan jumlah 10 juta jiwa dan diperkirakan
Indonesia akan menduduki posisi ke-6 dengan jumlah penderita DM yaitu 16,2
juta jiwa pada tahun 2040.
Daerah perkotaan mempunyai prevalensi lebih tinggi dibandingkan dengan
daerah pedesaan (Kemenkes, 2014). Selain itu, berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar tahun 2007 prevalensi DM akan meningkat seiring dengan bertambahnya
usia seseorang dan cenderung menurun kembali setelah berusia 64 tahun
(Depkes, 2008).
7
Tabel 2.1 Klasifikasi Obesitas berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) dan Lingkar
Pinggang Menurut WHO
darah arteri akibatnya diameter pembuluh darah menjadi sempit sehingga proses
pengangkutan glukosa dalam pembuluh darah terganggu (Garnita, 2012).
Pada kelompok yang menderita hipertensi prevalensi Toleransi Glukosa
Terganggu (TGT) dan DM cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan
kelompok yang tidak menderita hipertensi (Depkes, 2008). Selain itu pada tahun
2014, Mihardja melakukan penelitian mengenai prevalensi dan profil klinis DM
pada usia produktif di daerah perkotaan di Indonesia, penelitian tersebut
mengungkapkan bahwa salah satu faktor risiko terjadinya DM pada usia produktif
adalah hipertensi (41,4%) (Mihardja dkk, 2014).
f. Kadar Gula Darah
Ketika kadar glukosa dalam darah melebihi normal namun belum bisa
memenuhi kriteria DM karena tidak memiliki gejala khas DM maka dianggap
dalam keadaan prediabetes dimana keadaan tersebut berisiko tinggi untuk terkena
DM. Kadar gula darah puasa (GDP) adalah sebuah parameter yang
menggambarkan konsentrasi glukosa didalam darah pada responden yang
berpuasa selama 8-12 jam (Ayauqy, 2015). Kriteria glukosa darah puasa normal
yaitu < 126 mg/dl (< 7.0 mmol/l) dan apabila kriteria glukosa darah yakni ≥ 126
mg/dl (≥ 7.0 mmol/l) maka seseorang tersebut menderita DM. Glukosa dalam
darah puasa (GDP) terganggu (100-125 mg/dl) dan toleransi glukosa tergangu
(TGT) (140-199 mg/dl) merupakan suatu gejala pada prediabetes (Depkes,
2013:254). Akan tetapi, menurut Kementerian Kesehatan RI (2014) riwayat
Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan Gula Darah Puasa terganggu (GDP
terganggu) merupakan salah satu faktor risiko DM yang dapat dimodifikasi.
g. Kolesterol Total
Kolesterol total merupakan pengukuran dari LDL, kolesterol HDL, dan
komponen lipid lainnya serta dianjurkan total kolesterol untuk selalu berada di
bawah 200 mg/dl. Perubahan profil lipoprotein yakni ditandai dengan peningkatan
kadar kolesterol total (≥ 200 mg/dl), kolesterol LDL (≥ 160 mg/dl), trigliserida (≥
150 mg/dl), rasio kolesterol total atau rasio HDL (≥ 5 mg/dl), dan penurunan
kadar kolesterol HDL dalam darah (≤ 40 mg/dl) dapat mengakibatkan terjadinya
dislipedemia (Susianto & Ramayulis, 2013). Menurut Kementerian Kesehatan RI
11
(2014) dislipidemia merupakan salah satu faktor risiko DM. Hal ini juga didukung
oleh penelitian yang dilakukan oleh Mihardja dkk (2013) bahwa prevalensi DM
tinggi pada orang yang terkena dislipidemia yakni lebih dari 50%.
2. Faktor Risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (diubah) antara lain:
a. Usia
Semakin bertambahnya usia seseorang semakin bertambah juga risiko
untuk terkena DM tipe 2, terutama setelah berusia 40 tahun keatas (Raminah,
2003). Hal ini dikarenakan, jumlah sel-sel beta pankreas yang memproduksi
insulin mengalami penurunan seiring dengan pertambahan usia seseorang
(Raminah, 2003). Hal ini juga didukung oleh Riset Kesehatan Dasar tahun 2007
bahwa kecenderungan prevalensi DM meningkat dengan bertambahnya usia, dan
akan cenderung menurun kembali setelah usia 64 tahun keatas (Depkes, 2008).
Akan tetapi, akhir-akhir ini banyak sekali remaja yang mengalami obesitas
sehingga angka kejadian DM tipe 2 pada remaja dan dewasa juga meningkat
(Tandra, 2008).
b. Jenis Kelamin
Baik laki-laki maupun perempuan mempunyai risiko yang sama besar
terkena DM tipe 2 sampai dengan usia dewasa awal (Garnita, 2012). Namun,
perempuan akan lebih berisiko terkena DM tipe 2 pada usia 30 tahun keatas. Hal
ini dikarenakan usia harapan hidup perempuan lebih tinggi dibanding dengan laki-
laki (perempuan:72,7 tahun dan laki-laki:68,4 tahun) dan wanita lebih rentan
untuk terkena faktor-faktor risiko DM tipe 2 yakni tekanan darah dan Indeks Masa
Tubuh (IMT) yang lebih tinggi pada perempuan (Garnita, 2012). Selain itu
perempuan yang selama masa kehamilan menderita DM gestasional juga memiliki
risiko lebih tinggi untuk terkena DM Tipe 2 pada usia lanjut (Raminah, 2003).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, presentase laki-laki
obesitas yang terkena DM yaitu 11,3% sedangkan perempuan obesitas yang
terkena DM yaitu 42,1% (Kemenkes, 2014).
12
BAB III
METODE KEGIATAN MAGANG
3.1 Metode Kegiatan Magang
Terdapat dua metode kegiatan magang yaitu metode langsung dan metode
tidak langsung. Berikut ini merupakan bentuk kegiatan metode kegiatan magang
di Dinas Kesehatan Kota Malang:
A. Metode Langsung
Metode langsung yang dilaksanakan pada kegiatan magang di Dinasa
Kesehatan Kota Malang yaitu turut bekerja secara aktif dalam pelaksanaan
program maupun kegiatan harian di Bidang P2P (Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit) selama 5 minggu sedangkan 1 minggu berada di Puskesmas
Kendalkerep salah satunya berupa kegiatan POSBINDU di Dinas Kesehatan Kota
Malang dan POSBINDU di wilayah kerja Puskesmas Kendalkerep. Selain itu
kegiatan aktif lain sebagai pendukung yaitu dengan melalakukan wawancara
dengan pegawai di seksi Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular
dan Kesehatan Jiwa di Bidang P2P serta petugas Pengendalian dan Pencegahan
Penyakit Tidak Menular di Puskesmas Kendalkerep.
di Dinas Kesehatan Kota Malang) sedangkan pukul 07.00 WIB – 14.00 WIB
(untuk di Puskesmas Kedalkerep).
3.3 Kerangka Operasional
Kerangka operasional merupakan kerangka mengenai urutan kerja atau
langkah-langkah dalam melaksanakan magang sampai dengan penyusunan
laporan sebagaimana dapat dilihat pada bagan dibawah ini:
MOU Dinas Kesehatan dengan Pihak Jurusan IKM serta Persetujuan Magang
Bimbingan dengan Dosen Pembimbing dan Pembimbing Lapangan mengenai topik yang
diangkat
Bagan 1. Kerangka Operasional
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
B. Keadaan Demografi/Penduduk
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Kota Malang Tahun 2010, jumlah
penduduk Kota Malang mencapai 820.243 jiwa dengan tingkat kepadatan
penduduk mencapai 7.453 jiwa/ Km2. Tingkat kepadatan tertinggi masih berada di
wilayah kecamatan Klojen yang mencapai 11.994 jiwa/ Km2. Walaupun jumlah
penduduk tidak sebesar wilayah lain, tetapi luas wilayah yang lebih kecil
dibandingkan dengan yang lain menjadikan Kecamatan Klojen memiliki
kepadatan tertinggi. Sedangkan kecamatan dengan tingkat kepadatan terendah
adalah wilayah Kecamatan Kedungkandang yang mencapai 4.374 jiwa/ Km2
(Dinkes Kota Malang, 2015).
Sedangkan jumlah penduduk Kota Malang tahun 2015 berdasarkan angka
proyeksi mencapai 851.298 jiwa. Tingkat kepadatan pada tahun 2015 berdasarkan
hasil proyeksi adalah 7.734,85 jiwa/ Km2, artinya setiap 1 Km2 di wilayah Kota
Malang dihuni oleh 7.734 sampai 7.735 jiwa. Kepadatan penduduk tertinggi
masih berada di Kecamatan Klojen yang mencapai 12.488,36 jiwa/ Km 2,
sedangkan kepadatan terendah berada di wilayah Kecamatan Kedungkandang
yang mencapai 4.518,51 jiwa/ Km2. Jumlah dan tingkat kepadatan penduduk di
Kota Malang berdasarkan kecamatan menurut data proyeksi penduduk dapat
dilihat dalam tabel di bawah ini:
21
Rata-rata jiwa yang berada dalam satu rumah tangga adalah 3,72. Artinya
dalam satu keluarga terdiri dari 3 – 4 jiwa. Rata-rata jiwa dalam satu rumah
tangga tertinggi terletak di wilayah Kecamatan Kedungkandang, yakni 4,00.
Sedangkan rata-rata jiwa dalam satu rumah tangga terendah terletak di wilayah
Kecamatan Lowokwaru, yaitu sebesar 3,14.
Rasio jenis kelamin penduduk Kota Malang berdasarkan Proyeksi Penduduk
Kota Malang Tahun 2015 menunjukkan dominasi perempuan di semua
kecamatan. Secara umum, rasio jenis kelamin penduduk Kota Malang adalah
97,25. Artinya penduduk laki-laki jika dibandingkan dengan penduduk perempuan
di Kota Malang adalah dari 100 penduduk perempuan terdapat 97-98 penduduk
laki-laki.
Peningkatan jumlah penduduk Kota Malang hingga tahun 2015 tentunya
akan menambah permasalahan sosial ekonomi di masyarakat. Kondisi ini bisa
berpengaruh terhadap derajat kesehatan masyarakat Kota Malang. Kepadatan
penduduk dapat berpengaruh terhadap kasus penyakit tertentu dan akan turut
berpengaruh terhadap kesehatan lingkungan Kota Malang, seperti polusi udara
karena banyaknya kendaraan bermotor, polusi tanah karena meningkatnya jumlah
sampah yang dihasilkan oleh penduduk Kota Malang, polusi air karena terjadinya
pencemaran air dimana-mana, dll.
Sedangkan komposisi penduduk Kota Malang dirinci menurut kelompok
umur dan jenis kelamin, menunjukkan golongan umur tertinggi adalah golongan
umur 20 - 24 tahun yaitu sebesar 105.123 jiwa. Dari jumlah tersebut, kaum wanita
sebanyak 51.674 jiwa dan laki-laki sebanyak 53.449 jiwa. Sedangkan golongan
22
umur terbesar berikutnya adalah golongan umur 15 – 19 tahun dan golongan umur
25 – 29 tahun. Hal ini sebagaimana dapat dilihat pada gambar mengenai distribusi
penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin dibawah ini.
50,000
40,000
30,000
20,000
10,000
-
0 - 4 5 - 9 10 - 15 - 20 - 25 - 30 - 35 - 40 - 45 - 50 - 55 - 60 - 65 - 70 - 75+
14 19 24 29 34 39 44 49 54 59 64 69 74
Laki-Laki Perempuan
Gambar 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Di Kota
Malang Tahun 2015
4.2 Tren dan Pola 10 Besar Penyakit di Kota Malang Periode Tahun 2013-
2015
Berdasarkan data laporan tahunan PTM di Dinas Kesehatan Kota Malang
pada tahun 2015 selama kurun waktu dua tahun DM tipe 2 naik dua peringkat
yang semula menempati peringkat ke-5 (tahun 2013) menjadi peringkat ke-3
(tahun 2015). Berikut ini merupakan daftar 10 besar penyakit di Kota Malang
tahun 2013-2015:
Tabel 4.3 Daftar 10 besar penyakit di Kota Malang tahun 2013-2015
NO TAHUN
2013 2014 2015
1 ISPA ISPA ISPA
2 Hipertensi primer Hipertensi primer Hipertensi primer
23
4.3 Tren dan Pola PTM di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Malang
Data mengenai kejadian DM tipe 2 masuk dalam data surveilans PTM yang
diolah oleh Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2) seksi Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Jiwa. Pada surveilans PTM data yang
tercantum adalah data mengenai jenis kelamin, umur, mortalitas, dan kasus baru
maupun kasus lama. Data mengenai jenis pekerjaan, lama menderita, dll belum
tercantum. Berikut ini merupakan gambaran kumulatif PTM selama periode tahun
2015-2016:
4.4 Tren dan Pola DM Tipe 2 di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota
Malang
A. Tren dan Pola DM tipe 2 di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Malang
Menurut Angka Prevalensi dan Insidensi
Berikut ini merupakan gambaran kumulatif kasus DM tipe 2 pada periode
tahun 2015 dan 2016 setiap puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota
Malang:
25
28043
21900
5922 5246
Gambar 4.3 Gambaran Jumlah Kasus dan Jumlah Kasus Baru DM tipe 2 pada periode 2015 dan
2016 di Kota Malang
2500
2000
1500
Axis Title
1000
500
0
no g
ke
t
nti yo jo gi p a g ig n o ri u
ju ren l a Ja ul re an e re a de dan rib ngu inoy l sa ng
Ar
Ba l Ce m l yo w l k i s n G a D da ola
pt
o u an da C ka in n oj
pa Ci M nd en ung j ow Ke M
m Pa K d A r
R a Ke
Gambar 4.5 Gambaran Kasus Baru DM tipe 2 pada periode 2015 dan 2016 setiap puskesmas di
Kota Malang
Pada dua gambar diatas diketahui bahwa DM tipe 2 di Kota Malang selama
dua tahun berturut-turut puskesmas Janti memiliki jumlah kasus DM tipe 2
tertinggi yakni 3269 kasus (Tahun 2015) dan 2989 kasus (tahun 2016) terjadi
penurunan 8,65%. Pada tahun 2015 jumlah kasus DM tipe 2 terendah di
27
puskesmas Gribig (686 kasus) namun pada tahun 2016 yang terendah adalah
puskesmas Kendalsari (736 kasus). Sedangkan untuk puskesmas yang memiliki
angka penurunan kasus baru DM tipe 2 yang sangat signifikan adalah puskesmas
Kedungkandang yakni sebesar 77,67% dan untuk puskesmas yang memiliki angka
peningkatan kasus baru DM tipe 2 yang sangat signifikan adalah puskesmas
Gribig sebesar 49,73%.
B. Tren dan Pola DM tipe 2 di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Malang
Menurut Jenis Kelamin
Proporsi kumulatif kasus DM tipe 2 pada periode tahun 2015 dan 2016 di
Kota Malang berdasarkan jenis kelamin adalah sebagai berikut:
Tahun 2016
2015 Gambar 4.6 Gambaran Proporsi Kasus DM tipe 2
berdasrakn Jenis Kelamnin pada periode 2015
dan 2016 di Kota Malang
34%
37%
Berdasarkan gambar diatas dapat
diketahui bahwa proporsi kasus DM tipe
63%
66%
2 pada tahun 2015 yang berjenis kelamin
laki-laki adalah 37% (10248) dan yang
berjenis kelamin perempuan adalah 63%
Laki-laki
Laki-laki Perempuan
Perempuan
(17795) sedangkan pada tahun 2016
proporsi kasus DM tipe 2 yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 34% (7526) dan
yang berjenis kelamin perempuan adalah sebesar 66% (14374).
28
P RO P O RS I K A S U S DM TI P E 2 BERDA S A RK A N J EN I S K ELA M I N DI
P U S K ES M A S K O TA M A LA N G TA HU N 2 0 1 5
Laki-laki Perempuan
2218
2158
1652
1454
1363
1312
1287
1259
1194
1183
1111
1093
1027
930
873
855
792
701
682
673
626
619
572
434
422
385
347
291
278
252
no n
g et ti o jo gi ep ea g ig n yo ar
i
gu
u e k n ly re an r d an b gu o s n
rj ar la Ja u ke sa d ri an in al la
A B e m yo w
al i n G D d jo
l
C to u
l an d C ka in en o
pa ip M d
en ng w K M
C an K u r jo
am P ed A
R K
Gambar 4.7 Proporsi Kasus DM tipe 2 berdasarkan Jenis Kelamin di Puskemas Kota Malang
tahun 2015.
1388
1306
1307
1277
1138
1100
881
882
826
815
796
730
731
706
623
617
505
490
453
431
428
395
385
363
355
314
308
260
239
no n
g et ti o jo gi p ea g ig n yo ri gu
e k n ly re an re d an b gu o sa n
ju ar la Ja u e a d ri in al la
A
r
B e m yo w lk is n G an
C to l an a C ka in D d jo
l u d en o
pa ip M d
en ng w K M
C an K u rj
o
am P ed A
R K
Gambar 4.8 Proporsi Kasus DM tipe 2 berdasarkan Jenis Kelamin di Puskemas Kota Malang
tahun 2016.
Berdasarkan gambar diatas diketahui bahwa pada tahun 2015 jumlah
penderita DM tipe 2 yang berjenis kelamin laki-laki tertinggi adalah puskesmas
Kedungkandang yakni 1287 orang (12,55% dari total jumlah laki-laki yang
terkena DM tipe 2 pada tahun tersebut) sedangkan terendah adalah puskesmas
Arjowinangun yakni 252 orang (2,45% dari total jumlah laki-laki yang terkena
DM tipe 2 pada tahun tersebut). Untuk penderita DM tipe 2 yang berjenis kelamin
29
laki-laki tertinggi pada tahun 2016 adalah puskesmas Janti yakni sebesar 1138
orang (15,12%) sedangkan yang terendah adalah puskesmas Arjuno yakni sebesar
239 orang (3,17%).
Proporsi perempuan yang terkena DM tipe 2 tertinggi tahun 2015 adalah
puskesmas Kendalkerep yakni sebesar 2218 (12,46% dari total jumlah perempuan
yang terkena DM tipe 2 pada tahun tersebut) sedangkan yang terendah adalah
puskesmas Kendalsari yakni 422 orang (2,37%). Untuk penderita DM tipe 2 yang
berjenis kelamin perempuan tertinggi pada tahun 2016 adalah puskesmas Janti
yakni sebesar 1851 orang (12,87%) sedangkan yang terendah adalah puskesmas
Arjuno yakni sebesar 428 orang (2,97%).
C. Tren dan Pola DM tipe 2 di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Malang
Menurut Umur
Proporsi kumulatif kasus DM tipe 2 pada periode tahun 2015 dan 2016 di
Kota Malang berdasarkan umur adalah sebagai berikut:
70+ 3530
4446
60-69 6610
8587
55-59 4585
6362
45-54 5444
6380
20-44 1647
2253
15-19 80
10
10-14 4
5
5-9 0
0
1-4 0
0
<1 0
0
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000 9000
Gambar 4.9 Gambaran Proporsi Kumulatif Kasus DM tipe 2 pada periode tahun 2015 dan 2016 di
Kota Malang berdasarkan Umur.
dua tahun berturut-turut golongan umur 60-69 tahun yang memiliki proporsi
jumlah kasus DM tipe tertinggi. Akan tetapi pada tahun 2016 pada golongan umur
15-19 tahun terjadi peningkatan kasus DM tipe sebesar 70 orang.
D. Tren dan Pola DM tipe 2 di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Malang
Menurut Mortalitas
Berikut ini merupakan gambaran kumulatif mortalitas kasus DM tipe 2 pada
periode tahun 2015 dan 2016 di Kota Malang:
30
25
22
Axis Title
20
15
10
0
Mortalitas
Gambar 4.10 Gambaran Kumulatif Mortalitas Kasus DM tipe 2 pada periode tahun 2015 dan 2016
di Kota Malang.
Gambar 4.11 Gambaran Kumulatif Mortalitas Kasus DM tipe 2 pada periode tahun 2015 dan 2016
di Kota Malang.
dalam ruangan), dan POSBINDU PTM juga memiliki jadwal tertentu dalam
pelaksanaan skrining setiap bulannya.
A. Distribusi Posbindu PTM di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota
Malang
Dinas Kesehatan Kota Malang memiliki 382 POSBINDU PTM akan tetapi
yang aktif dalam pelaksanaannya hanya 89,5% (342 POSBINDU PTM). Berikut
ini merupakan gambaran distribusi POSBINDU PTM di Kota Malang:
MOJOLANGU 20
34
KENDALSARI 38
38
DINOYO 26
26
MULYOREJO 33
33
CIPTOMULYO 43
43
JANTI 10
18
ARJOWINANGUN 11
11
GRIBIG 43
43
KEDUNGKANDANG 10
10
KENDAL KEREP 7
8
PANDANWANGI 37
44
CISADEA 20
20
RAMPAL CELAKET 22
22
BARENG 10
10
ARJUNO 12
22
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
jumlah posbindu yang aktif, puskesmas tersebut antara lain Puskesmas Bareng,
Puskesmas Rampal Celaket, Puskesmas Cisadea, Puskesmas Kedungkandang,
Puskesmas Gribig, Puskesmas Arjowinangun, Puskesmas Ciptomulyo, Puskesmas
Mulyorejo, Puskesmas Dinoyo, dan Puskesmas Kendalsari) sedangkan 5
puskesmas lainnya (Puskesmas Mojolangu, Puskesmas Janti, Puskesmas
Kendalkerep, Puskesmas Pandanwangi, dan Puskesmas Arjuno) dalam
pelaksanakan POSBINDU PTM belum mencapai target 100%. Dari 5 puskesmas
yang belum opimal dalam pelaksanaan POSBINDU PTM tersebut Puskesmas
Mojolangu yang berada di posisi tertinggi dengan 14 POSBINDU PTM yang
tidak aktif.
33
BAB V
PEMBAHASAN PROGRAM
5.1 Upaya Penanggulangan Penyakit Tidak Menular
Upaya penanggulangan penyakit tidak menular menurut Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 5 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi Nasional
Penanggulangan Penyakit Tidak Menular Tahun 2015-2019 yakni di tingkat
komunitas telah diinisiasi pembentukan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu)
penyakit tidak menular dimana dilakukan deteksi dini faktor risiko, penyuluhan
dan kegiatan bersama komunitas untuk menuju Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Pada tingkat pelayanan kesehatan juga telah dilakukan penguatan dari
puskesmas selaku kontak pertama masyarakat ke sistem kesehatan. Disadari
bahwa pada saat ini sistem rujukan belum tertata dengan baik dan akan terus
disempurnakan sejalan dengan penyempurnaan program Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) yang merupakan bentuk implementasi dari Universal Health
Coverage (UHC) dan diterapkan sejak 1 Januari 2014. Akan tetapi hal tersebut,
belum cukup karena keterlibatan multi-sektor masih terbatas. Dikenali bahwa
penyakit tidak menular sangat terkait kepada Social Determinants for Health,
khususnya dalam faktor risiko terkait perilaku dan lingkungan
Tujuan Penanggulangan Penyakit Tidak Menular Penanggulangan
penyakit tidak menular merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari program
pembangunan kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas hidup
manusia, sehingga setiap individu menjadi produktif, berdaya saing dan
bermanfaat bagi pembangunan nasional. Dengan demikian, tujuan
penanggulangan penyakit tidak menular yaitu untuk menurunkan angka
kesakitan (morbiditas), angka kematian (mortalitas) dan disabilitas serta
mengurangi beban ekonomi akibat penyakit tidak menular dalam rangka
pencapaian tujuan pembangunan kesehatan dan pembangunan nasional.
Prinsip-Prinsip Dasar Penanggulangan Penyakit Tidak Menular Rencana
Aksi Nasional Penanggulangan Penyakit Tidak Menular antara lain:
34
timbulnya faktor risiko penyakit dan melakukan deteksi dan diagnosa dini serta
melalui tata laksana kasus di fasilitas kesehatan yang cost effective dan
komprehensif.
kesehatan primer merupakan hal yang esensial dalam pengendalian faktor risiko,
baik faktor risiko perilaku (merokok, konsumsi alkohol, tidak olah raga, dan diet
tidak sehat) maupun faktor risiko biologis (seperti: tekanan darah tinggi, kadar
gula darah tinggi, obesitas dan dyslipidemia). WHO mengembangkan model
Innovative Care for Chronic Conditions (WHO-ICCC). Prinsip dari model ini
adalah bahwa pelayanan kesehatan untuk penyakit kronis seperti penyakit tidak
menular tidak hanya tergantung pada diagnosa dan intervensi klinis saja
walaupun hal itu penting, tetapi membutuhkan suatu dukungan lingkungan yang
memahami kompleksitas penyelenggaraan pelayanan kesehatan serta kerjasama
antara petugas kesehatan dan masyarakat terutama dengan pasien dan
keluarganya. Sebagai contoh, terapi yang diberikan untuk suatu penyakit kronis
tidak akan mempunyai dampak berarti bila persediaan obat tidak stabil, bila
pasien tidak meminum obat secara teratur, bila petugas laboratorium tidak ada
saat dibutuhkan, bila pasien meminum obatnya tetapi tetap berperilaku merokok,
minum alkohol berlebihan, diet tidak sehat dan kurang olah raga.
Gambar 5.2 Kerangka WHO Pelayanan Inovatif Penyakit Kondisi Kronis (WHO -
Innovative Care for Chronic Conditions)
40
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan gambaran pola dan tren penyakit DM tipe 2 di Kota Malang
diketahui bahwa terjadi penurunan prevalensi, insidensi, dan mortalitas akan
tetapi jumlah POSBINDU PTM di Kota Malang hanya 89,5% (342 POSBINDU
PTM) yang aktif dalam pelaksanaannya. Agar tidak terjadi peningkatan angka
prevalensi, insidensi, dan mortalitas DM tipe 2 maka diperlukan solusi yang
tepat yakni dengan Pencegahan Primer (Primary Prevention) melalui Program
CERDIK dalam POSBINDU PTM, Penguatan Pelayanan Kesehatan dan
Surveilans.
6.2 Saran
DM Tipe 2 adalah tanggung jawab seluruh masyarakat bukan tanggung
jawab jajaran kesehatan saja. Oleh karena itu, perlu diciptakan lingkungan yang
mendukung agar masyarakat hidup sehat.
44
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, Loli. 2012. Pemetaan Faktor Risiko Penyakit Jantung dan Pembuluh
Darah (FR-PJPD) di Wilaya Kerja Puskmas Bogor Utara Kota Bogor Thun
2012. Jakarta: Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Aprini, Riski. 2012. Transisi Epidemiologi. (Online),
(https://id.scribd.com/doc/85106494/TRANSISI-EPIDEMIOLOGI),
diakses pada tanggal 11 April 2017.
Amirudin, R., Stang, & Ansar, J. 2014. Diabetic Mellitus Type 2 in Wajo South
Sulawesi Indonesia. Internatioanl Journal of Current Research and
Academic Review, 2 (12) : 1- 8.
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi
Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
Astrini, Retno. 2012. Modul Pelatihan Quantum GIS Tingkat Dasar. Mataram:
Bappeda Provinsi NTB
Ayauqy, A. 2015. Perbedaan Kadar Glukosa Darah Puasa Pasien Diabetes
Meltus Brdasarkan Pengetahuan Gizi, Sikap, dan Tindakan di Poli
Penyakit dalam Rumah Sakit Islam Jakarta. Jurnal Gizi Indonesia, 3 (2) :
60-67.
Bustan, Nadjib M. 2012. Pengantar Epidemiologi, edisi revisi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Depkes. 2008. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2007). Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan Indonesia.
Depkes. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI Tahun 2013.
Dinas Kesehatan Kota Malang. 2015. Profil Kesehatan Kota Malang Tahun
2015. Malang: Dinas Kesehatan Kota Malang.
Dinas Kesehatan Kota Malang. 2016.
Garnita, G. 2012. Faktor Risiko Diabetes Mellitus di Indonesia (Analisis Data
Sakerti 2007). Depok: Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Husaini, A. 2007. Tobat Merokok. Depok: Pustaka IIman.
International Diabetes Federation. 2007. International Diabetes Federation: A
Consensus on Type 2 Diabetes Prevention. Diabetic Medicine, 24 : 451-
463.
International Diabetes Federation. 2015. IDF Diabetes Atlas Seventh Edition
2015. Brussels: International Diabetes Federation.
Irawan, D. 2010. PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIABETES
MELITUS TIPE 2 DI DAERAH URBAN INDONESIA (ANALISIS DATA
SEKUNDER RISKESDAS 2007). Jakarta: Ilmu Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.
45
option=com_contents&view=article&id=54: indonesia-loses-billion-to-
diabetes-cronicdiseases&catid=3:opinion&itemid=3), diakses padat
tanggal 11 April 2017.
World Health Organization. 2005. The Pan American Version of the WHO
STEPwise Approach to Chronic DiseaseRisk Factor Surveillance. Geneva:
World Health Organization.
World Health Organization. 2008. Waist Circumference and Waist Hip-Ratio.
Geneva: World Health Organization.
World Health Organization. 2011. WHO STEPwise Approach to Chronic
Disease Risk Factor Surveillance (STEPS). Promotion OF fRUITS AND
Vegetable for Health African Regional Workshop for Anglophone
Countries . Tanzania: World Health Organization.
World Health Organization. 2016a. Global Report on Diabetes. Geneva: World
Health Organization.
World Health Organization. 2016b. Fact Sheet Diabetes Mellitus. (Online),
(http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs138/en/), diakses pada
tanggal 17 April 2017.
WHO. 2017. Noncommunicable disease. (Online),
(http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs355/en/), diakses pada
tanggal 11 April 2017.
47