Anda di halaman 1dari 16

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritik

1. Pengertian Belajar

Dalam aktivitas kehidupan manusia sehari-hari hampir tidak pernah dapat

terlepas dari kegiatan belajar, baik ketika seseorang melaksanakan aktivitas

sendiri, maupun di dalam suatu kelompok tertentu. Dipahami ataupun tidak

dipahami, sesungguhnya sebagian besar aktivitas di dalam kehidupan sehari-hari

kita merupakan kegiatan belajar. Dengan demikian dapat kita katakan, tidak ada

ruang dan waktu dimana manusia dapat melepaskan dirinya dari kegiatan belajar,

dan itu berarti pula bahwa belajar tidak pernah dibatasi usia, tempat maupun

waktu, karena perubahan yang menuntut terjadinya aktivitas belajar itu juga tidak

pernah berhenti (Aunurrahman, 2012: 33).

Belajar merupakan kegiatan yang paling penting dalam pendidikan. Dapat

dikatakan bahwa tanpa belajar, sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Belajar

adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapisan masyarakat. Bagi

peserta didik, kata "belajar" merupakan kata yang tidak asing, bahkan sudah

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan mereka dalam

menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal. Belajar merupakan tindakan dan

perilaku peserta didik yang kompleks. Peserta didik adalah penentu terjadi atau

tidak terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat peserta didik

memperoleh sesuatu yang ada di lingkungan sekitar.

8
9

Namun, kegiatan belajar tidak hanya dialami oleh peserta didik saja, tetapi

semua orang. Pengetahuan, kebiasaan, kegemaran, dan sikap seseorang terbentuk

dan berkembang disebabkan karena belajar. Seseorang dikatakan belajar bila

dapat diasumsikan dalam diri orang itu terjadi suatu proses kegiatan yang

mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku.

Cronbach menyatakan bahwa belajar itu merupakan perubahan prilaku

sabagai hasil dari pengalaman. Menurut Cronbach (Riyanto, 2009: 5) bahwa

balajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami sesuatu yaitu

menggunakan pancaindra. Dengan kata lain, bahwa belajar adalah suatu cara

mengamati, membaca meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah

tertentu. Menurut Oemar Hamalik (2009:154) definisi belajar adalah perubahan

tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman. Menurut William

Burton (Rokhayati, 2010:10) belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku,

baik aspek pengetahuan, keterampilan, maupun sikap pada individu berkat adanya

interaksi antar individu dan lingkungannya.

Dari beberapa defenisi belajar yang telah dikemukakan di atas maka dapat

disimpulkan bahwa belajar itu adalah salah satu kegiatan atau aktifitas manusia

yang merupakan proses usaha yang aktif untuk memperoleh perubahan tingkah

laku yang baru, baik melalui berbagai pengalaman maupun kegiatan aktifitas yang

terarah. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat berupa proses melihat,

mengamati, dan memahami sesuatu. Sedangkan belajar melalui aktifitas yang

terarah dapat berupa mempertimbangkan dan menghubungkan dengan

pengalaman masa lampau yang diaplikasikan dalam bentuk latihan.


10

2. Hakikat Matematika

Matematika adalah ilmu yang berhubungan dengan penelaahan bentuk-

bentuk atau struktur yang abstrak dan hubungan antara hal-hal tersebut. Untuk

dapat memahami struktur dan hubungan-hubungannya diperlukan penguasaan

tentang konsep-konsep yang terdapat dalam matematika. Hal ini berarti

matematika merupakan belajar konsep dan struktur yang terdapat dalam bahan

yang sedang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep dan struktur.

Pada hakikatnya definisi tentang matematika belum bisa ditetapkan secara

umum, hal ini disebabkan karena jangkauan matematika yang sangat luas. jika

bebicara tentang pengertian matematika, berbagai pendapat muncul tentang

pengertian matematika tersebut, dipandang dari pengetahuan dan pengalaman

masing-masing yang berbeda. Ada yang mengatakan bahwa matematika itu adalah

bahasa symbol; matematika adalah bahasa numerik; matematika adalah bahasa

yang dapat menghilangkan sifat kabur, majemuk dan emosional; matematika

adalah metode berpikir logis; matematika adalah saran berpikir; matematika

adalah logika pada masa dewasa; matematika adalah ratunya ilmu sekaligus

menjadi pelayannya; matematika adalah sains mengenai kuantitas dan besaran;

matematika adalah suatu sains yang bekerja menarik kesimpulan; matematika

adalah sains formal yang murni; matematika adalah sains yang memanipulasi

symbol; matematika adalah ilmu tentang bilangan dan ruang; matematika adalah

ilmu yang abstrak dan deduktif; matematika adalah aktivitas manusia.

Dalam Mempelajari matematika perlu diketahui karakteristik matematika.

Menurut Hudoyo (Roslina 2005: 15) karakteristik yang dimaksud antara lain
11

(1) Dalam matematika banyak kesepakatan dan penalaran, (2) Sangat

dipertahankan adanya konsistensi atau taat asas, (3) Obyek matematika bersifat

abstrak, (4) Susunan atau struktur matematika bersifat hirarkis, (5) Penalaran

dalam matematika bersifat deduktif atau aksiomatik.

Belajar matematika merupakan proses psikologis, yaitu berupa kegiatan aktif

dalam upaya memahami dan menguasai konsep matematika. Kegiatan aktif

dimaksudkan adalah pengalaman belajar matematika yang diperoleh siswa

melalui interaksi dengan matematika dalam konteks belajar mengajar di lembaga

pendidikan formal.

Dari uraian di atas dapat dikatakan bahwa belajar matematika pada

hakekatnya adalah kegiatan psikologis, yakni kegiatan aktif dalam memahami dan

menguasai serta mengkaji berbagai hubungan antara obyek-obyek matematika

sehingga diperoleh pengetahuan baru atau peningakatan pengetahuan dan

berkenaan dengan ide-ide atau konsep abstrak yang diberi simbol-simbol itu

tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif, sehingga belajar matematika

merupakan kegiatan mental yang tinggi karena matematika merupakan ide-ide

abstrak yang diberi simbol-simbol maka sebelum kita mengambil simbol-simbol

itu terlebih dahulu kita harus memakai ide-ide yang terkandung di dalamnya.

3. Kualitas Pembelajaran Matematika

Kualitas pendidikan merupakan salah satu masalah krusial yang sedang

dihadapi oleh Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, selain masalah

kuantitas, masalah efektifitas, masalah efisiensi, dan masalah relevansi

pendidikan. Komponen guru dan siswa merupakan dua subjek yang sangat
12

menentukan keberhasilan proses pembelajaran di dalam kelas. Guru merupakan

subjek yang merancang strategi sekaligus sutradara yang mengatur jalannya

proses pembelajaran di dalam kelas, termasuk mempersiapkan rencana pengajaran

dengan mempertimbangkan kurikulum, sarana dan prasarana yang ada.

Sedangkan siswa merupakan subjek yang harus memiliki kemampuan, motivasi

dan kesiapan yang memadai untuk belajar. Kualitas diartikan sebagai mutu,

tingkat atau nilai sedangkan pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan

yang memberi nuansa agar program pembelajaran tumbuh dan berkembang secara

optimal.

Pembelajaran tidak hanya kita jumpai di sekolah atau tempat yang

berhubungan dengan pendidikan saja. Pembelajaran merupakan proses alami

dalam hidup manusia yang harus dialami agar meningkatkan pengalaman dan

kualitas hidup kita. Pembelajaran yang baik tentu akan memperoleh kualitas yang

baik pula.

Dalam dunia pendidikan, guru adalah peran penting untuk menentukan

kualitas pembelajaran bagi siswa-siswinya. Slavin mengemukakan bahwa di

dalam belajar harus mendapatkan perubahan perilaku yang positif pada tiap

individu yang di didik. Perubahan ini disebabkan oleh pengalaman yang

didapatkan masing-masing individu. Jika sudah mendapatkan perubahan itu

barulah kualitas pembelajaran dinilai cukup baik. Menurut Achjar Chalil, jika

ingin memperoleh kualitas pembelajaran yang tepat, peserta didik dan pendidik

harus terlibat dalam suatu interaksi dalam lingkungan mereka belajar. Munif

Chatib menyatakan, tak dapat dipungkiri bahwa komunikasi sangat menentukan


13

kualitas pembelajaran. Transfer informasi harus dilakukan oleh kedua belah pihak,

pendidik memberikan informasi dan peserta didik menangkap informasi yang

disampaikan itu. Knowles berpendapat, bahwa suatu proses pembelajaran dapat

dikatakan memiliki kualitas yang baik jika peserta didik sudah tergornisasi demi

mecapai tujuan pendidikan. Sedangkan menurut Cronbanch, kualitas belajar yang

benar harus melibatkan peserta didik secara langsung. Peserta didik juga harus

menggunakan semua panca indra nya untuk mengalami proses pembelajaran itu.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa kualitas pembelajaran matematika

dapat diartikan sebagai mutu, tingkat atau nilai, yang meliputi kualitas proses dan

kualitas hasil sebagai upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar

program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. Dari segi proses

pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-

tidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik,

mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping menunjukkan

kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan rasa percaya

pada diri sendiri. Hal ini bisa dilihat dengan meningkatnya kehadiran dan

keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, sedangkan peningkatan kualitas hasil

belajar dapat diukur dengan tes atau ketuntasan belajar siswa.

4. Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning)

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk

pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok

kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang

dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.


14

Didalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok

kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen,

kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu. Tujuan

dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada

semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan

belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah

mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman

sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.

Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok.

Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran

kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prinsip dasar pokok sistem

pembelajaran dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan

lebih efektif. Dalam pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harus

belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat membelajarkan sesama siswa lainnya.

Pembelajaran oleh rekan sebaya lebih efektif daripada pembelajaran oleh guru.

Lie (Warni, 2011: 11) mengemukakan adanya lima unsur dasar dalam

pembelajaran kooperatif meliputi:

a. Saling ketergantungan positif (positive interdependence).

Siswa harus merasa senang bahwa mereka saling tergantung positif dan

saling terikat sesama anggota kelompok. Dengan demikian, materi tugas

haruslah mencerminkan aspek saling ketergantungan, seperti tujuan belajar,

sumber belajar, peran kelompok dan penghargaan. Selain itu, guru perlu

menciptakan kelompok kerja yang efektif serta menyusun tugas yang


15

diharapkan dapat mempermudah siswa dalam memahami materi yang

disampaikan oleh guru.

b. Tatap Muka (face-to-face interaction)

Belajar kooperatif membutuhkan siswa untuk bertatap muka satu dengan

yang lainnya dan berinteraksi secara langsung. Siswa harus saling

berhadapan dan saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar dan

memberikan sumbangan pikiran dalam pemecahan masalah, siswa juga harus

mengembangkan keterampilan komunikasi secara efektif.

c. Tanggung jawab perseorangan (individual accountability).

Setiap anggota kelompok bertanggung jawab mempelajari materi dan

bertanggung jawab terhadap hasil belajar kelompok. Hal inilah yang

menuntut tanggung jawab perseorangan untuk melaksanakan tugas dengan

baik.

d. Komunikasi antar anggota

Keterampilan sosial sangat penting dalam belajar kooperatif dan harus

diajarkan pada siswa. Siswa harus dimotivasi untuk menggunakan

keterampilan berinteraksi dalam kelompok yang benar sebagai bagian dari

proses belajar. Keterampilan sosial yang perlu dan sengaja diajarkan seperti

tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan

mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi

orang lain, mandiri dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin

hubungan antar pribadi.


16

e. Evaluasi proses kelompok (group processing).

Guru perlu mengalokasikan waktu khusus untuk mengevaluasi proses kerja

kelompok dan hasil kerja sama agar selanjutnya anggota kelompok dapat

bekerja sama dengan lebih efektif. Siswa memproses keefektifan kelompok

mereka dengan cara menjelaskan tindakan mana yang dapat menyumbang

dan mana yang tidak, dan mambuat keputusan terhadap tindakan yang bisa

dilanjutkan atau yang perlu diubah. Fase-fase dalam proses kelompok

meliputi umpan balik, refleksi dan peningkatan kualitas kerja.

Prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif (Muslimin dkk, 2000) adalah

sebagai berikut.

a. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang

dikerjakan dalam kelompoknya.

b. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota

kelompok mempunyai tujuan yang sama.

c. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab

yang sama di antara anggota kelompoknya.

d. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dievaluasi.

e. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan

keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

f. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta untuk

mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam

kelompok kooperatif.
17

Ciri-ciri pembelajaran kooperatif:

a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi

belajarnya.

b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang,

dan rendah.

c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis

kelamin berbeda-beda.

d. Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.

Tujuan pembelajaran kooperatif:

a. Hasil belajar akademik

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam

tugas-tugas akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa model ini unggul

dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit.

b. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Efek penting yang kedua adalah penerimaan yang luas terhadap orang yang

berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuan.

c. Pengembangan keterampilan sosial

Model pembelajaran kooperatif bertujuan mengajarkan kepada siswa

keterampilan bekerjasama dan kolaborasi.


18

Tabel 1.1 Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif

Fase-fase Tingkah laku guru


Fase-1 Guru menyampaikan semua tujuan
Menyampaikan tujuan dan pelajaran yang ingin dicapai pada
memotivasi siswa pelajaran tersebut dan memotivasi
siswa belajar.
Fase-2 Guru menyajikan informasi kepada
Menyajikan informasi siswa dengan jalan demonstrasi atau
lewat bahan bacaan
Fase-3 Guru menjelaskan kepada siswa
Mengorganisasikan siswa ke dalam bagaimana caranya membentuk
kelompok kelompok belajar dan membantu
kelompok agar melakukan transisi
secara efisien.
Fase-4 Guru membimbing kelompok-
Membimbing kelompok bekerja dan kelompok belajar pada saat mereka
belajar mengerjakan tugas mereka.
Fase-5 Guru mengevaluasi hasil belajar
Evaluasi tentang materi yang telah dipelajari
atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil belajarnya.
Fase-6 Guru mencari cara-cara untuk
Memberikan penghargaan menghargai baik upaya maupun
hasil belajar individu maupun
kelompok.
Sumber: Trianto (2007: 48)

Menurut Muslimin dkk (2000), hasil penelitian yang menunjukkan manfaat

pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar yang rendah antara lain:

a. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas;

b. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi;

c. Memperbaiki kehadiran;

d. Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar;

e. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil;

f. Konflik antar pribadi berkurang;


19

g. Sikap apatis berkurang;

h. Motivasi lebih besar atau meningkat;

i. Hasil belajar lebih tinggi;

j. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.

5. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)

Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat

beberapa variasi dari model tersebut. Setidaknya terdapat empat pendekatan yang

seharusnya merupakan bagian dari kumpulan strategi dalam menerapkan model

pembelajaran kooperatif, yaitu tipe Student Teams Achievement Divisions

(STAD), jigsaw, investigasi kelompok, Teams Games Tournaments (TGT), dan

pendekatan struktural yang meliputi Think Pair Share (TPS) dan Numbered

Heads Together (NHT) (Trianto, 2007: 49). Namun dalan penelitian ini penulis

mempergunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together

(NHT). Alasan dipilih pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together

(NHT) karena pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang

untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk

meningkatkan penguasaan  akademik. Tipe ini dikembangkan oleh

Kagen (Ibrahim 2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan

yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap

isi pelajaran tersebut.

Numbered Heads Together (NHT) atau penomoran berfikir bersama adalah

merupakan pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola


20

interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional.

Numbered Heads Together (NHT) pertama kali dikembangkan oleh Spenser

Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang

mencakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi

pelajaran tersebut (Trianto, 2007: 62).

Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)

merupakan varian dari diskusi kelompok. Teknis pelaksanaanya hampir sama

dengan diskusi kelompok. Perbedaanya terletak pada pemberian nomor pada

masing-masing anggota kelompok, dimana nomor ini akan menjadi alat bagi guru

dalam penentuan presentasi hasil diskusi kelompok.

Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together

(NHT), yaitu kelas terbagi kedalam kelompok-kelompok kecil, tiap kelompok

terdiri dari 4-5 orang anggota heterogen, dan belajar dengan metode pembelajaran

kooperatif dan prosedur kuis.

Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran

kooperatif dengan tipe Numbered Heads Together (NHT) yaitu :

1. Hasil belajar akademik stuktural

Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.

2. Pengakuan adanya keragaman

Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai

berbagai latar belakang.

3. Pengembangan keterampilan social


21

Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan

yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai

pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam

kelompok dan sebagainya.

Prosedur dalam melaksanakan pembelajaran Numbered Heads Together

(NHT) adalah sebagai berikut:

1. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang heterogen. Masing-masing

siswa dalam kelompok diberi nomor. (Penomoran)

2. Guru memberikan tugas/pertanyaan dan masing-masing kelompok

mengerjakannya. (Mengajukan Pertanyaan)

3. Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling benar

dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.

(Berfikir Bersama)

4. Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil

mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka. (Menjawab)

5. Guru dan siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang

berhubungan dengan materi yang disajikan. (Menyimpulkan)

Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe Numbered

Heads Together (NHT) terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang

dikemukakan oleh  Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah :

a. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi;

b. Memperbaiki kehadiran;

c. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar;


22

d. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil;

e. Konflik antara pribadi berkurang;

f. Pemahaman yang lebih mendalam;

g. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi;

h. Hasil belajar lebih tinggi.

Kelebihan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered

Heads Together (NHT) sebagai berikut:

a. Kelas menjadi benarbenar hidup dan dinamis.

b. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling sharing ide-ide dan

mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.

c. Meningkatkan semangat kerja sama antar siswa.

d. Memudahkan siswa belajar melaksanakan tanggung jawab individunya

sebagai anggota kelompok.

e. Semua siswa benar-benar terlibat dalam diskusi kelompok.

f. Setiap anggota kelompok memiliki kesempatan yang sama dalam

memgeluarkan pendapatnya.

g. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

h. Waktu untuk mengoreksi hasil kerja siswa, lebih efektif dan efisien.

Kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Heads Together (NHT) adalah sebagai berikut:

a. Sejumlah siswa mungkin bingung karena belum terbiasa dengan perlakuan

seperti ini.
23

b. Tidak terlalu cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena membutuhkan

waktu yang lama..

c. Guru pada permulaan akan membuat kesalahan-kesalahan dalam pengelolaan

kelas. Akan tetapi usaha sungguh-sungguh yang terus menerus akan dapat

terampil menerapkan model ini.

Dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat dan menarik bagi siswa,

seperti halnya pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)

diharapkan dapat memaksimalkan proses pembelajaran sehingga dapat

meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa.

B. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka teoritik diatas, maka hipotesis tindakan dirumuskan

sebagai berikut:

“Jika diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads

Together (NHT), maka kualitas pembelajaran matematika siswa kelas VII SMP

Negeri 2 Tompobulu dapat meningkat.

Anda mungkin juga menyukai