Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS JURNAL

PENGALAMAN PERAWAT DALAM MELAKUKAN MANAJEMEN NYERI PADA


PASIEN SINDROM KORONER AKUT DI RUANG ICCU RS DIRGAHAYU

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh


Nilai Praktik Stase Keperawatan Dasar Profesi (KDP)

Oleh

1. Adriana Bodu Lori PN.20.0831


2. Agustina Kurnia Serena PN.20.0832

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S-1)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA HUSADA
YOGYAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kenyamanan adalah konsep sentral tentang kiat keperawatan. Konsep
kenyamanan memiliki subjektifitas yang sama dengan nyeri. Setiap individu
memiliki karakteristik fissiologis, sosial, spiritual, psikologis dan kebudayaan
yang mempengaruhi cara mereka menginterpretasikan dan merasakan nyeri.
Keamanan adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa juga
keadaan aman dan tentram. Perubahan kenyamanan adalah keadaan di mana
individu mengalami sensasi yang tidak menyenangkan dan berespons terhadap
suatu rangsangan yang berbahaya (Rosmalawati, 2016).
Kebutuhan akan keselamatan atau keamanan adalah kebutuhan untuk
melindungi diri dari bahaya fisik. Ancaman terhadap keselamatan seseorang
dapat dikategorikan sebagai ancaman mekanis, kimiawi, retmal dan
bakteriologis. Kebutuhan akan ke aman terkait dengan konteks fisiologis dan
hubungan interpersonal. Keamanan fisiologis berkaitan dengan sesuatu yang
mengancam tubuh dan kehidupan seseorang. Ancaman itu bisa nyata atau hanya
imajinasi (misalnya: penyakit, nyeri, cemas, dan sebagainya) (Rosmalawati,
2016).
Kebutuhan Dasar Manusia adalah kebutuhan yang diburuhkan oleh semua
manusia dan kebutuhan tersebut essensial agar seseorang itu dapat bertahan
hidup. Dalam memenuhi kebutuhan dasarnya, manusia dapat memenuhi secara
mandiri ataupun dengan bantuan orang lain. Terpenuhi atau tidak terpenuhinya
kebutuhan dasar sseoraang menentukan tingkat kesehatan seseorang dan
posisinya dalam rentang sehat-sakit. Dalam memberikan asuhan keperawatan
hams memperhatikan kebutuhan bio-psiko-sosio-kultural klien. Abraham
Maslow (1968) mengembangkan sebuah hirarki kebutuhan dasar manusia yang
digunakan untuk menentukan prioritas kebutuhan klien. Hirarki Maslow
menggambrakan lima tingkat kebutuhan dasar manusia, yaitu :
 Tingkat I: Kebutuhan fisiologi
 Tingkat II: Kebutuhan keamanan dan keselamatan
 Tingkat III: Kebutuhan mencintai dan memiliki
 Tingkat IV : Kebutuhan harga diri
 Tingkat V : Kebutuhan aktualisasi diri

1
Berdasarkan hirarki maslow, kebutuhan keamanan dan keselamatan
berada pada tingkat dua sehingga perlu adanya tindakan-tindakan untuk
meningkatkan keamanan dan keselamatan pasien terutama pada pasien-pasien
yang mengalami gangguan rasa aman nyaman (bebas nyeri) karena tindakan
invasif (bedah) atau karena penyakit.

B. Tujuan Analisis Jurnal


Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh implementasi keperawatan
khusunya manajemen nyeri pada pasien.

2
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. KONSEP DASAR

1. DEFINISI
Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat sangat
subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam hal skala atau
tingkatnya, dan hanya orang tersebutlah dapat menjelaskan atau mengevaluasi
rasa nyeri yang dialaminya. Berikit pendapat beberapa ahli mengenai pengertian
nyeri (Rosmalawati, 2016).
a. Mc. Coffery mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika orangg tersebut pernah.
b. Wolk Weifsel Feurst mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu perasaan
memderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan
ketegangan.
c. Arthur C. Curton mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme
produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang dirusak, dan meyebabkan
individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.
d. Scrumun mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan
akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut darah saraf dalam
tubuh keotak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologi, dan emosional.

2. FISIOLOGI NYERI
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf
sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin yang
tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri,
hati dang kandung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat
adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi
seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepas
apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulsi
yang lain dapat berupa termal, listrik, atau mekanis (Rosmalawati, 2016).
Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan
berupa implus-implus nyeri ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut
yang bermielin rapat atau serabut A (delta) dan serabut lamban (serabut C).
Implus-implus yang ditransmisikan oleh serabut delta A mempunyai sifat
inhibitor yang ditransmisikan ke serabut C. Serabut-serabut aferen masuk ke
spinal melalui akar dorsal (dorsal root) serta sinaps pada dorsal horn, dorsal horn
terdiri atas beberapa lapisan yang saling bertautan. Di antara lapisan dua dan tiga

3
terbentuk substantia gelatinosa yang meupakan saluran utama implus. Kemudian,
implus nyeri menyebrangi sumsum tulang belakang pada interneuron dan
bersambung ke jalur spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur spinothalamic
tract (SST) atau jalur spinotalamus dan spinoreticular tract (SRT) yang membawa
informasi tentang sifat dan lokasi nyeri. Dari proses transimisi terdapat dua jalur
mekanisme terjadinya nyeri, yaitu jalur opiate dan jalur nonopiate. Jalur opiate
ditandai oleh pertemuan reseptor pada otak yang terdiri atas jalur spinal
desendens dari thalamus yang melalui otak tengah dan medulla ke tanduk dorsal
dari sumsum tulang belakang yang berkonduksi dengan nociceptor implus
supresif. Serotonin merupakan neurotransmitter dalam implus supresif. Sistem
supresif lebih mengaktifkan stimulus nociceptor yang ditransmisikan oleh serabut
A. Jalur nonopiate merupakan jalur desenden yang tidak memberikan respons
terhadap naloxone yang kurang banyak diketahui mekanismenya (Nurarif, A. H.
dk. 2013).

3. KLASIFIKASI NYERI
Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan
kronis.
a. Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat
menghilang, yang tidak melebihi enam bulan dan ditandai adanya peningkatan
tegangan otot.
b. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya
berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari enam bulan. Hal yang
termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri
kronis, dan nyeri psikosomatis.

Ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dapat dibagi kedalam beberapa kategori,di
antaranya nyeri tertusuk dan nyeri terbakar (Rosmalawati, 2016).

Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis


Pengalaman Suatu kejadian Satu situasi, status eksistensi
Sumber Sebab eksternal atau penyakit Tidak diketahui atau
dari dalam. pengobatan yang terlalu
lama.
Serangan Mendadak. Bisa mendadak, berkembang
dan terselubung.
Waktu Sampai enam bulan. Lebih dari enam bulan
sampai bertahun-tahun.
Pernyataan nyeri Daerah nyeri tidak diketahui Daerah nyeri sulit dibedakan
dengan pasti. intensitasnya, sehingga sulit
dievaluasi (perubahan
perasaan).

4
Gejala-gejala Pola respons yang khas dengan Pola respons yang bervariasi
klinis gejala yang lebih jelas. dengan sedikit gejala
(adaptasi).
Pola Terbatas. Berlangsung terus, dapat
bervariasi.

Perjalanan Biasanya berkurang setelah Penderitaan meningkat


beberapa saat. setelah beberapa saat.

4. STIMULUS NYERI
Seseorang dapat menoleransi, menahan nyeri atau dapat mengenali jumlah
stimulus nyeri sebelum merasakan nyeri. Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri,
di antaranya sebagai berikut (Hidayat, A. A, 2014).
a. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat terjadinya
kerusakan jaringan dan iritasi secara langsung pada reseptor.
b. Ganggguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat terjadinya
penekanan pada reseptor nyeri.
c. Tunor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri.
d. Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blockade pada arteri koronaria yang
menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat.
e. Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik.

5. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NYERI


Pengalaman nyeri pada seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa hal,
diantaranya sebagai berikut (Hidayat, A. A, 2014).
a. Arti Nyeri
Arti nyeri bagi seseorang memiliki banyak perbedaan dan hampir sebagian
arti nyeri merupakan arti yang negatif, seperti membayangkan, merusak, dan
lain-lain. Keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti usia, jenis
kelamin, latar belakang sosial budaya, lingkungan dan pengalaman.
b. Persepsi Nyeri
Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subjektif tempatnya pada
korteks (pada fungsi evaluative kognitif). Persepsi ini dipengaruhi oleh faktor
yang dapat memicu stimulasi nociceptor.
c. Toleransi Nyeri
Toleransi ini erat hubunganya dengan intensitas nyeri yang dapat
memengaruhi kemampuan seseorang menahan nyeri. Faktor yang dapat
mempengaruhi peningktan toleransi nyeri antara lain alcohol, obat-obatan,
hipnotis, gesekan atau gurukan, pengalihan perhatian, kepercayaan yang kuat,
dan sebagainya. Sementara itu faktor yang menurunkan toleransi antara lain
kelelahan, rasa marah, bosan, cemas, nyeri yang tidak kunjung hilang, sakit
dan lain-lain.

5
d. Reaksi terhadap Nyeri
Reaksi terhadap nyeri merupakan bentuk respons seseorang terhadap nyeri,
seperti ketakutan, gelisah, cemas, menangis dan menjerit. Semua ini
merupakan bentuk respons nyeri yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti arti nyeri, tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya,
harapan sosial, kesehatan fisik dan mental, rasa takut, cemas, usia dan lain-
lain.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan
Pegkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah adanya riwayat
nyeri, serta keluhan nyeri seperti lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas dan
waktu serangan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST, yaitu sebagai
berikut.
a. P (Pemacu) yaitu faktor yang memengaruhi gawat atau ringannya nyeri
b. Q (Quality) dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul atau tersayat.
c. R (Region) yaitu daerah perjalanan nyeri
d. S (Skala) adalah keparahan atau intensitas nyeri
e. T (Time) adalah lama waktu serangan atau frekuensi nyeri

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang kemungkinan terjadi pada masalah nyeri
Diagnosis Faktor yang berhubungan Batasan karakteristik
Keperawatan (Etiologi/E) (Data subjektif/objektif)
(Problem/P)
Nyeri akut Cedera (biologis, zat kimia, Perubahan nafsu makan,
fisik, maupun psikologis). tekanan darah, frekuensi
jantung, pernapasan,
diaphoresis, perilaku
distraksi, gelisah,
menangis, mata kurang
bercahaya, meringis,
melindungi daerah nyeri,
persepsi nyeri,
menghindari nyeri,
gangguan tidur, ungkapan
nyeri.

Nyeri Kronik Gangguan fisik maupun Perubahan pola tidur,


psikologis yang kronis nafsu makan menurun,
keluhan nyeri, mata

6
kurang bercahaya,
meringis, letih, takut
terjadi cidera berulang,
sikap melindungi nyeri,
interaksi berkurang,
keluhan nyeri, gelisah,
suhu dingin, dan
hipersensitivitas.

3. Perencanaan Keperawatan
a. Megurangi dan membatasi faktor-faktor yang menambah nyeri
b. Menggunakan berbagai teknik noninvasif untuk memodifikasi nyeri yang
dialami.
c. Menggunakan cara-cara untuk mengurangi nyeri yang optimal, seperti
memberikan analgesik sesuai dengan program yang ditentukan.

4. Pelaksanaan Keperawatan
a. Mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri, misalnya ketidakpercayaan,
kesalahpahaman, ketakutan, kelelahan dan kebosanan.
1) Ketidakpercayaan
Pengakuaan perawat akan rasa nyeri yang diderita pasien dapat
mengurangi nyeri. Hal ini dapat dilakukan melalui pernyataan verbal,
mendengarkan dengan penuh perhatian mengenai keluhan nyeri pasien,
dan mengatakan kepada pasien bahwa perawat mengkaji rasa nyeri
pasien agar dapat lebih memahami tentang nyerinya.
2) Kesalahpahaman
Mengurangi kesalahpahaman pasien tentang nyerinya akan mengurangi
nyeri. Hal ini dilakukan dengan memberitahu pasien bahwa nyeri yang
dialami sangat individual dan hanya pasien yang tahu secara pasti
tentang nyerinya.
3) Ketakutan
Kelelahan dapat memperberat nyeri. Untuk mengatasinya, kembangkan
pola aktivitas yang dapat memberikan istirahat yang cukup.

4) Kebosanan
Kebosanan dapat meningkatkan rasa nyeri. Untu9k mengurangi nyeri
dapat digunakan pengalihan perhatian yang bersifat terapeutik. Beberapa
teknik pengalih perhatian adalah bernafas pelan dan berirama, memijat
secara perlahan, menyanyi berirama, aktif mendengarkan music,
membayangkan hal-hal yang menyenangkan dan sebagainya.

7
b. Memodifikasi stimulus nyeri dengan menggunakan teknik-teknik seperti,
sebagai
berikut (Sri Rejeki., dkk. 2013).
1) Teknik latihan pengalihan
a) Menonton televisi
b) Berbincang-bincang dengan orang lain
c) Mendengarkan music
2) Teknik relaksasi
Menganjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan mengisi paru-
paru dengan udara, menghembuskannya secara perlahan-lahan,
melemaskan otot-otot tangan, kaki, perut, dan punggung, serta
mengulangi hal yang sama sambil terus berkonsentrasi hingga didapat
rasa nyaman, tenang, dan rileks (Dwi Christina Rahayuningrum. 2016).
3) Stimulasi kulit
a) Menggosok dengan halus pada daerah nyeri
b) Menggosok punggung
c) Menggunakan air hangat dan dingin
d) Memijat dengan air mengalir

c. Pemberian obat analgesik, yang dilakukan guna mengganggu atau memblok


transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi
kortikal terhadap nyeri (Hidayat, A. A, 2014).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam
meresons rangsang nyeri, diantaranya hilangnya perasaan nyeri, menurunnya
intensitas nyeri, adanya respons fisiologis yang baik, dan pasien mampu
melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan nyeri (Hidayat, A. A, 2014).

BAB III
ANALISIS JURNAL

NAMA :
1. Adriana Bodu Lori (PN.20.0831)
2. Agustina Kurnia Serena (PN.20.082)

8
TEMPAT PRAKTIK : Ruang Anggrek 2 , RSUP Dr. SARDJITO
TANGGAL PRAKTIK : 09 November 2020-17 November 2020

JUDUL JURNAL : PENGALAMAN PERAWAT DALAM MELAKUKAN


MANAJEMEN NYERI PADA PASIEN SINDROM
KORONER AKUT DI RUANG ICCU RS DIRGAHAYU.

KUTIPAN : Jurnal Medika Karya Ilmiah Kesehatan, Vol 4, No.1. 2019.


1. KATA KUNCI : Pengalaman, Perawat, Penanganan, Penanganan Nyeri.

2. PENULIS JURNAL : Chrisyen Damanik, Kiki Hardiansya, Sikit Njau.

3. ABSTRACK :
Prevalensi Sindrom Koroner Akut di Indonesia meningkat dan tinggi setiap
tahun. Nyeri adalah keluhan pasien SKA yang dapat dikelola dengan intervensi
farmakologis dan non-farmakologis.
Upaya untuk meningkatkan kenyamanan bagi pasien adalah non-farmakologis, yaitu
pemberian relaksasi napas dalam, posisi yang nyaman, dan citra panduan adalah
strategi utama tindakan keperawatan independen sesuai dengan prosedur standar
operasional.

Abstrack: Dalam abstrack ini sudah lengkap karena menjelaskan latar belakang,
tujuan, methode, hasil, kesimpulan dan kata kunci.

4. LATAR BELAKANG
Nyeri merupakan keluhan pasien dengan Sindrom Koroner Akut yang dapat
dilakukan penatalaksanaan dengan intervensi Farmakologi dan nonfarmakolgi.
Upaya untuk meningkatkan rasa nyaman bagi pasien bersifat nonfarmakologi yaitu
pemberian relaksasi nafas dalam, posisi nyaman, dan guide imagery adalah strategi
utama tindakan mandiri keperawatan yang sesuai dengan standar prosedur
oprasional. Apabila nyeri berlangsung terus-menerus, berat dan dalam, akan
memperburuk keadaan pasien.

Latar belakang teori dalam di latar belakang ini di ulangi terus dan tanpa
menambahkan sumbernya. Selain itu latar belakang juga tidak menceritakan hasil
dari pengalaman perawat yaitu berapa pasien yang sudah dilakukan nafas dalam,
posisi nyaman dan guide imageri. Karena data dalam suatu penelitian itu sangat
perlu.

5. TUJUAN:

9
Untuk mengeksplorasi pengalaman perawat dalam melakukan manajemen nyeri
pada pasien dengan Sindrom Koroner Akut di Ruang ICCU.

Tujuan dalam penelitian ini di jelaskan dengan spesifik dan sudah sesuai dengan
judul.

Hipotesis tidak dijelaskan.

6. METODE PENELTIAN:
a. Penelitian kualitatif dengan pendekatan studi fenomenologis.
b. Populasi :
Metode Peneltian: Tidak di jelaskan jumlah populasi perawat dalam ruang ICCU

7. TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL


a. Tehnik pengambilan sampel purposive
b. Sampel sebanyak 4 responden, Teknik analisa data menggunakan proses
pengolahan data menggunakan tehnik colaizzi.
c. Kriteria sampel : Perawat yang bekerja di Intensif Cardiac Care Unit (ICCU)
pengalaman kerja minimal tiga tahun lulusan D3 keperwatan dan S1
keperawatan, berkompentensi melakukan pelayanan pada pasien kritis salah
satunya sindrom koroner akut.
Teknik Pengambilan sampel : Sudah di jelaskan sekaligus dengan kriteria
sampel
8. LOKASI: Penelitian dilaksanakan di ruang ICCU RS Dirgahayu.

9. WAKTU: Tanggal 02 Januari 2019 - tanggal 08 Januari 2019.

10. INSTRUMEN: wawancara dengan tehnik in-depth interviewing menggunakan


panduan wawancara semiterstruktur Wawancara dilakukan selama 30- 45 menit
dengan alat perekam suara (tape recorder).
Instrumen : Sudah di jelaskan sekaligus dengan waktu wawancara

11. DATA PRIMER diambil langsung dari responden dengan menggunakan paduan
wawancara.

12. DATA SEKUNDER terdiri dari gambaran umum lokasi penelitian dan data
perawat yang di wawancarai.
Data : Sudah di jelaskan pengambilan data menggunakan panduan wawancara
terhadap masing-masing respoden.

10
13. VARIABEL PENELITIAN
Variabel penelitian : Tidak di jelaskan dalam jurnal mana variabel bebas dan
mana variabel terikat.

14. RINCIAN METODE


Rincian Metode: Dalam Jurnal ini peneliti tidak menjelaskan pengalaman
perawat dalam melakukan tindakan manajemen nyeri. Contoh: Penilaian skala
nyeri pasien sebelum tindakan, lama dan jumlah tindakan, hasil skala nyeri
sesudah dilakukan tindakan serta lembar intensitas nyeri berupa skala intensitas
nyeri 10 poin dengan kata-kata penjelas dan prosedur teknik relaksasi nafas
dalam dan guided imagery.

15. BIAS YANG TERJADI: setiap orang dengan respon tingkat nyeri yang berbeda-
beda sehingga dapat mempengaruhi hasil.
Bias: Dalam Jurnal ini wawancara di lakukan terhadap perawat sehingga tentu
saja hasil bias tidak akan di ketahui.

16. UKURAN SAMPEL belum mencukupi karena hanya 4 orang.

17. PENGOLAHAN DATA SUDAH JELAS:


Pengolahan data : pada jurnal ini peneliti tidak menjelaskan Teknik pengolahan
data pada penelitian ini terdiri dari koding, editing, tabulasi data, dan entri data.
Peneliti hanya menjelaskan data yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan
dilakukan proses pengolahan data menggunakan tehnik colaizzi.

18. METODE STATISTIK: cara-cara mengumpulkan data atau fakta, mengolah,


menyajikan, dan menganalisis sudah sesuai.

19. RINGKASAN PENGUKURAN:


Prosedur teknik relaksasi nafas dalam dan guided imagery yaitu ciptakan
lingkungan yang tenang, jaga privasi pasien, usahakan tangan dan kaki pasien
alam keadaan rileks, minta pasien untuk memejamkan mata dan usahakan agar
pasien berkonsentrasi, minta pasien menarik nafas melalui hidung secara
perlahan-lahan sambil menghitung dalam hati “hirup, dua, tiga”, selama pasien
memejamkan mata kemudian minta pasien untuk membayangkan hal-hal yang
menyenangkan atau keindahan, minta pasien untuk menghembuskan udara
melalui mulut dan membuka mata secara perlahan-lahan sambil menghitung
dalam hati “hembuskan, dua, tiga”, minta pasien untuk mengulangi lagi sama
seperti prosedur sebelumnya sebanyak tiga kali selama lima menit.

11
Ringkasan Pengukuran : peneliti tidak menjelaskan seperti apa pengalaman
tindakan perawat dalam menajemen nyeri pasien seperti contoh ringkasan
pengukuran .

20. HASIL YANG DIDAPATKAN:


a. Memberikan tindakan nonfarmakologis hanya untuk nyeri ringan hingga
sedang dengan disertai terapi Farmakologis.
b. Memberikan relaksasi napas dalam-dalam, posisi nyaman, dan membimbing
citra sebagai tindakan nonfarmakologis.
c. Administrasi Thrombolytic, Cedocard dan Morphine sebagai tindakan
kolaboratif farmakologis.
(Sudah menjawab tujuan penelitian).

21. KETERBATASAN PENELITIAN:


a. Peneliti tidak menjelaskan secara rinci pengalaman perawat dalam
melakukan tindakan keperawatan terhadap nyeri.
b. Peneliti tidak menjelaskan jumlah perawat berdasarkan tingkat pendidikan
dan pengalaman kerja

22. GENERALISASI: perlu adanya pembagian sampel sesuai pengalaman perawat


dalam memanajemen nyeri seperti tingkat pendidikan, lama bekerja. Selain itu
perlu juga menceritkan pengalaman perawat memanajemen nyeri sesuai dengan
skala nyeri.

23. SUMBER DANA TIDAK DIJELASKAN.

24. KESIMPULAN:
1. Penelitian ini sangat bermanfaat bagi tenaga kesehatan terutama perawat,
dimana pada saat menjalankan tugas perlu selalu mengaplikasikan teknik
relaksasi napas dalam, posisi nyaman dan guided imagery kepada pasien
yang mengalami nyeri agar tidak bergantung pada farmakologi.
2. Terapi teknik relaksasi napas dalam guided imagery sangat bermanfaat bagi
pasien yang mengalami gangguan rasa aman nyaman (bebas nyeri).
3. Penelitian ini dapat menjadikan landasan teori rumah sakit dalam pemberian
dukungan pada pasien dengan gangguan rasa aman (bebas nyeri).

(Referensi Update karena 7 tahun terakhir yaitu 2013-2018)

12
BAB IV
IMPLIKASI KEPERAWATAN

1) Memberikan sumber referensi bagi para peneliti berikutnya untuk melakukan


penelitian dalam hal yang sama.
2) Dapat memberikan teknik relaksasi napas dalam, posisi nyaman dan guided imagery
kepada pasien yang mengalami nyeri agar tidak bergantung pada farmakologi.
3) Penelitian ini dapat menjadikan landasan teori rumah sakit dalam melakukan
manajemen nyeri pada pasien yang merasakan nyeri karena penyakit.
4) Bagi perawat yang memberikan tindakan relaksasi napas dalam, dan posisi nyaman
perlu memperhatikan waktu terapi analgesic yang diberikan sebelumnya.

13
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Penanganan nyeri dengan melakukan teknik relaksasi merupakan tindakan
keperawatan yang dilakukan untuk mengurangi nyeri. Penanganan nyeri dengan
tindakan relaksasi mencakup teknik relaksasi nafas dalam, posisi nyaman dan
guided imagery.
2. Penelitian ini mengunakan 4 orang sampel.
3. pengalaman perawat dalam penanganan nyeri pada sindrom coroner akut secara
non farmakologi yaitu pemberian relaksasi nafas dalam, posisi nyaman, dan guide
imagery disertai terapi farmakologi sebagai tindakan kolaborasi. nonfarmakologi.
Pemberian trombolitik, cedocard dan morfin sebagai tindakan kolaborasi
Farmakologi.
B. Saran
1. Bagi pelayanan keperawatan
Dari hasil penelitian diharapkan terapi relaksasi napas dalam, posisi nyaman dan
guided imagery dapat diterapkan di rumah sakit dan perawat sebagai salah satu
terapi modalitas bagi pasien dengan tingkat nyeri yang tinggi.
2. Bagi institusi pendidikan
Memberikan dorongan kepada mahasiswa untuk melakukan penelitian lebih
lanjut tentang terapi napas dalam, posisi nyaman dan guided imagery langsung
kepada pasien.

14

Anda mungkin juga menyukai