Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ILMU SOSIAL BUDAYA DASAR (ISBD)


PERILAKU SOSIAL ANAK JALANAN

DOSEN PEMBIMBING :
Fajar Ferdian, S.Pd

DISUSUN OLEH :
Kamila Tsamratul Fuadah

AKADEMI KEBIDANAN CIANJUR


Jl. Pangeran Hidayatullah No.103, Sawah Gede, Kec. Cianjur,
Kabupaten Cianjur, Jawa Barat 43212
KATA PENGANTAR

Bissmillahirahmanirahim,                                
Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatu
Rasa syukur patut saya panjatkan kehadirat ALLAH S.W.T yang telah mengijinkan dan
memberi nikmat kemudahan kepada saya dalam menyusun dan menulis makalah Ilmu Sosial
Budaya Dasar yang berjudul Perilaku Sosial Anak Jalanan.
Hal yang paling mendasar yang mendorong saya menyusun makalah ini adalah tugas dari
mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD), untuk mencapai nilai yang memenuhi syarat
perkuliahan.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan banyak terimakasih yang tak terhingga atas
bimbingan dosen dan semua pihak sehingga makalah ini dapat saya selesaikan dengan baik.
Andai ada kekurangan dalam makalah ini saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh

Cianjur , 30 September 2020

Penyusun
BAB I PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah

Fenomena masalah anak jalanan merupakan isu global yang telah mencapai titik
mengkhawatirkan. Situasi anak jalan di Indonesia cukup memprihatinkan  karena sampai saat ini
masalah-masalah anak khususnya pada anak-anak yang berada di jalanan belum mendapat
perhatian yang serius dari pemerintah. Jumlah anak yang tinggal di jalanan terus menerus
meningkat dan pemerintah pun tidak mempunyai data anak yang tinggal di jalanan. anak jalanan
merupakan seseorang yang masih belum dewasa (secara fisik dan phsykis) yang menghabiskan
sebagian besar waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan
uang guna mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental dari
lingkunganya. Adanya anak jalanan sering kali merugikan orang lain misalnya berkata kotor,
mengganggu ketertiban jalan, merusak body mobil dengan goresan dan lain-lain. Selain itu
permasalahan anak jalan juga adalah sebagai objek kekerasan. Mereka merupakan kelompok
sosial yang sangat rentan dari berbagai tindakan kekerasan baik fisik, emosi, seksual maupun
kekerasan sosial. selain itu, lingkungan juga sangat mempengaruhi kepribadian dan perilaku
sosial anak jalanan. dimana tempat  mereka tinggal  banyak preman, membuat anak jalanan tidak
memiliki perilaku social yang baik terhadap masyarakat maupun di lingkungan tempat tinggal
nya. untuk itu, kami akan membahas pengaruh lingkungan terhadap perilaku sosial anak jalanan.

1.2  Rumusan Masalah

1.      Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga masalah anak jalanan semakin marak?
2.      Bagaimana lingkungan mempengaruhi perilaku sosial anak jalanan ?
3.      Bagaimanakah solusi penanganan anak-anak jalanan?
1.3  Tujuan Penulisan

Untuk menambah wawasan pengetahuan tentang permasalahan sosial khususnya


pengetahuan terhadap intervensi komunitas dalam penanggulangan anak jalanan.

1.4  Metode Penulisan

Untuk menulis makalah ini penulis mempergunakan jenis penulisan deskriptif dan
mempergunakan data Sekunder. Data ini diperoleh dari buku-buku, tulisan-tulisan, pendapat para
ahli dan peraturan perundang-undangan yang berlaku sekarang ini kurang valid dan data ini
diperoleh dengan cara menggunakan studi melalui perpustakaan atau dokumen, artikel koran dan
internet.Dalam hal ini penulis menggunakan metode kualitatif diskriptif, yaitu menggambarkan
keadaan obyektif dilapangan yang dimaksud dengan metode ini adalah bahwa data yang
terkumpul akan diolah dan dihubungkan dengan isi, yang kemudian dianalisa dan
diinterpretasikan atas dasar cara berpikir yang deduktif dalam mendapatkan suatu kesimpulan
dimana disesuaikan dengan peraturan yang ada.
BAB II PEMBAHASAN

2.1  Pengertian dan Karakteristik Anak Jalanan

Istilah anak jalanan pertama kali diperkenalkan di Amerika selatan, tepatnya di Brazilia,
dengan nama Meninos de Ruas  untuk menyebut kelompok anak-anak yang hidup di jalanan dan
tidak memiliki ikatan dengan keluarga. Istilah anak jalanan berbeda-beda untuk setiap tempat,
misalnya di Columbia mereka disebut “gamin” (urchin atau melarat) dan “chinces” (kutu kasur),
“marginais” (criminal atau marjinal) di Rio, “pa’jaros frutero” (perampok kecil) di Peru,
“polillas” (ngrengat) di Bolivia, “resistoleros” (perampok kecil) di Honduras, “Bui Doi” (anak
dekil) di Vietnam, “saligoman” (anak menjijikkan) di Rwanda. Istilah-istilah itu sebenarnya
menggambarkan bagaimana posisi anak-anak jalanan ini dalam masyarakat.

Pengertian anak jalanan telah banyak dikemukakan oleh banyak ahli. Secara khusus, anak
jalanan menurut PBB adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya dijalanan untuk
bekerja, bermain atau beraktivitas lain. Anak jalanan tinggal di jalanan karena dicampakkan atau
tercampakkan dari keluarga yang tidak mampu menanggung beban karena kemiskinan dan
kehancuran keluarganya. Umumnya anak jalanan bekerja sebagai pengasong, pemulung, tukang
semir, pelacur anak dan pengais sampah. Tidak jarang menghadapi resiko kecelakaan lalu lintas,
pemerasan, perkelahian, dan kekerasan lain. Anak jalanan lebih mudah tertular kebiasaan tidak
sehat dari kultur jalanan, khususnya seks bebas dan penyalahgunaan obat.
     
Menurut Soedijar (1989) dalam studynya menyatakan bahwa anak jalanan adalah anak
usia antara 7 sampai 15 tahun yang bekerja di jalanan dan tempet umum lainnya yang dapat
mengganggu ketentraman dan keselamatan orang lain serta membahayakan dirinya sendiri.
            Menurut Putranto dalam Agustin (2002) dalam studi kualitatifnya mendefinisikan anak
jalanan sebagai anak berusia 6 sampai 15 tahun yang tidak bersekolah lagi dan tidak tinggal
bersama orang tua mereka, dan bekerja seharian untuk memperoleh penghasilan di jalanan,
persimpangan dan tempat-tempat umum.
            Dalam buku “Intervensi Psikososial” (Depsos, 2001:20), anak jalanan adalah anak yang
sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau
tempat-tempat umum lainnya.

            Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas dapat disimpulkan bahwa “anak jalanan
adalah seseorang yang masih belum dewasa (secara fisik dan phsykis) yang menghabiskan
sebagian besar waktunya di jalanan dengan melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan
uang guna mempertahankan hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental dari
lingkunganya.”
                 
Berdasarkan hasil kajian lapangan, secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga
kelompok (Surbakti dkk.eds : 1997) :

1.      Children on the street

Yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi – sebagai pekerja anak di jalan,
tetapi masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orangtua mereka. Sebagian penghasilan
mereka dijalankan pada kategori ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi
keluarganya karena beban atau tekanan kemiskinan yang mesti di tanggung tidak dapat
diselesaikan sendiri oleh kedua orang tuanya.

2.      Children of the street

Yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh dijalankan, baik secara social maupun
ekonomi. Beberapa diantara mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tetapi
frekwensi pertemuan mereka tidak menentu. Banyak diantara mereka adalah anak-anak yang
karena suatu sebab biasanya kekerasan atau lari dari rumah.

3.      Children from family of the street

Yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup dijalanan. Meski anak-anak ini
mempunyai hubungan kekeluargaan yang cukup kuat, tetapi hidup mereka terombang-ambing
dari satu tempat ke tempat yang lai dengan segala resikonya (Blanc & Associate, 1990;Irwanto
dkk,1995; Taylor & Veale, 1996). Salah satu cirri penting dari kategori ini adalah pemampangan
kehidupan jalanan sejak masih bayi bahkan sejak masih dalam kandungan. Di Indonesia kategori
ini dengan mudah ditemui di berbagai kolong jembatan, rumah-rumah liar sepanjang rel kereta
api dan pinggiran sungai walau secara kwantitatif jumlahnya belum diketahui secara pasti.

Karakteristik anak jalanan terbagi dua yaitu:

a.       Ciri fisik
-          Warna kulit kusam
-          Rambut kemerahan
-          Kebanyakan berbadan kurus
-           Pakaian tidak terurus
b.      Ciri psikis
-          Mobilitas tinggi
-          Acuh tak uacuh
-          Penuh curiga
-          Sangat sensistif berwatak keras                     
-          Kreative
-          Semangat hidup tinggi
-          Berani tanggung resiko
-          Mandiri

2.2  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Anak Jalanan

Kehadiran anak jalanan merupakan sesuatu yang sangat dilematis. keberadaan anak
jalanan tentunya mempunyai latar belakang dan motivasi yang berbeda, salah satu motivasi
mereka menjadi anak jalanan karena tekanan social ekonomi orang tuanya yang tidak cukup
untuk biaya hidup sehari-hari, kemudian berangkat dari keinginan untuk membantu orang tua
mereka, maka mereka melakukan pekerjaan dengan kemampuan yang dimiliki, ada pula anak
jalanan  yang melakukan pekerjaan tersebut demi mendapatkan uang untuk biaya hidupnya.

Tiga tingkatan penyebab keberadaan anak jalanan :

1.      Tingkat mikro (immediate cause), yaitu faktor yang berhubungan dengan anak dan keluarganya
2.      Tingkat messo (underlying causes), yaitu faktor yang ada di masyarakat
3.      Tingkat makro (basic cause), yaitu faktor yang berhubungan dengan struktur makro.
Pada tingkat mikro sebab yang bisa diidentifikasi dari anak dan keluarga yang berkaitan
tetapi juga bisa berdiri sendiri, yakni :
1.      Lari dari keluarga, disuruh bekerja baik karena masih sekolah atau sudah putus, berpetualangan,
bermain-main atau diajak teman.
2.      Sebab dari keluarga adalah terlantar, ketidakmampuan orang tua menyediakan kebutuhan dasar,
ditolak orang tua, salah perawatan atau kekerasan di rumah, kesulitan berhubungan dengan
keluarga/tetangga, terpisah dengan orang tua, sikap-sikap yang salah terhadap anak, keterbatasan
merawat anak yang mengakibatkan anak menghadapi masalah fisik, psikologis dan social.
Pada tingkat messo (masyarakat), sebab yang dapat diidentifikasi meliputi :

1.      Pada masyarakat miskin, anak-anak adalah asset untuk membantu peningkatan keluarga, anak-
anak diajarkan bekerja yang berakibat drop out dari sekolah.
2.      Pada masyarakat lain, urbanisasi menjadi kebiasaan dan anak-anak mengikuti kebiasaan itu.
3.      Penolakan masyarakat dan anggapan anak jalanan sebagai calon criminal.
Pada tingkat makro (struktur masyarakat), sebab yang dapat diidentifikasi adalah :
1.      Ekonomi adalah adanya peluang pekerjaan sektor informal yang tidak terlalu membutuhkan
keahlian, mereka harus lama dijalanan dan meninggalkan bangku sekolah, ketimpangan desa dan
kota yang mendorong urbanisasi.
2.      Pendidikan adalah biaya sekolah yang tinggi, perilaku guru yang diskriminatif, dan ketentuan-
ketentuan teksis yang birokratis yang mengalahkan kesempatan belajar.
3.      Belum beragamnya unsur-unsur pemerintahan yang memandang anak jalanan antara sebagai
kelompok yang memerlukan perawatan (pendekatan kesejahteraan) dan pendekatan yang
menganggap anak jalanan sebagai trouble maker atau pembuat masalah (security
approach/pendekatan keamanan).

2.3  Pengaruh Lingkungan Terhadap Perilaku Sosial Anak Jalanan

Perilaku  anak jalanan selalu berada dalam situasi rentan dalam segi perkembangan fisik,
mental, sosial bahkan nyawa mereka. melalui stimulasi tindakan kekerasan terus menerus,
terbentuk sebuah nilai-nilai baru yang cenderung mengedepankan kekerasan sebagai cara untuk
mempertahakan hidup. Ketika memasuki usia dewasa, kemungkinan mereka akan menjdai salah
satu pelaku kekerasan dan eksploitasi terhadap anak-anak jalanan lainnya. Disamping itu anak
jalanan dengan keunikan kerangka budayanya, memiliki tindak komunikasi yang berbeda dengan
anak yang normal. komunikasi intra budaya anak jalanan dapat menjelaskan tentang proses, pola,
perilaku, gaya, dan bahasa yang digunakan mereka. aspek-aspek tersbut tampak manakala
berkomunikasi sesama teman, keluarga, petugas keamanan dan ketertiban, pengurus rumah
singgah, dan lembaga pemerintah.
Anak jalanan yang sudah terbiasa dalam lingkungan rumah singgah dan anak jalanan
yang “liar”, memiliki perilaku yang berbeda dan komunikasi yang berbeda. Perilaku komunikasi
interpersonal sendiri berlangsung dalam situasi; memaksa, otoritatif, konflik,
mengganggu  (teasing), membiarkan (bebas),  sukarela, dan rayuan. Komunikasi interpersonal
melalui pesan verbal dan nonverbal, secara spesifik disesuaikan dengan kepentingan dalam
menjalankan aktivitas di jalanan. Pesan verbal mayoritas  berupa istilah/kata; yang berhubungan
dengan kekerasan/konflik, panggilan khas (sebutan) kepada orang atau konteks jalanan, aktivitas
jalanan dan pekerjaan. Pesan nonverbal yang disampaikan berbentuk: gestural, intonasi suara,
mimik muka (facial), artifaktual, isyarat bunyi, pakaian (fashion), panataan
pakaian/asesoris (grooming) dan penampilan (manner). Anak jalanan memaknai peran diri dalam
keluarga dan masyarakat, sebagai inidividu yang mandiri (tanggung jawab pada diri dan
keluarga), otonom (berusaha melepasakan ketergantungan),  dan individu yang berusaha
memiliki relasi sosial dalam konteks di jalanan.
Konstruksi makna peran diri itu sendiri dibangun secara kreatif dan dinamis di dalam 
interaksi sosial anak dengan orang-orang dalam lingkungan jalanan. Selanjutnya, hasil interaksi
sosial anak-anak dengan orang-orang dalam lingkungannya membentuk  konstruksi makna
secara subyektif dan obyektif tentang orang dewasa, aturan dan prinsip-prinsip yang berkembang
dalam konteks jalanan.
Dengan demikian, perilaku social anak jalanan dengan masyarakat  tidak baik, karena
perubahan sikap, cara komunikasi yang kasar, memaksa, brutal, tata cara bicara yang  buruk,
gaya bahasa, pakaian yang tidak rapi, rambut yang di warnai membuat masyarakat tidak senang
dengan anak jalanan.
BAB III PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

            Walaupun pengertian anak  jalanan memiliki konotasi yang negative, namun pada


dasarnya dapat juga diartikan sebagai anak-anak yang bekerja di jalanan yang bukan hanya
sekedar bekerja di sela-sela waktu luang untuk mendapatkan penghasilan, melainkan anak  yang
karena pekerjaanya maka mereka tidak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar baik secara
jasmani, rohani dan intelektualnya.

4.2 SARAN

            Untuk menyelesaikan masalah anak jalanan, kita berharap bahwa Negara mempunyai
kewajiban untuk membebaskan mereka dari kemiskinan. kemiskinan jangan dipakai sebagai
kambing hitam, tetapi kemiskinan structural, tindakan-tindakan Negara yang harus melindungi
mereka baik itu di jalanan, melindungi mereka dari hak-hak mereka mendapat akses pendidikan
dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

Http:// Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.


Http://anak jalanan dan penyakit sosial
Http://faktor yang berpengaruh pada  fenomen anak jalanan

Anda mungkin juga menyukai