Anda di halaman 1dari 20

KEBIJAKAN NASIONAL HIV-AIDS

DOSEN PEMBIMBING : Ns. Aisyah M.Kep

disusun oleh:
Kelompok 6
Awalia Roihana Tusa’adah 20200910170006
Didik Amirul Mukminin 20200910170068
Dwita Puji Lestari 20200910170045
Khisyafatul Ghita 20200910170048
Mohammad Rifki Fahruroji 20200910170030
Tinne Merlina 20200910170037

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
SEMESTER GENAP 2021-2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah Tuhan


Yang Maha Esa, karena berkat rahmat, ridho dan hidayah dari-Nya lah
sehingga pada hari ini saya dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa
sholawat beriring salam kepada  junjungan Nabi Muhammad saw, yang
telah membawa kita semua ke zaman yang berilmu pengetahuan seperti
sekarang.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu


keperawatan menjelang ajal dan paliatif tentang kebijakan nasional HIV-
AIDS yang di sajikan berdasarkan dari berbagai sumber. Makalah ini di
susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari
diri penyusun maupun yang datang dari luar.

Namun dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari


Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Kami mengucapkan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian makalah ini. Kami menyadari bahwa memang makalah ini
belum sempurna seutuhnya.

Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
bersifat membangun guna untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Terakhir pesan dari kami semoga makalah ini dapat dipahami dan
selanjutnya dapat bermanfaat di bidang pendidikan dan di dunia
perkuliahan, serta bermanfaat untuk pembangunan kesehatan bangsa ini.

Jakarta, 23 Februari 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..........................................................................................................i
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
Daftar Isi..................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
....................................................................................................................................
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...............................................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI..................................................................................3
A. Konsep Perawatan Paliatif .................................................................................3
B. Konsep HIV-AIDS .............................................................................................5
C. Perawatan Paliatif pada Pasien HIV-AIDS dan Rencana Tindakannya .............6
D. Landasan Hukum tentang HIV-AIDS.................................................................9
E. Kebijkan Nasional tentang HIV-AIDS ...............................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyebaran kasus HIV/AIDS yang demikian pesat di seluruh dunia,
sebagian besar terjadi pada kelompok usia produktif. Perubahan perilaku
seseorang dari yang beresiko menjadi kurang berisiko terhadap kemungkinan
tertular HIV memerlukan bantuan perubahan emosional dan pengetahuan
dalam suatu proses yang mendorong nurani dan logika. Proses mendorong
tersebut sangat unik dan membutuhkan pendekatan individual.
Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat
disembuhkan baik pada dewasa dan anak seperti penyakit genetika dan
penyakit infeksi seperti HIV/AIDS yang memerlukan perawatan paliatif,
disamping kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatis. Namun saat
ini, pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan pasien
dengan penyakit yang sulit disembuhkan tersebut, terutama pada stadium
lanjut dimana prioritas pelayanan tidak hanya pada penyembuhan tetapi juga
perawatan agar mencapai kualitas hidup yang baik bagi pasien dan
keluarganya.

Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya


mengalami berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat
badan, gangguan aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan
spiritual yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka
kebutuhan pasien pada stadium lanjut tidak hanya pemenuhan/pengobatan
gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap kebutuhan psikologis,
sosial dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan interdisiplin yang
dikenal sebagai perawatan paliatif.

Masyarakat mengaggap perawatan paliatif hanya untuk pasien dalam


kondisi terminal yang akan segera meninggal. Namun komsep baru
perawatan paliatif menekankan pentingnya integrasi perawatan paliatif lebih
dini agar masalah fisik, psikososial dan spiritual dapat diatasi dengan baik.
Perawatan paliatif adalah pelayanan kesehatan yang bersifat holistik dan

1
terintegrasi dengan melibatkan berbagai profesi dengan dasar falsafah bahwa
setiap pasien berhak mendapatkan perawatan terbaik sampai akhir hayatnya.

Rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan perawatan paliatif di


Indonesia masihterbatas di 5 (lima) ibu kota provinsi yaitu, Jakarta,
Yogyakarta, Surabaya, Denpasar dan Makassar. Ditinjau dari besarnya
kebutuhan dari pasien, jumlah dokter yang mampu memberikan pelayanan
perawatan paliatif juga masih terbatas.

Keadaan sarana pelayanan perawatan paliatif di Indonesia masih belum


merata sedangkan pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan
perawatan yang bermutu, komprehensif dan holistik, maka diberikan
kebijakan perawatan paliatif di Indonesia yang memberikan arah bagi sarana
pelayanan kesehatan untuk menyelenggarakan pelayanan perawatan paliatif.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanan Konsep Perawatan Paliatif?
2. Bagaimana Konsep HIV-AIDS?
3. Bagaimana Perawatan Paliatif pada Pasien HIV-AIDS dan Rencana
Tindakannya?
4. Sebutkan Landasan Hukum tentang HIV-AIDS?
5. Bagaimana Kebijakan Nasional tentang HIV-AIDS
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Konsep Perawatan Paliatif
2. Untuk mengetahui Konsep HIV-AIDS
3. Untuk mengetahui Perawatan Paliatif pada Pasien HIV-AIDS dan
Rencana Tindakannya
4. Untuk mengetahui Landasan Hukum tentang HIV-AIDS
5. Untuk mengetahui Kebijakan Nasional tentang HIV-AIDS

2
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Perawatan Paliatif
1. Definisi Perawatan Paliatif
Perawatan Paliatif (Paliative Care) adalah suatu pendekatan untuk
memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarganya dalam menghadapi
penyakit yang mengancam jiwa, melalui pencegahan, penilaian,
pengobatan nyeri, dan masalah-masalah fisik lain, juga masalah
psikologis dan spiritual lainnya (WHO, 2006).
2. Tujuan
a. Meyakini bahwa hidup dan mati adalah proses yang normal, tidak
menghambat atau menundan kematian, mengurangi nyeri dan gejala
penyakit lainnya, integrasi fisik, psikis, sosial, emosional dan spiritual
dalam memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan individu
dankeluarga.
b. Menyediakan sistem untuk membantu individu hidup
seoptimal mungkin sampai menjelang kematiannya
c. Menyediakan sistem dukungan untuk membantu keluarga
dalam mengatasi masalah sepanjang perawatan pasien dan masa
berduka.
3. Sasaran Kebijakan Pelayanan Paliatif
a. Seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota keluarga, lingkungan
yang memerlukan perawatan paliatif di mana pun pasien berada
diseluruh Indonesia.
b. Pelaksana perawatan paliatif : dokter, perawat, tenaga kesehatan
lainnya dan tenaga terkait lainnya.
c. Institusi-institusi terkait, misalnya:
1) Dinas kesehatan propinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota
2) Rumah Sakit pemerintah dan swasta
3) Puskesmas
4) Rumah perawatan/hospis
5) Fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta lain

3
4. Karakteristik Perawatan Paliatif
a. Mengurangi rasa sakit dan keluhan lain yang mengganggu.
b. Menghargai kehidupan dan menyambut kematian sebagai proses yang
normal.
c. Tidak berusaha mempercepat atau menunda kematian.
d. Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual dalam
perawatan pasien
e. Membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai akhir hayat.
f. Membantu keluarga pasien menghadapi situasi selama masa sakit dan
setelah kematian.
g. Menggunakan pendekatan tim untuk memenuhi kebutuhan pasien dan
keluarganya, termasuk konseling masa duka cita, jika diindikasikan.
h. Meningkatkan kualitas hidup, dan mungkin juga secara positif
memengaruhi perjalanan penyakit.
i. Bersamaan dengan terapi lainnya yang ditujukan untuk
memperpanjang usia, seperti kemoterapi atau terapi radiasi, dan
mencakup penyelidikan yang diperlukan untuk lebih memahami
dan mengelola komplikasi klinis yang berat.
5. Prinsip Perawatan Paliatif
Prinsip-prinsip perawatan paliatif adalah sebagai berikut :
a. Menghargai setiap kehidupan
b. Menganggap kematian sebagai proses yang normal.
c. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
d. Menghargai keinginan pasien dalam mengambil keputusan.
e. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu
f. Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial, dan spiritual
dalamperawatan pasien dan keluarga.
g. Menghindari tindakan medis yang sia-sia.
h. Memberikan dukungan yang diperlukan agar pasien tetap aktif
sesuaidengan kondisinya sampai akhir hayat.
i. Memberikan dukungan kepada keluarga dalam masa duka cita.
6. Lingkup Kegiatan Paliatif

4
Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi :
a. Penatalaksanaan nyeri.
b. Penatalaksanaan keluhan fisik lain.
c. Asuhan keperawatan
d. Dukungan psikologis
e. Dukungan sosial
f. Dukungan kultural dan spiritual
g. Dukungan persiapan dan selama masa dukacita (bereavement).

B. Konsep HIV-AIDS
1. Definisi
HIV yaitu virus yang melemahkan sistem kekebalan tubuh. AIDS
adalah yang berarti kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya
kekebalan tubuh yang sifatnya diperoleh (bukan bawaan) (Eny Kusmiran,
2011).
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) yaitu suatu penyakit
yang ditimbulkan sebagai dampak berkembangbiaknya virus HIV
(Human Immunodeficiency Virus) didalam tubuh manusia, yang mana
virus ini menyerang sel darah putih (sel CD4) sehingga mengakibatkan
rusaknya sistem kekebalan tubuh (Endang P & Elisabeth Siwi, 2015).
HIV/AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang
merupakan hasil akhir dari infeksi oleh HIV (Sylvia & Wilson, 2005).
Seseorang yang tertular HIV positif disebut ODHA (orang dengan HIV
dan AIDS), dan OHIDA adalah orang yang hidup dengan AIDS.
2. Etiologi
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut
humanism munodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan
pada tahun1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di
Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2
dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1.
Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
3. Cara Penularan HIV

5
a. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang
telah terinfeksi. Kondom adalah satu–satunya cara dimana penularan
HIV dapat dicegah.
b. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah
dimana darah tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan
jarum suntik yang tidak steril
c. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat
bius dengan seseorang yang telah terinfeksi.
d. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama
masa kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.
Penularan secara perinatal yaitu :
a. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang
dikandungnya.
b. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan,
karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu
dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi.
c. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewaktu berada dalam
kandungan atau juga melalui ASI.
4. Prevalensi Kasus HIV-AIDS di Indonesia
Jumlah HIV AIDS yang dilaporkan 1 Januari s/d 31 Maret 2016
sejumlah 40.575. Jumlah kumulatif kasus AIDS menurut Jenis Kelamin
tahun 2016 yaitu:
a. Laki-laki: 42.838
b. Perempuan: 24.282
Prevalensi kasus HIV AIDS per 100.000 penduduk berdasarkan
propinsi:
Jawa Barat sebanyak 11,43.

C. Perawatan Paliatif pada Pasien HIV-AIDS dan Rencana Tindakannya


1. Karakteristik Perawatan Paliatif pada HIV-AIDS

6
a. Menggunakan pendekatan tim untuk mengetahui kebutuhan pasien dan
keluarganya, termasuk konseling kedukaan bila diperlukan.
b. Meningkatkan kualitas hidup, dan juga secara positif mempengaruhi
perjalanan penyakit.
c. Merupakan komponen esensial dari perawatan komprehensif kontinyu
ODHA
d. Perawaatan aktif, total bagi pasien yang menderita penyakit yang tidak
dapat disembuhkan
e. Pendekatan holistik: fisik, mental, spiritual, sosial
f. Pendekatan multi-disipliner: medis, non-medis, keluarga.
2. Manfaat Perawatan Paliatif pada HIV-AIDS
a. Meningkatkan kualitas hidup ODHA dan keluarganya
b. Mengurangi penderitaan pasien
c. Mengurangi frekuensi kunjungan ke rumah sakit
d. Meningkatkan kepatuhan pengobatan
3. Jenis Perawatan Paliatif pada HIV-AIDS
a. Pengobatan medikamentosa terutama penatalaksanaan nyeri dan
gejala-gejala lain
b. Perawatan psikososial berupa :

1) psikologis

2) sosial

3) spiritual

4) kedukaan/berkabung

4. Rencana Tindakan perawatan paliatif yang akan dilakukan Kelompok pada


Pasien HIV-AIDS

7
Ada 2 hal penting yang harus diperhatikan dan dilakukan perawat pada
ODHA yakni:
a. Memfasilitasi strategi koping
1) Memfasilitasi sumber penggunaan potensi diri agar terjadi respons
penerimaan sesuai tahapan dari Kubler-Ross.
2) Teknik kognitif, dapat berupa upaya untuk membantu penyelesaian
masalah, memberikan harapan yang realistis, dan mengingatkan pasien
agar pandai mengambil hikmah.
3) Teknik perilaku, dilakukan dengan cara mengajarkan perilaku yang
mendukung kesembuhan, seperti; kontrol dan minum obat teratur,
konsumsi nutrisi seimbang, istirahat dan aktivitas teratur, da
4) menghindari konsumsi atau tindakan yang dapat menambah parah
sakitnya.
b. Dukungan sosial :
1) Dukungan emosional, agar pasien merasa nyaman; dihargai; dicintai;
dan diperhatikan.
2) Dukungan informasi, untuk meningkatkan pengetahuan dan
penerimaan pasien terhadap sakitnya.
3) Dukungan material, untuk bantuan/kemudahan akses dalam pelayanan
kesehatan pasien.

Aspek psikologis pada penderita HIV dan AIDS seperti ketakutan yang
irasional, ketidakyakinan akan proses kesembuhan, kekhawatiran perjalanan
penyakit, kemungkinan keberhasilan pengobatan, dan kekhawatiran
diskriminasi masyarakat merupakan kecemasan yang sering dihadapi
penderita.
Aspek psikologis seperti stres dapat mempengaruhi sistem imun.
Penerimaan diri membantu proses penyembuhan penyakit. Penerimaan diri
adalah kesediaan seseorang mengahadapi dan mengelola kenyataan tanpa
menyalahkan kenyataan atas problem-problemnya.
Salah satu perawatan psikososial atau terapi non farmakologi pada pasien
HIV-AIDS yaitu dari aspek psikologis dan spiritual. Oleh karena itu kelompok
memilih untuk melakukan terapi relaksasi dengan musik pada pasien HIV-

8
AIDS melalui pendekatan spiritual beserta motivasi yang dapat memberikan
kekuatan dan semangat pada ODHA. Tujuan dari terapi relaksasi
menggunakan music ini yaitu untuk mengurangi stress pada ODHA serta
meningkatkan semangat hidup serta penerimaan ODHA terhadap penyakitnya.

D. Landasan Hukum
a. Undang-undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular
b. Undang-undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit
c. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1285/Menkes/SK/X/2002 tentang
pedoman penanggulangan HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual
d. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1278/Menkes/SK/XII/2009 tentang
Pedoman Pelaksanaan Kolaborasi Pengendalian Penyakit TB dan HIV.
e. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tenagh Nomor 5 Tahun 2009 tentang
Penangggulangan HIV dan AIDS.
E. Kebijakan Nasional
Ditahun 2007 KPAN kembali menyusun Strategi dan Rencana Aksi
Nasional (SRAN) untuk menanggulangi epidemi HIV dan AIDS di
Indonesia. Melalui SRAN 2007-2010 ini diharapkan adanya kerangka kerja
sama, tujuan umum dan tujuan khusus untuk penanggulangan yang
komprehensif, namun memberikan peluang untuk penyusunan rencana aksi
daerah dan mobilisasi sumber daya yang sesuai dengan kebutuhan dan
prioritas masing-masing daerah.

Dana yang dipakai dalam implementasi SRAN bersumber dari


DKIA/IPF, dukungan AusAID, dan Global Fund. Beberapa area prioritas
penanggulangan HIV dan AIDS untuk tahun 2007-2010 antara lain adalah:
Pencegahan HIV dan AIDS; Perawatan, Pengobatan dan Dukungan kepada
ODHA; Surveilans HIV dan AIDS serta Infeksi menular Seksual; Penelitian
dan riset operasional; Lingkungan Kondusif; Koordinasi dan harmonisasi
multipihak; dan Kesinambungan penanggulangan.

Strategi yang dikembangkan untuk mencapai tujuan tersebut adalah


sebagai berikut:

9
1. Meningkatkan dan memperluas upaya pencegahan yang nyata efektif dan
menguji coba cara-cara baru
2. Meningkatkan dan memperkuat sistem pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan  untuk mengantisipasi peningkatan jumlah ODHA yang
memerlukan akses perawatan dan pengobatan
3. Meningkatkan kemampuan dan memberdayakan mereka yang terlibat
dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di pusat dan
di daerah melalui pendidikan dan pelatihan yang berkesinambungan
4. Meningkatkan survei dan penelitian untuk memperoleh data bagi
pengembangan program penanggulangan HIV dan AIDS
5. Memberdayakan individu, keluarga dan komunitas dalam pencegahan HIV
dilingkungannya
6. Meningkatkan kapasitas nasional untuk menyelenggarakan monitoring dan
evaluasi penanggulangan HIV dan AIDS
7. Memobilisasi sumberdaya dan mengharmonisasikan  pemamfaatannya
disemua tingkatvii.

Pada tahun 2009 terdapat berbagai perkembangan penting dalam


pemerintahan, misalnya berlangsungnya pemilihan umum nasional yang
berimplikasi terhadap komitmen penanggulangan HIV dan AIDS ditingkat
nasional, yang dapat dilihat dari pembentukan kabinet baru termasuk Menteri
Koordinator baru untuk Kesejahteraan Rakyat selaku Ketua Komisi
Penanggulangan AIDS Nasional, dan tersusunnya Rencana Pembangunan
Jangkah Menengah Nasional tahun 2010-2014. Perubahan ini mengharuskan
percepatan proses perumusan SRAN Penanggulangan HIV dan AIDS yang
baru untuk tahun 2010-2014, meskipun laporan evaluasi SRAN sebelumnya
(2007-2010) belum lengkap, sehingga tahun terakhir dalam SRAN 2007-2010
menjadi tahun pertama bagi SRAN 2010-2014.

Di tahun 2010, KPAN mengeluarkan Strategi dan Rencana Aksi


Nasional (SRAN) 2010-2014 memberikan kerangka kerja sama, tujuan umum
dan tujuan khusus untuk penanggulangan yang komprehensif, namun
memberikan peluang untuk penyusunan rencana aksi daerah dan mobilisasi

10
sumber daya yang sesuai dengan kebutuhan dan prioritas masing-masing
daerah.

Beberapa bentuk kebijakan untuk penguatan KPA


Nasional/Provinsi/Kabupaten/Kota yang dikeluarkan ditahun 2007 antara lain
adalah

1. Permenkokesra No.3/PER/MENKO/KESRA/III/2007 mengenai Susunan,


Tugas dan Keanggotaan KPA Nasional,

2. Permenkokesra No.4/PER/MENKO/KESRA/III/2007 mengenai Pedoman


dan Tata Kerja KPA Nasional, Prov & Kab/Kota,

3. Permenkokesra No.5/PER/MENKO/KESRA/III/2007 mengenai Organisasi


dan Tata Kerja Sekretariat KPA Nasional, dan

4. Permenkokesra No.6/PER/MENKO/KESRA/III/2007 mengenai Tim


Pelaksana KPA Nasional.

Kebijakan terkait lain ditetapkan untuk menggerakkan Program


Pencegahan dan Penanggulangan AIDS antara lain

a. Permendagri No.20/2007 mengenai Pedoman Umum Pembentukan KPA


Daerah,

b. Permenkokesra No.2/PER/MENKO/KESRA/I/2007 mengenai Kebijakan


Penanggulangan AIDS melalui Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan
Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif Suntik, dan

c. (3) Permenkokesra No.7/PER/MENKO/KESRA/III/2007 mengenai


Strategi Nasional Penanggulangan AIDS Tahun 2007-2010.

Permendagri nomor 20 tahun 2007 memberikan pedoman untuk


pembentukan KPA di daerah serta pemberdayaan masyarakat dalam
menanggulangi HIV dan AIDS, yang mana pengembangan sistem KPA
disemua tingkatan ialah untuk memimpin dan mengelola, serta
mengkoordinasikan upaya penanggulangan HIV DAN AIDS. Permenkokesra
nomor 2 tahun 2007 tentang Kebijakan Nasional Penanggulangan HIV dan
AIDS melalui Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Napza Suntik,

11
bertujuan untuk mengurangi dampak buruk penggunaan napza suntik melalui
pendekatan kesehatan masyarakat yang bertujuan mencegah penyebaran HIV
di kalangan penasun dan pasangannya, serta mencegah penyebaran HIV dari
penasun dan pasangannya ke masyarakat luas. Dalam pelaksanaan regulasi
tersebut dibutuhkan adanya kerja sama antara Sekretariat KPAN, POLRI,
Kemkes, BNN, dan Kementerian Sosial untuk meluncurkan kampanye yang
intensif dengan advokasi, pelatihan, kebijakan dan panduan untuk
pengintegrasian Layanan Alat Suntik Steril (LASS) dan Program Terapi
Rumatan Methadon (PTRM) ke dalam sistem kesehatan masyarakat
(puskesmas, klinik dan RS).

Tahun 2007 merupakan waktu disahkannya banyak peraturan daerah


terkait penanggulangan HIV DAN AIDS, yaitu (1) Peraturan Daerah
Kabupaten Gianyar Nomor 15 Tahun 2007 tentang Penanggulangan HIV
DAN AIDS, (2) Peraturan Daerah Kota Tarakan Nomor 06 Tahun 2007
tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV DAN AIDS, (3) Peraturan
Daerah Provinsi Kalimantan Timur nomor 05 tahun 2007 tentang Pencegahan
dan Penanggulangan HIV DAN AIDS dan Infeksi Menular Seksual, dan (4)
Peraturan Daerah Provinsi Kepulauan Riau nomor 15 tahun 2007 tentang
Pencegahan dan Penanggulangan HIV DAN AIDS Dan IMS di Provinsi
Kepulauan Riau.

Dalam Strategi dan Rencana Aksi Daerah (SRAD) Provinsi Jawa Barat
fokus pada upaya harm reduction pada pengguna jarum suntik dan pada
upaya preventif HIV melalui transmisi seksual. Kebijakan dan program harm
reduction ini didasarkan pada Permenkokesra nomor 2 tahun 2007 tentang
Kebijakan Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS melalui Pengurangan
Dampak Buruk Penggunaan Napza Suntik.

Kementerian Hukum dan HAM mengeluarkan kebijakan untuk merespon


kasus HIV dan AIDS di penjara pada tahun 2008, meski dalam
pelaksanaannya program HIV DAN AIDS di penjara sudah terimplementasi
sejak 2007. Pada akhir tahun 2008 sebanyak 49.000 penasun telah
memanfaatkan layanan NSP setara 67% dari target cakupan 2008. Adapun

12
kebijakan mendukung program ini meliputi: (1) Pedoman tentang
penganggaran tingkat lokal untuk penanggulangan HIV dan AIDS oleh
Departemen Dalam Negeri; (2) Strategi Nasional untuk merespon HIV DAN
AIDS dan penyalahgunaan narkoba di penjara dan rumah tahanan (Rutan);
(3) penguatan sistem dan penyediaan layanan klinis HIV DAN AIDS di
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan Rutan; (4) Pedoman Teknis
Perawatan, Dukungan dan Pengobatan HIV DAN AIDS berbasis penjara; (5)
Standard Operational Procedure (SOP) Layanan Metadon di Lapas dan
Rutan; dan (5) Surat Edaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan tentang
monitoring dan evaluasi HIV dan AIDS di Lapas dan Rutan.

Adanya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah


Daerah mau tidak mau beimplikasi terhadap penanggulangan AIDS di
Indonesia. Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 2 ayat 2 dan UU No 32 tahun
2004 bahwa : Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi
dan tugas pembantuan. Sehubungan dengan itu, pada tahun 2006, Peraturan
Presiden No. 75 tahun 2006 disahkan untuk meningkatkan upaya pencegahan
dan penanggulangan AIDS yang lebih intensif, menyeluruh, terpadu, dan
terkoordinasi, KPA berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden.

KPA mempunya 6 tugas yang disebutkan dalam Perpres ini, mulai dari
tugas menetapkan kebijakan dan rencana strategis nasional, pedoman umum
pencegahan, meneptapkan langkah-langkah strategis, mengkoordinasikan,
melakukan penyebarluasan informasi, melakukan kerjasama regional dan
internsional, mengkoordinasikan pengolahan datadan informasi,
mengendalikan, memantaau dan mengevaluasi, serta memberikan pengarahan
pada KPAP dan KPAKab/kota . Hal yang menarik dari peraturan ini adalah
penjelasan tugas KPA dan tidak ada penjelasan Tanggung Jawab KPA. Dari
sesi pembiayaan kegiatan KPA, KPAP, KPAKab/Kota dibebankan pada
APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten/kota.

Permenkokesra No. 5/Kep/Menko/Kesra/III/ 2007 tentang organisasi dan


tatakerja sekretariat KPAN yang menetapkan masa jabatan sekretaris KPAN

13
selama 5 tahun dan selanjutnya dapat diangkat kembali untuk satukali masa
jabatan. Berbeda dengan kepengurusan KPA sebelumnya, pada priode ini
KPA N banyak melakukan kegiatan dan pendanaan dari luar negeri
dikoordinir oleh KPA, sehingga posisi KPA sangat “kuat”, bahkan fungsinya
sebagai lembaga koordinator seolah berubah menjadi lembaga teknis. Dr
Nafsiah Ben Mboi,SpA,MPH kembali lagi diangkat (untuk kedua kalinya)
menjadi Sekretariat Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) periode
13 Juli 2011 sampai 12 Juli 2016.

Untuk taingkat Daerah, ada Peraturan yang dikeluarkan, Perda


HIV/AIDS yang pertama disahkan oleh DPRD Jawa Timur pada tanggal 23
Agustus 2004. Perda ini mencantumkan tentang penggunaan kondom 100%
dan alat suntik steril dilingkungan kelompok prilaku yang berisiko. Dalam
prosesnya pembuatan perda ini disiapkan oleh Masyarakat Peduli AIDS
(MPA), empat tahun sebelum perda disahkan .

Beberapa studi mengkaji perda di tingkat Provinsi menyimpulkan; Untuk


tingkat Provinsi misalnya, Kebijakan Program HIV/AIDS di Jogja (Latief
MS, 2005). Kepedulian/keterlibatan DPRD lebih bersifat individuil, belum
kelembagaan, HIV/AIDS belum menjadi prioritas DPRD (TBC dan DBD),
Belum ada kebijakan tegas (perda), Renstrada DIY 2004-2008 tidak
menyentuh HIV/AIDS, Dorongan lebih banyak dari pemerintah pusat. Pada
level Kabupaten dapat dilihat laporan Isna (2005) yang menyatakan bahwa
kebijakan Program HIV/AIDS di Banyumas yang menunjukkan inkonsistensi
Propeda, renstra dinkes, rencana penanggulangan HIV/AIDS. Renstra dinkes
lebih merupakan dokumen administratif, penyusunan elitis dan kurang
matang Beberapa kegiatan dalam rencana penanggulangan tidak dilaksanakan
Dinkes lebih mementingkan menjaga citra daerah. Hal yang menarik perlu
dicatat bahwa Panduan Penyusunan Peraturan Daerah Penanggulangan
HIV/AIDS diterbitkan oleh KPAN tahun 2009. Sementara untuk modul
Kebijakan Penanggulangan IMS, HIV/AIDS dikeluarkan Kementerian
Kesehatan tahun 2009.

14
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI, 2004. Laporan Situasi Perkembangan HIV dan AIDS


di Indonesia, 30 Desember 2004. Jakarta

Dalam paparan sejarah AIDS ini, catatan epidemiologi dikutip dari laporan
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional 2011 yang berjudul Rangkuman
Eksekutif Upaya Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia 2006-2011:
Laporan 5 tahun Pelaksanaan Peraturan Presiden No. 75/2006 tentang
Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. Data dalam laporan KPAN ini –
infeksi baru, infeksi kumulatif, persentase infeksi, cara penularan, dll-
kecuali ada penjelasan lain, bersumber dari Laporan Situasi Perkembangan
HIV dan AIDS di Indonesia oleh Kemkes.

Kementerian Kesehatan RI, 2006. Keputusan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia tentang Standar Pelayanan Laboratorium Kesehatan Pemeriksa
HIV dan Infeksi Oportunistik. Jakarta

Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2011. Rangkuman Eksekutif Upaya


Penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia 2006-2011: Laporan 5 tahun
Pelaksanaan Peraturan Presiden No. 75/2006 tentang Komisi
Penanggulangan AIDS Nasional. Jakarta.

Komisi Penanggulangan AIDS Nasional. Strategi Nasional Penanggulangan HIV


dan AIDS 2007-2010.

Slamaer Riyadi Sabrawi, 2005. Perda Penanggunlangan HIV/AIDS di Era


Otonomi Daerah. Dalam; Health Decentralization Bulletin. Vo.
II/04/2005. Pp 2-6

15
http://www.slideshare.net/irenesusilo18/juknis-hiv-paliatif-care di akses pada
tanggal 23 Februari 2021

16

Anda mungkin juga menyukai