SKRIPSI
Halaman
DAFTAR ISI........................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL.................................................................................................... v
I. PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
A. Latar Belakang............................................................................................... 1
IV. HASIL.............................................................................................................. 17
A. Morfologi Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch, 1790)............................ 17
B. Keragaman Morfologi dan Organ Dalam Ikan Kakap Putih (Lates
calcarifer Bloch, 1790).................................................................................. 18
C. Keragaman Organ Berpasangan Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch,
1790)............................................................................................................ 19
D. Abnormalitas Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch, 1790)..................... 21
D.1 Abnormalitas pada Organ Sirip Punggung............................................. 21
D.2 Abnormalitas pada Organ Sirip Perut..................................................... 21
D.3 Abnormalitas pada Organ Sirip Anal....................................................... 22
D.4 Abnormalitas pada Organ Operkulum..................................................... 22
E. Kuantitas dan Kualitas DNA Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) 23
F. Profil DNA..................................................................................................... 25
G. Keragaman Genetik Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) .......... 26
H. Jarak Genetik Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) .................... 27
i
V. PEMBAHASAN................................................................................................ 30
A. Keragaman Meristik Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) ........... 30
B. Abnormalitas Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch, 1790)..................... 30
C. Kuantitas dan Kualitas Genom DNA Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer
Bloch, 1790)................................................................................................. 31
D. Profil RAPD................................................................................................... 32
E. Keragaman Genetik Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) ........... 33
F. Jarak Genetik Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) .................... 34
G. Hubungan Kekerabatan (Filogenetik) Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer
Bloch, 1790) ................................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 37
ii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
iii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
3. Siklus hidup ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) (Kimberley, 2011). 5
5. Peta lokasi pengambilan sampel ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch,
1790) di Muara Sungai Saro’ Desa Bonto Kanang Kec. Galesong Utara
Kabupaten Takalar dan KJA (Keramba Jaring Apung) Desa Lawallu
Kecamatan Soppeng Riaja Kabupaten Barru................................................... 10
6. (a) Ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) (Irmawati et al., 2019), (b)
gambar ikan kakap putih hasil x-ray.................................................................. 18
.............................................................................................................................
7. (a) Karakter jari-jari sirip dorsal ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch,
1790) yang normal (Irmawati, Alimuddin and Tasakka, 2019), (b) Karakter
jari-jari sirip dorsal yang abnormal.................................................................... 22
8. Abnormalitas sirip perut ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) ......... 23
9. Abnormalitas sirip anal ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) ........... 23
10. (a) Karakter operkulum ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) yang
normal, (b) Karakter operkulum ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch,
1790) yang abnormal........................................................................................ 24
11. Boxplot konsentrasi genom DNA ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch,
1790) hasil isolasi menggunakan metode CTAB-DTAB dan Kit........................ 25
12. Hasil uji kuantitas DNA ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) tipe
liar dan domestikasi yang telah diekstraksi dengan metode CTAB-DTAB ....... 26
13. Pita DNA hasil amplifikasi ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790)
menggunakan primer OPC-08. Keterangan: TK = sampel ikan kakap putih
tipe liar, GI = sampel ikan kakap putih hasil domestikasi, = alel unik......... 26
14. Pita DNA hasil amplifikasi ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790)
menggunakan primer OPC-13. Keterangan: TK = sampel ikan kakap putih
tipe liar, GI = sampel ikan kakap putih hasil domestikasi, = alel unik......... 27
15. Pita DNA hasil amplifikasi ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790)
menggunakan primer OPC-19. Keterangan: TK = sampel ikan kakap putih
tipe liar, GI = sampel ikan kakap putih hasil domestikasi, = alel unik......... 27
iv
16. Dendogram jarak genetik ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) tipe
liar dari Muara Sungai Saro’ Kabupaten Takalar dan domestikasi yang
dibesarkan di Keramba Jaring Apung (KJA) Kabupaten Barru......................... 30
17. Pohon filogenetik ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) populasi liar
dari Muara Sungai Saro’ Kabupaten Takalar dan domestikasi yang
dibesarkan di Keramba Jaring Apung (KJA) Kabupaten Barru......................... 30
18.
v
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan kakap putih, Asian seabass (Lates calcarifer Bloch, 1790) merupakan ikan
yag sangat digemari oleh masyarakat karena memiliki kandungan gizi yang tergolong
tinggi, yaitu protein sekitar 20%, dan kandungan lemak sebesar 5% serta
mengandung omega-3 (Rayes, 2013). Di Sulawesi Selatan, benih ikan kakap putih
memiliki nama lokal pica-pica, ikan kakap putih remaja dikenal dengan nama salamata
dan ikan kakap putih dewasa dikenal dengan nama bale kanja. Selain ikan kakap putih
populer di Indonesia, juga merupakan jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi di pasar
regional dan internasional dengan harga lokal sebesar Rp. 35.000,- sampai Rp.
65.000,- dan nilai ekspor sebesar Rp. 70.000,- (Irmawati, Alimuddin and Tasakka,
2019).
Prospek pemasaran ikan kakap putih sangat baik. Tingkat permintaan kakap
putih yang cukup tinggi menyebabkan terjadinya penangkapan yang cukup intensif,
sehingga ketersediaan ikan kakap putih di alam semakin menurun. Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya KKP terus berusaha meningkatkan produksi ikan kakap putih
dengan mengembangkan budidaya laut kakap putih untuk memanfaatkan potensi
yang masih cukup besar (MAI, 2018).
Budidaya ikan kakap putih perlu dilakukan kajian populasi ikan kakap putih di
alam sebagai sumber/stok induk pada kegiatan budidaya antara lain dengan
mengkonservasi keanekaragaman genetik plasma nutfah ikan kakap putih. Irmawati
(2003) melaporkan terjadinya penurunan keragaman genetik (genetic drift) pada
kegiatan budidaya ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) sebagai konsekuensi dari
bottle neck effect dari suatu kegiatan budidaya. Selanjutnya (Irmawati, Alimuddin and
Tasakka, 2019) melaporkan bahwa pada ikan kakap putih hasil domestikasi yang
dibesarkan di KJA Kabupaten Barru, terdeteksi beberapa karakter yang abnormal
pada sirip punggung, sirip anal, sirip perut, dan insang.
Berdasarkan fenomena tersebut, maka diperlukan analisis hubungan antara
keragaman genetik dan evaluasi awal kegiatan budidaya ikan kakap outih di Indonesia
khususnya di Sulawesi Selatan. Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) adalah
salah satu penanda molekuler yang diduga mampu mendeteksi abnormalitas secara
dini. Penggunaan penanda molekuler berbasis DNA untuk mendeteksi abnormalitas
pada fase dini dianggap tepat untuk tujuan ini, karena memiliki tingkat akurasi yang
tinggi dan tidak terpengaruh oleh lingkungan.
1
Analisis molekuler menggunakan DNA sebagai objeknya diawali dengan proses
ekstraksi/ isolasi DNA untuk mendapatkan DNA yang murni dengan konsentrasi tinggi
sehingga dapat digunakan untuk analisis molekuler selanjutnya, seperti PCR, RLFP,
dan RAPD. Ekstraksi DNA dapat dilakukan dengan berbagai metode, baik
konvensional maupun menggunakan kit. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, ekstraksi DNA dapat dilakukan menggunakan kit berbagai merk (Fitriya,
Ibrahim and Lisdiana, 2015). Masing-masing kit memiliki tahapan yang berbeda
sehingga perlu dilakukan optimasi isolasi DNA.
Teknik RAPD merupakan salah satu dari beberapa teknik penanda berbasis
DNA dengan melibatkan penggunaan mesin PCR (Polymerase Chain Reaction).
Teknik PCR-RAPD dapat digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan genotipe
normal dan abnormal, berdasarkan perbedaan pada pita DNA yang dapat
teramplifikasi dengan random primer. Berdasarkan hal tersebut sehingga penelitian ini
dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan metode isolasi genom DNA dengan
menggunakan jaringan otot.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch, 1790)
Ikan kakap putih merupakan jenis ikan yang berasal dari famili Centropomidae
dengan nama genus Lates. Ikan kakap putih memiliki beragam nama dari beberapa
negara, tetapi yang lebih sering dikenal sebagai seabass atau barramundi. Adapun
klasifikasi dari ikan kakap putih yaitu (Razi, 2013):
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Ordo : Perciformes
Famili : Latidae
Genus : Lates
Spesies : Lates calcarifer (Bloch, 1790)
Gambar 1. Ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) (Irmawati, and Alimuddin, 2019)
Ikan kakap putih memiliki ukuran tubuh yang besar dengan bentuk tubuh
memanjang dan pipih. Pada bagian punggung sampai kepala agak cekung dan
moncongnya menonjol. Memiliki mulut yang besar dan tidak memiliki gigi taring. Sirip
punggung ikan kakap putih terdiri dari 7- 9 jari-jari keras dan 10 – 11 jari-jari lunak,
sirip dada berbentuk bulat dan pendek, sirip punggung dan sirip dubur bersisik, sirip
ekor berbentuk bulat. Warna ikan kakap putih dewasa pada bagian perutnya bewarna
coklat zaitun sampai coklat keemasan sedangkan tubuhnya bewarna biru kehijauan
atau keabu-abuan, sirip ikan kakap putih bewarna coklat gelap atau kehitaman
sedangkan pada ikan muda (juvenile) terdapat motif belang coklat di kepala dan
tengkuk serta bercak putih pada bagian tubuhnya (Mathew, 2009).
3
Ikan kakap putih tersebar di daerah tropis dan sub-tropis serta Samudra Pasifik
Tengah dan Samudera Hindia. Pada Samudera Hindia tersebar di bagian Asia Utara
ke Selatan hingga Australia, dan di bagian Barat hingga Afrika Timur. Ikan kakap putih
ditemukan pada perairan pantai dan muara. Larva ikan kakap putih tumbuh di air
tawar dan bermigrasi ke air payau dan saat dewasa ikan kakap putih hidup soliter
dengan bermigrasi ke perairan yang memiliki kandungan garam tinggi untuk memijah
(Mathew, 2009).
Ikan kakap putih merupakan karnivora predator oportunistik, crustacea, dan ikan
kecil sedangkan pada saat remaja (berat sekitar 600 – 700 gram) merupakan
omnivora. Ikan kakap putih memiliki kemampuan mengintai dan menyergap mangsa
yang luar biasa. Berdasarkan analisis isi perut, sekitar 20% terdiri dari plankton berupa
diatom, ganggang, udang kecil dan ikan kecil pada ikan berukuran 1 – 10 cm.
Sedangkan pada ukuran yang lebih besar, ikan kakap putih memakan udang kecil,
kepiting kecil, dan ikan kecil (Mathew, 2009).
Ikan kakap putih bersifat hermafrodit protandry yaitu mengalami perubahan
kelamin dari jantan menjadi betina. Perubahan kelamin terjadi pada bobot tubuh
berkisar 2 – 4 kg. Perubahan kelamin tersebut dipengarui oleh faktor lingkungan dan
letak geografis perairan habitat ikan kakap putih (Ridho and Patriono, 2016). Pada
saat dewasa ukuran ikan betina lebih besar dari ikan jantan. Pemijahan terjadi di dekat
mulut sungai pada bagian hilir dan muara. Ikan kakap putih biasanya memijah setelah
bulan purnama karena berhubungan dengan pasang yang dapat membantu migrasi
larva. Pada saat dewasa, ikan jantan dan ikan betina sering berdekatan kemudian
pada saat mendekati pemijahan ikan jantan dan ikan betina terpisah serta berhenti
makan sekitar satu minggu sebelum memijah. Pembuahan telur terjadi sekitar tiga
jam, melewati tahap blastula, gastrula, neurola dan embrio (Gambar 2).
4
Gambar 2. Tahap blastula, grastula, dan neurola ((Wardhani, 2019)
Gambar 3. Siklus hidup ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) (Kimberley, 2011)
B. Abnormalitas
Abnormalitas merupakan kelainan yang terjadi akibat adanya faktor internal dan
eksternal yaitu genetik dan gangguan pada lingkungan tempat hidup sehingga
menyebabkan ketidaksesuaian pertumbuhan organ maupun jaringan pada ikan
5
(Shafira, 2018). Populasi ikan dengan tingkat keragaman genetik yang tinggi memiliki
stabilitas karakteristik morfologi yang tinggi, sehingga abnormalitas morfologinya
rendah. Abnormalitas bentuk morfologi dinyatakan dengan adanya kelainan atau
penyimpangan bentuk organ tubuh (deformitas) serta tidak seimbangnya (asimetris)
karakter meristik di antara pasangan organ bilateral.
Kondisi lingkungan menjadi salah satu faktor terjadinya cacat pada ikan.
Menurut Ismi (2020), faktor yang menyebabkan terjadinya abnormalitas pada benih
ikan laut yang di produksi dari pembenihan (hatchery) yaitu penanganan telur dan
pemeliharaan larva, serangan predator, serangan penyakit, kekurangan vitamin C dan
D untuk pertumbuhan tulang.
Menurut penelitian Prakoso & Kurniawan (2015), suhu merupakan salah satu
faktor eksternal yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan embrio ikan yang
berhasil dibuahi. Pemberian suhu di luar kisaran normal memiliki hubungan negatif
terhadap durasi masa inkubasi sehingga menyebabkan peningkatan presentase
jumlah larva yang cacat (abnormal). Suhu yang terlalu tinggi pada media budidaya
dapat mengakibatkan kerusakan sistem saraf pada lapisan epidermis kulit dan bagian
organ sensor yang menghambat pembentukan jaringan serta penyempurnaan organ
tubuh terhenti sehingga mengakibatkan larva tumbuh abnormal dan mengalami
kesulitan untuk bertahan hidup.
Selain itu, embrio yang berkembang dengan paparan salinitas di luar batas yang
toleran juga dapat menyebabkan abnormalitas pada larva yang berhasil menetas.
Paparan salinitas di luar batas toleransi dapat menyebabkan kerusakan pada organ
sensori yang dapat menghambat pembentukan jaringan dan penyempurnaan organ
tubuh terhenti. Prakoso & Kurniawan (2015) menyatakan bahwa larva yang terpapar
salinitas diluar batas toleransinya akan mengalami kesulitan bertahan hidup karena
perbedaan tekanan osmotik antara larva dan lingkungannya.
Salah satu gangguan yang menyebabkan terjadinya abnormalitas organisme
pada lingkungan perairan adalah adanya bahan pencemaran seperti minyak jelantah.
Dari penelitian Shafira (2018), benih ikan yang terkena pencemaran minyak jelantah
mengalami abnormalitas pada operkulum, kelainan/kerusakan pada sirip dan sisik,
serta tulang menjadi bengkok.
DNA adalah molekul utama yang mengkode semua informasi yang dibutuhkan
untuk proses metabolisme dalam setiap organisme. DNA tersusun atas komponen
utama yaitu gula deoxyribose, basa nitrogen dan fosfat yang tergabung membentuk
6
nukleotida. Molekul DNA terikat membentuk kromosom, dan ditemukan di nukleus,
mitokondria, dan kloroplas. DNA yang menyusun kromosom merupakan nukleotida
rangkap yang berbentuk helix ganda (double helix) polinukleutida yang saling
berpasangan dalam pasangan yang tetap melalui ikatan hidrogen antara nukleutid
yang satu dengan yang lain dihubungkan dengan ikatan fosfat. DNA terdapat di dalam
setiap sel makhluk hidup sebagai pembawa informasi hereditas yang menentukan
struktur protein (Mafiana, 2015).
Kedua rantai pada DNA berikatan dengan adanya ikatan hidrogen antara basa
adenine dengan timin, dan antara guanin dan sitosin. Pada struktur DNA gula
deoksiribosa dan fosfat berada di bagian luar molekul sedangkan basa purin dan
pirimidin terletak di bagian dalam untaian. DNA memiliki dua lekukan yang berfungsi
sebagai tempat molekul protein tertentu, yaitu lekukan besar (major groove) dan
lekukan kecil (minor groove). DNA merupakan senyawa yang sangat penting karena
DNA membawa informasi biologis yang menentukan struktur protein. DNA merupakan
unsur kimia stabil, menyandikan agar sel tumbuh dan membelah sehingga akan
menyebabkan diferensiasi pada sel telur yang telah dibuahi menjadi sejumlah sel
khusus yang nantinya diperlukan dalam berbagai fungsi kehidupan (Yuwono, 2005;
Kurnia, 2010).
7
diawetkan dan disimpan dalam freezer (Hariyadi et al., 2018). Hasil isolasi DNA
selanjutnya diamplifikasi dengan metode PCR-RAPD.
Proses PCR membutuhkan tiga syarat dasar dalam siklus PCR yaitu DNA
cetakan, penempelan sepasang primer oligonukleotida pada DNA cetakan utas
tunggal, pemanjangan secara enzimatik untuk menghasilkan salinan DNA dalam
proses siklus berikutnya. Ada beberapa macam enzim yang dijual secara komersial
yang dapat dipilih dari kemampuan terhadap panas, posesivitas, dan ketepatan
penempelan. Reaksi pelipatgandaan suatu fragmen DNA dimulai dengan melakukan
denaturasi DNA cetakan sehingga rantai DNA yang berantai ganda akan terpisah
menjadi rantai tunggal. Denaturasi dilakukan dengan menggunakan panas pada suhu
95°C sehingga primer akan menempel pada cetakan yang terpisah menjadi rantai
tunggal (Kurnia, 2010).
8
secara komersil dan tidak membutuhkan pengetahuan mengenai target sekuens DNA
(Mulyasari, 2010).
Teknik RAPD hanya digunakan pada satu primer abitrasi yang dapat menempel
pada kedua utas DNA setelah didenaturasi pada situs tertentu yang homolog dengan
spesifisitas penempelan yang tinggi. Potongan DNA yang teramplifikasi berdasarkan
pilihan penempelan yang bersifat acak dan tidak harus berkaitan dengan gen tertentu.
Penggunaan penanda RAPD relatif sederhana dan mudah dalam hal preparasi.
Teknik RAPD memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan dengan teknik
molekuler lainnya. Teknik ini juga menghasilkan jumlah karakter yang relatif tidak
terbatas, sehingga sangat membantu untuk keperluan analisis keanekaragaman
organisme yang tidak diketahui latar belakang genomnya, baik organisme tingkat
tinggi maupun organisme tingkat rendah (Azizah, 2009).
Metode ini mengandalkan PCR untuk menggandakan segmen DNA. Proses ini
menggunakan primer sintetik yang ukurannya pendek yang disebut lokus RAPD.
Produk amplifikasi yang dihasilkan dapat dipisahkan menurut ukurannya secara
elektroferesis pada gel agarosa dan divisualisasi melalui pewarnaan dengan etidium
bromide. Primer ini akan menginisiasi proses amplifikasi daerah-daerah DNA genom
tertentu secara random. Kunci RAPD bahwa primer yang digunakan dengan urutan
acak, primer tidak spesifik untuk gen tertentu dan mengikat DNA komplemennya dari
bermacam contoh DNA. Primer menentukan daerah genom mana yang akan
diamplifikasi melalui PCR. Selain itu, waktu denaturasi dan waktu extension juga
mempengaruhi hasil. Ukuran primer yang digunakan bervariasi tergantung pada
daerah pelekatan primer komplemen yang dicampur genom individu (Anggereini,
2008).
9
Gambar 4. Skema proses PCR-RAPD (Azizah, 2009)
Ada kegiatan pokok yang dilakukan dalam melaksanakan teknik RAPD, yaitu
kegiatan isolasi DNA dan menjalankan mesin Thermocyeler. Isolasi DNA merupakan
tahap penting yang harus dilakukan dalam analisis molekuler. Sedangkan PCR sangat
berguna untuk mengamplifikasi DNA hasil ekstraksi dalam jumlah besar dan waktu
yang singkat (Kurnia, 2010).
10
III. METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2020 hingga bulan September 2020.
Penelitian meliputi koleksi sampel ikan kakap putih, analisis keragaman meristik,
analisis DNA, serta interpretasi data. Sampling ikan kakap putih tipe liar dilakukan di
perairan muara Sungai Saro’, Desa Bonto Kanang, Kecamatan Galesong Utara,
Kabupaten Takalar dan sampel ikan hasil domestikasi di Keramba Jaring Apung (KJA)
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Selatan yang berlokasi di Desa
Lawallu, Kecamatan Soppeng Riaja, Kabupaten Barru (Gambar 5). Analisis
keragaman meristik dan DNA dilakukan di Laboratorium Bioteknologi dan Pemuliaan
Pohon, Fakultas Kehutanan, Universitas Hasanuddin dan Laboratorium Penyakit dan
Kesehatan Ikan, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan Penyuluhan
Perikanan, Kabupaten Maros.
Gambar 5. Peta Lokasi pengambilan sampel ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) di
Muara Sungai Saro’ Desa Bonto Kanang Kecamatan Galesong Utara Kabupaten
Takalar dan KJA (Keramba Jaring Apung) Desa Lawallu Kecamatan Soppeng
Riaja Kabupaten Barru
11
B. Prosedur Penelitian
Tabel 1. Lokasi dan jumlah sampel yang dianalisis untuk parameter abnormalitas dan PCR-
RAPD
12
Tabel 2. Analisis keragaman meristik pada ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790)
a) Ekstraksi/isolasi DNA
13
sentrifugasi selama 1 (satu) menit 8000 rpm. Spin colomn kemudian
dipindahkan ke collection tube yang baru untuk membersihkan DNA (washing)
dengan menambahkab 500 μL buffer AW1. Supernatan diendapkan dengan
melakukan sentrifugasi selama satu menit 8000 rpm. Spin colomn dipindahkan
ke dalam collection tube baru untuk melakukan pencucian ulang dengan
menambahkan 500 μL buffer AW2. Buffer AW2 dilewatkan melalui colomn
dengan metode sentrifugasi yang disetting selama tiga menit 14000 rpm.
Colomn yang mengandung genom DNA kakap putih dipindahkan ke mikrotube
baru kemudian ditambahkan 50 μL buffer AE, lalu diinkubasi pada suhu ruang
selama 15 menit. Selanjutnya, diendapkan dengan sentrifugasi satu menit 8000
rpm. Prosedur diulang hingga volume total DNA yang dipanen sama dengan 100
μL.
Jaringan otot yang telah di ekstraksi selanjutnya di uji kuantitas DNA-nya .
Kuantitas genom DNA akan dilakukan menggunakan Qubit dsDNA BR Assay kit
dengan tahapan sebagai berikut:
1) Menyiapkan dua tube standard dan tube uji sesuai jumlah sampel. Tube yang
digunakan berukuran 0.5 mL. Qubit dsDNA Assay kit membutuhkan dua jenis
standar. Jumlah tube uji sesuai dengan jumlah sampel.
2) Pemberian label atau nomor sampel pada tutup tube. Jangan memberi nomor
sampel pada bagian samping tube karena akan mempengaruhi pembacaan hasil
pada qubit.
3) Membuat Qubit working solution dengan cara mencampur Qubit dsDNA reagent
dan Qubit dsDNA BR Buffer dengan perbandingan 1:200. Buffer Qubit dsDNA BR
diberikan sebanyak 200 µL untuk 1 sampel. Maka Buffer Qubit dsDNA BR yang
dibutuhkan yaitu 200 µL x jumlah sampel. Kemudian menghomogenkan larutan
menggunakan vortex selama dua detik.
4) Membuat standar 1 dan standar 2 dengan mencampurkan 190 µL working
solution ke dalam tube standar 1 dan standar 2. Kemudian menambahkan 10 µL
Qubit standar ke dalam masing-masing tube standar. Sehingga volume larutan
standar sebesar 200 µL. Menghomogenkan larutan standar menggunakan vortex
selama 2 detik dengan hati-hati agar tidak terbentuk gelembung.
5) Membuat larutan uji. Larutan uji dibuat dengan cara mencampurkan 199 µL
working solution dan menambahkan 1 µL DNA pada masing-masing tube uji.
Menghomogenkan larutan uji menggunakan vortex selama dua detik kemudian di
inkubasi selama dua menit dalam kondisi gelap.
6) Meletakkan tube uji ke dalam Qubit fluorometer untuk memunculkan nilai
konsentrasi DNA pada Qubit dan selanjutnya dilakukan analisis.
14
Ekstraksi DNA dengan menggunakan metode Dodecyl Trimethyl Ammonium
Bromide-Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB-DTAB). Sampel otot sebanyak
0,05 gram dimasukkan ke dalam mikrotube 1,5 mL dan ditambahkan 600 μL DTAB
solution. Sampel digerus hingga halus lalu dihomogenkan selama lima detik dengan
vortex. Selanjutnya, diinkubasi pada suhu 75°C lima menit untuk melisiskan sampel
lalu didiamkan pada suhu ruang selama 5 menit. 700 μL chlorofom ditambahkan lalu
dihomogenkan 20 detik dengan vortex. Larutan diendapkan dengan metode
sentrifugasi selama lima menit 12000 rpm, cairan bening dibagian atas diambil dan
dipindahkan ke mikrotube baru. Supernatan selanjutnya diberikan 100 μL buffer
CTAB dan 500 μL ddH2O. Selanjutnya diInkubasi pada suhu 75°C lima menit dan
didiamkan selama 5 menit pada suhu ruang. Supernatan diendapkan dengan metode
sentrifugasi selama 5 menit 12000 rpm lalu supernatan dibuang dan ditambahkan
150 μL dissolve solution. Selanjutnya diinkubasi kembali pada suhu 75°C selama
lima menit lalu didiamkan pada suhu ruang selama 5 menit. Setelah dingin, larutan
diendapkan dengan metode sentrifugasi selama lima menit 12000 rpm. Sebanyak
500 μL ethanol 90% yang dingin dimasukkan ke mikrotube baru kemudian
ditambahkan dengan larutan yang mengandung sampel. Selanjutnya, diendapkan
dengan menggunakan sentrifugasi selama lima menit 12000 rpm lalu larutan ethanol
dibuang. Sebanyak 200 μL ethanol 70% yang dingin ditambahkan lalu diendapkan
dengan sentrifugasi selama lima menit 12000 rpm. Larutan ethanol dibuang lalu
dikeringkan dua jam. Setelah kering, ditambahkan 200 μL buffer TE lalu disimpan
pada suhu -20°C.
Jaringan otot yang telah di ekstraksi dengan metode CTAB-DTAB selanjutnya di
uji kuantitas DNA-nya. Kuantitas genom DNA akan dilakukan menggunakan
spektrofotometer GeneQuant 1300. Genom DNA sebanyak 2 µL ditambahkan dengan
aquabide sebanyak 1.99 µL. Kuvet dibersihkan dengan aquabides kemudian dilakukan
kalibrasi.
b) Amplifikasi DNA
15
40 detik dan extention atau perpanjangan DNA pada suhu 72⁰C selama 1 menit 40
detik. Amplifikasi DNA diakhiri dengan proses perpanjangan DNA pada suhu 72⁰C
selama 1 menit dan setelah itu hasil amplifikasi pada suhu 4⁰C selama waktu ~ (tak
terhingga).
c) Elektroforesis
D. Analisis Data
Data meristik dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan
gambar. Selain itu, juga dilakukan analisis abnormalitas menggunakan persamaan
berikut. (Lisnawati, 2000; Shafira, 2018). Uji abnormalitas dinyatakan dalam jumlah
presentase berikut:
Jumlahikan abnormal
Abnormalitas(%)= × 100
Jumlah ikan yang diamati
16
Kuantitas genom DNA dan kualitas pita PCR-RAPD akan dianalisis secara
deskriptif berdasarkan kuantitas DNA dan kualitas pita hasil amplifikasi yang akan
ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik dan foto.
4. Jarak Genetik
Nilai jarak genetik disajikan dalam bentuk matriks yang dianalisis menggunakan
software Dissimilarity Analysis and Representation for Windows (DARwin) 6.5.
5. Hubungan Kekerabatan
17
18
IV. HASIL
Ikan kakap putih (L. calcarifer Bloch, 1790) memiliki ciri-ciri morfologi sebagai
berikut: bentuk tubuh memanjang dengan warna tubuh putih keperakan hingga kuning
kehijauan. Bagian ujung kepala (mulut) runcing dengan bagian atas cekung. Mulut
lebar dimana pada bagian rongga mulut terdapat lidah dan gigi-gigi halus pada rahang
atas dan rahang bawah. Bagian ujung operkulum kakap putih tidak mengeras (halus)
dan terdapat satu duri keras berukuran besar. Pada bagian ujung atas terdapat dua
sampai lima duri keras tetapi berukuran lebih kecil dibandingkan dengan duri yang
dibawahnya. Di bagian bawah pre-operkulum terdapat dua sampai tiga duri keras
berukuran besar dan dibagian atas terdapat satu sampai dua duri berukuran sedang
dan diatasnya lagi terdapat 21 - 30 duri-duri keras berukuran kecil. Di bagian atas sirip
dada di belakang operkulum terdapat 6 - 22 duri keras berukuran sedang. Posisi
maksila melewati mata dan lubang hidung berada dibawah mata. Sirip punggung
(dorsal), sirip ekor (caudal), dan sirip dubur (anal) bewarna kehitaman. Seluruh tubuh
ditutupi oleh sisik-sisik besar. Jumlah linea lateralis satu dan melintang di atas
operkulum hingga pangkal sirip ekor. Sirip punggung pertama terdiri dari VI – VIII jari-
jari keras, sirip punggung kedua terdiri dari satu jari-jari keras yang melekat ke jari-jari
lemah yang berjumlah 10 – 12 yang disatukan oleh selaput. Posisi sirip dada tidak
melewati sirip perut. Sirip dada berjari-jari lemah dan berjumlah 15 – 18 jari-jari lemah.
Sirip perut terdiri dari satu jari-jari keras dan 5 - 8 jari-jari lemah. Jari-jari anal terdiri
dari dua hingga tiga jari-jari keras dan 4 – 9 jari-jari lemah. Sirip ekor berbentuk bulat
dengan jari-jari lemah berjumlah 16 – 18.
(a) (b)
Gambar 6. (a) Ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) (Irmawati et al., 2019), (b)
gambar ikan kakap putih hasil x-ray (Irmawati et al., 2020)
19
B. Keragaman Morfologi dan Organ Dalam Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer
Bloch, 1790)
Keragaman morfologi organ berpasangan ikan kakap putih tipe liar dan
domestikasi disajikan pada Tabel 3. Pada ikan kakap putih tipe liar teramati lima tipe
sirip punggung yaitu: D.VI-I.12, D.VII-I.11, D.VII.I.12, D.VIII-I.11, D.VIII-I.12 sedangkan
pada ikan domestikasi teramati enam tipe sirip punggung yaitu: D.VI-1.11, D.VI-1.12,
D.VII-1.10, D.VII-1.11, D.VII-I.12, D.VII-I.11. Pada sirip anal ikan kakap putih tipe liar
teramati satu tipe sirip anal yaitu: A.III.3 sedangkan pada ikan domestikasi teramati
enam tipe sirip anal yaitu: A.II.4, A.II.7, A.III.4, A.III.7, A.III.8, A.III.9. Pada sirip ekor
ikan kakap putih tipe liar teramati 3 tipe sirip ekor yaitu: C.16, C.17, C.18 sedangkan
ikan domestikasi teramati dua tipe sirip ekor yaitu: C.16 dan C.17. Pada pyloric caeca
ikan kakap putih tipe liar dan ikan domestikasi teramati satu tipe pyloric caeca yaitu
bercabang 5.
Tabel 3. Keragaman morfologi dan organ dalam ikan kakap putih tipe liar dan domestikasi
Keragaman morfologi organ berpasangan ikan kakap putih tipe liar dan
domestikasi disajikan pada Tabel 4. Pada ikan kakap putih tipe liar teramati lima tipe
sirip dada yaitu: P.15 (ki & ka), P.15 (ki) & P.17 (ka), P.16 (ki) & P.15 (ka), P.16 (ki &
ka), P.17 (ki) & 15 (ka) sedangkan ikan domestikasi teramati delapan tipe sirip dada
20
yaitu: P.15 (ki & ka), P.15 (ki) & P.16 (ka), P.16 (ki & ka), P.16 (ki) & P.17 (ka), P.16
(ki) & P.18 (ka), P.17 (ki) & P.16 (ka), P.17 (ki & ka), P.18 (ki) & P.17 (ka). Pada sirip
perut ikan kakap putih tipe liar teramati 4 tipe sirip perut yaitu: V.I.5 (ki & ka), V.I.5 (ki)
& V.I.6 (ka), V.I.5 (ki) & V.I.8 (ka), V.I.6 (ki & ka) sedangkan ikan kakap putih
domestikasi teramati satu tipe sirip perut yaitu: V.I.5 (ki & ka). Pada tapis insang ikan
kakap putih tipe liar dan domestikasi teramati satu tipe tapis insang yaitu: 4 (ki & ka).
Pada jumlah sisik antara linea lateralis dengan jari-jari ketiga sirip dorsal ikan kakap
putih tipe liar dan domestikasi teramati dua tipe yaitu: 4 (ki & ka) dan 5 (ki & ka).
Jumlah duri berukuran besar di operkulum ikan kakap putih tipe liar teramati satu tipe
yaitu: 1 (ki & ka) sedangkan ikan domestikasi teramati lima tipe yaitu: 0 (ki) & 0 (ka), 0
(ki) & 1 (ka), 0 (ki) & 2 (ka), 1 (ki & ka), 1 (ki) & 3 (ka). Jumlah duri kecil di operkulum
ikan kakap putih tipe liar teramati empat tipe yaitu: 2 (ki & ka), 3 (ki & ka), 4 (ki & ka), 5
(ki % ka) sedangkan ikan dometikasi teramati 12 tipe yaitu: 2 (ki) & 4 (ka), 3 (ki) & 1
(ka), 3 (ki) & 2 (ka), 3 (ki & ka), 3 (ki) & 4 (ka), 4 (ki) & 2 (ka), 4 (ki) & 3 (ka), 4 (ki & ka),
5 (ki) & 4 (ka), 5 (ki) & 6 (ka), 6 (ki) & 3 (ka), 6 (ki & ka). Jumlah duri besar dibawah
pre-operkulum ikan kakap putih tipe liar teramati dan domestikasi dua tipe yaitu: 2 (ki
& ka) dan 3 (ki & ka). Jumlah duri besar diatas pre-operkulum ikan kakap putih tipe liar
teramati dua tipe yaitu: 1 (ki & ka), 2 (ki & ka) sedangkan ikan domestikasi teramati
tiga tipe yaitu: 1 (ki & ka), 2 (ki) & 1 (ka), 2 (ki & ka).
21
Tabel 4. Keragaman organ berpasangan ikan kakap putih tipe liar dan domestikasi
Berdasarkan analisis morfologi ikan kakap putih tipe liar dan ikan kakap putih
hasil domestikasi, ditemukan abnormalitas pada beberapa organ ikan kakap putih
22
hasil domestikasi. Abnormalitas tersebut teramati pada organ sirip punggung, sirip
dada, sirip perut, sirip anal, dan operkulum yang disajikan pada Tabel 5. Karakter ikan
kakap putih normal memiliki ciri-ciri yaitu: sirip punggung pertama terdiri dari tujuh jari-
jari keras, sirip perut kiri dan kanan terpisah (tidak disatukan oleh selaput), sirip anal
terdiri dari tiga jari-jari keras, permukaan operkulum halus dan terdiri dari satu duri
besar serta beberapa duri kecil.
Tabel 5. Abnormalitas pada ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) tipe liar dan
domestikasi
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada ikan tipe liar terdapat 14% yang
anormal dan pada hasil domestikasi teramati 11% yang abnormal. Abnormalitas pada
ikan tipe liar dan domestikasi berupa jari-jari keras pertama sebanyak enam dan
delapan (Gambar 7).
(a) (b)
Gambar 7. (a) Karakter jari-jari sirip dorsal ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) yang
normal (Irmawati, Alimuddin and Tasakka, 2019), (b) Karakter jari-jari sirip dorsal
ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) yang abnormal
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat lima ekor atau 18% sampel
ikan domestikasi yang kedua sirip perutnya belum terpisah secara sempurna (masih
disatukan oleh selaput) (Gambar 8).
23
Gambar 8. Abnormalitas sirip perut ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790)
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat 10% dari 20 sampel ikan kakap
putih domestikasi yang jari-jari keras sirip analnya berjumlah dua (Gambar 9).
Gambar 9. Abnormalitas sirip dubur ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790)
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat 14% atau empat ekor ikan
sampel domestikasi yang mengalami cacat pada organ operkulum (Gambar 10).
(a) (b)
24
Gambar 10. (A) Karakter operkulum ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) yang
normal, (B) Karakter operkulum ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790)
yang abnormal
E. Kuantitas dan Kualitas DNA Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch, 1790)
Hasil kuantifikasi DNA genom ikan kakap putih yang diekstraksi menggunakan
metode kit disajikan pada Tabel 6. Konsentrasi DNA genom ikan kakap putih tipe liar
berkisar 5.9 – 66.6 ng/mL sedangkan konsentrasi DNA genom ikan kakap putih hasil
domestikasi berkisar <2.00 – 7.66 ng/mL.
Tabel 6. Hasil uji kuantitas DNA ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) tipe liar dan
hasil domestikasi yang diisolasi dengan menggunakan Kit dan dihitung menggunakan
Kit Qubit dsDNA BR (Board Range) Assay (Invitrogen, USA)
Hasil kuantifikasi DNA genom ikan kakap putih yang diisolasi menggunakan
metode CTAB-DTAB disajikan pada Tabel 7. Konsentrasi DNA genom ikan kakap
putih tipe liar berkisar 9.00 – 78.00 ng/mL dengan A260/A280 berkisar 0 - 1.550 dan
A260/A280 berkisar 0 – 0.867 sedangkan putih hasil domestikasi berkisar 8.00 –
82.50 ng/mL dengan A260/A280 berkisar antara 0,571 – 9,333 dan A260/A230
berkisar antara 0.062 - 0.867
Tabel 7. Hasil uji kuantitas DNA ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) tipe liar dan
hasil domestikasi yang di isolasi dengan menggunakan metode CTAB-DTAB dan
diukur menggunakan prosedur GeneQuant 1300.
25
Konsentrasi Tingkat Kemurnian
Kode Sampel
(ng/µL) A260/A280 A260/A230
TK1 52.50 1.105 0.530
TK2 33.00 1.320 0.559
TK3 11.00 1.100 0.579
TK4 19.00 1.053 0.867
TK5 31.50 1 0.829
TK6 9.00
TK7 78.00 1.040 0.736
TK8 15.50 1.550 0.279
GI.11 8.00 0.571 0.062
GI.13 43.50 1.526 0.551
GI.15 14.00 9.333 0.315
GI.16 15.50 1.550 0.316
GI.19 23.00 1.043 0.839
GI.20 82.50 1.320 0.559
Gambar 11. Boxplot konsentrasi genom DNA ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790)
hasil isolasi dengan metode CTAB-DTAB dan Kit
Uji kualitatif terhadap DNA ikan kakap putih tipe liar dan hasil domestikasi
dilakukan dengan elektroforesis gel agarose 0.8%. Uji ini dilakukan untuk mengetahui
kualitas DNA yang diperoleh. Kualitas DNA hasil ekstraksi ikan kakap putih tipe liar
dan domestikai dapat dilihat pada Gambar 13.
26
Gambar 12. Hasil uji kualitas DNA ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) tipe liar dan
hasil domestikasi yang telah diekstraksi dengan metode CTAB-DTAB.
F. Profil DNA
Gambar 13. Pita DNA hasil amplifikasi ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790)
menggunakan primer OPC-08. Keterangan: TK = sampel ikan kakap putih tipe
liar, GI = sampel ikan kakap putih hasil domestikasi, = alel unik.
27
Gambar 14. Pita DNA hasil amplifikasi ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790)
menggunakan primer OPC-13. Keterangan: TK = sampel ikan kakap putih tipe
liar, GI = sampel ikan kakap putih hasil domestikasi.
Gambar 15. Pita hasil amplifikasi ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) menggunakan
primer OPC-19. Keterangan: TK = sampel ikan kakap putih tipe liar, GI = sampel
ikan kakap putih hasil domestikasi, = alel unik.
Ketiga primer tersebut menghasilkan pita polimorfik dengan jumlah alel yang
polimorfik berkisar 3 – 10 (Tabel 8). Jumlah alel yang teramplifikasi pada ikan kakap
putih tipe liar dan domestikasi berkisar 8 – 10 dengan kisaran ukuran alel 275 - 2910
bp. Berdasarkan presentase alel polimorfik, menunjukkan primer OPC-19 mempunyai
presentase polimorfisme tertinggi sebesar 38.46%, kemudian primer OPC-13 sebesar
26.92%, dan presentase terendah pada primer OPC-08 sebesar 11.54% (Tabel 9).
28
Tabel 8. Jenis dan sekuen primer oligonukleotida yang menghasilkan pita polimorfik pada
analisis keragaman genetik ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790)
Tabel 9. Jumlah alel yang teramplifikasi, alel polimorfik, alel unik, kisaran ukuran alel dan
presentase polimorfisme dari setiap primer pada 14 individu ikan kakap putih (Lates
calcarifer Bloch, 1790) yang berasal dari populasi liar dan domestikasi
Tabel 10. Presentase polimorfisme dan nilai heterozigositas ikan kakap putih (Lates calcarifer
Bloch, 1790) tipe liar dan hasil domestikasi
Tipe Liar
a. OPC - 08 7 0.39 0.23
b. OPC - 13 8 0.43 0.26
c. OPC - 19 9 0.43 0.26
Domestikasi
a. OPC - 08 8 0.35 0.20
b. OPC - 13 8 0.41 0.25
c. OPC - 19 10 0.50 0.38
29
H. Jarak Genetik dan Hubungan Kekerabatan Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer
Bloch, 1790)
Jarak genetik antara individu-individu ikan kakap putih tipe liar dan domestiaksi
disajikan serta jarak genetik antara individu-individu di dalam populasinya disajikan
pada Tabel 13. Jarak genetik antar individu di dalam populasi ikan kakap putih tipe liar
berkisar 0.143 – 0.390 sedangkan jarak genetik antar individu di dalam populai ikan
kakap putih domestikasi berkisar 0.216 – 0.720. Jarak genetik antara populasi ikan
kakap putih tipe liar dengan ikan kakap putih domestikasi berkisar 0.105 – 0.691.
Tabel 11. Jarak genetik ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) tipe liar dan domestikasi
Units TK.1 TK.2 TK.3 TK.4 TK.5 TK.6 TK.7 TK.8 GI.11 GI.13 GI.15 GI.16 GI.19 GI.20
TK.1 0.000
TK.2 0.390 0.000
TK.3 0.354 0.283 0.000
TK.4 0.324 0.334 0.298 0.000
TK.5 0.348 0.238 0.241 0.292 0.000
TK.6 0.366 0.256 0.259 0.310 0.143 0.000
TK.7 0.334 0.225 0.228 0.279 0.158 0.176 0.000
TK.8 0.300 0.290 0.254 0.244 0.248 0.266 0.235 0.000
GI.11 0.471 0.691 0.655 0.626 0.649 0.667 0.636 0.601 0.000
GI.13 0.293 0.303 0.267 0.111 0.261 0.279 0.248 0.213 0.595 0.000
GI.15 0.312 0.241 0.105 0.256 0.199 0.216 0.185 0.212 0.613 0.225 0.000
GI.16 0.345 0.355 0.319 0.241 0.313 0.331 0.300 0.265 0.646 0.210 0.277 0.000
GI.19 0.419 0.428 0.392 0.315 0.386 0.404 0.373 0.338 0.720 0.284 0.350 0.273 0.000
GI.20 0.304 0.294 0.258 0.248 0.252 0.270 0.239 0.158 0.605 0.217 0.216 0.269 0.342 0.000
30
Gambar 16. Dendogram jarak genetik ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) tipe liar
dari Muara Sungai Saro’ Kabupaten Takalar dan domestikasi yang dibesarkan di
Keramba Jaring Apung (KJA) Kabupaten Barru
Gambar 17. Pohon filogenik ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790) populasi liar dari
Muara Sungai Saro’ Kabupaten Takalar dan domestikasi yang dibesarkan di
Keramba Jaring Apung (KJA) Kabupaten Barru
31
V. PEMBAHASAN
Abnormalitas ikan kakap putih tipe liar yang teramati adalah pada bagian sirip
punggung, sedangkan abnormalitas ikan kakap putih
Abnormalitas/kelainan tubuh pada ikan terjadi akibat adanya faktor internal yaitu
genetik dan faktor eksternal yaitu kondisi lingkungan perairan. Ikan hasil produksi
hatchery mempunyai kelainan tubuh (abnormalitas) lebih besar dibandingkan ikan
yang berasal dari alam. Faktor yang menyebabkan cacat dari hatchery yaitu kondisi
pemeliharaan larva yang tidak dapat ditoleransi oleh larva, serangan predator,
serangan penyakit, kekurangan vitamin C dan vitamin D (Ismi, 2020).
Kelainan tubuh atau abnormalitas yang ditemukan pada ikan kakap putih
beragam, yaitu abnormalitas operkulum, abnormalitas sirip punggung, abnormalitas
sirip perut, dan abnormalitas sirip anal (Tabel 7). Abnormalitas operkulum pada ikan
kakap putih mencapai 18% dari total keseluruhan sampel yang diamati. Ikan kakap
32
putih yang mengalami cacat insang memiliki ciri-ciri, yaitu sedikit lipatan kedalam pre-
operkulum dan jaringan lunak sub-operkulum, serta lapisan operkulum rusak. Menurut
Fraser & Nys (2011), penyebab terjadinya cacat pada ikan kakap putih disebabkan
karena benih ikan kakap putih kekurangan vitamin C dan D, juga dapat disebabkan
oleh serangan penyakit pada saat pemeliharaan benih. Abnormalitas pada tulang juga
dapat disebabkan oleh kelebihan vitamin A (Takeuchi et al., 1995; Dedi et al., 1997).
Abnormalitas sirip perut, sirip dorsal, dan sirip anal pada ikan kakap putih
berkisar 10% – 18% dari total sampel yang diamati. Karakter meristik pada ikan laut
ditentukan oleh proses metabolisme yang dibatasi oleh faktor genetik. Kondisi suhu
mengendalikan proses metabolisme pada larva ikan. Suhu yang optimum
menghasilkan jumlah sirip punggung dan sirip dada terbanyak (Gil Martens et al.,
2006). Kondisi suhu dan salinitas suatu perairan diduga menjadi penyebab
peningkatan abnormalitas pada pertumbuhan ikan kakap putih. Suhu dan salinitas
diluar batas toleran mengakibatkan kerusakan sistem saraf pada lapisan epidermis
kulit dan bagian organ sensorik yang menghambat pembentukan jaringan serta
terhentinya penyempurnaan organ tubuh sehingga tubuh mengalami abnormalitas
(Prakoso and Kurniawan, 2015). Selain itu, dalam kegiatan domestikasi ikan
berpeluang mengalami abnomalitas apabila didalam populasi tersebut terjadi
penurunan variasi genetik akibat inbreeding (Mulyasari et al., 2010).
C. Kuantitas dan Kualitas Genom DNA Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer
Bloch, 1790)
33
kemurnian DNA yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi karena teknik ini toleran terhadap
tingkat kemurnian (Prana et al., 2003; Olivia, 2012).
Berdasarkan pengukuran konsentrasi isolasi DNA genom ikan kakap putih yang
di isolasi menggunakan metode CTAB-DTAB dan diukur menggunakan GeneQuant
1300 disajikan pada Tabel 7. Konsentrasi DNA tertinggi terdapat pada ikan kakap
putih tipe liar (sampel TK7) yaitu sebesar 78.0 ng/mL dengan tingkat kemurnian
A260/A280 dan A260/A230 sebesar 1.040 dan 0.736, sedangkan konsentrasi DNA
terendah terdapat pada ikan kakap putih hasil domestikasi (sampel GI.11) yaitu
sebesar 8.0 ng/mL dengan tingkat kemurnian A260/A280 dan A260/A230 berturut-
turut sebesar -0.571 dan 0.062. DNA yang dihasilkan dari tahap ekstraksi
menggunakan metode CTAB-DTAB masih belum terlalu bagus karena masih memiliki
rasio A260/A230 yang rendah (<1.7). Rasio A260/A230 yang rendah menunjukkan
tingginya kontaminasi komponen-komponen polisakarida. Tingginya komponen
polisakarida yang dihasilkan setelah proses lisis menyebabkan isolate DNA yang
terbentuk menjadi kental sehingga menyebabkan kualitas DNA kurang bagus (Ritonga
et al., 2014). Hasil uji kuantitas genom DNA menunjukkan bahwa metode isolasi
CTAB-DTAB lebih efektif berdasarkan nilai konsentrasinya (8.0 - 78.0 ng/mL)
dibandingkan dengan nilai konsentrasi genom DNA yang di isolasi dengan metode kit
(2.04 – 15.6 ng/mL).
Hasil uji kualitas pada gambar 11 menunjukkan pita DNA yang muncul pada
sampel TK4 dan TK6 (ikan kakap putih hasil domestikasi) serta sampel GI.11, GI.16,
GI.19 (ikan kakap putih tipe liar) memiliki pita yang tipis dan kurang terang.
Konsentrasi DNA yang terlalu rendah akan menghasilkan pita yang sangat tipis atau
bahkan tak terlihat secara visual, demikian sebaliknya konsentrasi DNA yang terlalu
tinggi akan menghasilkan pita yang tebal sehingga sulit membedakan antara pita satu
dengan pita lainnya (Nurhaemi-Haris et al., 2003).
D. Profil RAPD
Profil RAPD setiap populasi ikan kakap putih menunjukkan keragaman yang
berbeda berdasarkan panjang dan ukuran fragmen DNA yang teramplifikai pada
primer OPC-08, OPC-19, dan OPC-13. Perbedaan tingkat keragaman suatu populasi
menggambarkan keunikan komposisi alel penyusun genom. Jumlah alel yang
teramplifikasi pada ketiga primer berkisar 8 – 10. Masing-masing varietas, spesies,
dan populasi menghasilkan jumlah genotip yang berbeda (Lante et al., 2011).
Sedangkan jumlah alel yang polimorfik berkisar 3 – 10. Perbedaan pola pita yang
polimorfik disebabkan karena setiap primer memiliki situs penempelan yang berbeda
34
dan akan memberikan gambaran mengenai tingkat keragaman genetik suatu populasi
(Gusmiaty et al., 2016). Menurut Azizah (2009), jumlah pita hasil amplifikasi yang
polimorfik berbeda-beda. Semakin banyak alel polimorfik yang dihasilkan maka akan
semakin mudah untuk mengamati adanya variasi. Banyaknya alel yang polimorfik
dapat dijadikan sebagai penanda yang baik untuk sifat tertentu.
Ukuran pita pada populasi ikan kakap putih tipe liar dengan populasi ikan kakap
putih hasil domestikasi memiliki nilai yang sama, yaitu berkisar 275 – 2910 bp.
Presentase polimorfisme tertinggi pada primer OPC-19 sebesar 110%, sedangkan
presentase polimorfisme terendah pada primer OPC-08 sebesar 50%. Presentase
polimorfisme ditentukan oleh jumlah pita DNA yang teramplifikasi. Perbedaan
polimorfisme fragmen DNA yang dihasilkan tergantung pada situs penempelan primer
dan dapat digunakan untuk memberikan gambaran mengenai tingkat keragaman
genetik suatu populasi (Gustiano et al., 2013).
35
Barru tersebut berasal dari dua populasi yaitu Takalar dan Gondol, hal tersebut
mengindikasikan ikan kakap putih tipe liar dan ikan domestikasi benih Takalar berasal
dari tetua yang sama.
Heterozigositas menunjukkan potensi kemampuan adaptasi organisme terhadap
lingkungan. Semakin tinggi nilai heterozigositas suatu populasi maka semakin banyak
gen yang terlibat dalam menyumbangkan tingkat kebugaran suatu populasi (Kusmini
et al., 2016). Nilai heterozigositas menjadi pengukur dalam menentukan tingkat variasi
genetik. Rendahnya nilai heterozigositas antara populasi liar dan domestikasi
menunjukkan variasi genetik yang rendah. Variasi genetik yang rendah kemungkinan
disebabkan oleh adanya perkawinan acak yang sangat sedikit, sehingga terjadi
pembatasan pertukaran gen dari beberapa pasangan yang melakukan perkawinan
(Wigati, Sutarno and Haryanti, 2003).
36
genetik adalah 1 diperoleh jika dua populasi tidak membagi apapun tipe genetiknya
(alel satu genotip).
Filogenetika merupakan salah satu merupakan salah satu metode yang paling
sering digunakan dalam sistematika untuk memahami keanekaragaman makhluk
hidup melalui rekonstruksi hubungan kekerabatan (phylogenetic relationship). Dalam
filogenetika, sebuah kelompok organisme yang anggota-anggotanya memiliki banyak
kesamaan karakter atau ciri dianggap memiliki hubungan yang sangat dekat dan
diperkirakan diturunkan dari satu nenek moyang, nenek moyang dan semua
turunannya akan membentuk sebuah kelompok monofiletik (Gambar 15). Oleh karena
itu, anggota-anggota di dalam kelompok monofiletik ini diasumsikan membawa sifat
atau pola genetik dan biokimia yang sama (Hidayat and Pancoro, 2008).
Hubungan filogenetik dijelaskan melalui cabang-cabang yang mewakili
hubungan evolusi seluruh anggota populasi berdasarkan kesamaan karakter. Pada
tingkat ketidakmiripan 5% atau tingkat kemiripan 95% ditemukan lima kelompok atau
klaster. Klaster satu menunjukkan bahwa ikan kakap putih tipe liar mengelompok
secara monophyletic. Populasi ikan yang menunjukkan pola monophyletic artinya
seluruh individu dan keturunan populasi tersebut berasal dari leluhur dan tetua yang
sama. Klaster tiga menunjukkan dua individu domestikasi dari KJA Kabupaten Barru
tidak memiliki kemiripan dengan individu lainnya, diduga karena merupakan benih ikan
kakap putih dari populasi Gondol. Sedangkan pada klaster dua, empat, dan lima
menunjukkan ikan kakap putih tipe liar bercampur dengan ikan domestikasi, hal
tersebut mengindikasikan kedua populasi tersebut memiliki kemiripan dan berasal dari
satu keturunan. Selain itu, terdapat individu yang memisah dan membentuk klaster
sendiri yaitu sampel TK.8 dan GI.20 dikarenakan memiliki alel unik.
Kajian filogenetik bertujuan untuk menunjukkan hubungan kekerabatan yang
terjadi antara organisme dengan nenek moyang terdekatnya berdasarkan penurunan
sifat yang diturunkan. Filogenetik menunjukkan biologi evolusioner dari suatu
organisme berdasarkan data morfologi dan molekuler (Akbar et al., 2018). Biologi
evolusioner bertujuan untuk menjelaskan keanekaragaman karakter fenotipe yang
dipengaruhi oleh gen. Setiap karakter genetik yang diwariskan oleh induk/tetuanya
diharapkan berkembang. Studi evolusi dapat memperkirakan terjadinya perubahan
genetik suatu populasi yang diduga dapat disebabkan oleh seleksi alam dan seleksi
buatan (Kruuk, 2004). Pada penelitian ini beberapa ikan kakap putih domestikasi dan
populasi liar Muara Sungai Saro’ memiliki kemiripan dan diduga berasal dari tetua
37
yang sama. Hal tersebut dikarenakan ikan kakap putih yang dibesarkan di KJA
Kabupaten Barru bersumber dari dua populasi yaitu benih dari Takalar dan benih dari
Gondol. Kedua populasi tersebut mengalami keragaman genetik yang tereduksi. Ikan
populasi liar diduga mengalami pola migrasi yang sempit sehingga terjadi pembatasan
pertukaran gen. Pada populasi domestikasi berpeluang mengalami bottle neck effect
karena ukuran populasi yang kecil. Ikan kakap putih yang dibesarkan di KJA
Kabupaten Barru bersumber dari induk dua populasi, akan tetapi karena ukuran
populasi yang kecil berpeluang memunculkan kejadian bottle neck effect. Hal tersebut
memberi peluang terjadinya inbreeding yang akan berakibat terjadi penurunan daya
tahan ikan terhadap penyakit pada keturunan selanjutnya. Pendugaan bahwa
terjadinya inbreeding pada ikan populasi liar dan domestikasi di perkuat dengan
ditemukannya beberapa individu yang abnormal. Menurut penelitian Ariyanto et al.
(2019) fenomena inbreeding dapat dievaluasi melalui pendekatan fenotipik, yaitu
pengamatan terhadap faktor-faktor yang terlihat seperti bentuk tubuh yang cacat dan
abnormalitas.
38
VI. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Beberapa sampel ikan kakap putih tipe liar mengalami abnormalitas pada sirip
punggung sedangkan ikan domestikasi mengalami abnormalitas pada sirip
punggung, sirip perut, sirip anal, dan operkulum.
2. Metode isolasi dengan metode CTAB-DTAB lebih efektif dibandingkan dengan
isolasi menggunakan kit berdasarkan nilai konsentrasi genomnya.
3. Marka RAPD dengan menggunakan primer OPC-08, OPC-13, OPC-19 dapat
digunakan untuk menganalisis keragaman genetik ikan kakap putih.
4. Primer OPC-19 merupakan primer yang menunjukkan presentase polimorfisme
tertinggi pada ikan kakap putih.
5. Keragaman genetik ikan kakap putih tipe liar lebih rendah dibandingkan dengan
keragaman genetik ikan hasil domestikasi.
6. Ikan kakap putih tipe liar memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan
beberapa individu ikan domestikasi karena berasal dari tetua yang sama.
B. Saran
1. Kegiatan budidaya ikan kakap putih perlu dikaji untuk menganalisis penyebab
terjadinya abnormalitas dan penurunan keragaman genetik.
2. Perlu dilakukan analisis keragaman genetik menggunakan marka molekuler lain
seperti Simple Sequence Repeat (SSR), Restriction Fragment Length
Polymorphism (RFLP) atau Fragment Length Polymorphism (AFLP).
39
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, N. et al. (2018) ‘Kajian Filogenetik Ikan Tuna (Thunnus spp) sebagai Data
Pengelolaan di Perairan Sekitar Kepulauan Maluku, Indonesia’, Jurnal Kelautan:
Indonesian Journal of Marine Science and Technology, 11(2), p. 120. doi:
10.21107/jk.v11i2.3459.
Ariyanto, D. et al. (2019) ‘Evaluasi Tingkat Inbreeding Benih pada Lima Strain Ikan
Mas (Cyprinus carpio)’, Prosiding Seminar Nasional Tahunan XVI Hasil
Perikanan dan Kelautan, pp. 18–22.
Azizah, A. (2009) Perbandingan Pola Pita Amplifikasi DNA Daun, Bunga, dan Buah
Kelapa Sawit Normal dan Abnormal. Institut Pertanian Bogor.
Faatih, M. (2009) ‘Isolasi dan Digesti DNA Kromosom’, J Penelitian Sains dan
Teknologi, 10(1), pp. 61–67.
Fitriya, R. T., Ibrahim, M. and Lisdiana, L. (2015) ‘Keefektifan Metode Isolasi DNA Kit
dan CTAB/NaCl yang Dimodifikasi pada Staphylococcus aureus dan Shigella
dysentriae’, LenteraBio, 4(1), pp. 87–92.
Gil Martens, L. et al. (2006) ‘Impact of High Water Carbon Dioxide Levels on Atlantic
Salmon Smolts (Salmo salar L.): Effects on Fish Performance, Vertebrae
Composition and Structure’, Aquaculture, 261(1), pp. 80–88. doi:
10.1016/j.aquaculture.2006.06.031.
Guo, Z. H. et al. (2014) ‘Molecular insights into the genetic diversity of Hemarthria
compressa germplasm collections native to Southwest China’, Molecules,
19(12), pp. 21541–21559. doi: 10.3390/molecules191221541.
Gustiano, R. et al. (2013) ‘Analisis Ragam Genotip RAPD Dan Fenotip Truss
Morfometrik Pada Tiga Populasi Ikan Gabus [Channa striata (Bloch, 1793)]’,
Berita Biologi, 12(3), pp. 325–333.
Hariyadi, S. et al. (2018) ‘Perbandingan Metode Lisis Jaringan Hewan dalam Proses
Isolasi DNA Genom pada Organ Liver Tikus Putih (Rattus norvegicus) The
Comparison Lysis Methods of Animal Tissue in Genomic DNA Isolation Process
in Liver Organ of White Rat (Rattus Norvegicus)’, in Biology Education
40
Conference, pp. 689–692.
Ismi, S. (2020) ‘Beberapa macam cacat tubuh yang terjadi pada benih ikan kerapu
cantang hasil hatchery’, Journal of Fisheries and Marine Research, 4(1), pp. 94–
101.
Iswanto, B. and Suprapto, R. (2015) ‘Abnormalitas Morfologis Benih Ikan Lele Afrika
(Clarias gariepinus) Strain Mutiara’, Media Akuakultur, 10(2), pp. 51–57. doi:
10.15578/ma.10.2.2015.51-57.
Kimberley (2011) Barramundi, Fish for the future. Available at: www.thebetterfish.com
› Oceans%0A (Accessed: 8 August 2020).
Koh, T. L. et al. (1999) ‘Genetic Diversity Among Wild Forms and Cultivated Varieties
of Discus (Symphysodon spp.) as Revealed by Random Amplified Polymorphic
DNA (RAPD) Fingerprinting’, Aquaculture, 173, pp. 485–497. doi:
10.1016/S0044-8486(98)00478-5.
Kusmini, I. I. et al. (2016) ‘Karakterisasi Fenotipe dan Genotipe Tiga Populasi Ikan
Tengadak (Barbonymus schwanenfeldii)’, Jurnal Riset Akuakultur, 11(3), pp.
207–216. doi: 10.15578/jra.11.3.2016.207-216.
Lante, S. et al. (2011) ‘Keragaman Genetik Populasi Ikan Beronang (Siganus guttatus)
di Selat Makassar dan Teluk Bone Menggunakan Metode Random Amplified
Polymorphic DNA (RAPD)’, Jurnal Riset Akuakultur, 6(2), pp. 211–224. doi:
10.15578/jra.6.2.2011.211-224.
41
MAI (2018) Kakap Putih yang Mendunia. Available at: https://aquaculture-
mai.org/archives/2419.
Nurhaemi-Haris et al. (2003) ‘Kemiripan Genetik Kon karet (Hevea brasiliensis Muell
Arg.) Berdasarkan Metode Amplified Fragment Lenght Polymorphisms (AFLP)’,
Menara Perkebunan, 71(1), pp. 1–15.
Probojati, R. T., Wahyudi, D. and Hapsari, L. (2019) ‘Clutering Analysis and Genome
Inference of Pisang Raja Local Cultivars (Musa spp.) from Java Island by
Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) Marker’, Tropical Biodiversity and
Biotechnology, 4(2), pp. 42–54.
Razi, F. (2013) Penanganan Hama dan Penyakit pada Ikan Kakap Putih. Jakarta:
Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Ridho, M. and Patriono, E. (2016) ‘Aspek Reproduksi Ikan Kakap Putih (Lates
Calcarifer Block) di Perairan Terusan dalam Kawasan Taman Nasional
Sembilang Pesisir Kabupaten Banyuasin’, Jurnal Penelitian Sains, 18(1), p.
168427.
Ritonga, S. W. et al. (2014) DNA Barcodes For Marine Biodiversity Determinasi dan
Identifikasi Alga Merah (Rhodophyta) di Pantai Cipatujah, Tasikmalaya Melalui
Identifikasi Molekuler DNA Barcoding. Institut Pertanian Bogor.
Shafira, N. (2018) Abnormalitas Ikan Mas Cyprinus carpio pada Air Hasil Treatment
Fitoremediasi Akibat Cemaran Limbah Minyak Jelantah. Institut Pertanian Bogor.
42
Takeuchi, T. et al. (1995) ‘The Effect of À-Carotene and Vitamin A Enriched Artemia
Naupli on the Malformation and Color Abnormality of Larval Japanese Flounder’,
Fisheries Science, 61(1), pp. 141–148.
Wigati, E., Sutarno and Haryanti (2003) ‘Variasi Genetik Ikan Anggoli (Pristipomoide
multidens) Berdasarkan Pola Pita Allozim’, Biodiversitas, Journal of Biological
Diversity, 4(2), pp. 73–79. doi: 10.13057/biodiv/d040201.
43
LAMPIRAN
44
Lampiran 1. Perhitungan presentase abnormalitas ikan kakap putih (Lates calcarifer
Bloch, 1790) tipe liar dari Muara Sungai Saro’ Kabupaten Takalar
domestikasi yang dibesarkan di Keramba Jaring Apung (KJA) Desa
Lawallu, Kecamatan Soppeng Riaja, Kabupaten Barru
Jumlahikan abnormal 7
Abnormalitas ( % ) = × 100= × 100=25 %
Jumlahikan yang diamati 28
Jumlahikan abnormal 5
Abnormalitas ( % ) = × 100= × 100=18 %
Jumlahikan yang diamati 28
Jumlahikan abnormal 3
Abnormalitas ( % ) = × 100= × 100=10 %
Jumlahikan yang diamati 28
4) Abnormalitas Operkulum
Jumlahikan abnormal 5
Abnormalitas ( % ) = × 100= × 100=18 %
Jumlahikan yang diamati 28
45
Mesin PCR Gel Doc
Elektroforesis
46
Lampiran 4. Bagan tahapan analisis molekuler menggunakan metode PCR-RAPD
pada sampel ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790)
Vortex 5 detik
Diamkan pada suhu ruang, 15 menit
Pindahkan supernatan ke
GS Column baru
Bagan tahapan isolasi DNA dengan menggunakan KIT DNAeasy blood tissue
(Qiagen, German)
Ambil cairan jernih di bagian +100 µl CTAB Sentrifuse 12000 rpm, 5 menit
atas, pindah ke dalam dan 900 µl ddH2O
miktorube baru
Vortex
47
Satu mikrotube reaksi PCR My Taq red = 25 µl x jumlah sampel + 1
dan mikrotube sesuai jumlah Primer = 1 µl x jumlah sampel + 1
sampel (telah diberi kode) ddH2O = 23 µl x jumlah sampel + 1
Vortex
Mikrotube di masukkan
ke mesin PCR
Denaturasi = 95C 5 menit
Denaturasi awal = 95C 15 detik
Annealing = (Tm - 5C) 40 detik
Amplifikasi PCR
Extension = 74C 40 detik
Extension Akhir = 74C 1 menit
Penyimpanan = 4C ∞
50 volt
Running elektroforesis 55 Ampere
160 menit
Ambil gambar
48
Lampiran 4. Data skoring hasil amplifikasi sampel ikan kakap putih (Lates calcarifer
Bloch, 1790) dengan menggunakan tiga primer.
OPC-08
TK1 TK2 TK3 TK4 TK5 TK6 TK7 TK8 GI.11 GI.13 GI.15 GI.16 GI.19 GI.20
2250 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0
1900 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0
1500 0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1
750 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
585 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
485 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
375 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
275 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
OPC-13
TK1 TK2 TK3 TK4 TK5 TK6 TK7 TK8 GI.11 GI.13 GI.15 GI.16 GI.19 GI.20
2910 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
2300 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2063 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1
1900 0 0 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1
1375 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1
1250 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1
1125 0 0 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
1000 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0
OPC-19
TK1 TK2 TK3 TK4 TK5 TK6 TK7 TK8 GI.11 GI.13 GI.15 GI.16 GI.19 GI.20
2625 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
2250 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
1700 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0
1375 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
1125 0 1 1 0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0
900 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
850 0 0 0 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 0
750 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1
650 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0
600 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 1 0 0
Lampiran 4. Hasil amplifikasi DNA ikan kakap putih (Lates calcarifer Bloch, 1790)
dengan marker 100 bp. TK= sampel ikan kakap putih tipe liar dari Muara
Sungai Saro’ Kabupaten Takalar, GI= sampel ikan kakap putih
domestikasi dari KJA Desa Lawallu Kabupaten Barru
Primer OPC-08
49
Primer OPC-13
Primer OPC-19
50