Anda di halaman 1dari 7

Nama : Anggita Awidya

Nim : 041911333129
Hukum Korporasi
RPS:12
1. Subjek dan objek dalam hukum ketenagakerjaan

Ketenagakejaan sendiri diatur dalam UU No 13 Bab I Pasal 1 ayat 1 yang berbunyi:


“Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu
sebelum, selama dan sesudah masa kerja.”
Dikatakan bahwa ketenagakerjaan merupakan segala hal yang berhubungan dengan
tenaga kerja. Maka tenaga kerja disini merupakan objek dari ketenagakerjaan. Sedangkan orang
yang disebut sebagai tenaga kerja yaitu penduduk usia kerja merupakan subjek ketenagakerjaan.
Dalam hal ini bukan hanya tenaga kerja yang menjadi objek dari ketenagakerjaan. Terdapat
berbagai penjelasan mengenai ketenagakerjaan dengan tidak melupakan penduduk sebagai
subjek ketenagakerjaan.
Bentuk nyata dari subjek dan objek tenaga kerja yaitu
a. Angkatan kerja yang terdiri dari pekerja dan penganggur
b. Bukan angkatan kerja yang terdiri dari sekolah, pengurus rumah tangga, dan penerima
pendapatan
2. Jenis-jenis pekerja dan Outsourcing
Jenis pekerja:
a. Menurut Kemampuannya
 Tenaga kerja terdidik
Tenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki riwayat pendidikan yang
tinggi. Pendidikan tertinggi pada tenaga kerja terdidik ialah maksimal lulusan S1
(sarjana). Contoh: guru, dokter, insinyur, polisi.
 Tenaga kerja terlatih
Tenaga kerja terlatih adalah tenaga kerja yang mengandalkan keterampilan atau
kemampuan khusus yang dimilikinya. Tenaga kerja terlatih ini tidak harus orang-orang
yang memiliki riwayat pendidikan yang tinggi namun mampu menguasai keterampilan
tertentu.Contoh tenaga kerja terlatih adalah akuntan, teknisi, sopir dan lain sebagainya.
 Tenaga kerja tidak terdidik
Tenaga kerja tidak terdidik adalah tenaga kerja yang tidak memiliki riwayat
pendidikan yang tinggi dan tidak memiliki keterampilan atau kemampuan tertentu,
Contoh  kuli bangunan, buruh cuci, buruh rongsok, dan lain sebagainya.
b. Menurut Sifatnya
 Tenaga kerja rohani
Tenaga kerja rohani adalah tenaga kerja yang lebih memanfaatkan dan
menggunakan kemampuan otak atau pikirannya dibandingkan dengan tenaganya. Contoh 
direktur, manajer, kepala devisi, kepala cabang, dan lain sebagainya.
 Tenaga kerja jasmani
Tenaga kerja jasmani adalah tenaga kerja yang lebih mengandalkan tenaganya
dibandingkan kemampuan otak atau pikirannya. Contoh dari tenaga kerja jasmani adalah
buruh pabrik.
c. Menurut Hubungan dengan Produk
 Tenaga kerja langsung
Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang biasanya terjun langsung
terhadap suatu barang atau produk.Contoh  tenaga kerja yang berada dibagian produksi
barang.
 Tenaga kerja tidak langsung
Tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja yang ada hubungannya dengan
suatu barang atau produk namun tidak terjun langsung terhadap produk tersebut.Contoh 
tenaga kerja yang mendesain suatu produk yang akan dipasarkan.
d. Menurut Fungsi Pokok dalam Perusahaan
 Tenaga kerja bagian produksi
Tenaga kerja bagian produksi adalah tenaga kerja yang pekerjaannya membuat produk
atau barang-barang yang akan dipasarkan.Contoh  buruh pabrik yang bekerja pada bagain
produksi barang atau produk.
 Tenaga kerja bagian pemasaran
Jenis tenaga kerja ini biasanya bertanggung jawab dalam memasarkan produk
atau barang yang telah dibuat.Contoh  marketing.
 Tenaga kerja bagian umum dan administrasi
Tenaga kerja bagian umum dan administrasi adalah tenaga kerja yang bekerja
dalm hal mengurus surat-menyurat Contoh tenaga kerja bagian umum dan administrasi
adalah sekretaris.
Outsourcing

Berdasarkan UU No 13 Tahun 2013 pasal 64, 65,66 outsorcing adalah penyedia jasa
tenaga keja. Karyawan outsorcing adalah karyawan kontrak yang dipasok dari sebuah
perusahaan penyedia jasa tenaga outsorcing. Dalam outsorcing terdapat beberapa keuntungan
dan kelemahan.

Keuntungan diperoleh perusahaan karena tidak perlu menyediakan fasilitas maupun


tunjangan makan,hingga asuransi kesehatan. Sebab yang bertanggung jawab atas pegawai adalah
perusahaan outsorcing.
Adapun kerugian diderita oleh karyawan yaitu taka da jenjang karier,dan gaji dipotong oleh
perusahaan induk.
Sistem Perekrutan Outsourcing
Sistem perekrutan tenaga kerja outsourcing sebenarnya tidak jauh berbeda dengan sistem
perekrutan karyawan pada umumnya. Perbedaannya, karyawan ini direkrut oleh perusahaan
penyedia tenaga jasa, bukan oleh perusahaan yang membutuhkan jasanya secara langsung. Nanti,
oleh perusahaan penyedia tenaga jasa, karyawan akan dikirimkan ke perusahaan lain (klien) yang
membutuhkannya.Dalam sistem kerja ini, perusahaan penyedia jasa outsource melakukan
pembayaran terlebih dahulu kepada karyawan. Selanjutnya mereka menagih ke perusahaan
pengguna jasa mereka.
Sistem Kerja Outscorcing
Menurut Pasal 64 adalah “perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan
pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia
jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis.”
Perjanjian kerja karyawan outsourcing bekerja melalui sistem kontrak menurut Undang-undang
Ketenagakerjaan Pasal 56 yang dibagi menjadi 2, yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
(PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT). Berikut bunyi pasal 56 UU
Ketenagakerjaan:
1. Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu.
2. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan
atas:
3. Jangka waktu; atau
4. Selesainya suatu pekerjaan tertentu.

3. Perjanjian kerja dan akibat hukumnya

Kontrak Kerja/Perjanjian Kerja menurut Undang-Undang No.13/2003 tentang


Ketenagakerjaan adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja
yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Perjanjian kerja adalah
perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja. Perjanjian tersebut
memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.

Pada dasarnya untuk menyatakan suatu perjanjian kerja dianggap sah atau tidak maka
wajib untuk memperhatikan ketentuan dalam pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUH Perdata) yang menyatakan bahwa :

Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat syarat;


• kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
• kecakapan untuk membuat suatu perikatan
• suatu pokok persoalan tertentu
• suatu sebab yang tidak terlarang
Pasal 52 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga menegaskan bahwa :

Perjanjian kerja dibuat atas dasar:

• kesepakatan kedua belah pihak


• kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum
• adanya pekerjaan yang diperjanjikan
• pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan
peraturan perundang undangan yang berlaku.

Bentuk Perjanjian Kerja

a) Berbentuk Lisan/ Tidak tertulis


• Meskipun kontrak kerja dibuat secara tidak tertulis, namun kontrak kerja jenis ini tetap
bisa mengikat pekerja dan pengusaha untuk melaksanakan isi kontrak kerja tersebut.
• Tentu saja kontrak kerja jenis ini mempunyai kelemahan fatal yaitu apabila ada beberapa
isi kontrak kerja yang ternyata tidak dilaksanakan oleh pengusaha karena tidak pernah
dituangkan secara tertulis sehingga merugikan pekerja.
b) Berbentuk Tulisan

• Perjanjian yang dituangkan dalam bentuk tulisan, dapat dipakai sebagai bukti tertulis
apabila muncul perselisihan hubungan industrial yang memerlukan adanya bukti-bukti dan dapat
dijadikan pegangan terutama bagi buruh apabila ada beberapa kesepakatan yang tidak
dilaksanakan oleh pengusaha yang merugikan buruh.
• Dibuat dalam rangkap 2 yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, masing-masing
buruh dengan pengusaha harus mendapat dan menyimpan Perjanjian Kerja (Pasal 54 ayat 3 UU
13/2003).
Jenis perjanjian kerja menurut waktu berakhirnya

a) Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang pekerjanya sering disebut karyawan
kontrak adalah perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan
kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu.

PKWT harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

• didasarkan atas jangka waktu paling lama tiga tahun atau selesainya suatu pekerjaan tertentu
• dibuat secara tertulis dalam 3 rangkap : untuk buruh, pengusaha dan Disnaker (Permenaker No.
Per-02/Men/1993), apabila dibuat secara lisan maka dinyatakan sebagai perjanjian kerja waktu
tidak tertentu
• dalam Bahasa Indonesia dan huruf latin atau dalam Bahasa Indonesia dan bahasa asing dengan
Bahasa Indonesia sebagai yang utama;
• tidak ada masa percobaan kerja (probation), bila disyaratkan maka perjanjian kerja batal demi
hukum (Pasal 58 UU No. 13/2003).
b) Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)

Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh
dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. Pekerjanya sering
disebut karyawan tetap. Selain tertulis, PKWTT dapat juga dibuat secara lisan dan tidak wajib
mendapat pengesahan dari intstansi ketenagakerjaan terkait. Jika PKWTT dibuat secara lisan
maka perusahaan wajib membuat surat pengangkatan kerja bagi karyawan yang bersangkutan.

PKWTT dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja (probation) untuk paling
lama 3 (tiga) bulan, bila ada yang mengatur lebih dari 3 bulan, maka demi hukum sejak bulan
keempat, si pekerja sudah dinyatakan sebagai pekerja tetap (PKWTT). Selama masa percobaan,
Perusahaan wajib membayar upah pekerja dan upah tersebut tidak boleh lebih rendah dari upah
minimum yang berlaku.

Akibat Hukum
Pasal 52 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”), mengatur mengenai akibat hukum terhadap
perjanjian kerja yang bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan.

Perjanjian kerja dibuat atas dasar:


1. kesepakatan kedua belah pihak;
2. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;
3. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; danpekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 52 ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan, sendagkan
perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.
Pengertian dapat dibatalkan (vernietigbaar) adalah salah satu pihak dapat memintakan
pembatalan itu. Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan
(oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi (pihak yang tidak
cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas).
Sedangan pengertian batal demi hukum (Null and Void) adalah dari awal perjanjian itu
telah batal, atau dianggap tidak pernah ada, apabila syarat objektif tidak dipenuhi. Perjanjian
kerja itu batal demi hukum, dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan/atau tidak
pernah ada suatu perikatan.
Dalam Pasal 1265 KUH Perdata, syarat batal adalah suatu syarat yang apabila terpenuhi,
menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula seolah-olah
tidak penah terjadi perjanjian.

4. Perlindungan data pekerja

Batasan Akses Data Pribadi Pegawai oleh Perusahaan


Sebelum perusahaan mengakses data pribadi pegawainya, tentu harus memperhatikan
ketentuan dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik(UU ITE) sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik sebagai berikut: 
Pasal 30 UU ITE
1. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer
dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.
2. Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer
dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
Dan apabila pihak perusahaan melakukan pelanggaran maka sanksi yang diterima
terdapat pada Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) UU ITE, yaitu:

Pasal 46 UU ITE


1. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
600 juta.
2. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
700 juta.

Contoh Kasus:

Pelanggaran Kontrak di PT Framas


Sebuah perusahaan subkontraktor Adidas lain yaitu, PT Framas, Bekasi memPHK 300
pekerja tanpa mengikuti aturan hukum ketenagakerjaan yang berlaku. PT Framas berdalih bahwa
para pekerja telah melebihi durasi kontrak , PT Framas kemudian tidak memperpanjang kontrak
kerja dan melanggar semua hak para pekerja. PT Framas melakukan 3 bulan kontrak kerja dan
terus memperpanjang status mereka sebagai pekerja tidak tetap (pekerja kontrak) per 3 bulan,
selama lebih dari 3 tahun. Sejak Desember 2012, kontrak mereka tidak diperpanjang dan mereka
semua kehilangan pekerjaan tanpa pesangon.

Sekitar 300 pekerja menjadi korban dari kontrak kerja berkepanjangan yang tidak sesuai
ketentuan hukum tanpa jaminan kesejahteraan dan keamanan kerja. Dan pada akhirnya, mereka
dipecat secara tidak adil. Dari 300 pekerja, karena PT Framas melakukan intimidasi dan tekanan,
maka hanya 40 orang pekerja memutuskan untuk memperjuangkan nasib mereka. Para pekerja
ini, sebagian besar adalah para pekerja yang tidak berserikat, sebagian lagi merupakan anggota
sebuah Serikat Pekerja di PT Framas namun menurut para anggotanya tidak mau
memperjuangkan nasib mereka. Proses bipartite dan aksi telah dilakukan oleh para pekerja yang
didampingin oleh TURC.

Pihak pengusaha secara terang-terang telah mengakui bahwa mereka memang melanggar
ketentuan hukum mengenai kontrak namun tidak ada upaya untuk memperbaiki. Setalah proses
bipartite tidak membuahkan hasil, para pekerja menempuh proses penyelesaian perkara
hubungan industrial , dengan meminta Dinas Tenaga Kerja Daerah Bekasi untuk menjadi
mediator antara pekerja dan perusahaan.

Proses ini juga disertai desakan kepada brand, yaitu Adidas pada tanggal aksi di depan
Kantor Adidas Indonesia, Dalam aksi tersebut para pekerja menyampaikan tuntutan antara lain,

1. Adidas menekan PT Framas untuk menjamin hak-hak pekerja dan menaati hukum
ketenagakerjaan yang berlaku.
2. Mempekerjakan kembali buruh kontrak yang dipecat sebagai pekerja tetap
3. Keselamatan dan kesehatan di tempat kerja harus dijamin
4. Menghilangkan praktek union busting yang dilakukan oleh PT Framas
Dari aksi tersebut , manager adidas Indonesia berjanji untuk menjembatani permasalahan yang
ada dengan PT Adidas. Sampai tulisan ini diturunkan, proses mediasi masih berjalan dan
menunggu adanya anjuran dari mediator. 

Anda mungkin juga menyukai