Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN

MEDIKAH BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TN. ...../NY. ..... DENGAN


APENDISITIS DI RUANG TOPAS 6 RS ABDUL RADJAK CILEUNGSI
(Tanggal 4 februari 2021 s.d 7 februari 2021 )

Disusun Oleh :

1. Riska Indriani (1032171020)

PROGRAM S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MH THAMRIN
JAKARTA TAHUN 2019-2020
A.Konsep Teori Penyakit Apendisitis

1. Definisi Apendisitis
Apendisitis merupakan peradangan pada apendiks vermiformis

akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (appendiks). Infeksi ini

menyebabkan peradangan akut sehingga memerlukan tindakan bedah

segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (Wijaya &

Putri, 2013:88). Apendisitis adalah salah satu penyakit akut abdomen

dimana terjadi inflamasi pada apendiks vermiformis yang disebabkan

oleh infeksi bakteri sebagai penyebab utamanya (Zulfikar et al. 2015).

Apendisitis merupakan inflamasi saluran usus yang tersembunyi

dan kecil yang berukuran sekitar 4 inci (10 cm) yang buntu pada sekum.

Apendiks dapat terobstruksi oleh masa feses yang keras, yang akibatnya

akan terjadi inflamasi, infeksi, gangren, dan mungkin perforasi. Apendiks

yang ruptur merupakan gejala serius karena isi usus dapat masuk ke

dalam abdomen dan menyebabkan peritonitis atau abses (Caroline &

Kowalski,2017).

2. Etiologi
Menurut Irianto (2015:60), menyatakan bahwa penyebab apendisitis

sebagai berikut :

a. Penyebab belum pasti

b. Faktor yang mempengaruhi


1) Obstruksi : hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks,

2) Ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. Histolytica

3) Konstipasi : timbunan tinja yang keras (fekalit)


3. Klasifikasi
Menurut Mardalena (2017 :150), menjelaskan klasifikasi apendisitis

menjadi dua, yaitu :

a. Appendisitis akut

Peradangan pada apendiks dengan gejala khas yang memberikan

tanda setempat. Gejala apendisistis akut antara lain nyeri samar dan

tumpul yang merupakan nyeri visceral di daerah epigastrium disekitar

umbilicus. Keluhan ini disertai rasa mual, muntah dan penurunan nafsu

makan.

b. Appendisitis kronis
Diagnosis apendisitis kronis baru bisa ditegakkan jika ditemukan tiga

hal yaitu, pertama, pasien memiliki riwayat nyeri pada kuadran kanan bawah

abdomen selama paling sedikit 3 minggu tanpa alternatif diagnosis lain.

Kedua, setelah dilakukan apendiktomi, gejala yang dialami pasien akan

hilang. Ketiga, secara histopatologik gejala dibuktikan sebagai akibat dari

inflamasi kronis yang aktif atau fibrosis pada apendiks.

4. Patofisiologi
Mardalena (2017:149-150), apendisitis umumnya terjadi karena infeksi

bakteri. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya, diantaranya

adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Kondisi obstruksi

akan meningkatkan tekanan intraluminal dan peningkatan perkembangan

bakteri. Hal lain akan terjadi peningkatan kongesti dan penurunan perfusi

pada dinding apendiks yang berlanjut pada nekrosis dan inflamasi

apendiks.
Pada fase ini, pasien akan mengalamai nyeri padak area

periumbikal. Dengan berlanjutnya proses inflamasi, maka pembentukan

eksudat akan terjadi pada permukaan serosa apendiks.

Dengan berlanjutnya proses obstruksi, bakteri akan berproliferasi

dan meningkatkan tekanan intraluminal dan membentuk infiltrat pada

mukosa, dengan manifestasi ketidaknyamanan abdomen. Adanya

penurunan perfusi pada dinding akan menimbulkan iskemia dan nekrosis

disertai peningkatan tekanan intraluminal yang disebut apendistis

nekrosis, juga akan beresiko meningkatkan perforasi dari apendiks

(Muttaqin & Sari, 2011:500).

5. Manifestasi Klinis

Menurut Wijaya & Putri (2013:90), klien yang dilakukan tindakan

apendiktomi akan muncul berbagai manifestasi klinis seperti berikut :

a. Nyeri tekan pada luka operasi

b. Perubahan tanda-tanda vital

c. Kelelahan dan keterbatasan dalam melakukan aktivitas perawatan diri

d. Gangguan integritas kulit

e. Mual dan muntah, anoreksia

f. Nafsu makan menurun

g. Demam yang tidak terlalu tinggi

h. Biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang-kadang terjaddi diare


Menurut Irianto (2015:62), pemeriksaan penunjang apendisitis adalah :

a. Pemeriksaan Laboratorium yang terdiri dari :

1) Pemeriksaan darah lengkap , leukosit antara 10.000-20.000/ml dan

neutrofil diatas 75%

2) Tes protein reaktif ditemukan jumlah serum yang meningkat.

b. Pemeriksaan Radiologi terdiri dari pemeriksaan :


1) USG (ultrasonografi), ditemukan bagian memanjang pada tempat

yang terjadi inflamasi.

2) CT-scan, ditemukan bagian yang menyilang serta danya pelebaran

sekum.

6. Penatalaksanaan Medis

a. Kriteria tindakan apendiktomi

Menurut Mardalena (2017:151-153), pembedahan apendiktomi

dilakukan bilamana didalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa

peritonitis umum.

b. Penatalaksanaan pasca operasi

1) Observasi tanda-tanda vital

2) Baringkan pasien dalam posisi semi fowler

3) Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan,

selama pasien dipuasakan

4) Bila ada tindakan operasi lebih besar,misalnya pada perforasi,

puasa dilanjutkan sampai usus kembali normal

5) Berikan minum mulai 25 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan

menjadi 30ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring , dan

hari berikutnya diberikan makanan lunak


6) Satu hari pasca operasi dianjurkan untuk duduk tegak di tempat

tidur selama 2x30 menit

7) Pada hari kedua pasien dapat duduk dan berdiri diluar kamar

Hari ke tujuh jahitan di buka dan pasien dibolehkan pulang.

c. Proses penyembuhan Luka

Menurut Smeltzer & Bare (2000 :490), terdapat tiga fase

penyembuhan luka yaitu sebagai berikut :

1) Fase peradangan (inflamasi)

Fase inflamasi dimulai dari saat insisi bedah dan berlanjut

sampai 5 hari. Setelah luka terjadi dan melibatkan

platelet,pengeluaran platelet akan menyebabkan vasokontriksi. Fase

ini bertujuan untuk homeostasis sehingga mencegah perdarahan

lebih lanjut (5-10 menit) kemudian terjadi vasodilatasi dan

pelepasan substansi vasodilator. Fase inflamasi memungkinkan

pergerakan leukosit (utamanya neutrofi). Neutrofi selanjutnya

memfagosit dan membunuh bakteri yang masuk ke matriks fibrin

dalam persiapan pembentukan jaringan baru.

2) Fase Proliferasi

Fase ini dimulai dari stadium inflamasi dan berlanjut

selama 21 hari. Tepi luka tampak merah muda dan penyembuhan

terbentuk selama 5-7 hari setelah insisi. Fibrolas memperbanyak diri

dan membentuk jaringan-jaringan baru. Sel-sel epitel membentuk

kuncup pada pinggir-pinggir luka, kuncup ini berkembang menjadi


kapiler yang merupakan sumber nutrisi bagi jaringan granulasi yang

baru.

3) Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai pada minggu ke 3 dan dapat berlangsung

sampai berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang.

Jaringan parut tampak besar dan kolagen yang di hasilkan lebih tebal

dan lebih padat, serta serat-seratnya mulai membentuk ikatan silang.

Maturasi jaringan seperti ini terus berlanjut dan mencapai kekuatan

maksimum dalam 10 sampai 12 minggu, tetapi tidak akan mencapai

kekuatan asalnya dari jaringan sebelum luka.


C. Proses Keperawatan Post Operasi Apendiktomi

1. Pengkajian Keperawatan

Menurut Windy & Sabir (2016:25), apendisitis sangat rentang terjadi

pada usia 20-30 tahun, sedangkan pada anak kurang dari satu tahun

jarang ditemukan.

Menurut Muttaqin & Sari (2011:503), dapat ditemukan masalah

psikososial yaitu pasien dengan pasca bedah akan mengalami kecemasan

akibat nyeri hebat pada luka post operasinya. Selain itu pengkajian

pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan diantaranya a. Tanda-tanda Vital

Pada pasien post operasi biasanya akan didapatkan takikardi dan

peningkatan frekuensi pernapasan akibat dari respon kesakitan yang

hebat dari pembedahan.

b. Abdomen

Pada abdomen akan ditemukan keluhan nyeri pada regio

kanan bawah, kembung pada pasien dengan komplikasi perforasi,

peningkatan respon nyeri pada saat palpasi dan nyeri lepas.

Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan diagnostik diantaranya:

1) Pemeriksaan darah lengkap

Leukosit mencapai 10.000-20.000/ml,

2)C-Reaktif Protein (CRP) mengalami peningkatan yang

menyebabkan inflamasi.

3) USG untuk melihat adanya inflamasi pada apendisitis.


Menurut Mardalena (2017), pasien post operasi apendiktomi perlu

dilakukan pengkajian berikut ini:

1) Pola nutrisi

Kebiasaan makan makanan rendah serat dapat memicu terjadinya

konstipasi yang akan menjadi salah satu penyebab dari timbulnya

apendisitis.

2) Kebiasaan eliminasi

Pasien mengalami konstipasi, tanda-tanda diare, distensi

abdomen, nyeri tekan/lepas, penurunan bising usus

3) Nyeri kenyamanan : nyeri abdomen sekitar epigastrium dan

umbilikus, yang meningkat berat dan terlokalisasi pada setengah

jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan.

2. Diagnosa Keperawatan
Nurarif & Kusuma (2015:50), berdasarkan hasil pengkajian pada

post operasi apendiktomi didapatkan diagnosa keperawatan sebagai

berikut :

a. Nyeri akut berhubungan dengan prosedur operasi

Menurut PPNI (2016:172), definisi nyeri akut adalah pengalaman

sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual

atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas

ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. Batasan

karakteristik nyeri akut adalah ekspresi wajah nyeri (meringis),

perubahan posisi untuk menghindari nyeri, sikap melindungi area nyeri.

Gejala dan tanda mayor: mengeluh nyeri, tampak meringis, bersikap


menghindari nyeri, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur.

Gejala dan tanda minor: tekanan darah meningkat, pola napas

berubah, nafsu makan menurun, fokus pada diri sendiri, mrnarik diri.

b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis

Menurut PPNI (2016:282), definisi gangguan integritas kulit yaitu

gangguan kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan

(membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago,

kapsul sendi dan/atau ligamen). Batasan karakteristik gangguan

integritas kulit adalah benda asing menusuk permukaan kulit. Gejala

dan tanda mayor: kerusakan jaringan dan atau lapisan kulit. Gejala

dan tanda minor: nyeri, perdarahan, kemerahan, hematoma.

c. Defisit nutrisi

Menurut PPNI (2016:126), definisi defisit nutris adalah asupan

nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.

Batasan karakteristiknya yaitu kurangnnya asupan makanan,

ketidakmampuan mencerna makanan, ketidakmampuan

mengabsorbsi nutirisi, faktor psikologis (stres). Gejala dan tanda

mayor: berat badan menurun 10% dibawah rentang ideal. Gejala dan

tanda minor : nafsu makan menurun, membran mukosa pucat.

d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif


Menurut PPNI (2016:304), definisi risiko infeksi yaitu beresiko

mengalami peningkatan terserang organisme patogenik. Faktor

resiko diagnosa keperawatan risiko infeksi yaitu efek prosedur

invasif, kerusakan integritas kulit.


3. Rencana keperawatan

Rencana keperawatan pada pasien post operasi apendiktomi dapat

dilihat pada tabel 2.1 berikut.

Rencana keperawatan pada pasien post operasi Apendiktomi

No Diagnosa Tujuan Intervensi

1 Nyeri akut Kontro Nyeri Managemen nyeri

1. Mampu 1. Lakukan pengkajian nyeri


mengontrol nyeri secara komprehensif
(penyebab nyeri, termasuk lokasi,
mampu karakteristik, durasi,
menggunakan frekuensi, kualitas, dan
tehnik faktor presipitasi
nonfarmakologi 2. Observasi reaksi
untuk mengurangi nonverbal dari
nyeri, mencari ketidaknyamanan
bantuan). 3. Gunakan teknik
2. Melaporkan bahwa komunikasi terapeutik
nyeri berkurang untuk mengetahui
dengan pengalaman nyeri
menggunakan 4. Kaji kultur yang
manajemen nyeri. mempengaruhi respon
3. Menyatakan rasa nyeri
nyaman setelah 5. Evaluasi pengalaman
nyeri berkurang nyeri masa lampau
6. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan
interpersonal)
7. Ajarkan teknik non
farmakologi (tarik
nafas dalam
7. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
8. Ajarkan teknik non
farmakologi (tarik nafas
dalam)
9. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
10. Tingkatkan istirahat
11. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri

Pemberian analgesik

1. Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat, cek
instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan
Frekuensi
2. Cek riwayat alergi
3. Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
4. Tentukan pilihan
analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
5. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala
6. Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
2 Gangguan Integritas jaringan : Perawatan luka
integritas kulit & memran
jaringan mukosa 1. Anjurkan pasien untuk
menggunakan pakaian
1. Perfusi jaringan yang longgar supaya tidak
normal ada penekanan pada luka
2. Tidak ada tanda- 2. Jaga kulit agar tetap
tand bersih dan kering
Infeksi 3. Mobilisasi pasien (ubah
3. . Ketebalan dan posisi pasien)
tekstur jaringan 4. Monitor kulit akan adanya
normal tanda-tanda infeksi
4. Menunjukkan 5. Monitor aktivitas dan
pemahaman mobilisasi pasien
5. dalam mencegah 6. Monitor status nutrisi
terjadinya cidera pasien
berulang 7. Observasi luka : lokasi,
6. Menunjukkan dimensi,
trjadinya proses keadaan luka, tanda
penyembuhan infeksi
luka 8. Ajarkan keluarga tentang
luka dan perawatan luka
9. Berikan posisi yang
mengurangi tekanan pada
luka
10. Kolaborasi pemberian
terapi
3 Hambatan Pergerakan Terapi latihan :
mobilitas 1. Pasien meninggkat ambulasi
fisik dalam aktivitas
fisik 1. Monitor vital sign
2. Mengerti tujuan sebelum/sesudah latihan
dari peningkatan dan liat respon pasien
saat latihan
2. Konsultasikan dengan
terapi fisik tentang
rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
aktivitas 3. Fasilitasi klien dalam
3. Memverbalisasi melakukan mobilisasi
kan perasaan 4. Kaji kemampuan klien
dalam dalam melakukan
meningkatkan mobilisasi
kekuatan dan 5. Latih pasien dalam
kemampuan pemenuhan
berpindah 6. kebutuhan ADLs secara
4. Bantu untuk mandi sesuai
mobilisasi kemampuan
(fasilitasi) 7. Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi
bantu penuhi kebutuhan
ADLs pasien
8. Ajari pasien bagaimana
merubah posisi dan
berikan bantuan

4 Resiko Keparahan l infeksi Kontrol infeksi


infeksi 1. Pasien bebas dari 1. Batasi pengunjung pasien
tanda dan gejala 2. Pertahankan teknik isolasi
infeksi 3. Monitor tanda dan gejala
2. Mendeskripsikan infeksi sistemik dan lokal
proses Penularan 4. Monitor kerentanan
penyakit, Faktor terhadap infeksi
yang mempengaruhi 5. Dorong intake nutrisi dan
penularan Serta cairan
Penatalaksanaannny 6. yang adekuat
a 7. Dorong istirahat pasien
3. Menunjukkan 8. Informasikan kepada
kemampuan untuk keluarga tentang tanda
mencegah timbulnya dan gejala infeksi
infeksi 9. Ajarkan cara pencegahan
infeksi
10. Laporkan kecurigaan
infeksi
11. Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
Daftar Pustaka
Ariska, D. W., & Ali, M. S. (2019). Pengaruh Kebiasaan Konsumsi Junk Food Terhadap Kejadiaan
Obesitas Remaja. Jurnal Kesehatan Surya Mitra Husada, 1–7.

Bickley Lynn S & Szilagyi Peter G. (2018). Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan (p. 49).
p. 49.

Dewi, A. A. W. T. (2015). Evaluasi Penggunaan Antibiotika Profilaksis Pada klien Operasi Appendisitis
Akut di Instalasi Rawat Inap RS Baptis Batu Jawa Timur.

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Smeltzer & Bare. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brurner & Suddarath (8th ed.). Jakarta:
EGC.

Anda mungkin juga menyukai