Anda di halaman 1dari 94

PERTUMBUHAN DAN KUALITAS BIOMASSA

Spirulina platensis YANG DI PRODUKSI PADA MEDIA

ZAROUK MODIFIKASI

SITI MAESAROH LEBEHARIA

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN

TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016 M/1437 H
PERTUMBUHAN DAN KUALITAS BIOMASSA

Spirulina platensis YANG DI PRODUKSI PADA MEDIA

ZAROUK MODIFIKASI

SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh :

SITI MAESAROH LEBEHARIA


1110096000040

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN

TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016 M/1437 H
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH

HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN

TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Mei 2016

Siti Maesaroh Lebeharia


1110096000040
ABSTRAK
Siti Maesaroh Lebeharia “Pertumbuhan dan Kualitas Biomassa Spirulina
platensis yang Diproduksi Pada Media Zarouk”. Dibawah bimbingan Ir.Adi
Mulyanto, M.Sc dan Anna Muawannah, M.Si

Spirulina platensis merupakan alga hijau biru yang memiliki kandungan


protein yang tinggi dibandingkan mikroalga lainnya. Produksi protein dipengaruhi
oleh nutrisi, suhu dan intensitas cahaya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh media Zarouk modifikasi terhadap pertumbuhan dan kualitas biomassa
Spirulina platensis. Kultivasi Spirulina platensis dilakukan menggunakan media
Zarouk modifikasi. Kultivasi pada penelitian ini menggunakan dua metode, yakni
metode Batch dan metode kontinyu. Kultivasi yang pertama dengan metode Batch
dimana nutrisi hanya diberikan satu kali dan wadah kultivasi diselubungi plastik
kemudian ditambahkan karbondioksida, diamati kurva pertumbuhan Spirulina
platensis untuk mengetahui kemampuan Spirulina platensis dalam menyerap
karbondioksida. Metode yang kedua adalah metode kontinyu, pada metode ini
wadah kultivasi terbuka dan nutrisi ditambahkan setiap sepuluh hari sekali setelah
pemanenan. Hasil panen dikeringkan dioven selama 24 jam pada suhu 60 oC. Hasil
menunjukkan kadar karbondioksida semakin hari semakin berkurang (dari hari ke-
1 148 g/L menjadi 1,4 g/L pada hari ke-14) sedangkan sel Spirulina semakin hari
semakin bertambah (dari hari ke-1 3.485 sel/ml menjadi 21.723 sel/ml pada hari
ke-14), hal ini menunjukkan bahwa penambahan karbondioksida berpengaruh
terhadap pertumbuhan sel Spirulina platensis. Biomassa Spirulina platensis dari
hasil enam kali pemanenan yaitu sebesar 11,2214 gram. Kualitas Biomassa yang
dihasilkan adalah kadar air 9,3982%, kadar abu 11,7626%, lemak 8,0445% dan
kadar karbohidrat 12,4841%, dan kadar protein 58,3106% yang telah memenuhi
standar SAC Thailand yaitu sebesar 55-70%.
Kata kunci: Spirulina platensis, CO2, kultivasi, analisis proksimat, media zarouk
ABSTRACT

Siti Maesaroh Lebeharia “Growth and the quality of Biomass Spirulina platensis
produced in a media Zarouk modification”. Under the guidance of Ir.Adi
Mulyanto, M.Sc and Anna Muawanah, M.Si

Spirulina platensis is algae green blue has any protein higher than other
microalgae. The Production of protein affected by nutrition, temperature and
intensity of light. This report aims to review the influence of Media Zarouk
modifications to the growth and quality of biomass Spirulina platensis.
Cultivation Spirulina platensis done by using media Zarouk modification.
Cultivation to research this used to two methods, namely a method of a batch and
methods continuous. Cultivation the first with the methods a batch where
nutrients only given once and containers cultivation sheated plastic then added
carbondioxide, observed a curve growth Spirulina platensis to know the ability
Spirulina platensis an absorbing carbondioxide. A method of the second is a
method of continuous, in this method container cultivation open and nutrition
added every ten days after the harvesting once. The crop died in oven for 24
hours at a temperature of 60 oC. Result showing Carbondioxide is getting reduced
(from day 1 148 g/l become 1,4 g/l on the 14 th day) while filaments Spirulina is
growing daily (from day 1 3.485 sel/ml become 21.723 sel/ml on the 14 th day), this
shows that the addition of carbondioxide influences filaments Spirulina platensis
growth. Biomass Spirulina platensis from the six times harvesting a month
11,2214 gram. The quality of biomass produced is the moisture content of
9,3982%, levels of ashes 11,7626%, fat 8,0445%, levels of carbohydrates
12,4841% and levels of a protein 58,31065% that have met the standards SAC
Thailand is as much as 55- 70%.
Keywords: Spirulina platensi, Carbondioxide, Cultivation, Proximate Analysis
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbilalamin. Segala puji bagi Allah SWT karena berkat

rahmat dan karunia-Nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan proposal

penelitian ini. Adapun judul dari proposal penelitian ini adalah “Pertumbuhan

Dan Kualitas Biomassa Spirulina platensis Yang Diproduksi Pada Media

Zarouk Modifikasi”. Shalawat serta salam tetap tercurah kepada junjungan kita

Rasulullah Muhammad SAW, kepada para keluarga dan para sahabatnya serta

termasuk kita pula selaku umatnya. Amin.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapat bimbingan, petunjuk,

bantuan serta nasihat-nasihat yang sangat berguna bagi penulis. Oleh karena itu

pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ir. Adi Mulyanto, M.Sc selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan

pengetahuan, bimbingan dan arahan serta tempat berkeluh kesah selama

proses pembuatan skripsi ini.

2. Anna Muawanah, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan

ilmu dan kemudahan dalam penulisan.

3. Bapak Drs. Dede Sukandar, M.Si selaku ketua Program Studi Kimia

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

ii
5. Dr. Hendrawati, M.Si selaku dosen penguji I yang telah memberikan

pengarahan dalam penyusunan skripsi.

6. Yusraini Dian Inayati Siregar, M.Si selaku dosen penguji II yang telah

memberikan pengarahan selama penyusunan skripsi.

7. Dr. Ir. Arie Herlambang selaku kepala Balai Teknologi Lingkungan BPPT

dan staff yang telah membantu penulis dalam melaksanakan Tugas Akhir.

8. Seluruh Dosen Program Studi Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama

mengikuti perkuliahan.

9. Bapak (Usman Lebeharia), Ibu (Misri), dan seluruh keluarga yang telah

memberikan semangat, do’a dan dukungannya baik moril maupun materil.

10. Purih Hiriyanto yang selalu memberikan motivasi, do’a, semangat dan

dukungan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi.

11. Wihda, liyana, Widya, Dwi dan Ummu sebagai teman seperjuangan selama

penelitian, telah memberikan banyak bantuan, dorongan dan semangatnya.

12. Hifziah, Susi, Zaitun dan teman-teman Kimia 2010 yang tidak bisa

disebutkan satu persatu yang telah memberikan perhatian dan semangatnya

kepada penulis.

13. Semua pihak yang membantu penilitian yang tidak dapat disebutkan satu per

satu.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari

kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
penulis harapkan. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis

khususnya dan umumnya bagi kemajuan ilmu pengtahuan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, Juli 2016

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI........................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. viii
DAFTAR TABEL.................................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................. 4
1.3. Hipotesis........................................................................................................... 4
1.4. Tujuan............................................................................................................... 4
1.5. Manfaat............................................................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................6
2.1. Mikroalga Spirulina platensis..........................................................................6
2.2. Pertumbuhan Mikroalga................................................................................... 9
2.3. Media Zarouk................................................................................................... 11
2.4. Karbondioksida................................................................................................ 12
2.5. Fotosintesis...................................................................................................... 14
2.6. Pencahayaan..................................................................................................... 16
2.7. Nilai pH............................................................................................................ 16
2.8. Suhu................................................................................................................. 17
2.9. Analisis proksimat............................................................................................ 17
2.10. Penentuan kadar protein dengan metode Kjeldahl..........................................18
2.11. Penentuan kadar lemak dengan metode Sokletasi...........................................20
2.12. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)..........................................................22

v
Halaman
BAB III METODE PENELITIAN.......................................................................26
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian...........................................................................26
3.2. Alat dan Bahan................................................................................................. 26
3.2.1. Alat......................................................................................................... 26
3.2.2. Bahan...................................................................................................... 26
3.3. Prosedur Kerja.................................................................................................. 27
3.3.1. Pembuatan media Zarouk modifikasi....................................................27
3.3.2. Kultivasi Spirulina platensis metode Batch dan Kontinyu....................27
3.3.3. Penambahan Karbondioksida.................................................................28
3.3.4. Perhitungan jumlah filamen dan pemanenan Spirulina platensis.........28
3.3.5. Analisis proksimat..................................................................................29
3.3.5.1. Analisis kadar air.............................................................................29
3.3.5.2. Analisis kadar abu............................................................................29
3.3.5.3. Analisis kadar protein......................................................................30
3.3.5.4. Analisis kadar lemak........................................................................31
3.3.5.5. Analisis kadar karbohidrat...............................................................31
3.3.6. Penentuan kadar logam..................................................................................31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................33
4.1. Kurva pertumbuhan Spirulina platensis...........................................................33
4.2. Efesiensi penyerapan karbondioksida (CO2) oleh Mikroalga.........................36
4.3. Hubungan kerapatan sel Spirulina platensis dan Karbondioksida
yang terserap pada metode Batch.....................................................................38
4.4. Pengukuran kadar logam pada media Zarouk..................................................40
4.5. Komposisi kimia Spirulina platensis................................................................44
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................48
5.1. Kesimpulan....................................................................................................... 48
Halaman
5.2. Saran................................................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 49
LAMPIRAN............................................................................................................ 55
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Filamen Spirulina perbesaran 4 kali (Koleksi pribadi).......................6

Gambar 2. Kurva pertumbuhan mikroalga............................................................10

Gambar 3. Skema prinsip Spektrometer SSA.......................................................23

Gambar 4. Skema Gas Detektor (metode NDIR)..................................................25

Gambar 5. Kurva pertumbuhan sel Spirulina metode Batch................................34

Gambar 6. Kurva pertumbuhan sel Spirulina metode Kontinyu...........................35

Gambar 7. Gas karbondioksida yang terdeteksi Gas Analyzer.............................36

Gambar 8. Gas Karbondioksida yang terdeteksi dengan titrasi.............................37

Gambar 9. Korelasi kerapatan sel dengan gas karbondioksida..............................39


DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kandungan nutrisi Spirulina.....................................................................7

Tabel 2. Kandungan protein spirulina dibandingkan bahan pangan lainnya..........7

Tabel 3. Syarat mutu mikroalga sebagai bahan baku..............................................18

Tabel 4. Hasil panen Biomassa kering Spirulina platensis.....................................35

Tabel 5. Hubungan kerapatan sel dengan kadar gas CO2....................................... 38

Tabel 6. Kadar logam metode Batch dan Kontinyu................................................40

Tabel 7. Komposisi kimia Spirulina platensis........................................................44


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian....................................................................55

Lampiran 2. Foto kultivasi.................................................................................... 56

Lampiran 3. Foto pemanenan dan Spirulina kering.............................................57

Lampiran 4. Hasil pengamatan sistem batch........................................................58

Lampiran 5. Rata-rata kerapatan Sel Spirulina platensis.....................................59

Lampiran 6. Data Hasil Panen Spirulina platensis...............................................60

Lampiran 7. Hasil pengamatan sistem kontinyu...................................................61

Lampiran 8. Perhitungan analisis proksimat.........................................................62

Lampiran 9. Komposisi media Zarouk.................................................................64

Lampiran 10. Data hasil AAS Mn sebelum logam diserap Spirulina..................65

Lampiran 11. Data hasil AAS Mn setelah logam diserap Spirulina.....................66

Lampiran 12. Data hasil AAS Cu sebelum logam diserap Spirulina....................67

Lampiran 13. Data hasil AAS Cu setelah logam diserap Spirulina.......................68

Lampiran 14. Data hasil AAS Fe sebelum logam diserap Spirulina.....................69

Lampiran 15. Data hasil AAS Fe setelah logam diserap Spirulina.......................70

Lampiran 16. Data hasil AAS Co sebelum logam diserap Spirulina....................71

Lampiran 17. Data hasil AAS Co setelah logam diserap Spirulina.......................72

Lampiran 18. Data hasil AAS Zn sebelum logam diserap Spirulina.....................73

Lampiran 19. Data hasil AAS Zn setelah logam diserap Spirulina.......................74


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mikroalga merupakan mikroorganisme yang sangat banyak digunakan

dalam industri akuakultur, kesehatan, pakan maupun makanan. Satu diantara

Mikroalga yang banyak digunakan di dunia industri adalah Spirulina platensis

yang memiliki kandungan nutrisi seperti protein, asam lemak, vitamin dan

antioksidan yang tinggi. Spirulina platensis juga dapat dikonsumsi langsung oleh

manusia, seperti oleh orang-orang yang tinggal di danau Chad, Republik Chad,

Afrika dan di danau Texcoco, Meksiko yang menjadikannya sebagai makanan

tambahan/suplemen dan makanan tradisional (Belay, 2008).

Peningkatan penggunaan Spirulina platensis dalam berbagai bidang industri

mengakibatkan tingkat kebutuhan Spirulina platensis dari tahun ke tahun semakin

besar. Sangat penting dilakukan produksi Spirulina platensis dalam skala besar

yang memiliki kualitas tinggi dengan harga yang ekonomis sehingga memiliki

daya saing dipasaran.

Spirulina platensis merupakan alga hijau biru berfilamen yang sudah

banyak digunakan sebagai sumber pakan alami untuk pembenihan larva udang,

ikan dan krustase karena memiliki nilai nutrisi yang tinggi. Kandungan protein

Spirulina platensis adalah 60-70%, sekitar 85-95% dari protein tersebut dapat

dicerna dengan baik, sedangkan lemaknya cukup rendah yaitu 1,5-12% (Ciferri,

1983). Spirulina mengandung bermacam-macam vitamin seperti vitamin B1, B3,

1
B6, B12, pro vitamin A dan vitamin E (Venkataraman, 1983). Selain sebagai

pakan alami Spirulina banyak digunakan sebagai imunostimulan, obat-obatan,

kosmetik dan pewarna alam (Richmond dalam Borowitzka, 1988).

Kelimpahannya dialam disebagian besar perairan Indonesia terbatas (Sachlan,

1982), namun penggunaanya cukup luas maka perlu dilakukan kultur Spirulina

secara berkesinambungan.

Kandungan kimia Spirulina platensis bermanfaat bagi industri pangan,

pakan dan industri lainnya, namun media kultivasinya mahal. Nutrien dan umur

pemanenan merupakan faktor yang berpengaruh pada kandungan nutrisi alga

sehingga perlu dicari media yang lebih murah yaitu media modifikasi untuk

menumbuhkan mikroalga (Setyaningsih I, et al, 2013). Salah satu media kultivasi

murah yang bisa digunakan untuk kultur Spirulina adalah media Zarouk

modifikasi.

Media Zarouk merupakan media yang sudah umum digunakan untuk

kultivasi Spirulina sp. skala laboratorium, sehingga Spirulina sp. telah teradaptasi

untuk tumbuh dalam media tersebut. Pada penelitian Wimas daud (2015),

pertumbuhan Spirulina sp. Stabil dalam media kultivasi Zarouk, hal ini terjadi

sebab media Zarouk memiliki unsur hara makro dan mikro dengan perbandingan

yang telah distandarkan. Unsur hara mikro diantaranya Fe, Mn, Mg dan Cl

(Dianursanti et al., 2014).

Pertumbuhan mikroalga sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal berupa faktor genetik yang

sangat berpegaruh terhadap sifat-sifat pertumbuhannya. Faktor eksternal yang

2
meliputi ketersediaan unsur hara makro atau mikro, cahaya, suhu, tekanan

osmosis, pH air dan salinitas. Alga masih dapat bertahan hidup pada suhu 40 oC

tetapi tidak mengalami pertumbuhan, alga dapat tumbuh pada kisaran suhu 25-

30oC (Isnansetyo & Kurniastuty, 1995).

Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga adalah

karbondioksida, karbondioksida ini digunakan sebagai carbon source untuk

melakukan fotosintesis / metabolisme yang menunjang pertumbuhan mikroalga.

Proses penyerapan karbondioksida oleh mikroalga terjadi pada saat fotosintesis,

dimana karbondioksida digunakan untuk reproduksi sel-sel tubuhnya. Selain

karbondioksida, oksigen juga diperlukan untuk proses respirasi pada

mikroorganisme. Walaupun dari reaksi fotosintesis dihasilkan oksigen,

mikroorganisme tidak dapat berfotosintesis jika tidak terdapat cahaya sebagai

sumber energi sehingga diperlukan juga udara dari luar sebagai sumber oksigen

dalam proses respirasi (Tangguh, 2011). Nutrien merupakan salah satu faktor

yang berpengaruh pada komposisi biokimia alga. Kultur Spirulina yang sudah

dilakukan menggunakan pupuk Walne yang harganya mahal sehingga dicari

alternatif pupuk lain (Utomo et al., 2005). Salah satu nutrien yang bisa digunakan

untuk kultur Spirulina adalah pupuk Zarouk yang telah dimodifikasi. Berdasarkan

latar belakang tersebut maka dilakukan sebuah penelitian untuk mengetahui

pertumbuhan Spirulina platensis yang ditambahkan karbondioksida pada kultivasi

metode Batch dan untuk mengetahui kualitas Spirulina platensis yang dikultivasi

dalam media Zarouk modifikasi yang dilakukan secara kontinyu.


1.2. Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah pertumbuhan sel Spirulina platensis dalam media

Zarouk modifikasi pada metode Batch yang ditambahkan

karbondioksida?

2. Bagaimanakah kualitas Biomassa Spirulina platensis yang dihasilkan

dari kultivasi media Zarouk modifikasi pada metode Kontinyu?

3. Bagaimanakah perubahan kadar logam pada media Zarouk setelah

Kultivasi?

1.3. Hipotesis Penelitian

1. Pertumbuhan sel Spirulina platensis dipengaruhi oleh penambahan

Karbon dioksida pada kultivasi Batch

2. Media Zarouk modifikasi dapat menghasilkan Biomassa Spirulina

platensis yang memiliki kualitas baik

3. Kandungan logam pada media Zarouk setelah kultivasi Spirulina

platensis mengalami perubahan

1.4. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pertumbuhan sel Spirulina platensis dalam media Zarouk

modifikasi pada metode Batch yang ditambahkan Karbondioksida

2. Mengetahui kualitas Biomassa yang dihasilkan melalui metode

kontinyu

3. Mengetahui perubahan kadar logam media Zarouk setelah kultivasi

Spirulina platensis
1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu :

1. Memberikan informasi tentang penyerapan nutrisi dan karbondioksida

oleh Spirulina platensis

2. Memberikan informasi tentang proses pemanenan dan pengeringan

Spirulina platensis sampai menjadi Spirulina bubuk

3. Memberikan informasi tentang komposisi media Zarouk modifikasi

yang murah dan dapat menghasilkan kualitas komposisi kimia

Spirulina platensis yang baik.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mikroalga Spirulina platensis


Mikroalga atau ganggang adalah organisme perairan yang lebih dikenal

dengan fitoplankton (alga laut bersel tunggal). Organisme ini dapat melakukan

fotosintesis dan hidup dari nutrien anorganik serta menghasilkan zat-zat organik

dari CO2 melalui fotosintesis. Mikroalga mempunyai zat warna hijau daun

(pigmen) klorofil yang berperan pada proses fotosintesis dengan bantuan H2O,

CO2 dan sinar matahari untuk menghasilkan energi (Chalid, et al., 2010).

Gambar 1. Filamen Spirulina perbesaran 4 kali (Koleksi pribadi)

Menurut Vonshak dan Sanchez-Luna dalam Widianingsih (2008) kualitas

kandungan nutrien Spirulina sp. berkaitan dengan komposisi nutrien di media

kultur dan parameter kualitas airnya. Hal ini mengakibatkan nilai kandungan

nutrisi Spirulina pada suatu tempat dapat berbeda-beda. Kandungan nutrisi

Spirulina dari beberapa riset yang telah dilakukan dapat dilihat pada Tabel 1.

6
Tabel 1. Kandungan nutrisi Spirulina (% bobot kering)
FOI,
Komponen SAC, IPGSR, BAU,
France Thailand malaysia Bangladesh
Protein kasar 65 55-70 61 60
Karbohidrat 19 - 14 -
Lemak kasar 4 5-7 6 7
Serat kasar 3 5-7 - -
Abu 3-6 9 11
3
Kelembapan - 4-6 6 9
Nitrogen(NBE)
bebas 15-20 4 17
ekstrak -
Keterangan:
FOI : French Oil Institute
SAC : Siam Algae Co. Ltd
IPGSR : Institute Of Post-Graduate studies and Research Laboratory, University
Of Malaysia
BAU : Bangladesh Agricultural University

Spirulina platensis mengandung protein lengkap, mengandung semua

asam amino esensial, meskipun dengan kandungan metionin, sistin dan lisin

dalam jumlah yang sedikit. Protein pada Spirulina platensis dapat di bandingkan

dengan protein standar lain seperti pada daging, telur, atau susu serta kacang-

kacangan. Kandungan protein Spirulina dan bahan pangan lain sebagai

pembanding dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan protein spirulina dibandingkan bahan pangan lainnya


Jenis makanan Kandungan Protein (%)
Spirulina* 60-70
Daging dan ikan** 15-25
Ayam** 24
Kacang kedelai* 35
Susu bubuk* 35
Kacang-kacangan* 25
Telur** 12
Biji-bijian 14-18
Susu pada umumnya* 3
Keterangan:
* : dalam berat kering, ** : dalam berat basah (Kabinawa,2006)

7
Media untuk pertumbuhan mikroalga mengandung unsur-unsur hara.

Pertumbuhan mikroalga sangat berkaitan dengan ketersediaan hara makro dan

mikro. Hara makro antara lain N, P, K, S, Mg. Kondisi perairan alami, kandungan

makro nutrien nitrogen dan fosfat biasanya terbatas. Fosfor (P) biasanya terbatas

keberadaannya di perairan tawar dan nitrogen (N) dalam bentuk nitrat biasanya

terbatas di perairan laut. Kandungan nitrat di dalam kultur mikroalga biasanya

secara intensif bisa mencapai 100-1000 kali lebih tinggi daripada kondisi di alam

(Insan, 2011).

Pertumbuhan mikroalga sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal berupa faktor genetik yang

sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat pertumbuhannya. Faktor eksternal yang

meliputi ketersediaan unsur hara makro atau mikro, cahaya, suhu, tekanan

osmosis, pH air dan salinitas. Alga ini dapat tumbuh pada salinitas 0-3 ppt.

Salinitas 10-20 ppt merupakan salinitas optimum untuk pertumbuhannya. Alga

masih dapat bertahan hidup pada suhu 40oC tetapi tidak mengalami pertumbuhan,

kisaran suhu 25-30oC (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Pemanfaatan mikroalga

dalam bidang farmakologi meliputi antibakteri, antioksidan, antijamur, dan

antivirus (Chang et al., 1993).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga, di antaranya

faktor abiotik (cahaya matahari, temperatur, nutrisi, O2, CO2, pH, salinitas), faktor

biotik (bakteri, jamur, virus, dan kompetisi dengan mikroalga lain), serta faktor

teknik (cara pemanenan). Mikroalga dapat tumbuh dengan sangat cepat pada

kondisi iklim yang tepat. Umumnya, mikroalga menduplikasikan diri dalam


jangka waktu 24 jam atau bahkan 3,5 jam selama fase pertumbuhan eksponensial

(Handayani dan Ariyanti, 2012).

2.2. Pertumbuhan Mikroalga


Pertumbuhan mikroalga dalam kultur dapat ditandai dengan bertambah

besarnya ukuran sel atau bertambah banyaknya jumlah sel. Sampai saat ini

kepadatan sel digunakan secara luas untuk mengetahui pertumbuhan mikroalga

(Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Pertumbuhan mikroalga dalam kultur sangat

dipengaruhi oleh kondisi cahaya, suhu, aerasi dan nutrisi.

Pertumbuhan mikroalga dibagi dalam lima fase pertumbuhan, yaitu fase

lag, fase logaritmik atau eksponensial, fase penurunan laju pertumbuhan, fase

stasioner, dan fase kematian (Fogg, 1975). Kurva pertumbuhan mikroalga dapat

dilihat pada Gambar 2.

1) Fase lag
Fase ini ditandai dengan peningkatan populasi yang tidak nyata. Fase ini

disebut juga sebagai fase adaptasi karena sel mikroalga sedang beradaptasi

terhadap media tumbuhnya. Lamanya fase lag tergantung pada umur inokulum

yang dimasukkan. Sel-sel yang diinokulasikan pada awal fase log akan

mengalami fase lag yang singkat. Inokulum yang berasal dari kultur yang sudah

tua akan mengalami fase lag yang lama, karena membutuhkan waktu untuk

menyusun enzim-enzim yang tidak aktif. Ukuran sel pada fase lag ini pada

umumnya meningkat. Organisme mengalami metabolisme, tetapi belum terjadi

pembelahan sel sehingga kepadatan sel belum meningkat.


2) Fase logaritmik atau eksponensial
Fase ini diawali oleh pembelahan sel dan ditandai dengan naiknya laju

pertumbuhan hingga kepadatan populasi meningkat. Laju pertumbuhannya

meningkat dengan pesat dan selnya aktif berkembang biak. Ciri metabolisme pada

fase ini adalah tingginya aktivitas fotosintesis yang berguna untuk pembentukan

protein dan komponen-komponen penyusun plasma sel yang dibutuhkan dalam

pertumbuhan.

3) Fase penurunan laju pertumbuhan


Fase ini ditandai dengan penurunan laju pertumbuhan. Selain itu terjadi

penurunan pertambahan populasi per satuan waktu bila dibandingkan dengan fase

eksponensial sehingga fase ini disebut juga fase decline.

4) Fase stasioner
Pada fase ini, pertumbuhan mengalami penurunan dibandingkan fase

logaritmik. Laju reproduksi sama dengan laju kematian. Dengan demikian

penambahan dan pengurangan jumlah mikroalga relatif sama atau seimbang

sehingga kepadatannya tetap. Jumlah sel cenderung tetap diakibatkan sel telah

mencapai titik jenuh.

5) Fase kematian
Fase ini ditandai dengan kepadatan populasi selnya yang terus berkurang.

Gambar 2. Kurva pertumbuhan mikroalga (Becker, 1994).


2.3. Media Zarouk
Media ini umum digunakan untuk pertumbuhan mikroalga karena

memiliki efek yang baik bagi perkembangan mikroalga. Kelebihan media ini yaitu

sangat baik untuk pertumbuhan Spirulina maxima. Media Zarouk dapat digunakan

dengan menambahkan agar sebagai pemadat untuk kultur mikroalga. Media

pertumbuhan tersebut dapat disimpan pada suhu 4˚C dalam tabung reaksi dengan

keadaan miring (media miring) (Pandey, 2010). Pandey (2010) juga

menambahkan bahwa bahan-bahan yang terkandung dalam media Zarouk yaitu

terdiri dari sodium bikarbonat, dipotasium hidrogen fosfat, sodium nitrat,

Potassium sulfat, Sodium klorid, Magnesium sulfat, kalsium klorida, fero sulfat,

Etilen Diamin Tetra Asetat. Na dan A5 Solution (Boric acid, Mangan klorida,

Zink Sulfat, Sodium Molibdat, Copper Sulphate).

Beberapa larutan yang digunakan dalam pembuatan media kultur mikroalga

beserta fungsinya (Pratiwi, 2004) adalah:

a. NaHCO3 : mempercepat proses fotosintesis mikroalga

b. K2HPO4 : buffer untuk menstabilkan pH

c. NaNO3 : proses sintesis protein

d. MgSO4 : pembentukan klorofil dan reaksi enzimatis mikroalga

e. K2SO4 : katalisator yang mengaktifkan sejumlah enzim yang berperan

dalam respirasi dan fotosintesis untuk metabolisme alga

f. NaCl : memacu pemecahan oksidasi H2O dalam fotosintesis dan

mengendalikan tekanan osmotik dalam sel


g. CaCl2 : meningkatkan osmotik sel dan mencegah kehilangan air yang

tidak seimbang di dalam sel

h. FeSO4 : berperan penting dalam pembentukan klorofil, tetapi bukan

merupakan bagian dari molekul klorofil

i. EDTA : buffer larutan untuk menstabilkan Fe dalam klorofil

Media Zarouk merupakan media umum yang digunakan sebagai media

pertumbuhan Spirulina sp., Kelebihan media Zarouk adalah nutrien yang lengkap

untuk pertumbuhan Spirulina sp., dan media pro analisis yang umum digunakan

sehingga Spirulina sp. sangat adaptif tumbuh dalam media tersebut (Wimas daud,

2015).

2.4. Karbondioksida
Karbondioksida (CO2) atau zat asam arang adalah sejenis senyawa kimia

yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah

atom karbon. Ia berbentuk gas pada keadaan temperatur dan tekanan standar dan

hadir di atmosfer bumi. Kandungan karbondioksida di udara segar bervariasi

antara 0,03% (300ppm) sampai dengan 0,06% (600ppm) bergantung pada lokasi.

Karbondioksida adalah salah satu gas rumah kaca yang penting karena ia

menyerap gelombang inframerah dengan kuat (Daniel, 2003).

Molekul karbondioksida (O=C=O) mengandung dua ikatan rangkap yang

berbentuk linear. Pada suhu -78,51 oC, karbondioksida langsung menyublim

menjadi padat melalui proses deposisi. Bentuk padat karbondioksida biasa disebut

“es kering”. Fenomena ini pertama kali dipantau oleh seorang kimiawan perancis,
Charles Thilorier, pada tahun 1825. Es kering biasanya digunakan sebagai zat

pendingin yang lebih murah (Anonim, 2006).

Karbondioksida dihasilkan oleh semua hewan, tumbuh-tumbuhan, fungi

dan mikroorganisme pada proses respirasi dan digunakan oleh tumbuhan pada

proses fotosintesis. Tumbuh-tumbuhan mengurangi kadar karbondioksida

diatmosfer dengan melakukan fotosintesis, disebut juga sebagai asimilasi karbon,

yang menggunakan energi cahaya untuk memproduksi materi organik dengan

mengkombinasi karbondioksida dengan air. Oksigen bebas dilepaskan sebagai gas

dari penguraian molekul air, sedangkan hidrogen dipisahkan menjadi proton dan

elektron, dan digunakan untuk menghasilkan energi kimia melalui fotofosforilasi.

Energi ini diperlukan untuk fiksasi karbondioksida pada siklus Kalvin untuk

membentuk gula. Gula ini kemudian digunakan untuk pertumbuhan tumbuhan

melalui respirasi. Tumbuh-tumbuhan juga mengeluarkan CO2 selama pernapasan,

sehingga tumbuhan yang berada pada tahap pertumbuhan sajalah yang merupakan

penyerap bersih CO2. Sebagai contoh, hutan tumbuh akan menyerap berton-ton

CO2 setiap tahunnya, namun hutan matang akan menghasilkan CO 2 dari

pernapasan dan dekomposisi sel-sel mati sebanyak yang dia gunakan untuk

biosintesis tumbuhan. Walaupun demikian, hutan matang jugalah penting sebagai

buangan karbon. Membantu menjaga keseimbangan atmosfer bumi. Selain itu,

fitoplankton juga menyerap CO2 yang larut di air laut, sehingga mempromosikan

penyerapan CO2 dari atmosfer (Robert dan Kenneth, 2005).


Laju fotosintesis pada mikroalga yang diberi aerasi dengan CO2 akan

memacu sintesis karbohidrat. Karbohidrat yang berlebihan dalam sel mikroalga

akan dikonversi dalam bentuk total lipid (Norbawa et al., 2013).

Aerasi dalam kultur mikroalga sangat penting dilakukan untuk mencegah

terjadinya pengendapan sel dan untuk penyebaran nutrien secara merata sehingga

mikroalga dalam kultur mendapatkan nutrien yang sama, mencegah sratifikasi

suhu, serta meningkatkan pertukaran gas dari udara ke medium (Taw, 1990).

2.5. Fotosintesis

Fotosintesis adalah suatu proses biokimia yang dilakukan tumbuhan, alga

dan beberapa jenis bakteri untuk memproduksi energi terpakai (nutrisi) dengan

memanfaatkan energi cahaya. Hampir semua makhluk hidup bergantung dari

energi yang dihasilkan dalam fotosintesis. Akibatnya fotosintesis menjadi sangat

penting bagi kehidupan di bumi. Organisme yang menghasilkan energi melalui

fotosintesis (photos berarti cahaya) disebut sebagai fototrof. Fotosintesis

merupakan salah satu cara asimilasi karbon karena dalam fotosintesis karbon

bebas dari CO2 diikat (difiksasi) menjadi gula sebagai molekul penyimpan

energy. Cara lain yang ditempuh organisme untuk mengasimilasi karbon adalah

melalui kemosintesis, yang dilakukan oleh sejumlah bakteri belerang (Cleon dan

Frank, 1995).

Tumbuhan bersifat autotrof, autotrof artinya dapat mensintesis makanan

langsung dari senyawa anorganik. Tumbuhan menggunakan karbondioksida dan

air untuk menghasilkan gula dan oksigen yang diperlukan sebagai makanannya.
Energi untuk menjalankan proses ini berasal dari fotosintesis, dengan persamaan

reaksi sebagai berikut:

6H2O + 6CO2 + cahaya → C6H12O6(glukosa) + 6O2

Glukosa dapat digunakan untuk membentuk senyawa organik lain seperti selulosa

dan dapat pula digunakan sebagai bahan bakar. Proses ini berlangsung melalui

respirasi seluler yang terjadi baik pada hewan maupun tumbuhan. Secara umum

reaksi yang terjadi pada respirasi seluler berkebalikan dengan persamaan diatas.

Pada respirasi, gula (glukosa) dan senyawa lain akan bereaksi dengan oksigen

untuk menghasilkan karbondioksida, air dan energi kimia (Cleon dan Frank,

1995).

Tumbuhan menangkap cahaya menggunakan pigmen yang disebut

klorofil. Pigmen inilah yang memberi warna hijau pada tumbuhan. Klorofil

terdapat dalam organel yang disebut kloroplas. Klorofil menyerap cahaya yang

akan digunakan dalam fotosintesis. Meskipun seluruh bagian tubuh tumbuhan

yang berwarna hijau mengandung kloroplas, namun sebagian besar energi

dihasilkan di daun. Di dalam daun terdapat lapisan sel yang disebut mesofil yang

mengandung setengah juta kloroplas setiap millimeter perseginya. Cahaya akan

melewati lapisan epidermis tanpa warna dan yang transparan menuju mesofil,

tempat terjadinya sebagian proses fotosintesis. Permukaan daun biasanya dilapisi

oleh kutikula dari lilin yang bersifat anti air untuk mencegah terjadinya

penyerapan sinar matahari ataupun penguapan air yang berlebihan (Cleon dan

Frank, 1995).
2.6. Pencahayaan

Proses pencahayaan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu pencahayaan

kontinyu, terang gelap (fotoperiodesitas) dan pencahayaan dengan kenaikan

intensitas cahaya (alterasi). Selain tiga metode pencahayaan diatas , terdapat juga

pencahayaan dengan panjang gelombang tertentu dan pencahayaan dengan

intensitas tertentu. Spirulina sp. tahan terhadap intensitas cahaya matahari dalam

kultur skala lapang yang berkisar 150.000-350.000 lux, dengan lama pencahayaan

maksimum 3 jam (Kabinawa, 2006).

Mikroalga merupakan organisme autotrof yang mampu membentuk

senyawa organik dari senyawa anorganik melalui proses fotosintesis. Keberadaan

cahaya menentukan bentuk kurva pertumbuhan bagi mikroalga yang melakukan

fotosintesis. Cahaya matahari dapat diganti dengan sinar lampu TL dan kisaran

optimum intensitas cahaya bagi mikroalga antara 2000-8000 lux. Pada mikroalga

hijau, pigmen yang menyerap cahaya adalah klorofil a, disamping pigmen lain

seperti karotenoid dan xantofil (Tjahjo et al. 2002).

2.7. Nilai pH

pH didalam suatu perairan menjadi salah satu faktor penentu pada

kebanyakan proses alami, yang merupakan sebuah komponen kritis dalam dalam

sebuah sistem biologis dan memegang peranan penting dalam pengukuran

kualitas air.

Nilai pH dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti aktivitas biologis

misalnya fotosintesis dan respirasi organisme, suhu, serta mineral dalam perairan.

Berdasarkan perairan pemerintah nomor 82 tahun 2001 kriteria mutu air


didasarkan pada kelas-kelasnya. Perairan dengan pH 6-9 termasuk pada kelas I, II

dan III, perairan dengan pH 5-9 termasuk pada kelas IV. Pembagian kelas ini

didasarkan atas fungsi dari air itu sendiri. Kelas IV merupakan kelas yang dapat

digunakan untuk keperluan pertanian, usaha diperkotaan, industri dan pembangkit

listrik tenaga air. Berdasarkan pembagian kelas tersebut, maka perairan dengan

pH 5-9 termasuk perairan produktif untuk pertumbuhan alga. Kisaran normal pH

air untuk kehidupan algae berkisar antar 5-6. Nilai pH air dapat menurun karena

proses respirasi dan pembusukan zat-zat organik (Mulia .R, 2005).

2.8. Suhu

Suhu secara langsung mempengaruhi efesiensi fotosintesis dan faktor yang

menentukan dalam pertumbuhan. Pada kondisi laboratorium, perubahan suhu air

dipengaruhi oleh temperatur ruangan dan intensitas cahaya. Suhu optimum untuk

kultur mikroalga di laboratorium antara 25-32 oC (Fogg, 1975). Kenaikan

temperatur akan meningkatkan kecepatan reaksi. Umumnya setiap kenaikan 10 oC

dapat mempercepat reaksi 2-3 kali lipat. Akan tetapi, temperatur tinggi yang

melebihi temperatur maksimum akan menyebabkan proses metabolisme sel

terganggu (Andri, 2008).

2.9. Analisis Proksimat


Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui komponen utama dari

suatu bahan. Untuk makanan, komponen utama umumnya terdiri dari kadar air,

kadar abu, karbohidrat, protein serta lemak (Hui, 2006). Analisis ini menjadi perlu

untuk dilakukan karena menyediakan data kandungan utama dari suatu bahan

makanan. Faktor lain adalah karena analisis proksimat dalam makanan berkenaan
dengan kadar gizi dari bahan makanan tersebut. Kadar gizi perlu diketahui karena

berhubungan dengan kualitas makanan tersebut. Selain itu, analisis proksimat

umumnya tidak mahal dan relatif mudah untuk dilakukan (Ensminger, 1994).

Tabel 3. Syarat mutu mikroalga sebagai bahan baku


No. Tujuan industry Karakteristik kimiawi
1. Pangan dan Pakan (Food & Feed) Protein 20-50%
2. Bio-diesel Lemak 8-50%
3. Bio-etanol Karbohidrat 20-50%
(Ben-Amotz, 2009)

2.10. Penentuan Kadar Protein Dengan Metode Kjeldahl


Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan

nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen.

Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan

makanan secara tidak langsung karena senyawa yang dianalisisnya adalah kadar

nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan faktor konversi

6,25 diperoleh nilai protein dalam bahan makanan tersebut. Penentuan kadar

protein dengan metode ini mengandung kelemahan karena adanya senyawa lain

yang bukan protein yang mengandung N akan tertentukan sehingga kadar protein

yang diperoleh langsung dengan cara kjeldahl ini sering disebut dengan kadar

protein kasar/crude protein (Sudarmadji, 1989).

Berlangsung tiga tahap :

a. Tahap Destruksi

Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga

terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon (C) dan hidrogen (H)
teroksidasi menjadi karbon monoksida (CO), karbondioksida (CO 2), dan air

(H2O). Elemen Nitrogen akan berubah menjadi amonium sulfat. Banyaknya asam

sulfat yang digunakan untuk destruksi diperhitungkan terhadap kandungan

protein, karbohidrat dan lemak. Untuk mempercepat destruksi maka ditambahkan

katalisator. Dengan penambahan katalisator, maka titik didih asam sulfat akan

dipertinggi sehingga proses destruksi akan berjalan lebih cepat. Katalisator yang

digunakan yaitu campuran Selenium yang dapat mempercepat proses oksidasi dan

juga dapat menaikkan titik didih asam sulfat. Proses destruksi diakhiri jika larutan

telah menjadi warna hijau jernih. Reaksi yang terjadi pada proses destruksi:

(meloan, 1987)

b. Tahap destilasi
Pada tahap destilasi, amonium sulfat dapat dipecah menjadi amonia, yaitu

dengan penambahan larutan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Amonia yg

dibebaskan ditangkap oleh larutan asam. Asam yg dapat dipakai adalah H2SO4.

Agar kontak antara larutan asam dengan amonia berjalan sempurna, maka ujung

selang pengalir destilat harus tercelup kedalam larutan asam. Destilasi diakhiri

jika semua amonia sudah terdestilasi sempurna menggunakan indikator mengsel

sebagai indikator penunjuk. Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi yaitu :
c. Tahap titrasi
Apabila penampung destilat yang digunakan adalah larutan asam sulfat,

maka sisa asam sulfat yang tidak bereaksi dengan amonia dititrasi dengan NaOH

0,025 N menggunakan indikator mengsel (indikator campuran metil red dan metil

blue). Selisih jumlah titrrasi sampel dan blanko merupakan jumlah nitrogen.

Setelah diperoleh % N selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan

mengalikan % N dengan suatu faktor konversi. Besarnya faktor konversi nitrogen

tergantung pada persentase nitrogen yang menyusun protein dalam bahan pangan

yg dianalisa tersebut. Reaksi yang terjadi pada tahap titrasi ini yaitu:

NH3 + H2SO4 → (NH4)2SO4


Kelebihan H2SO4 + 2NaOH → Na2SO4 + 2H2O
(Sudarmadji, 1989)

Dasar perhitungan penentuan protein menurut Kjeldahl adalah berdasarkan

hasil penelitian yang menyatakan bahwa umumnya protein mengandung rata-rata

16 % N dalam protein murni. Apabila jumlah N dalam bahan telah diketahui,

maka jumlah protein dihitung dengan mengalikan jumlah N dengan 100/16 (N x

6,25). Sedangkan untuk protein-protein tertentu yang telah diketahui

komposisinya dengan tepat, maka faktor konversi yang lebih tepat yang dipakai.

2.11. Penentuan kadar lemak dengan metode Sokletasi

Lemak disebut juga lipid, adalah suatu zat yang kaya akan energi,

berfungsi sebagai sumber energi yang utama untuk proses metabolisme tubuh.

Lemak yang beredar didalam tubuh diperoleh dari dua sumber yaitu dari makanan
dan hasil produksi organ hati, yang disimpan didalam sel-sel lemak sebagai

cadangan energi (Hermanto et al., 2012).

Fungsi lemak adalah sebagai sumber energi, pelindung organ tubuh,

pembentukan sel, sumber asam lemak esensial, alat angkut vitamin larut lemak,

menghemat protein, member rasa kenyang dan kelezatan, sebagai pelumas dan

memelihara suhu tubuh. Sebagian besar lemak dan minyak di alam terdiri atas 98-

99% trigliserida. Trigliserida adalah suatu ester gliserol, trigliserida terbentuk dari

3 asam lemak dan gliserol. Apabila terdapat satu asam lemak dalam ikatan dengan

gliserol maka dinamakan monogliserida. Fungsi utama trigliserida adalah sebagai

zat energi, lemak disimpan di dalam tubuh dalam bentuk trigliserida (Hermanto et

al., 2012).

Sokhlet biasa digunakan dalam pengekstraksian lemak pada suatu bahan

makanan. Metode sokhlet ini dipilih karena pelarut yang digunakan lebih sedikit

(efisiensi bahan) dan larutan sari yang dialirkan melalui sifon tetap tinggal dalam

labu, sehingga pelarut yang digunakan untuk mengekstrak sampel selalu baru dan

meningkatkan laju ekstraksi, waktu yang digunakan lebih cepat. Kerugian metode

ini ialah pelarut yang digunakan harus mudah menguap dan hanya digunakan

untuk ekstraksi senyawa yang tahan panas (Harper, 1979).

Sampel yang sudah dihaluskan, ditimbang dan kemudian dibungkus

dengan kertas saring atau ditempatkan dalam thimble (selongsong tempat sampel),

di atas sampel ditutup dengan kapas. Kertas saring ini berfungsi untuk menjaga

tidak tercampurnya bahan dengan pelarut lemak secara langsung. Pelarut dan

bahan tidak dibiarkan tercampur secara langsung agar bahan-bahan lain seperti
fosfolipid, sterol, asam lemak bebas, pigmen karotenoid, klorofil dan lain-lain

tidak ikut terekstrak sebagai lemak. Hal ini dilakukan agar hasil akhir dari

penentuan kadar lemak ini lebih akurat. Selanjutnya labu kosong diisi butir batu

didih. Fungsi batu didih ialah untuk meratakan panas. Setelah dikeringkan dan

didinginkan, labu diisi dengan pelarut anhydrous (Lucas, 1949).

2.12. Spektrometri Serapan Atom (SSA)

Teknik anlalisa dengan menggunakan spektrometri serapan atom oleh

Welsh dari Australia pada tahun 1955. Teknik analisa ini didasarkan atas

penguraian molekul menjadi atom (atomisasi) dengan energi dari api atau arus

listrik. Sebagian besar atom akan berada pada tingkat dasar, dan sebagian kecil

(tergantung suhu) yang tereksitasi akan memancarkan cahaya dengan panjang

gelombang yang khas untuk atom tersebut ketika kembali ke tingkat dasar. Setiap

alat spektrometri atom akan mencakup dua komponen utama sistem introduksi

sampel dan sumber (source) atomisasi (Khopkar, 1990).

Untuk kebanyakan instrument sumber atomisasi ini adalah nyala dan

sampel di introduksikan dalam bentuk larutan. Sampel masuk ke nyala dalam

bentuk aerosol. Aerosol biasanya dihasilkan oleh Nebulizer (pengabut) yang

dihubungkan ke nyala oleh ruang penyemprot (chamber spray). Ada banyak

variasi nyala yang telah dipakai bertahun-tahun untuk spektrometri atom. Namun

demikian, yang saat ini menonjol dan dipakai secara luas untuk pengukuran

analitik adalah udara-asetilen dan nitrous oksida- asetilen. Dengan kedua jenis

nyala ini, kondisi analisis yang sesuai untuk kebanyakan analit (unsur yang
dianalisis) dapat ditentukan dengan menggunakan metode-metode emisi, aborbsi

dan juga fluoresensi.

Sumber Nyala Nebulizer Monokromator Detektor


Radiasi

Recorder

Gambar 3. Skema Spektrometer SSA (H, Sumar, dkk. 1994)

a. Sumber radiasi

Sumber cahaya yang banyak digunakan adalah lampu katoda berongga,

tabung yang bermuatan gas sumber radiasi yang banyak adalah sumber radiasi

yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Memancarkan intensitas sinar dengan pita radiasi yang sempit

2. Tidak mengabsorbsi sendiri

3. Tidak ada background yang kontinyu

Hallow Cathode Lamp terdiri dari katoda cekung yang silindris yang terbuat dari

unsur yang sama dengan yang akan dianalisisdan anoda yang terbuat dari

tungsten. Dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulia memijar

dan atom-atom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikan. Atom akan

tereksitasi kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu

(khopkar, 1990).

b. Nyala

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan

menjadi bentuk uap atomnya, dan berfungsi untuk atomisasi. Nyala udara–asetilen
biasanya menjadi pilihan untuk analisis menggunakan AAS, temperatur nyala-nya

yang lebih rendah mendorong terbentuknya atom netral dengan nyala yang kaya

bahan bakar pembentukan oksida dari banyak unsure dapat diminimalkan.

c. Nebulizer

Alat ini berfungsi untuk mengubah unsur dalam larutan sampel menjadi

kabut dimana akan dilakukan pengukuran absorbsi. Proses yang terjadi dalam

atomisasi secara umum adalah:

1. Nebulasi yaitu pengubahan cairan kedalam bentuk kabut aerosol.

2. Pemisahan titik-titik kabut sesuai dengan panjang gelombang sampel,

pencampuran kabut dengan gas memasukkannya kedalam burner.

d. Monokromator

Monokromator mempunyai fungsi pengisolasi sinar yang diperlukan (λ

tertentu) dari sinar yang dihasilkan oleh lampu katoda, jadi bila ada beberapa

panjang gelombang cahaya maka akan dilewatkan ke detektor yang hanya cahaya

tertentu saja sedangkan yang lain diserap atau ditiadakan. Dalam

Spektrofotometer Serapan Atom, sistem optik dimasukkan untuk mengumpulkan

cahaya dari sumbernya dilewatkan ke sampel kemudian ke monokromator.

e. Detektor

Detektor adalah alat yang digunakan untuk mengamati dan melaksanakan

semua pengukuran cahaya alat tersebut mengubah energi cahaya menjadi energi

listrik sehingga pengukuran menjadi lebih mudah. Detektor yang dipakai pada

SSA umumnya adalah Photomultiplier tube. Photomultiplier tube menghasilkan


sinyal listrik sebanding dengan intensitas cahaya pada panjang gelombang yang

telah dipindahkan oleh monokromator.

f. Recorder

Merupakan sistem pencatat hasil. Hasil pembacaan dapat berupa angka

atau berupa kurva yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi.

2.13. Prinsip Deteksi CO2 Metode NDIR (Non Dispersive Infrared)

Sinar infared diemisikan dari sumber cahaya yang melalui sel pengukur

(measuring cell) dan melewati photo filter yang dapat dilewati oleh gelombang

serapan gas CO2 menuju sensor infrared. Jumlah sinar infrared yang terukur oleh

sensor infrared inilah yang terukur sebagai konsentrasi gas CO2.

Gambar 4. Skema Gas Detektor (Metode NDIR)


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan bulan September 2014 sampai Juni 2015 di

Balai Teknologi Lingkungan, Lab Geostech BPPT Puspiptek Serpong-Tangerang

Selatan.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat yang digunakan dalam metode ini adalah seperangkat alat gelas, hand

tally counter, oven, cawan porselin, batang pengaduk, selang, neraca analitik,

aerator, batu aerator, flowmeter, luxmeter, gas analyzer riken RX 515, kertas

saring, plastik, gunting , keran, aluminium foil, sedgewick rafter, plankton net 25

mikron, botol vial, termometer, pH meter, pH indikator, mikroskop olympus,

galon kapasitas 10 liter, seperangkat alat destilasi, labu Kjeldahl, alat sokletasi,

cawan petri, desikator, tanur dan AAS ITI SHIMADZU MODEL AA-6800.

3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan adalah Spirulina platensis yang diambil dari

Laboratorium Balai Teknologi Lingkungan, gas karbondioksida dalam tabung,

aquades, indikator PP, indikator Conway, H2SO4 0,02N, NaOH teknis, HCl 0,05

N, H3BO3 2%, NaOH 30%, boraks, media Zarouk modifikasi yang terdiri dari:

vitamin B kompleks, NaHCO3, KH2PO4, NaNO3, MgSO4, K2SO4, Ca(NO3)2,

NaCl, CoCl2, FeSO4, CuSO4, Na2SO4, NaMoO4, KCl, H3BO3, ZnSO4 dan MnSO4.

26
3.3. Prosedur Kerja

3.3.1. Pembuatan Media Zarouk Modifikasi

Komposisi media Zarouk untuk 1 L: NaHCO 3 16,8 g ; KH2PO4 0,5 g,

NaNO3 2,5 g ; MgSO4 0,2 g ; Na2SO4 1 g ; KCl 2 g ; CoCl2 0,01 mg; FeSO4 0,01 g

; Ca(NO3)2 0,045 g ; H3BO3 2,86 mg ; MnSO4 1,81 mg ; ZnSO4 0,22 mg ;

NaMoO4 0,01 mg ; CuSO4 0,08 mg dan vitamin B kompleks 0,5 g. Komposisi

bahan kimia diatas dicampurkan, setelah tercampur dimasukkan kedalam 1 Liter

air ledeng, lalu diaduk hingga homogen. Setelah homogen, pH nya diatur menjadi

pH 9 dengan menambahkan NaOH teknis.

3.3.2. Kultivasi Spirulina platensis metode batch dan kontinyu

Penelitian ini menggunakan dua metode, yakni metode batch dan metode

kontinyu. Pada metode batch, media Zarouk sebanyak 2 liter dimasukkan kedalam

gelas ukur (ukuran 2 liter) yang telah diselubungi plastik transparan. Kemudian

kedalam plastik ditambahkan gas karbondioksida sebanyak 14,8% (setara dengan

148 g/l), selanjutnya ditambahkan Spirulina platensis sebanyak 200 ml, kultivasi

dilakukan menggunakan cahaya matahari. Pada metode batch, pemberian nutrisi

dilakukan hanya 1 (satu) kali. Pengambilan sampel dilakukan 3 (tiga) kali dalam

sehari, pada saat pengambilan sampel dilakukan pengecekan suhu, intensitas

cahaya, gas karbondioksida yang tersisa, karbondioksida terlarut dan kepadatan

filamennya.

Metode kontinyu, media Zarouk sebanyak 8 liter dimasukkan kedalam

galon (ukuran 10 liter), wadah kultivasi dibiarkan terbuka. Kemudian

ditambahkan mikroalga Spirulina platensis sebanyak 2 liter. Pemanenan

27
dilakukan 10 hari sekali, proses pemanenan dilakukan dengan menyaring 8 liter

media yang bercampur dengan mikroalga, lalu mengembalikannya lagi kegalon.

Masukkan 1 liter media Zarouk yang baru dibuat selanjutnya masukkan kembali 2

liter media Zarouk yang bercampur dengan Mikroalga.

3.3.3. Penambahan Karbondioksida

Penambahan karbondioksida dilakukan dengan cara mengambil gas

karbondioksida murni dari tabung gas kemudian dimasukkan kedalam plastik

transparan lalu dimasukkan kedalam wadah yang diselubungi plastik, selanjutnya

ditambahkan udara luar untuk mengencerkan gas karbondioksida sampai didapat

gas karbondioksida 14,8% (setara dengan 148 g/l). Penambahan karbondioksida

hanya dilakukan pada sistem Batch, yaitu pada wadah yang diselubungi plastik.

Setiap hari dilakukan 3 kali pengecekan gas karbondioksida dengan menggunakan

gas analyzer, karbondioksida terlarut diukur dengan metode titrimetri dan

pengecekan filamen dengan menggunakan mikroskop. Pengecekan dilakukan

sebanyak 3 kali dalam sehari pada jam 08.30, 11.30 dan 14.30.

Pada metode kontinyu tidak dilakukan penambahan karbondioksida,

karbondioksida langsung didapat dari lingkungan sekitar, pengecekkan filamen

dilakukan setiap hari setiap jam 14.30.

3.3.4. Perhitungan jumlah filamen dan pemanenan Spirulina platensis

Jumlah filamen didapat dengan cara mengambil sampel sebanyak 1 ml

kemudian diteteskan diatas sedgewick rafter dilihat menggunakan mikroskop lalu

dihitung jumlah filamen Spirulina platensis yang terlihat dengan Hand Tally
Counter.
Pemanenan Spirulina platensis dilakukan pada hari ke 10, dimana

pertumbuhan Spirulina platensis berada dalam fase log. Pemanenan dilakukan

dengan menggunakan Plankton net 20 µm, setelah itu biomassa yang dihasilkan

ditimbang berdasarkan berat basahnya (biomassa basah) kemudian biomassa

dioven selama 24 jam pada suhu 60oC, selanjutnya ditimbang sampai didapatkan

berat kering yang konstan (biomassa kering).

3.3.5. Analisis Proksimat

Analisis proksimat dilakukan pada bubuk Spirulina platensis untuk

mengetahui kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan kadar

karbohidrat yang terkandung dalam Spirulina platensis bubuk.

3.3.5.1. Analisis kadar Air (AOAC, 1995)

Cawan porselen dikeringkan terlebih dahulu kira-kira 1 jam dalam oven

pada suhu 105 oC, lalu didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sampel

ditimbang sebanyak 2-3 gram, dimasukkan ke dalam cawan kemudian

dikeringkan dalam oven selama 4-6 jam pada suhu 105 oC. Cawan tersebut

didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Perhitungan kadar air dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

Keterangan : z = Berat sampel (gram)


x = Berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan (gram)
y = Berat (cawan + sampel) setelah dikeringkan (gram).

3.3.5.2. Analisis kadar Abu (AOAC, 1995)

Sampel ditimbang sebanyak 2-3 gram dan dimasukkan ke dalam cawan


porselen yang telah diketahui beratnya. Setelah itu diarangkan di atas nyala
pembakar sampai tidak berasap lagi lalu dimasukkan ke dalam tanur listrik
o
dengan suhu 400-600 C sampai pengabuan sempurna. Kemudian diangkat dan

didinginkan dalam desikator lalu ditimbang sampai konstan. Penentuan kadar abu

dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan :
B = Berat sampel (gram)
B1 = Berat (sampel + cawan) sesudah diabukan
B2 = Berat cawan kosong (gram).

3.3.5.3. Analisis kadar Protein (Sudarmaji, et al., 1996)

Sampel ditimbang sebanyak 0,5 gram dimasukkan kedalam labu kjedahl

100 ml, ditambahkan ±1 gram campuran selenium dan 10 ml H2SO4 pekat

kemudian dihomogenkan. Lalu didestruksi dalam lemari asam sampai jernih,

bahan dibiarkan dingin kemudian dituangkan kedalam labu ukiur 100 ml sambil

dibilas dengan aquadest. Dibiarkan dingin kemudian ditambahkan aquadest

sampai tanda tera. Disiapkan penampung yang terdiri dari 10 ml HBO3 2%

tambahkan 4 tetes larutan indikator dalam Erlenmeyer 100 ml. lalu dipipet 5 ml

NaOH 30% dan 100 ml aquadest, di suling hingga volume penampung menjadi

kurang lebih 50 ml. Dibilas ujung penyuling dengan aquadest kemudian

ditampung bersama isinya. Selanjutnya, dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N,

perhitungan kadar protein dilakukan sebagai berikut:

% Kadar Protein = Kadar N x Faktor Konversi


3.3.5.4. Analisis Kadar Lemak (SNI 01-2891-1992)

Sampel sebanyak 1 - 2 gram dimasukkan dalam selongsong kertas yang

dialasi dengan kapas. Selongsong kertas disumbat dengan kapas dan dikeringkan

dengan oven pada suhu tidak lebih dari 80oC selama ±1 jam. Kemudian

dimasukkan kedalam sokhlet yang telah dengan labu lemak berisi batu didih yang

telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Ekstrak dengan heksan atau

pelarut lemak lainnya selama ±6 jam. Disulingkan heksan dan dikeringkan ekstrak

lemak dalam oven pengering pada suhu 105 oC, dinginkan lalu ditimbang. Ulangi

pengeringan ini hingga tercapai bobot tetap. Perhitungan kadar lemak:

Keterangan :
W2 = Berat sampel (gram)
W1 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)
W = Berat labu lemak dengan lemak (gram)

3.3.5.5. Kadar Karbohidrat (Winarno, 1997)

Analisis kadar karbohidrat dilakukan secara by difference, yaitu hasil

pengurangan dari 100 % dengan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar

lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya.

Analisis kadar karbohidrat menggunakan rumus:

Kadar Karbohidrat = 100 % - (kadar air+kadar abu+kadar protein+kadar lemak)

3.3.6. Penentuan Kadar Logam

Penentuan kadar logam dilakukan dua kali yaitu pada awal ketika media

belum tercampur dengan mikroalga dan diakhir ketika mikroalga sudah


mengalami fase stasioner. Logam yang diuji yaitu: Mn (Mangan), Zn (seng), Co
(Cobalt), Fe (Besi) dan Cu (tembaga). Sebelum dilakukan pengujian, sampel

sebanyak 30 ml ditambahkan HNO3 pekat sebanyak 5 ml kemudian dilakukan

pemanasan selama 30 menit lalu didinginkan dan dianalisa dengan AAS ITI

SHIMADZU MODEL AA-6800.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kurva Pertumbuhan Spirulina platensis

Pertumbuhan Spirulina platensis megikuti pola pertumbuhan normal, yaitu

melalui fase lag, fase eksponensial, fase stasioner, fase penurunan pertumbuhan dan

fase kematian (Gambar 2). Pada fase awal terjadi pertumbuhan yang lambat karena

alokasi energi dipusatkan untuk penyesuaian diri terhadap media kultur dan untuk

pemeliharaan sehingga hanya sebagian kecil bahkan tidak ada energi yang digunakan

untuk pertumbuhan (Utomo et al., 2005). Pada penelitian pendahulu (Utomo et al.,

2005) fase pertumbuhan terjadi setelah hari ke-3 sedangkan pada penelitian yang

dilakukan pada hari ke-4 terjadi pertumbuhan yang sangat cepat yang ditandai dengan

meningkatnya jumlah sel pada populasi. Setelah pertumbuhan sel mencapai puncak,

maka tidak terjadi penambahan jumlah sel lagi karena laju pertumbuhan seimbang

dengan laju kematian (fase stasioner). Fase berikutnya adalah penurunan

pertumbuhan yang ditandai dengan menurunnya jumlah sel. Pertumbuhan populasi

terus berkurang seiring dengan waktu kultur dan laju kematian lebih tinggi dari laju

pertumbuhan (fase kematian).

33
Gambar 5. Kurva Pertumbuhan Sel Spirulina platensis Metode Batch dengan
Kerapatan awal 3.485 sel/ml
Kandungan nutrien di awal kultivasi masih tinggi sehingga dapat

dimanfaatkan oleh populasi alga dengan baik untuk reproduksi dan pertumbuhan

yang ditandai dengan peningkatan jumlah sel. Jumlah populasi meningkat namun

tidak ada penambahan nutrien, sedangkan pemanfaatan nutrien oleh alga terus

berlanjut (Round, 1973) sehingga terjadi persaingan antar alga yang menyebabkan

terjadinya penurunan pertumbuhan. Peningkatan populasi alga menyebabkan

berkurangnya nutrien dengan cepat sehingga terjadi penurunan laju pertumbuhan.

Penurunan laju pertumbuhan terjadi pada hari ke-15 dengan jumlah kerapatan sel

19.817 sel/ml. Selain itu adanya bayangan populasi dari selnya sendiri (Self shading)

juga menyebabkan berkurangnya intensitas cahaya yang diserap sehingga dapat

mengakibatkan kematian (Fogg, 1975). Jumlah populasi tertinggi dicapai pada hari ke-

14 dengan kerapatan sel 21.723 sel/ml.

34
Gambar 6. Kurva Pertumbuhan sel Spirulina platensis Metode Kontinyu dengan
kerapatan awal 3.86x103 sel/ml

Pola pertumbuhan sel Spirulina platensis hanya terjadi fase logaritmik

(Gambar 6), pemanenan dilakukan pada saat fase logaritmik yakni pada hari ke-10,

20, 30, 40, 50 dan 60. Data biomassa kering Spirulina platensis terlihat pada tabel. 4

Tabel 4. Hasil Panen Biomassa Kering Spirulina platensis

Biomassa kering Spirulina


Panen Ke- platensis (g)
1. 0,9749
2. 2,0830
3. 2,5979
4. 2,1374
5. 1,6823
6. 1,7459
Total 11,2214

Total keseluruhan hasil pemanen biomassa kering Spirulina platensis adalah

11,2214 gram dari pemanenan 110 liter. Hasil panen tertinggi diperoleh pada saat
panen ketiga hal ini dikarenakan pada hasil panen ketiga diduga nutrisi dapat tersebar

secara merata sehingga tidak ada endapan yang menghasilkan banyak kontaminan.

4.2. Efisiensi Penyerapan Karbondioksida (CO 2) oleh Mikroalga Pada

Metode Batch

Karbondioksida dibutuhkan untuk proses fotosintesis, peningkatan

konsentrasi karbondioksida akan memberikan respon yang lebih baik pada mikroalga

dan akan meningkatkan pertumbuhan mikroalga. Dibawah tersaji data sistem batch

Gas Karbondioksida yang terdeteksi Gas Analyzer terlihat (gambar 7) dan

Karbondioksida yang terlarut dalam media yang terdeteksi dengan titrasi (gambar 8).

Gambar 7. Gas Karbondioksida yang terdeteksi Gas Analyzer

Gas karbondioksida semakin berkurang dari hari ke-1 sampai hari ke-20

(Gambar 7). Konsentrasi karbondioksida awal yang dimasukkan kedalam plastik

adalah sebesar 148 g/L. Pada hari ke-20 dan seterusnya konsentrasi gas

karbondioksida didalam plastik stabil pada konsentrasi 0,6 g/L, konsentrasi ini tetap
stabil sampai mikroalga mati. Kematian ditandai dengan memisahnya mikroalga

dengan air.

Gambar 8. Gas Karbondioksida yang terdeteksi dengan titrasi

Gas karbondioksida yang terlarut dalam media Zarouk modifikasi, selama 20

hari waktu kultivasi semakin meningkat (Gambar 8). Hal ini terjadi karena

keterlarutan karbondioksida kedalam media membutuhkan waktu, semakin lama

karbondioksida semakin larut didalam media. Semakin banyak CO 2 yang diumpan

dan larut kedalam media kultivasi maka akan semakin banyak CO 2 yang diserap oleh

Spirulina untuk berfotosintesis. Hasil dari fotosintesis tersebut adalah karbohidrat

yang merupakan sumber utama dari mikroalga (Rostika, 2011). Fotosintesis pada

mikroalga lebih efektif dibandingkan dengan tumbuhan, hal ini dikarenakan adanya

pigmen-pigmen lain (Al-Hadabi, 2012). Adapun persamaan reaksi fotosintesis

adalah:

6H2O + 6CO2 + cahaya → C6H12O6(glukosa) + 6O2


4.3. Hubungan Kerapatan sel Spirulina platensis dan kadar CO2 yang

terserap Pada Metode Batch

Semakin banyak karbondioksida yang diumpan kedalam kultur maka semakin

banyak karbondioksida yang diserap oleh Spirulina platensis untuk berfotosintesis.

Hasil dari fotosintesis tersebut adalah karbohidrat yang merupakan sumber utama dari

mikroalga (Rostika, 2011).

Tabel 5. Hubungan kerapatan sel dengan kadar gas karbondioksida

Hari Kerapatan Sel (sel/ml) Gas Karbondioksida (g/l)


1 3.485 148
2 3.647 86,67
3 4.300 53
4 5.397 31
5 12.950 8,7
6 13.890 6,1
7 15.840 4,53
8 14.093 3,9
9 14.467 3,2
10 16.487 1,9
11 16.950 1,8
12 19.270 1,7
13 20.547 1,6
14 21.723 1,4
15 19.817 1,1
16 16.647 1,0
17 16.027 0,9
18 12.160 0,8
19 8.240 0,7
20 8.127 0,6
Gambar 9. Korelasi Kerapatan sel dengan Gas karbondioksida

Gas karbondioksida dalam plastik semakin berkurang seiring dengan

meningkatnya jumlah filamen Spirulina platensis. Karbondioksida yang diberikan

kedalam kultur pun tidak boleh berlebih karena dapat meracuni kultur dan

menyebabkan turunnya pH, hal ini mengakibatkan pertumbuhan spirulina menjadi

terhambat sehingga dapat mengurangi filamen dan biomassa akhir yang dihasilkan.\

Korelasi antara kerapatan sel dengan kadar karbondioksida didapatkan nilai

R2 0.490 (Gambar 9). Nilai koefisien korelasi yang didapat akar dari 0,490 adalah

0.7, menurut Sudjana (1982) yang dikutip dalam Anggraeni (2008) nilai koefisien

korelasi antara 0.60 – 0.799 korelasinya kuat. Dapat disimpulkan semakin

berkurangnya kadar karbondioksida berpengaruh terhadap meningkatnya kerapatan

sel Spirulina platensis.


4.4. Pengukuran Kadar Logam pada Medium Zarouk

Pengukuran kadar logam pada penelitian ini yaitu (Zn, Co, Fe, Cu dan Mn).

Penambahan nutrisi ini dilakukan hanya sekali yaitu diawal untuk metode batch dan

untuk metode kontiyu penambahan nutrisi diawal kemudian disaat mengalami

penurunan jumlah sel Spirulina platensis (± 10 hari). Pengukuran ini dilakukan pada

saat awal dan akhir untuk metode batch serta metode kontiyu.

Tabel 6. Kadar logam Metode Batch dan Kontinyu (awal dan akhir)

Metode Batch
Awal Akhir AwalMetode Kontinyu
Akhir
Logam
Zn 0.54 0.06 0.07 0.04
Co < 0.005 < 0.005 < 0.005 < 0.005
Fe 1.4 0.41 0.55 0.29
Cu 0.01 0.01 0.03 Tidak terdeteksi
Mn 0.60 < 0.004 0.14 0.10

Nutrisi yang diperlukan alga dalam jumlah besar adalah karbon, nitrogen,

fosfor, sulfur, natrium, magnesium, kalsium. Sedangkan unsur hara yang dibutuhkan

dalam jumlah relatif sedikit adalah besi (Fe), tembaga (Cu), mangan (Mn), seng (Zn),

silikon (Si), boron (B), molibdenum (Mo), vanadium (V) dan kobalt (Co) (Chumadi

et al., 1992).

Logam berat dapat dibagi menjadi dua kelompok, logam berat essensial dan

non essensial. Logam berat non essensial meliputi Pb, Cd, Hg, Cr, dan Ag. Logam

berat non essensial sangat beracun dan tanpa nilai gizi. Logam berat essensial seperti

Fe, Mn, Cu, Mo, Zn dan Mg. Logam berat essensial penting bagi mikro nutrien pada
sejumlah organisme beracun pada tingkat tinggi (Solisio et al., 2008).
Hasil pengukuran kadar logam Zn (seng), pada metode batch dan kontinyu

mengalami penurunan yang signifikan yaitu metode batch dari 0.54 mg/l menjadi

0.06 mg/l dan metode kontinyu dari 0.07 mg/l menjadi 0.04 mg/l (Tabel 6), dapat

disimpulkan bahwa kadar logam seng dimanfaatkan oleh Spirulina platensis untuk

pertumbuhan selnya.

Hasil pengukuran kadar logam Co (kobalt) pada metode batch dan kontinyu

hasilnya tidak terdeteksi (Tabel 6). Kadar logam kobalt tidak dapat dideteksi diduga

karena kadar logam kobalt yang terkandung dalam sampel dibawah standar (< 0.005

mg/l) sehingga alat tidak dapat mendeteksi kadar kobalt pada sampel.

Hasil pengukuran kadar logam Fe (besi), pada sistem batch mengalami

penurunan yang signifikan dari 1.4 mg/l menjadi 0.41 mg/l (Tabel 6), sehingga dapat

disimpulkan bahwa kadar logam besi dapat diserap dengan baik oleh Spirulina

platensis. Kultivasi Spirulina platensis pada sistem kontinyu terjadi penurunan yang

lebih sedikit yaitu 0.55 mg/l menjadi 0.29 mg/l selama 60 hari, hal ini disebabkan

pada sistem kontiyu mengalami kekurangan karbon dioksida dan tidak terjadi

fotosintesis dengan baik yang mengakibatkan kadar logam Fe (besi) yang terserap

oleh Spirulina platensis lebih sedikit dibandingkan pada sistem Batch. Ion logam Fe

memainkan peran sangat penting dalam regulasi metabolisme sel sebagai unsur

esensial pada mikroalga. Kekurangan ion logam Fe akan menekan pertumbuhan sel

(Allen et al., 2011).


Senyawa besi dalam jumlah kecil didalam tubuh manusia berfungsi sebagai

pembentuk sel-sel darah merah, dimana tubuh memerlukan 7-35 mg/hari yang

sebagian diperoleh dari air. Tetapi zat Fe yang melebihi dosis yang diperlukan oleh

tubuh dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan tubuh manusia

tidak dapat mengsekresi Fe, sehingga bagi mereka yang sering mendapat transfusi

darah warna kulitnya menjadi hitam karena akumulasi Fe. Zat besi merupakan suatu

komponen dari berbagai enzim yang mempengaruhi seluruh reaksi kimia yang

penting didalam tubuh meskipun sukar diserap (10-15%). Besi juga merupakan

komponen dari hemoglobin yaitu sekitar 75%, yang memungkinkan sel darah merah

membawa oksigen dan mengantarkannya ke jaringan tubuh (Rochyatun, 2003).

Tembaga (Cu) merupakan logam berat yang dijumpai di perairan alami dan

merupakan unsur esensial bagi alga. Tembaga berperan sebagai penyusun

plastocyanin yang berfungsi dalam transport elektron dalam proses fotosintesis

(Reynold, 2006). Tembaga dijumpai pada pusat sitokrom c oksidasi, penyusun enzim

superoksida dismutase dan pembawa oksigen pada pigmen hematocyanin. Banyak

enzim yang mengandung tembaga (Banvalvi, 2011). Di perairan alami, kadar

tembaga kurang dari 0,02 mg/L, kadar maksimum untuk air minum adalah 0,1 mg/L

(Effendi, 2003). Tembaga bersifat racun bagi tumbuhan pada konsentrasi larutan

diatas 0.1 ppm. Konsentrasi yang aman bagi air minum manusia tidak lebih dari 1

ppm dan bersifat racun bagi domba pada konsentrasi di atas 20 ppm.
Hasil pengukuran kadar logam tembaga, pada sistem batch pengukuran awal

dan akhir didapatkan hasil yang sama yaitu sebesar 0.001 mg/l (Tabel 6), dalam hal

ini mikroalga Spirulina platensis menggunakan tembaga untuk pertumbuhan selnya

tetapi alat tidak dapat mendeteksinya dengan baik, sehingga terjadi kesalahan

pembacaan. Sedangkan pada sistem Kontinyu hasil sampel awal terdeteksi kadar

logam tembaga sebesar 0,03 mg/l, dan hasil akhirnya tidak terdeteksi. Hal ini diduga

karena konsentrasi kadar logam tembaga yang terkandung pada sampel dibawah

konsentrasi standar sehingga alat tidak dapat mendeteksi kadar tembaga pada

sampel. Torres (2008) dan Banvalvi (2011) mengatakan, logam berat Cu merupakan

logam esensial dan mikronutrien yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan

perkembangan. Pada konsentrasi rendah diperlukan oleh mikroalga untuk transfer

electron, fotosintesis, metabolisme sel, respirasi, dan kofaktor enzim yang membantu

kerja enzim pada reaksi-reaksi tertentu dalam sel seperti fotosintesis (Andrade et al.,

2004).

Hasil pengukuran unsur Mangan (Mn) pada sistem Batch sampel awal

terdeteksi kadar mangan sebesar 0,60 mg/l dan pada sampel akhir kadar logam

mangan tidak terdeteksi (Tabel 6). Hal ini diduga karena konsentrasi logam mangan

yang terkandung dalam sampel dibawah standar (< 0.004 mg/l) sehingga alat tidak

dapat mendeteksi kadar mangan pada sampel. Sedangkan pada sistem kontinyu

terjadi penurunan sebesar 0.4 mg/l dari 0.14 mg/l menjadi 0.10 mg/l. hal ini

menunjukkan bahwa mikroalga dapat menyerap logam mangan dengan baik.


4.5. Kualitas Biomassa Spirulina platensis

Kualitas kandungan kimia tiap mikroalga berbeda-beda dipengaruhi oleh zat

hara, kondisi lingkungan seperti intensitas cahaya, lama pencahayaan, suhu, dan lain-

lain. Kandungan kimia suatu mikroalga dapat dilihat dari kandungan protein, lemak,

karbohidrat, vitamin, dan mineral (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Kualitas

mikroalga akan mempengaruhi pemanfaatannya, manfaat Spirulina platensis cukup

beragam mulai dari sumber pakan alami untuk pembenihan larva udang, ikan dan

krustase karena memiliki nilai nutrisi yang tinggi, sumber gliserol dan β-karoten

hingga sebagai makanan kesehatan. Biomassa Spirulina platensis dari kultivasi

metode kontinyu diperoleh 11.2214 g. Hasil analisis proksimat Biomassa Spirulina

platensis dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Komposisi Kimia Spirulina platensis

Senyawa Kimia Jumlah (%)


Air 9,3982
Abu 11,7626
Protein 58,3106
Lemak 8,0445
Karbohidrat 12,4841

Hasil analisis proksimat kandungan air Spirulina platensis yang diperoleh dari

penelitian ini adalah sebesar 9,3982%. Penelitian pendahulu Suminto (2009),

menghasilkan kadar air sebesar 10,38% dengan menggunakan mikroalga yang sama

dalam komposisi media Zarouk yang berbeda.

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.

Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara
pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan (Sudarmadji

et al. 1989). Kandungan abu Spirulina platensis yang diperoleh dari penelitian ini

sebesar 11,7626 %. Penelitian pendahulu Suminto (2009), didapatkan kadar abu

sebesar 5,36%. Peningkatan kadar abu seiring dengan meningkatnya kandungan

mineral. Mineral berperan dalam menjaga tekanan osmosis, komponen penting

pembentuk struktur tulang dan gigi, menjaga keseimbangan asam dan basa tubuh.

Protein mempunyai peranan penting untuk pertahanan fungsi jaringan secara

normal, perawatan jaringan tubuh, mengganti sel-sel yang rusak dan pembentukan sel-

sel baru. Komponen penyusun protein adalah asam amino. Beberapa mikroalga

dianggap sebagai sumber protein karena kandungannya yang tinggi seperti Chlorella

vulgaris (35,30 %), Tetraselmis sp. (49,75 %), Dunaliella salina (57 %) (Isnansetyo

dan Kurniastuty, 1995). Kandungan protein Spirulina platensis yang dihasilkan dari

penelitian ini adalah sebesar 58,3106 %. Pada penelitian pendahulu Suminto (2009)

kadar protein yang terkandung dalam Spirulina platensis yang ditumbuhkan pada

media Zarouk sebesar 66,81%. Kadar protein yang dihasilkan masuk dalam standar

kandungan nutrisi Spirulina SAC Thailand yaitu 55-70%. Perbedaan kandungan

protein pada Spirulina platensis sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Hu

(2004) mengemukakan bahwa faktor-faktor lingkungan seperti cahaya, suhu, nutrien

dan salinitas tidak hanya berpengaruh terhadap fotosintesis dan produktivitas biomasa

sel tetapi juga mempengaruhi bentuk, aliran aktivitas metabolisme seluler yang

berdampak pada dinamika komposisi sel. Darsi (2012) menyatakan syarat mutu
protein mikroalga yang ditetapkan untuk bahan baku pangan, berkisar antara 20-50%.

Protein yang masih tinggi ini diduga karena belum terjadinya denaturasi. Bahan baku

selalu dijaga keadaannya dalam suhu rendah dan dilakukan penanganan yang baik.

Lemak merupakan sumber energi paling tinggi. Satu gram lemak dapat

menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4

kkal/gram (Winarno, 1997). Kandungan lemak Spirulina platensis yang diperoleh

dari penelitian ini sebesar 8,0445 %. Hasil penelitian Rafiqul (2005) menunjukkan

bahwa S. fusiformis yang dikultivasi dengan media Zarouk dan dipanen pada umur

20 hari memiliki kandungan lemak sebesar 8,2%, sedangkan pada penelitian Suminto

(2009), didapatkan kadar lemak sebesar 11,02%. Rafiqul (2005) dan Richmond

(1988) menyatakan bahwa kandungan lemak Spirulina sangat bergantung pada jenis

dan kondisi lingkungan. Spirulina merupakan tipikal cyanobacteria yang rendah akan

kandungan lemak, hanya mengandung 6-13% lemak dan 25-60% dari total lemak

merupakan asam lemak tidak jenuh. Unsur hara dan faktor lingkungan dapat

mempengaruhi kandungan asam lemak. Beberapa mikroalga seperti Dunaliella sp.,

Tetraselmis suecica akan menghasilkan kandungan lemak yang rendah dan terus

memproduksi karbohidrat bila lingkungannya terganggu (Becker, 1994).

Kadar karbohidrat Spirulina platensis penelitian ini adalah 12,4841 % yang

dilakukan secara by difference. Pada penelitian (Suminto, 2009), didapatkan kadar

karbohidrat sebesar 8,17%. Kadar karbohidrat ini tergantung pada faktor

pengurangannya yaitu kadar air, abu, protein dan lemak. Oleh karena itu, karbohidrat
sangat dipengaruhi oleh kandungan zat gizi lainnya. Kandungan senyawa kimia

Spirulina platensis berkaitan dengan medium tumbuhnya. Medium tumbuh Spirulina

platensis yang digunakan dalam penelitian ini masih terdiri dari unsur teknis seperti

pemakaian vitamin B12. Unsur hara dan faktor lingkungan seperti diketahui memiliki

pengaruh terhadap kandungan senyawa Spirulina platensis.


BAB V
KESIMPULAN & SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapat kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan metode Batch pertumbuhan sel Spirulina platensis dalam media

Zarouk modifikasi dipengaruhi oleh kadar Karbondioksida dengan jumlah sel

yang semakin bertambah dari hari ke-1 (3.485 sel/ml) sampai hari ke-14

(21.723 sel/ml).

2. Berdasarkan metode kontinyu Media Zarouk modifikasi menghasilkan

biomassa Spirulina platensis sebanyak 11,2214 gram dari hasil panen 110

liter dengan kualitas kadar air sebesar 9,3982%, kadar abu 11,7626%, kadar

protein 58,3106%, kadar lemak 8,0445% dan kadar karbohidrat sebesar

12,4841%. Kadar protein telah memenuhi standar SAC Thailand yaitu sebesar

55-70%.

3. Berdasarkan metode kontinyu kandungan logam pada media Zarouk setelah

kultivasi mengalami penurunan kecuali logam Cu yang kandungan logamnya

tetap

5.2. Saran

Pada penelitian selanjutnya, perlu dilakukan analisa asam amino, kadar

vitamin dan kadar logam yang terkandung dalam Spirulina platensis untuk

mengetahui kualitas Spirulina platensis yang dihasilkan.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Hadabi, H.2012. A Critical Review Of Wastewater Treatment in


Photobioreactors for Improving Microalgae Growth. Proceeding of the
World Congress on Engineering III.

Allen, JF, de Paula, BMW. Puthyiyaveetil, S. and Nield, J. 2011. Review: A


Structural Phylogenetic Map for Chloroplast Photosynthesis. Trends in
Plant Science. 16 (12): 645-655.

Andrade, L.R., M. Farina & A.M. Filho. 2004. Effects of Copper on


Enteromorpha flexuosa (Chlorophyta) in vitro. Ecotoxicol. Environ. Safe.
58:117-125.

Anggraeni, M. 2008. Kajian Penggunaan Poly Alumunium Chloride (PAC) dalam


proses pemurnian Nira Aren dan lama Pemurnian terhadap karakteristik
Nira Aren (Arenga Pinnata Merr). Skripsi. Fakultas Teknologi Industri
Pertanian.Universitas Padjadjaran.Jatinangor.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysts of Official Analytical Chemists, 16


th. AOAC Inc.Arlington. Virginia.

[APHA] American Public Health Association, American Water Works


Association and Water Pollution Control Federation. 1975. Standard
Metode for the Examination of water and wastewater. 14 thed, APHA,
Washington, DC 20036.1193 pp.

Banfalvi G. 2011. Cellular effects of heavy metals. Springer. London, pp. 364
http://dx.doi.org/10.1007/978-94-007-0428-2

Becker, E.W. 1994. Microalgae Biotechnology and Microbiology. Cambridge


University, England.

Belay, A. Spirulina (Spirulina sp.): Production and Quality Assurance, in


gershwin, M. E and A. Belay, (Eds.), 2008, Spirulina in Human Nutrition
and Health, CRC press, California,2-26.

Ben-Amotz. 2009. Bio-Fuel and CO2 Capture By Micro-algae. (online).


(http://newbusness.grc.nasa.gov. diakses 02 Agustus 2015).

Borowitzka, Michael A. 1998. Nineteenth Internasional Seaweed Symposium,


Japan.

49
Chalid, S.Y., Amini, S., Lestari D.S 2010 Kultivasi Chlorella, sp Pada Media
Tumbuh Yang Diperkaya Dengan Pupuk Anorganik Dan Soil Extract.
Jurnal Valensi. Vol 1 (6).

Chang T, Ohta S, Ikegami N, Miyata H, Kashimoto T, Kondo M. 1993. Antibiotic


substances produced by a marine green alga, Dunaliellaprimolecta.
Bioresource Technology. Vol.44: hal 149-153.

Chumadi, et al. 1992. Pedoman Teknis Budidaya Pakan Alami Ikan dan Udang.
Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.

Ciferri, O. 1983. Spirulina The Edible mocroorganisme. Microbial Review.


American Society.

Cleon dan Frank. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. ITB Bandung : Bandung.

Darsi R. A Supriadi. A D Sasanti. 2012. Karakteristik Kimiawi dan Potensi


Pemanfaatan Dunaliella salina dan Nannochloropsis sp. Fishtech Journal
1(1): 14-25.

Dasumiati., F Wijayanti., L.S.E. Putri., M.R. Pikoli., N. Radiastuti & Priyanti.


2008. Biologi Dasar. Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah:
Jakarta.

Dianursanti, et al. 2014. Industrial Tofu Wastewater as a cultivation medium of


microalgae Chorella vulgaris. Energy Procedia, 47; 56-61

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelola Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta: Kasnisius.

Ensminger, Audrey. 1994. Food And Nutrition Encyclopedia. Volume 1 2nd


Edition, CRC Press LLC. Boca Raton.

Ewing, GW. 1985. Instrumental Methods of Chemical Analysis 7. Singapore: Mc


Graw-Hill Inc.

Fogg, G.E. 1975. Algal Cultures and Phytoplankton Ecology. UK : University of


Winconsin press.

Handayani, N. A. dan D. Ariyanti. 2012. Potensi mikroalga sebagai sumber


biomassa dan pengembangan produk turunannya. Jurnal Teknik. 33 (2):
58-63.

Harper, V. W Rodwell, P. A Mayes. 1979. Biokimia. Jakarta: Penerbit EGC.

50
th
Horwitz, William. 2000. Official Methods of Analysis of AOAC International 17
ed. AOAC International. Gaithersburg.

Hui, Yiu H., 2006. Handbook of Food Science, Technology, and Engineering
Volume 1, Taylor & Francis Group, Boca Raton.

Isnansetyo, A dan Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Fitoplankton dan


Zooplankton Pakan Alami untuk Pembenihan Organisme Laut.
Yogyakarta: Kanisius.

Kabinawa, I.N.K. 2001. Mikroalgae sebagai sumber daya hayati (SDH) perairan
dalam perspektif bioteknologi. Pidato Pengukuhan sebagai Profesor Riset
bidang Mikrobiologi, Jakarta 21 Juni 2001. Puslit. Bioteknologi -LIPI,
Bogor, 77 hal.

Lucas, Howard J, David Pressman. 1949. Principles and Practice In Organic


Chemistry. New York: Jhon Wiley and Sons, Inc.

Mulia, R.M. 2005. Kesehatan lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu UIEU-


University Press.

Norbawa, Puji. 2013. Pengaruh Perbedaan Periode Aerasi Karbondioksida


Terhadap Laju Pertumbuhan dan Kadar Total Lipid Pada Kultur
Nannochloropsis Oculat. Journal Of Marine Research.

Pandey, J. P., Amit T., Mishra R. M., 2010. Evaluation of Biomass Production of
Spirulina maxima on Different Reported Media. Journal Algal Biomass
Utln.

Panggalo, Efniarsi. 2012. Identifikasi pengaruh variabel kultur pertumbuhan


terhadap total lipid mikroalga mengguanakan metode permukaan respon.
Skripsi fakultas teknik Universitas Indonesia.

Pratiwi, D. 2004. Biologi. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Promya, J. Traichaiyaporn, S. Deming, R. 2008. Phytoremediation of Kitchen


Wastewater by Spirulina platensis (Nordstedt) Geiteler: Pigment content,
Production Variable Cost and Nutritonal Value. Maejo International
Journal of Science and Technology. http://www.mijst. mju.ac.th. 2(02),
159 - 171.

Rafiqul IM, Jalal KCA, Alam MZ. 2005. Environmental Factors for Optimisation
of Spirulina Biomass in Laboratory Culture. Journal of Biotechnology
4(1): 19-22
Reynold, C. 2006. Ecology of phytoplankton. England: Cambridge University
Press.

Richmond A. 1988. Spirulina. Di dalam: Borowitzka MA, Borowitzka LJ (Ed)


Microalgae Biotechnology. England: Cambridge. Hal. 85-121

Robert dan Kenneth. 2005. Carbon sequestration. PEW Centre Global Climate
Change: J.U.S

Rochyatun, E., Edward., A, Rozak. 2003. Kandungan Logam Berat Pb, Cd, Cu,
Zn, Ni, Cr, Mn dan Fe Dalam Air Laut dan Sedimen di Perairan
Kalimantan timur. Oseonologi dan Limnologi di Indonesia 2003. No.
35:51-71.

Rostika, R. 2011. Biofiksasi CO2 oleh mikroalga Chlamydomonas Sp untuk


pemurnian Biogas. Tesis tidak diterbitkan. Semarang: Universitas
Diponegoro.

Round, F.E. 1973. The biology of algae. 2nd Edition. Edward Arnold, Ltd, New
York.

Sachlan, M., 1982. Planktonologi. Fac.Peter dan Periknan. Semarang:


Universitas Diponegoro. 117 hal.

Sanchez, M., Castillo B,J., Rozo,C., Rodriguez,l.2003.Spirulina (arthrospira): A


Review: An Edible microorganism, available from:
http://www.javeriana.edu.co/universitas_scientiarium/Universitas_docs/vo
18n1/j bernal.htm.accessed.september, 2014

Setiawan, A. 2008. Teknologi Penyerapan Karbondioksida dan Kultur


Fitoplankton pada Fotobioreaktor, J. Pusat Teknologi-BPPT: Jakarta.

Setyaningsih I, Suptijah P, Ibrahim B, Suwandi R. 2000. Extraction of bioactive


compound from Chlorella sp. and its application on fresh fish. Di dalam:
Proceeding of International Symposium on Marine Biotechnology (ISMB).
Jakarta: Indonesia.

Sirait, D. 2008. Penentuan Kadar Lemak dalam Margarin dengan Metode


Ekstraksi Sokletasi. Universitas Sumatera Utara. Medan: USU Repository.

SNI. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman Badan Standardisasi Nasional-BSN,
pp. 1- 3.

SNI 01-2891-1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Jakarta : Pusat Standarisasi
Industri, Departemen Industri,.
Sudarmadji, Slamet, dkk.1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian.
Yokyakarta : Liberty Yogyakarta bekerjasama dengan Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada.

Suminto. 2009. Penggunaan jenis media kultur teknis terhadap produksi dan
kandungan nutrisi sel Spirulina plantesis. Jurnal saintek perikanan vol.4
no.2:53-61.

Sutomo. 2005. Kultur tiga jenis mikroalga dan pengaruh kepadatan awal terhadap
pertumbuhan Chaetoceros gracilis di laboratorium. Oseanologi dan
Limnologi Indonesia. 37:43-58

Tangguh. 2011. Uji Pengaruh Variasi Media Kultur Terhadap Tingkat


Pertumbuhan Dan Kandungan Protein,Lipid,Klorofil Dan Karotenoid Pada
Mikroalga Chlorella Vulgaris Buitenzorg. Depok: Fakultas Teknik
Universitas Indonesia.

Taw, N. 1990. Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Massal Mikroalga.


Proyek Pengembangan Udang, United nations development Programme,
Food and Agriculture Organizations of the United Nations.

Tjahjo W, Erawati L, Hanung S. 2002. Budidaya Fitoplankton dan Zooplankton.


Direktorat Jendral Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan
Perikanan: Proyek Pengembangan Perekayasaan Ekologi Balai Budidaya
Laut Lampung.

Torres, F.J., M.P. Barros, S.C.G. Campos, E. Pinto, S. Rajamani & P. Colepicol.
2008. Biochemical Biomarkers in algae and Marine Pollution: a review.
Ecotoxicol.Environ. Saf. Vol.71: hal 1-15.

Utomo, NBP. Winarti dan Erlina, A. 2005. Pertumbuhan Spirulina platensis yang
dikultur dengan pupuk Inorganik (Urea, TSP dan ZA) dan kotoran Ayam.
Jurnal akuakultur Indonesia, 4 (1): 41-48.

Venkataraman, L. V. 1983. A Monograph on Spirulina platensis Biotechnology


and Aplication. Central Food Technology Research Institute. Mysore,
India.

Vogel, A.I. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Wimas, Daud Lutama. 2015. Uji Efektifitas pertumbuhan Spirulina Sp. pada
Limbah cair Tahu Yang Diperkaya Urea dan Super Phossphate 36 (SP
36). Jember: Universitas Jember.
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.

Zarouk, C. 1966. Contribution a l’etude d’une cyanophycee influence de


diversfacteurs physiques et chimiques sur la croissance et la
photosynthese de spirulina maxima (Setch. Et Gardner) Geitler. Thesis.
Paris: University Of Paris.
Lampiran 1

Diagram Alir Penelitian

Persiapan alat dan bahan

Pembuatan Media Zarouk

Pengambilan Bibit
Spirulina platensis

Pengukuranan kadar Logam


Kultivasi Spirulina platensis awal pada media Zarouk
menggunakan AAS

Metode Batch Metode Kontinyu


CO2 dimasukkan kdalam
plastik
Kultivasi Spirulina dalam galon
ukuran 10 L selama 60 hari
Kultivasi Spirulina dalam
gelas ukur 2 L selama 20
hari Sampel diambil sebanyak 1 ml
setiap jam 14.30 dan dihitung
Diukur: kepadatan filamennya
- Suhu Sampel diambil 3 kali
- Kadar gas CO2 sehari sebanyak 1 ml dan
- Intensitas cahaya
diukur kepadatan Pemanenan Spirulina Pengukuranan
- CO2 terlarut kadar Logam
filamennya platensis dilakukan 10 hari menggunakan
sekali dengan plankton net. AAS pada panen
terakhir (akhir)
Dihitung kepadatan
filamennya Hasil panen Spirulina platensis
ditimbang (Berat basah).
Pada hari ke-20 dilakukan
pengukuran kadar logam Dikeringkan pada suhu 60 oC
menggunakan AAS selama ±24 jam, sampai
(akhir) didapatkan berat konstan.

Dihaluskan sampai menjadi


Spirulina bubuk

Analisis Proksimat

Kadar air Kadar abu Kadar Protein Kadar lemak Karbohidrat


55
Lampiran 2

Foto Kultivasi

Kultivasi menggunakan metode Batch

Kultivasi menggunakan metode Kontinyu


Lampi
ran 3
Foto Pemanenan
dan Spirulina
Kering

56
P

57
Lampiran 4

Hasil Pengamatan Sistem Batch


Karbondioksida (g/L)
Hari Tanggal Gas Analyzer Terlarut Intensitas Cahaya (Lux) Suhu (oC) Jumlah Filamen (ml)
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 24-2-2015 - 148 144 - 0,750 0,875 - 265x104 262x104 - 27 27 - 3050 3920
2 25-2-2015 91 87 82 1,000 0,875 0,800 284,8x104 377,8x104 213,2x104 30 29 28 4070 3780 3090
3 26-2-2015 57 53 49 0,775 0,575 0,675 291,6x104 378,8x104 385,4x104 28 28 29 3310 4610 4980
4 27-2-2015 35 31 27 0,500 0,625 0,725 290,2x104 340x104 297,6x104 29 29 29 6710 4470 5010
5 02-3-2015 9 8,8 8,3 1,100 0,875 0,775 281,6x104 384x104 351,6x104 28 29 27 13800 14610 10440
6 03-3-2015 6,5 6,1 5,7 0,875 0,850 0,800 354,2x104 360,6x104 396,2x104 27 28 29 10820 17150 13700
7 04-3-2015 4,7 4,5 4,4 0,975 1,050 0,825 332,2x104 301,4x104 314,4x104 27 27 27 13970 18980 14570
8 05-3-2015 3,9 3,9 3,9 1,225 1,125 0,950 162x104 225,6x104 367,2x104 25 27 28 10120 15850 16310
9 06-3-2015 3,3 3,2 3,1 1,000 1,200 0,975 173,6x104 270x104 301x104 25 28 28 16430 14580 12390
10 09-3-2015 1,9 1,9 1,9 1,275 1,475 1,350 193,2x104 377,2x104 328,8x104 25 28 27 15910 17530 16020
11 10-3-2015 1,8 1,8 1,8 1,550 1,575 1,500 306x104 323,8x104 337,2x104 26 28 28 18500 15630 16720
12 11-3-2015 1,7 1,7 1,7 1,875 2,050 1,775 143,2x104 372,6x104 384,2x104 25 27 28 19760 19270 18780
13 12-3-2015 1,6 1,6 1,6 1,250 1,350 1,325 228x104 386,6x104 381,6x104 26 28 28 19510 20330 21800
14 13-3-2015 1,4 1,4 1,3 1,500 1,450 1,375 193x104 332,8x104 398,6x104 25 27 27 20660 21960 22550
15 16-3-2015 1,1 1,1 1,1 1,750 1,675 1,500 244,6x104 366x104 345x104 27 29 29 24090 24140 11220
16 17-3-2015 1,0 1,0 1,0 1,750 1,800 1,850 224,4x104 378,4x104 225,2x104 27 30 28 15450 19630 14860
17 18-3-2015 0,9 0,9 0,9 1,825 1,775 1,850 181,6x104 313x104 266x104 25 29 27 13330 18540 16210
18 19-3-2015 0,8 0,8 0,8 1,850 1,825 1,625 284,6x104 361x104 261,4x104 29 30 28 10580 13870 12030
19 20-3-2015 0,7 0,7 0,7 1,875 1,85 1,75 235,6x104 390x104 360x104 26 29 27 9110 8180 7430
20 23-3-2015 0,6 0,6 0,6 2,000 1,550 1,950 122,6x104 254x104 221x104 25 26 26 9340 7810 7230

58
Lampiran 5

Rata-rata Kerapatan Sel Spirulina platensis

Hari ke- Kerapatan Sel (sel/ml)


1 3.485
2 3.647
3 4.300
4 5.397
5 12.950
6 13.890
7 15.840
8 14.093
9 14.467
10 16.487
11 16.950
12 19.270
13 20.547
14 21.723
15 19.817
16 16.647
17 16.027
18 12.160
19 8.240
20 8.127

59
Lampiran 6

Data Hasil Panen Spirulina platensis

1. Panen ke-1 (10 L) 4. Panen ke-4 (20 L)


Berat basah : 24,7607 gram Berat basah : 33,7792 gram
Berat kering : 0,9749 gram Berat kering : 2,1374 gram
2. Panen ke-2 (20 L) 5. Panen ke-5 (20 L)
Berat basah : 20,6548 gram Berat basah : 41,296 gram
Berat kering : 2,0830 gram Berat kering : 1,6832 gram
3. Panen ke-3 (20 L) 6. Panen ke-6 (20 L)
Berat basah : 36,0056 gram Berat basah : 39,5793 gram
Berat kering : 2,5979 gram Berat kering : 1,7459 gram

 Total panen : 110 L

 Total berat basah : 196,0756 gram

 Total berat kering : 11,2214 gram


Lampiran 7
Hasil Pengamatan Sistem Kontinyu

Hari Tanggal Jumlah Filamen (ml) Hari Tanggal Jumlah Filamen (ml)
1 23-2-2015 3.86 x 103 36 13-4-2015 20.13 x 103
2 24-2-2015 4.73 x 103 37 14-4-2015 21.46 x 103
3 25-2-2015 5.54 x 103 38 15-4-2015 23.10 x 103
4 26-2-2015 6.92 x 103 39 16-4-2015 24.06 x 103
5 27-2-2015 8.51 x 103 40 17-4-2015 26.23 x 103
6 02-3-2015 12.66 x 103 41 20-4-2015 10.96 x 103
7 03-3-2015 15.02 x 103 42 21-4-2015 11.44 x 103
8 04-3-2015 17.58 x 103 43 22-4-2015 13.88 x 103
9 05-3-2015 20.10 x 103 44 23-4-2015 15.97 x 103
10 06-3-2015 22.25 x 103 45 24-4-2015 16.32 x 103
11 09-3-2015 7.360 x 103 46 27-4-2015 20.53 x 103
12 10-3-2015 8.240 x 103 47 28-4-2015 22.65 x 103
13 11-3-2015 10.65 x 103 48 29-4-2015 23.97 x 103
14 12-3-2015 12.62 x 103 49 30-4-2015 24.33 x 103
15 13-3-2015 13.37 x 103 50 01-5-2015 24.89 x 103
16 16-3-2015 17.76 x 103 51 04-5-2015 9.41 x 103
17 17-3-2015 21.09 x 103 52 05-5-2015 10.76 x 103
18 18-3-2015 23.98 x 103 53 06-5-2015 11.04 x 103
19 19-3-2015 24.40 x 103 54 07-5-2015 12.31 x 103
20 20-3-2015 26.05 x 103 55 08-5-2015 12.99 x 103
21 23-3-2015 10.08 x 103 56 11-5-2015 16.15 x 103
22 24-3-2015 11.82 x 103 57 12-5-2015 18.27 x 103
23 25-3-2015 12.97 x 103 58 13-5-2015 19.55 x 103
24 26-3-2015 14.36 x 103 59 14-5-2015 20.80 x 103
25 27-3-2015 15.96 x 103 60 15-5-2015 22.11 x 103
26 30-3-2015 19.55 x 103
27 31-3-2015 21.24 x 103
28 01-4-2015 22.73 x 103
29 02-4-2015 24.09 x 103
30 03-4-2015 25.99 x 103
31 06-4-2015 11.08 x 103
32 07-4-2015 12.11 x 103
33 08-4-2015 13.78 x 103
34 09-4-2015 14.55 x 103
35 10-4-2015 16.83 x 103

61
Lampiran 8

Perhitungan Analisis Proksimat


1. Kadar Air
- Berat cawan porselen
A1: 23,0846 g ; A2: 20,6983 g ; A3:21,9736 g
- Berat sampel
A1: 2,0041 g ; A2: 2,0061 g ; A3: 2,0016 g
- Setelah dioven 19 jam
A1: 24,9013 g ; A2: 22,5163 g ; A3:23,7857 g

Keterangan:
Z: berat sampel (gram)
X: berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan (gram)
Y: berat (sampel+cawan) setelah dikeringkan

Kadar Air A1 = = 9,3508%

Kadar Air A2 = = 9,3764%

Kadar Air A3 = = 9,4674%

Kadar Air rata-rata = = 9,3982%

2. Kadar Abu

Keterangan :
B : berat sampel (gram)
B1 : (sampel+cawan) sesudah diabukan (gram)
B2 : berat cawan kosong (gram)
3. Kadar Lemak
- Berat Erlenmeyer
A1: 206,5141 g ; A2: 205,7982 g
- Berat sampel
A1: 2,0169 g ; A2: 2,0380 g
- Berat erlenmeyer setelah disokletasi dan dioven
A1: 206,8403 g ; A2: 206,1835 g
- Berat Erlenmeyer setelah beratnya konstan
A1: 206,6858 g ; A2: 205,9472 g

4. Kadar Protein

% Kadar Protein = Kadar N x Faktor Konversi


= 9,3297% x 6,25
= 58,3106%

5. Kadar Karbohidrat
Kadar Karbohidrat = 100% - (kadar air+kadar abu+kadar protein+kadar
lemak)
= 100% - (9,3982 + 11,7626 + 58,3106 + 8,0445)
= 12,4841%
Lampiran 9

Komposisi Media Zarouk

(1) Media Zarouk


No. Komposisi Media Zarouk (g)
Modifikasi (g) (2)
1. NaNO3 2,5 2,5
2. FeSO4.7H2O 0,2 0,01
3. MgSO4. 7H2O 0,01 0,2
4. NaHCO3 16,8 16,8
5. K2HPO4 0,5 -
6. K2SO4 1,0 -
7. NaCl 1,0 -
8. CaCl2 0,04 -
9. Na2EDTA 0,08 -
10. CuSO4.5H2O 0,0177 -
11. MnCl2.4H2O 1,81 -
12. H3BO3 2,86 0,00286
13. ZnSO4.7H2O 0,22 0,22 mg
14. CuSO4.5H2O 0,079 0,08 mg
15. Na2MoO4 0,0177 0,01 mg
16. KH2PO4 - 0,5
17. Na2SO4 - 1,0
18. KCl - 2,0
19. CoCl2 - 0,01 mg
20. Ca(NO3)2 - 0,045
21. MnSO4 - 0,00181
22. Vitamin B kompleks - 0,5

Keterangan:
(1) Media Zarouk (Raof et al., 2008 dalam Suminto,2009)
(2) Media Zarouk modifikasi (modifikasi Balai Teknologi Lingkungan BPPT)
Lampiran 10

Data hasil AAS Mangan sebelum logam diserap Spirulina platensis

65
Lampiran 11

Data hasil AAS Mangan setelah logam diserap Spirulina platensis

66
Lampiran 12

Data hasil AAS Tembaga sebelum logam diserap Spirulina platensis

67
Lampiran 13

Data hasil AAS Tembaga setelah logam diserap Spirulina platensis

68
Lampiran 14

Data hasil AAS Fe sebelum logam diserap Spirulina platensis

69
Lampiran 15

Data hasil AAS Fe setelah logam diserap Spirulina platensis

70
Lampiran 16

Data hasil AAS Kobalt sebelum logam diserap Spirulina platensis

71
Lampiran 17

Data hasil AAS Kobalt setelah logam diserap Spirulina platensis

72
Lampiran 18

Data hasil AAS Zink sebelum logam diserap Spirulina platensis

73
Lampiran 19

Data hasil AAS Zink setelah logam diserap Spirulina platensis

74

Anda mungkin juga menyukai