Oleh
KELOMPOK I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Skizofrenia merupakan gangguan mental yang berat ditandai dengan gangguan dalam
pemikiran, presepsi, dan bahasa.1 Angka kematian pasien skizofrenia mengalami peningkatan 2-3
kali lebih cepat dibandingkan orang-orang pada umumnya.2 Hal ini dikarenakan lebih dari 50%
orang yang mengalami skizofrenia tidak mendapatkan perawatan yang baik, sehingga mengalami
gangguan metabolik, gangguan kardiovaskular, dan infeksi yang terlambat diobati sehingga
mengakibatkan pasien skizofrenia meninggal. Menurut data dari World Heatlh Organization
(WHO) tahun 2017, terdapat 21 juta orang di seluruh dunia yang mengalami skizofrenia
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)5 tahun 2013, menunjukan prevalensi
skizofrenia di Indonesia, mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1000 penduduk.4
Prevalensi skizofrenia berdasarkan provinsi di Indonesia yang tertinggi yaitu Provinsi Aceh dan DI
Yogyakarta yaitu 2,7 per 1000 penduduk, dan untuk Provinsi Maluku prevalensi skizofrenia
sebesar 1,7 per 1000 penduduk, ternyata mengalami peningkatan daripada tahun sebelumnya
sebesar 0,9 per 1000 penduduk.
Pada Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Maluku, berdasarkan hasil rekapan tahun 2018
angka kejadian skizofrenia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, di tahun 2015
sebesar 361 orang, 2016 sebanyak 395 orang dan di tahun 2017 sebanyak 506 orang.
Pasien skizofrenia memiliki tiga gejala yaitu gejala positif, gejala negatif, dan gejala
disorganisasi. Gejala-gejala skizofrenia tersebut akan berdampak pada fungsi pasien untuk
berinteraksi dengan keluarga, sekolah, pekerjaa -n, lingkungan, agama, dan sosial. Berdasarkan
penjelasan diatas, maka perlu dilakukan penang anan secara komprehensif yaitu dengan farmak-
oterapi dan nonfarmakoterapi, supaya dapat menangani gejala dan meningkatkan fungsi pasien
skizofrenia. Farmakoterapi yaitu terapidenganmemberikan obat-obatan yang terbagi atas dua
golongan yaitu golongan Antipsikotika Generasi I(APG I) dan Antipsikotika Generasi II
(APG II). Penanganan secara nonfarmakotera pi yaitu pelatihan yang digunakan seperti pelati han
keterampilan sosial, terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok, psikoterapi individu, terapi
kejuruan dan terapi perilaku kognitif dan terapi menggunakan musik. Manfaat dari terapi musik
adalah untuk merelaksasi, mempertajam pikiran, memperbaiki presepsi, konsentrasi,
ingatan, menyehatkan tubuh, meningkatkan fungsi otak, dan dapat meningkatkan kontak
intrapersonal serta meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial di
masyarakat.9,10 Musik yang dapat digunakan untuk terapi musik pada umumnya musik yang
lembut, memiliki nada-nada dan irama yang teratur atau instrumentalia, yaitu musik klasik.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh I Wayan Chandra, I Gusti Ayu Ekadewi, dan I
Ketut Gama tahun 2013,12 mengenai terapi musik klasik terhadap gejala perilaku agresif pasien
skizofrenia di Ruang Kunti Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali. Hasil penelitian menunjukan perilaku
agresif pasien skizofrenia sebelum diberikan terapi musik klasik sebagian besar sebanyak 11 orang
dalam kategori sedang. Setelah diberikan terapi musik sebagian besar sebanyak 12 orang dalam
kategori tingkat agresif yang ringan. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Rafina Damayanti,
Jumaini, dan Sri Utami13, pada tahun 2014 di Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau mengenai
efektifitas terapi musik klasik terhadap penurunan tingkat halusinasi pada pasien halusinasi
sebanyak 34 orang yang terdiri dari 17 orang kelompok eksperimental dan 17 orang kelompok
kontrol. Hasil penelitian ini membuktikan adanya penurunan tingkat halusinasi pada kelompok
eksperimen yang telah diberikan musik klasik, sedangkan untuk kelompok kontrol tidak ada
perbedaan yang signifikan.
Pada tahun 2017 Jonas Danny, Monty Satiadarma, dan Denrich Suryadi 14 melakukan
penelitian tentang penerapan terapi musik untuk menurunkan gejala negatif pada pasien skizofrenia
di salah satu panti sosial Jakarta Barat. Penerapan terapi musik yang dilakukan sebanyak delapan
kali dengan setiap sesi berlangsung selama 20 sampai 45 menit, terbukti efektif dapat menurunkan
gejala negatif pada pasien skizofrenia. Perubahan ini terlihat dari menurunnya skor dari tiga
partisipan dengan menggunakan alat ukur Positive and Negative Syndrom Scale (PANSS).
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penerapan intervensi Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Perubahan
Gejala Dan Fungsi Pada Pasien Rawat Inap Skizofrenia
b. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui intervensi keperawatan pada pasien gangguan jiwa yang mengalami
skizofrenia.
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Konsep Skizofrenia
A. Pengertian
Skizofrenia paranoid adalah karakteristik tentang adanya delusi (paham) karja atau
kebesaran dan halusinasi pendengaran , kadang-kadang individu tetrtekan, menjadi korban dan
beanggapan diawasi, dimusuhi, dan agresif. (Townsend, 2015). Skizofrenia paranoid yaitu pada
tipe ini adanya pikiran-pikiran yang absurd (tidak ada pegangannya) tidak logis, dan delusi yang
berganti-ganti. Sering diikuti halusinasi dengan akibat kelemahan penilaian kritis (critical
judgement)nya dan aneh tidak menentu, tidak dapat diduga, dan kadang-kadang berperilaku
yang berbahaya. Orang-0rang dengan tipe ini memiliki halusinasi dan delusi yang sangat
mencolok,yang melibatkan tema-tema tentang penyiksaan dan kebesaran. Skizofrenia paranoid
sedikit berlainan dari jenis-jenis yang lain dalam jalan penyakit. Hebrefenia dan Katatonia
sering lama-kelamaan Hebrefenia dan Katatonia bercampuran. Tidal demikian dengan
skizofrenia paranoid yang jalannya agak konstan. Gejala-gejala yang mencolok ialah waham
primer , disertai waham-waham skunder, dan Halusinasi. Baru dengan pemeriksaan yang teliti
ternyata adanya gangguan proses berfikir dan adanya gangguan afek berfikir.
B. Etiologi
a. Faktor Biologis
1) Herediter ( Pengaruh Gen terhadap Skizofrenia)
Studi terhadap keluarga, anak kembar dan anak adopsi melengkapi bukti-bukti
bahwa gen terlibat dalam transmisi (penyebaran) skizofrenia (Liohtermann, Karbe &
Maier, 2000). Beberapa peneliti berpendapat bahwa banyak gen (polygenic) model
tambahan, yang membentuk jumlah dan konfigurasi gen abnormal untuk membentuk
skizofrenia (Gottensman, 1991, Gottansman & Erlenmyer-kimling, 2001). Adanya lebih
banyak gen yang terganggu meningkatkan kemungkinan berkembangnya skizofrenia dan
menungkatakan kerumitan gangguan tersebut. Individu yang lahir dengan beberapa gen
tetapi tidak cukup untuk menunjukkan simtom-simtom bertaraf sedang atau ringan
skizofrenia, seperti keganjilan dalam pola bicara atau proses berpikir dan keyakinan-
keyakinan yang aneh.
Anak-anak yang memiliki kedua orang tuanya menderita skizofrenia dan anak-anak
kembar identik atau dari satu zigot (monozigot) dari orangtua dengan skizofrenia,
mendapat sejumlah besar gen skizofrenia, memiliki resiko sangat besar mendapatkan
skizofrenia. Sebaliknya penurunan kesamaan gen dengan orang-orang skizofrenia,
menurunkan resiko individu mengembangkan gangguan ini, jika aman dari orang
skizofrenia mengembangkan gangguan ini, tidak berarti bahwa hal itu dikirimkan atau
diwariskan secara genetic. Tumbuh bersama orangtua skizofrenia dan secara khusus
bersama dengan kedu orangtua dengan gangguan tersebut, kemungkinan besar berarri
tumbuh berkembang dalam suasana yang penuh stress. Jika orangtua psikotik, anak dapa
terbuka untuk pemikiran-pemikiran yang tidak logis, perubahan suasana hati dan
perilaku yang kacau. Bahkan jika orangtua bukanlah psikotik akut, sisa-sisa simtom
negative akut skizofrenia, kurangnya motivasi, dan disorganisasi mungkin mengganggu
kamampuan orangtua untuk peduli terhadap anak. Studi adopsi yang dilakukan Leonard
Heston di Amerika Serikat dan Kanada menunjukkan bahwa anak-anak yang hidup
bersama orangtua skizofrenia yang diadopsi jauh dari ibu, mempunyai tingkat
pengembangan skizofrenia yang lebih rendah.
2) Pembesaran Ventrikel
Struktur utama otak yang abnormal sesuai dengan skizofrenia adalah pembesaran
ventrikel. Ventrikel adalah ruang besar yang berisi cairan dalam otak. Perluasan
mendukung atropi (berhentinya pertumbuhan), deteriorasi di jaringan otak lainnya. Orang-
orang skizofrenia dengan pembesaran ventricular cenderung menunjukkan penirinan
secara social, ekonomi, perilaku, lama sebelum mereka mengembangkan simtom utama
atau inti dati skizofrenia. Mereka juga cenderung untuk memiliki simtom yang lebih kuat
dari pada orang skizofrenialainnya dan kurang responsive terhadap pengobatan karena
dianggap sebagai pergantian yang buruk dalam pemfungsian otak, yang sulit untuk
ditangani/dikurangi melalui treatment. Perbedaan jenis kelamin mungkin juga
berhubungan dengan ukuran ventricular. Beberapa studi menemukan bahwa laki-laki
dengan skizofrenia memiliki pelebaran ventrikel yang lebih kuat.
3) Faktor Anatomis Neuron
Abnormalitas neuron secara otomatis pada skizofrenia memiliki beberapa penyebab,
termasuk abnormalitas gen yang spesifik (khas), cedera otak berkaitan dengan cedera
waktu kelahiran, cedera kepala, infeksi virus defisiensi (penurunan) dalam nutrisi dan
defisiensi dalam stimulus kognitif (Conklin & Lacono, 2002).
4) Komplikasi Kehamilan
Komplikasi serius selama prenatal dan masalah-masalah berkaitan dengan kandungan
pada saat kelahiran merupakan hal yang lebih sering dalam sejarah orang-orang dengan
skizofrenia dan mungkin berperan dalam membuat kesulitan-kesulitan secara neurologist.
Komplikasi dalam pelepasan berkombinasi dengan keluarga beresiko terhadap terjadinya
karena menambah derajad pembesaran ventricle. Penelitian epidemiologi telah
menunjukkan angka yang tinggi dari skizofrenia dikalangan orang-orang yang memiliki
ibu terjangkit virus influenza ketika hamil. Selain itu, apabila ada gangguan pada
perkembangan otak janin selama kehamilan(epigenetic faktor), maka interaksi antara gen
yang abnormal yang sudah ada sebelumnya dengan faktor epigenetik tersebut dapat
memunculkan gejala skizofrenia.
5) Neurotransmiter
Neurotransmiter dopamine dianggap memainkan peran dalam skizpfrenia Teori awal
dari dopamine menyatakan bahwa simtom-simton skizofrenia disebabkan oleh kelebihan
jumlah dopamine di otak, khususnya di frontal labus dan system limbic. Aktivitas
dopamine yang berlebihan / tinggi dalam system mesolimbik dapat memunculkan simtom
positif skizofrenia : halusinasi, delusi, dan gangguan berfikir. Karena atipikal antipsikotis
bekerja mereduksi simtom-simtom skizofrenia dengan mengikat kepada reseptor D4
dalam system mesolimbik. Sebaliknya jika aktivitas dopamine yang rendah dapat
mendorong lahirnya simtom negative seperti hilangnya motivasi, kemampuan untuk
peduli pada diri sendiri dalam aktivitas sehari-hari. Dan tidak adanya responsivitas
emosional. Hal ini menjelaskan bahwa phenothiazines, yang mereduksi aktivitas
dopamine, tidak meredakan atau mengurangi simtom.
Dalam penelitian lain bahwa taraf abnormalitas nuotansmiter glutamate dan gamma
aminobutyric acid ( GABA ) tampak pada orang-orang dengan skizofrenia. Glutamate dan
GABA terbesar di otak manusia dan defisiensi pada neurotransmitter akan memberikan
kontribusi terhadap simtom-simtom kognitif dan emosioanal. Neuro glutamate merupakan
pembangkit jalan kecil yang menghubungkan kekortek, system limbic dan thalamus
bagian otak yang membangkitkan tingkah laku abnormal pada orang-orang dengan
skizofrenia.
b. Faktor Psikososial
1) Teori Psikodinamika
Menurut Kohut & Wolf, ahli-ahli teori psikodinamika berpendapat bahwa skizofrenia
merupakan hasil dari paksaan atau tekanan kekuetan biologis yang mencegah atau
menghalangi individu untuk mengembangkan dan mengintegrasikan persaan atau
pemahaman atas dirinya. jika ibu secara ekstrim atau berlebihan kasar dan terus-menerus
mendominasi, anak akan mengalami taraf regresi dan kembali ke taraf perkembangan bayi
dalam hal pemfungsiannya, sehingga ego akan kehilangan kemampuannya dalam
membedakan realita.
Menurut Dadang Hawari, dalam teori homeostatis-deskriptif, diuraikan gambaran
gejala-gejala dari suatu gangguan jiwa yang menjelaskan terjadinya gangguan
keseimbangan atau homeostatis pada diri seorang, sebelum dan seseudah terjadinya
gangguan jiwa tersebut. Sedangkan dalam teori Fasilitatif etiologik, diuraikan faktor yang
memudahkan penyebab suatu penyakit itu muncul, bagaimana perjalanan mekanisme
psikologis dari penyakit yang bersangkutan. Skizofrenia muncul karena terjadi fiksasi
pada fase paranoid-schizoid pada awal perkembangan masa bayi.
2) Pola-Pola Komunikasi
Menurur Gregory Bateson & koleganya bahwa orangtua (khususnya ibu) pada anak-
anak sklizofrenia menempatkan anak mereka dalam situasi ikatan ganda (double binds)
yang secara terus menerus mengkomunikasikan pesan-pesan yang bertentangan pada
anak-anak. Yang dimaksud ikatan ganda adalah pemberian pendidikan dan informasi yang
nilainya saling bertentangan. Dalam teori doble-bind tentang pola-pola komunikasi dalam
keluarga orang-orang dengan skizofrenia, menampakkan keganjilan. Keganjilan-
keganjilan itu membentuk lingkungan yang penuh ketegangan yang membuat lebih besar
kemungkinan seorang anak memiliki kerawanan secara biologis terhadap skizofrenia.
Selain itu, anak dalam berbicara sering tidak mneyambung atau kacau atau tidak jelas arah
pembicaraan, serta dalm berbicara disertai emosi yang tinggi dan suara yang keras.
3) Stres dan Kekambuhan
Keadaan sekitar atau lingkungan yang penuh stress (stresfull) mungkin tidak
menyebabkan seseorang terjangkit skizofrenia, tetapi keadaan tersebut dapat memicu
episode baru pada orang-orang yang mudah terkena serangan atau rawan terhadap
skizofrenia. Berdasarkan penelitian bahwa lebih dari 50 % orang yang mengalami
kekambuhan skizofrenia adalah mereka yang dalam kehidupannya telah mengalami
kejadian-kejadian buruk sebelum mereka kambuh. Menurut danang Hawari, stresor yang
menyebabkan stres atau kekambuhan skizofrenia paranoid adalah perkawinan, masalah
orang tua, hubungan interpersonal, pekerjaan, lingkungan hidup, keuangan dan hukum.
4) Faktor Kesalahan Belajar
Yang dimaksud kesalahan belajar adalah tidak tepatnya mempelajari yang benar atau
dengan tepat mempelajari yang tidak benar. Dalam hal ini penderita mempelajari dengan
baik perilaku orang-orang skizofrenia atau perilaku yang baik dengan cara yang tidak baik
( Wiramaharja,2005)
D. Komplikasi
Menurut Keliat (2016), dampak gangguan jiwa skizofrenia antara lain :
1. Aktifitas hidup sehari-hari
Klien tidak mampu melakukan fungsi dasar secara mandiri, misalnya kebersihan diri,
penampila dan sosialisasi.
2. Hubungan interpersonal
Klien digambarkan sebagai individu yang apatis, menarik diri, terisolasi dari teman-teman
dan keluarga. Keadaan ini merupakan proses adaptasi klien terhadap lingkungan kehidupan
yang kaku dan stimulus yang kurang.
3. Sumber koping
Isolasi social, kurangnya system pendukung dan adanya gangguan fungsi pada klien,
menyebabkan kurangnya kesempatan menggunakan koping untuk menghadapi stress.
4. Harga diri rendah
Klien menganggap dirinya tidak mampu untuk mengatasi kekurangannya, tidak ingin
melakukan sesuatu untuk menghindari kegagalan (takut gagal) dan tidak berani mencapai
sukses.
5. Kekuatan
Kekuatan adalah kemampuan, ketrampilan aatau interes yang dimiliki dan pernah digunakan
klien pada waktu yang lalu.
6. Motivasi
Klien mempunyai pengalaman gagal yang berulang.
7. Kebutuhan terapi yang lama
8. Klien disebut gangguan jiwa kronis jika ia dirawat di rumah sakit satu periode selama 6
bulan terus menerus dalam 5 tahun tau 2 kali lebih dirawat di rumah sakit dalam 1 tahun.
E. Penatalaksanaan
1. Medis
Obat antipsikotik digunakan untuk mengatasi gejala psikotik (misalnya perubahan perilaku,
agitasi, agresif, sulit tidur, halusinasi, waham, proses piker kacau). Obat-obatan untuk pasien
skizophrenia yang umum diunakan adalah sebaga berikut :
Judul Pengaruh Terapi Musik Klasik Terhadap Perubahan Gejala Dan Fungsi
Pada Pasien Rawat Inap Skizofrenia Di Rumah Sakit Khusus Daerah
Provinsi Maluku
Tahun 2019
Negara Indonesia
Nama Author Svetlana Solascriptura Lewerissa, Sherly Yakobus, Christiana R. Titaley.
Abstrak Pendahuluan : Skizofrenia adalah sindrom dengan variasi penyebab,
dan perjalanan penyakit yang luas, tergantung pada pertimbangan
pengaruh genetik, fisik, dan budaya. Pasien skizofrenia memiliki tiga
gejala yaitu gejala positif, gejala negatif, dan gejala disorganisasi, yang
berdampak pada fungsi pasien untuk berinteraksi dengan keluarga,
sekolah, pekerjaan, lingkungan, agama, dan sosial. Terapi musik klasik
bermanfaat untuk merelaksasi, memperbaiki presepsi, konsentrasi, dan
dapat meningkatkan kontak intrapersonal. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh terapi musik klasik terhadap perubahan gejala dan
fungsi pada pasien skizofrenia rawat inap bagian subakut di Rumah Sakit
Khusus Daerah Provinsi Maluku. Metode : Penelitian ini merupakan
penelitian analitik dengan pendekatan eksperimental. Subyek penelitian
berjumlah 10 orang pasien skizofrenia yang diambil dengan teknik
purposive sampling dan dikelompokan dalam one group pretest-posttest.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi menggunakan
Global Assessment of Functioning Scale (GAF Scale) sebelum dan
sesudah diterapi musik klasik Symphony No 9 karya Ludwig Van
Beethoven, dalam waktu 30 menit setiap sesi selama tujuh kali pada
pasien skizofrenia. Perubahan gejala dan fungsi pasien skizofrenia akan
dibandingkan dan dianalisa dengan menggunakan uji Wilcoxon. Hasil :
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa rata-rata kesepuluh pasien
skizofrenia memiliki skor GAF Scale sebelum diterapi musik klasik yaitu
51-60, namun setelah diterapi musik klasik terjadi peningkatan skor GAF
Scale, sebanyak 50% menjadi 61-70 dan 50% menjadi 71-80. Jadi,
Kesimpulan : Dapat disimpulkan bahwa terapi musik klasik dapat
menurunkan gejala yang dirasakan dan meningkatkan fungsi secara
umum pasien skizofrenia yang dirawat inap.
Pendahuluan Skizofrenia merupakan gangguan mental yang berat ditandai dengan
gangguan dalam pemikiran, presepsi, dan bahasa.1 Angka kematian
pasien skizofrenia mengalami peningkatan 2-3 kali lebih cepat
dibandingkan orang-orang pada umumnya.2 Hal ini dikarenakan lebih
dari 50% orang yang mengalami skizofrenia tidak mendapatkan
perawatan yang baik, sehingga mengalami gangguan metabolik,
gangguan kardiovaskular, dan infeksi yang terlambat diobati sehingga
mengakibatkan pasien skizofrenia meninggal.
Menurut data dari World Heatlh Organization (WHO) tahun
2017, terdapat 21 juta orang di seluruh dunia yang mengalami
skizofrenia. Pasien skizofrenia memiliki tiga gejala yaitu gejala positif,
gejala negatif, dan gejala disorganisasi. Gejala-gejala skizofrenia
tersebut akan berdampak pada fungsi pasien untuk berinteraksi dengan
keluarga, sekolah, pekerjaa-n, lingkungan, agama, dan sosial.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka perlu dilakukan penang anan secara
komprehensif yaitu dengan farmak- oterapi dan nonfarmakoterapi,
supaya dapat menangani gejala dan meningkatkan fungsi pasien
skizofrenia. Farmakoterapi yaitu terapi dengan memberikan obat-
obatan yang terbagi atas dua golongan yaitu golongan Antipsikotika
Generasi I (APG I) dan Antipsikotika Generasi II
(APG II). Penanganan secara nonfarmakotera pi yaitu pelatihan yang
digunakan seperti pelati han keterampilan sosial, terapi berorientasi
keluarga, terapi kelompok, psikoterapi individu, terapi kejuruan dan
terapi perilaku kognitif dan terapi menggunakan musik. Manfaat dari
terapi musik adalah untuk merelaksasi, mempertajam pikiran,
memperbaiki presepsi, konsentrasi, ingatan, menyehatkan tubuh,
meningkatkan fungsi otak, dan dapat meningkatkan kontak intrapersonal
serta meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan
sosial di masyarakat.9,10 Musik yang dapat digunakan untuk terapi
musik pada umumnya musik yang lembut, memiliki nada-nada dan
irama yang teratur atau instrumentalia, yaitu musik klasik.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh I Wayan Chandra, I
Gusti Ayu Ekadewi, dan I Ketut Gama tahun 2013,12 mengenai terapi
musik klasik terhadap gejala perilaku agresif pasien skizofrenia di Ruang
Kunti Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali. Hasil penelitian menunjukan
perilaku agresif pasien skizofrenia sebelum diberikan terapi musik klasik
sebagian besar sebanyak 11 orang dalam kategori sedang. Setelah
diberikan terapi musik sebagian besar sebanyak 12 orang dalam kategori
tingkat agresif yang ringan. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh
Rafina Damayanti, Jumaini, dan Sri Utami13, pada tahun 2014 di
Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau mengenai efektifitas terapi
musik klasik terhadap penurunan tingkat halusinasi pada pasien
halusinasi sebanyak 34 orang yang terdiri dari 17 orang kelompok
eksperimental dan 17 orang kelompok kontrol. Hasil penelitian ini
membuktikan adanya penurunan tingkat halusinasi pada kelompok
eksperimen yang telah diberikan musik klasik, sedangkan untuk
kelompok kontrol tidak ada perbedaan yang signifikan.
Metode Penelitian ini merupakan penelitian analitik, dengan menggunakan
desain penelitian eksperimental, rancangan one-group pretest pada awal
peneltian dan postest setelah intervensi diberikan dalam waktu tiga puluh
menit selama tujuh kali. Dalam penelitian ini, populasi yang diambil
dengan cara purposive sampling, yakni pasien rawat inap skizofrenia di
bagian subakut ditetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan tujuan
penelitian
Hasil Dari kesepuluh pasien yang diteliti, ditemukan bahwa setelah diberikan
terapi musik klasik selama tujuh kali, terdapat perbedaan skor GAF
Scale. Pada penelitian ini 50% pasien memiliki skor 71-80 (Tinggi),
pasien terlihat tenang, kooperatif, gejala halusinasi atau waham sudah
berkurang bahkan tidak ada lagi, dapat berkonsentrasi saat terapi musik
klasik, fungsi kognitif baik, komunikasi baik, dan fungsi secara umum
baik. Sebanyak 50% lainnya yang mempunyai skor 61-70 (Sedang),
dengan gejala ringan yang terlihat adanya perubahan mood, depresi, dan
insmonia ringan, fungsi secara umum cukup baik, hubungan
interpersonal yang cukup berarti, komunikasi relevan, kontak verbal dan
mata positif, fungsi kognitif cukup, kadang berbohong. Hal ini
menunjukan adanya peningkatan skor dari setiap pasien sehingga
dikategorikan dalam kategori tinggi
Judul Pengaruh Musik pada Halusinasi Pendengaran dan Kualitas Hidup pada
Pasien Skizofrenia: Percobaan Terkontrol Secara Acak
Tahun 15 Agustus 2018
Negara Turki
Nama Author Sükran Ertekin Pinar RN, PhD & Havva Tel RN, PhD
Abstrak Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh musik terhadap
halusinasi pendengaran dan kualitas hidup pada pasien skizofrenia.
Sampel penelitian acak terkontrol ini terdiri dari 28 pasien (14 kelompok
eksperimen dan 14 kelompok kontrol) yang dirawat inap dengan
diagnosis skizofrenia (DSM-IV) dan halusinasi pendengaran. Data
penelitian dikumpulkan dengan Formulir Informasi, Skala Penilaian
Gejala Positif (SAPS), Karakteristik Kuesioner Halusinasi Pendengaran,
dan Organisasi Kesehatan Dunia Skala Kualitas Hidup(WHOQOL
BREF). Halusinasi, pemikiran formal yang positif, dan total skor SAPS
pasien dalam kelompok eksperimen yang diperoleh selama rawat inap
ditentukan lebih tinggi daripada yang diperoleh saat pulang dan tindak
lanjut setelah keluar. Karakteristik skor kuesioner halusinasi
pendengaran pasien kelompok eksperimen dan kontrol mengalami
penurunan.fisik, mental, lingkungan, dan Skor domainlingkungan
nasional dari kualitas hidup pada kelompok eksperimen meningkat pada
bulan keenam setelah keluar. Mendengarkan musik memiliki efek positif
pada gejala positif dan kualitas hidup pasien dengan halusinasi
pendengaran. Sejalan dengan hasil ini, mendengarkan musik mungkin
disarankan untuk mengatasi halusinasi pendengaran dan untuk
memberikanpositif kualitas hidup yang.
3. Menyampaikan tujuan
2. Pelaksanaan 1. Menjelaskan tata cara 1. Memberikan 30 menit
Pelaksanaan terapi penjelasan
musik klasik 2. Bertanya
a. Assesmen
3. Antusias
b. Kognitif Melaksanakan
terapi Musik klasik
c. Sosial
d. Fisik
e. Emosional
f. Komunikasi
2. Memberikan terapi
Musik klasik dengan
jenis hipnoterapi
3. Evaluasi Setelah diberikan terapi Mengungkapkan 5 menit
musik klasik lansia merasa perasaan
nyaman
4. Penutup 1. Memberikan motivasi 1. Memperhatikan 5 menit
dan pujian kepada
2. Mendengarkan
seluruh lansia yang
Menjawab salam
telah mengikuti terapi
musik klasik.
2. Mengucapkan terima
kasih kepada para
lansia.
3. Mengucapkan salam
Penutup.
DAFTAR PUSTAKA
Agung Wahyudi, Arulita IF. Faktor resiko terjadinya skizofrenia Studi Kasus di Wilayah
Kerja Puskesmas pati II. Semarang:2016
Agus Purwadianto (2010), Kedaruratan Medik: Pedoman Penatalaksanaan Praktis, Binarupa
Aksara, Jakarta.
Ajeng Wijayati, Warih AP. Hubungan Onset Usia Dengan Kualitas Hidup Penderita
Skizofrenia Di Wilayah Kerja Puskesmas Kasihan II Bantul Yogyakarta. Yogyakarta.
2014
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) 2013. Jakarta: Kemenkes RI, 2013
Campbell. Efek Mozart : Memanfaatkan Kekuatan Musik Untuk Mempertajam Pikiran,
Meningkatkan Kreativitas Dan Menyehatkan Tubuh. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama; 2010
Cordoso CS, et al. Factors Associated with low Quality of Life in Schizophrenia. Cad Saude
Publica: 2005
Departemen Kesehatan. Prevalensi skizofrenia di Indonesia. [internet]. 2018. [cited 12 March]
Available from :
Djohan.Terapi Musik teori dan aplikasi. Yogyakarta: Galangpress; 2006
Fakhari A, Ranjibae F. An Epidemiological Survey of Mental Disorders amongs Adults in the
North West Area of Tabriz. Iran: Departement of Psychiatry. 2005
Gill D., Hughes’ Outline of Modern Psychiatry. Ed 5. England: British Library Cataloguing;
2007
Maramis WF. Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press; 2009
Neligh GL. Psychiatry the National Medical Series fir Independent Study. Ed 2nd. New York:
Joh Wiley & Sons. 1989
Paget RJ. The Role Music in Learning. United Kingdom: BAAT Ltd;2006
Rafina D, Jumaini, Sri Utami. Efektifitas Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan Tingkat
Halusinasi Pada Pasien Halusinasi Dengar di RSJ Tampan Provinsi Riau. Riau; 2014
Rekam Medik Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Maluku. Laporan Tahunan Kunjungan
Pasien Skizofrenia. 2018
Sadock. Kaplan.. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Ed 2. Jakarta: EGC; 2017
Ulrich, G., Houtmans, T., & Gold, C. American Music Therapy Association. The Additional
Therapeutic effect of Group Music Therapy for Schizophrenic Patients, 116,362-70.
2007.
Wayan C, I Gusti AE, I Ketut G. Terapi Musik Klasik Terhadap Perubahan Gejala Perilaku
Agresif Pasien Skizofrenia. Denpasar; 2013
World Health Organization. Depression and other common mental disorders. Global Heath
Estimates. 2017
World Health Organization. Management of schizophrenia. [internet]. 2018. [cited 12 March].
Available from: http://www.who.int/mental_health/manage ment/schizophrenia/en/
World Health Organization. Prevalence of schizophrenia. [internet]. 2018. [cited 12 March].
Available from: http://www.who.int/en/news-room/fact- sheets/detail/schizophrenia