DISUSUN OLEH :
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Makalah Asuhan Keperawatan Klien
dengan Infeksi Paru (Pneumonia & Abses Paru) ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Keperawatan
Medikal Bedah I. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang kesadaran intrapersonal dalam hubungan interpersonal bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
JUDUL………………………………………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………………. 1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………… 1
C. Tujuan…………………………………………………………………………….. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Pneumonia………………………………………………………………. 2
B. Klasifikasi Pneumonia…..………………………………………………………... 2
C. Faktor Risiko Pneumonia….……………………………………………………... 2
D. Etiologi Pneumonia……………………...……………………………………….. 2
E. Symptoms Pneumonia…………………...…………………………..………….. ..3
F. Patofisiologi Penumonia……………………………………………………….…..3
G. Pathway Pneumonia……………………………………………………………….6
H. Asuhan Keperawatan Pneumonia………………………………………....………7
I. Definisi Abses Paru………………………………………………………………14
J. Etiologi Abses Paru………………………………………………………………14
K. Faktor Risiko Abses Paru………………………………………………………...15
L. Symptoms Abses Paru……………………………………………………………16
M. Patofisiologi Abses Paru…………………………………………………,……....17
N. Pathway Abses Paru………………………………………………………………18
O. Asuhan Keperawatan Abses Paru………………………………………………...19
A. Kesimpulan...……………………………………………………………………. 22
B. Saran………...……………………………………………………………………22
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Pneumonia dan Abses Paru ?
2. Bagaimana Etiologi Penumonia dan Abses Paru ?
3. Bagaimana Patofisiologi Pneumonia dan Abses Paru ?
4. Bagaimana Asuhan Keperawatan terhadap penyakit Pneumonia dan Abses
Paru?
C. Tujuan
1
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Pneumonia
B. Klasifikasi Pneumonia
Faktor risiko pneumonia antara lain usia lanjut, imunitas yang terganggu,
adanya penyakit paru yang mendasari, alkoholisme, perubahan kesadaran, adanya
gangguan menelan, merokok, intubasi endotrakea, malnutrisi, imobilisasi, penyakit
jantung atau hati.
D. Etiologi Pneumonia
2
Staphylococcus aureus dan Haemophilus influenza merupakan bakteri patogen
golongan tipikal. Legionella, Chlamydophila, M. Pneumoniae merupakan bakteri
patogen golongan atipikal. Virus dapat menyebabkan pneumonia, dan Respiratory
Syncytial Virus merupakan etiologi virus yang sering ditemukan. Pada beberapa kasus
juga dapat ditemukan virus influenza tipe A atau tipe B. Pada pasien dengan kondisi
imun yang buruk dapat terjadi pneumonia akibat infeksi jamur. Pada kasus yang jarang,
pneumonia dapat disebabkan oleh aspirasi objek atau substansi yang mengakibatkan
iritasi dari paru – paru
E. Symptoms Pneumonia
Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik
non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak
darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih
suka berbaring pada yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
F. Patofisiologi Penumonia
Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila
virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah
melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang
melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi
saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan
respon imun.
3
tersebut dapat memicu perkembangan edema paru dan eksudat yang mengisi alveoli
sehingga mengurangi luas permukaan alveoli untuk pertukaran karbondioksida dan
oksigen sehingga sulit bernafas. Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan
konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar,
atau intersisial.
Pada bakteri golongan gram negatif, bakteriini dapat melepas endotoksin yang
dapat dilepaskan kedalam plasma yanitu lipolisakarida, Endotoksin menyebabkan
peningkatan suhu yang progresif tergantung dari dosis (dose-related). Apabila bakteri
atau hasil pemecahan bakteri terdapat dalam jaringan atau dalam darah, keduanya akan
difagositosis oleh leukosit, makrofag jaringan dan natural killer cell (NK cell). Seluruh
sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan interleukin-1,
kemudian interleukin-1 tersebut mencapai hipotalamus sehingga segera menimbulkan
demam. Interleukin-1 adalah saraf termosensitif yang bertugas menormalkan suhu
tubuh, disaat endositoksin dari bakteri menaikkan suhu tubuh, interleukin-1 akan
merespon dengan dengan menurunkan suhu tubuh yang akan menyebabkan tubuh
menggigil yang kemudian merangsang prostaglandin E-2 (PGE-2) untuk menghasilkan
panas yang berakibat terjadinya demam pada pasien. Hasil peningkatan suhu melanjut
sampai suhu tubuh mencapai peningkatan set-point. Peningkatan set-point kembali
normal apabila terjadi penurunan konsentrasi IL-1 atau pemberian antipiretik dengan
menghambat sintesis PGE-2. PGE-2 diketahui mempengaruhi secara negative feed-
back dalam pelepasan IL-1, sehingga dapat mengakhiri mekanisme ini yang awalnya
diinduksi demam.
4
selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui batuk. Apabila infeksi bakteri
menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya
empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun
kebanyakan menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan
(Bennete, 2013).
5
G. Pathway Pneumonia
sistem pertahanan
tubuh
menyerang alveoli
konsolidasi eksudatif
perkembangan jaringan ikat paru
edema paru dan menggigil
eksudat
penurunan compliance
paru
mengisi alveoli demam
pengembangan paru
mengurangi luas tidak maksimal
permukaan alveoli HIPERTERMI
untuk pertukaran O2
sesak nafas
dan CO2
metabolisme tubuh
menurun kelemahan
ATP menurun
INTOLERANSI AKTIVITAS
6
H. Asuhan Keperawatan Pneumonia
Diagnosa
Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan(Nanda)
7
paru dan memudahkan
pernafasan.
Observasi pola batuk dan
karakter sekret.
Rasional : Kongesti
alveolar mengakibatkan
batuk sering/iritasi.
Dorong/bantu pasien
dalam nafas dan latihan
batuk.
Rasional : dapat
meningkatkan/banyaknya
sputum dimana gangguan
ventilasi dan ditambah
ketidak nyaman upaya
bernafas.
8
vasokontriksi respon
tubuh terhadap
demam/menggigil namun
sianosis pada daun
telinga, membran mukosa
dan kulit sekitar mulut
menunjukkan hipoksemia
sistemik.
Kaji status mental.
Rasional: gelisah mudah
terangsang, bingung dan
somnolen dapat
menunjukkan hipoksia
atau penurunan oksigen
serebral.
Tinggikan kepala dan
dorong sering mengubah
posisi, nafas dalam dan
batuk efektif.
Rasional: tindakan ini
meningkat inspirasi
maksimal, meningkat
pengeluaran secret untuk
memperbaiki ventilasi tak
efektif.
Kolaborasi Berikan terapi
oksigen dengan benar
misal dengan nasal plong
master, master venturi.
Rasional:
mempertahankan PaO2 di
atas 60 mmHg. O2
diberikan dengan metode
9
yang memberikan
pengiriman tepat dalam
toleransi.
Hipertermi (Domain Suhu tubuh Pantau suhu klien (derajat
11, kelas 6, kode dalam rentang dan polanya) perhatikan
diagnosis 00007) normal menggigil atau diaforesis.
Definisi : suhu inti Nadi dan RR Rasional : Suhu 38,9ºC –
tubuh di atas kisaran dalam rentang 41,1ºC menunjukkan
normal diurnal karena normal proses penyakit infeksi
kegagalan Tidak ada akut. Pola demam dapat
termoregulasi perubahan wana membantu dalam
Batasan karateristik : kulit dan tidak diagnosis, misalnyakurva
Konvulsi ada pusing. demam lanjut berakhir
Kulit Kemerahan lebih dari 24 jam
Peningkatan suhu menunjukkan pneumonia
tubuh di atas pneumokokal, demam
kisaran normal skarlet atau tifoid, demam
Takikardi remiten (bervariasi hanya
Takipnea beberapa derajat pada
10
membantu mengurangi
demam, penggunaan air
es/alkohol mungkin
menyebabkan kedinginan,
peningkatan suhu secara
aktual. Selain itu, alkohol
dapat mengeringkan kulit.
Kolaborasi dengan tim
medis pemberian
antipiretik.
Rasional : Digunakan
untuk mengurangi demam
dengan aksi sentralnya
pada hipothalamus,
meskipun demam
mungkin dapat berguna
dalam membatasi
pertumbuhan organisme,
dan meningkatkan
autodestruksi dari sel-sel
yang terinfeksi.
Defisien volume Mempertahankan Kaji perubahan tanda
cairan (Domain 2, urin output vital, contoh :
kelas 5, kode diagnosis sesuai dengan peningkatan suhu/demam
00027) usia dan BB, BJ, memanjang, takikardia,
Definisi : penurunan urine normal, HT hipotensi ortostatik.
cairan intravaskuler, normal Rasional : Peningkatan
interstisial, dan/atau Tekanan darah, suhu/memanjangnya
intaselular. Ini mengacu nadi, suhu dalam demam meningkatkan
pada dehidrasi, batas normal laju metabolik dan
kehilangan cairan saja Tidak ada tanda- kehilangan cairan melalui
tanpa perubahan kadar tanda dehidrasi, evaporasi. TD ortostatik
natrium elastis turgor berubah dan peningkatan
11
Batasan karateristik : kulit baik, takikardia menunjukkan
Penurunan status membrane kekurangan cairan
mental mukosa lembab, sistemik.
Membran mukosa tidak ada rasa Kaji turgor kulit,
kering haus yang kelembaban membran
Penurunan turgor berlebihan. mukosa (bibir, lidah).
kulit Rasional : Indikator
Penurunan turgor langsung keadekuatan
lidah volume cairan, meskipun
membran mukosa mulut
mungkin kering karena
nafas mulut dan oksigen
tambahan
Pantau masukan dan
haluaran, catat warna,
karakter urine. Hitung
keseimbangan cairan.
Waspadai kehilangan
yang tampak. Ukur berat
badan setiap hari.
Rasional : Memberikan
informasi tentang
keadekuatan volume
cairan dan kebutuhan
penggantian.
Kolaborasi dengan tim
medis pemberian anti
piretik, anti emetic.
Rasional : Berguna
menurunkan kehilangan
cairan.
12
Intoleransi aktivitas Nafas normal Evaluasi respon pasien
(Domain 4, kelas 4, Irama jantung terhadap aktivitas
kode diagnosis 00092) normal Rasional: merupakan
Definisi : Sianosis kemampuan, kebutuhan
ketidakcukupan energi membaik pasien dan memudahkan
psikologis atau pilihan interan.
fisiologis untuk Berikan lingkungan
mempertahankan atau tenang dan batasi
menyelesaikan aktivitas pengunjung selama fase
kehidupan sehari-hari akut sesuai indikasi
yang harus atau yang Rasional: menurunkan
ingin dilakukan stress dan rangsangan
Batasan karateristik : berlebihan, meningkatkan
Dispnea istirahat.
Takikardia Jelaskan perlunya
Sianosis istirahat dalam rencana
pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas
dan istirahat.
Bantu pasien memilih
posisi nyaman untuk
istirahat atau tidur.
Rasional: pasien
mungkin nyaman dengan
kepala tinggi, tidur di
kursi.
Bantu aktivitas perawatan
diri yang diperlukan
Rasional: meminimalkan
kelelahan dan membantu
keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
13
I. Definisi Abses Paru
Abses paru adalah infeksi destruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan paru
yang terlookalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam
parenkim paru pada satu lobus atau lebih (Rasyid, A. 2006). Kavitas ini berisi
material purulent sel radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses
terinfeksi. Bila diameter kavitas < 2 cm dan jumlanya banyak (multiple small
abscesses) dinamakan necrotizing pneumonia
Abses paru merupakan salah satu penyakit pada paru yang disebabkan oleh
infeksi lokal dan ditandai oleh nekrosis jaringan paru-paru dan penyatuan dalam
rongga terbentuk di enuklesia tersebut (Beddoe AE; Pravikoff D; 2011).
14
Sedangkan spectrum isolasi bakteri Abses Paru akut menurut Hammond et al (1995)
adalah :
Sedangkan menurut Finegold dan Fishmans (1998) Organisme dan kondisi yang
berhubungan dengan Abses Paru:
Terjadinya Abses Paru biasanya melalui dua cara yaitu aspirasi dan
hematogen. Yang paling sering ditemukan adalah abses paru bronkogemik akibat
aspirasi. Hal ini dapat disebabkan oleh kelainan anatomis, sumbatan bronkus
maupun tumor. Sedangkan abses paru melalui hematogen biasanya berhubungan
dengan infeksi.
Seseorang berisiko lebih tinggi untuk terkena abses paru apabila memiliki faktor
risiko, berikut:
15
1. Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, misalnya akibat efek samping
kemoterapi, penyakit autoimun, dan infeksi HIV/AIDS.
2. Mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan.
3. Menyalahgunakan obat-obatan.
4. Menderita infeksi gigi dan mulut, diabetes melitus, penyakit jantung kongenital, stroke,
atau cerebral palsy.
5. Memiliki riwayat operasi transplantasi organ
6. Tersedak atau terdapat benda asing di saluran pernapasan
7. Berada dalam kondisi tidak sadar atau koma dalam waktu lam
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan lokal. Pada daerah
terbatas perkusi terdengar redup dengan suara napas bronkial, biasanya akan terdengar
16
suara ronki. Pada abses paru juga dijumpai jari tubuh, yang proses terjadinya
berlangsung cepat
Garry Tahun 1993 mengemukakan terjadinya abses paru disebutkan sebagai berikut :
a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita dengan faktor
predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan merusak parenkim paru dengan
proses nekrosis. Bila berhubungan dengan bronkus, maka terbentuklah air fluid
level bakteria masuk kedalam parenkim paru selain inhalasi bisa juga dengan
penyebaran hematogen (septik emboli) atau dengan perluasan langsung dari proses
abses ditempat lain (nesisitatum) misal abses hepar.
17
N. Pathway Abses Paru
Terjadi kerusakan
parenkim paru
Proses Nekrosis
19
- Diaforesis Memelihara kebersihan adanya suara tambahan
- Dispnea paru-paru dan bebas
- Sakit kepala saat bangun Berikan bronkodilator bila
dari tanda-tanda
- Hiperkapnia perlu
distress pernafasan
- Hipoksemia Berikan pelembab udara
- Hipoksia Mendemonstrasikan
- Nafas cuping hidung batuk efektif dan suara Atur intake untuk cairan
- Gelisah nafas yang bersih, tidak mengoptimalkan
- Somnolen ada sianosis dan keseimbangan
- Takikadia dyspnea (mampu
mengeluarkan sputum, Monitor respirasi dan status
mampu bernafas O2
dengan mudah, tidak Respiratory Monitoring
ada pursed lips) Monitor rata-rata, kedalaman,
irama dan usaha respirasi
Tanda-tanda Vital
rentang normal Catat pergerakan dada, amati
kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
Monitor suara nafas
Monitor polanafas bradipnea,
takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes,
biot
Catat lokasi trakea
Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan tidak adanya
suara tambahan
Auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui
hasilnya
Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi
crackles dan ronchi pada jalan
nafas utama.
20
kehidupan sehari-hari yang harus atau aktivitas fisik tanpa mengidentifikasi aktivitas
yang ingin di lakukan disertai peningkatan yang mampu dilakukan
Batasan Karakteristik : tekanan darah ,nadi,
- Respons tekanan darah abnormal Bantu untuk memilih aktivitas
dan RR
terhadap akivitas konsisten yang sesuai dengan
- Respon frekuensi jantung abnormal Mampu melakukan kemampuan fisik, psikologi
terhadap aktivitas aktivitas sehari-hari dan social
- Perubahan Elektrokardiogram (ADLs) secara mandiri
Bantu untuk mengidentifikasi
(EKG)
- Ketidaknyamanan setelah Keseimbangan aktivitas dan mendapatkan sumber
beraktivitas dan istirahat yang diperlukan untuk
- Dispnea setelah beraktivitas aktivitas yang diinginkan
- Keletihan Bantu untuk mendapatkan alat
- Kelemahan umum
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
Monitor respon fisik, emosi,
social dan spiritual
21
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
22
DAFTAR PUSTAKA
Huether, Sue E, dan McCance, Kathryn L. 2017. Buku Ajar Patofisiologi Edisi 6 Volume 2.
Singapura: Elsevier.
Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi: Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.
Ganong F.W. 2003. Temperature Regulation. Review of Medical Physiology. 21st edition. San
Francisco. Lange Medical Book Mc Graw Hill. 254-259.
Guyton C.A., Hall E.J. 1997. Pengaturan Suhu. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Jakarta.EGC.1141-1155.