Anda di halaman 1dari 3

Pendahuluan

COVID-19 adalah penyakit yang disebabkan oleh novel coronavirus (SARS-CoV-2). Pertama
kali muncul di Wuhan, Cina, pada Desember 2019 dan sejak itu telah dinyatakan sebagai
pandemi. Gejala klinis bervariasi dari gejala infeksi saluran pernapasan atas ringan dan sembuh
sendiri hingga gangguan pernapasan berat, henti jantung paru akut, dan kematian. Ahli THT di
seluruh dunia telah melaporkan sejumlah besar pasien dengan gejala ringan atau asimptomatik
COVID-19 yang mengalami disfungsi penciuman. Presentasi ini menyajikan kasus pasien
dengan COVID-19 yang dirawat di unit perawatan intensif (ICU), dengan gejala awal berupa
gangguan persepsi rasa dan persepsi menghidu yang muncul sebelum gejala gangguan
pernafasan. Setelah 4 hari di ICU dan 6 hari dengan obat-obatan umum, pasien kembali
mendapatkan sebagian besar indra penciumannya dan hanya tersisa dengan dysgeusia.

Coronavirus sebelumnya telah diidentifikasi sebagai famili virus yang diasosiasikan


dengan anosmia. Bukti anekdotal dari ahli otolaringologi di seluruh dunia telah menyarankan
bahwa jika kasus COVID-19 yang ringan disebabkan oleh novel betacoraviavirus, SARS-CoV-2,
dapat secara signifikan diasosiasikan dengan disfungsi penciuman.

Patogenesis

Sebagian besar orang yang mengalami infeksi saluran pernapasan atas yang disebabkan oleh
virus mengalami gangguan persepsi rasa dan penghidu yang disebabkan oleh salah satu dari
berikut:

• Secara sekunder dari rhinitis yang menyebabkan obstruksi pada nasal

• infeksi virus yang secara langsung mencedarai neuroepithelium olfaktori

• Adanya peradangan dan congesti pada nasal, dapat secara fisik menghalangi molekul bau
atau aroma ke celah olfaktori.

Pada minggu-minggu awal pandemi, anosmia menjadi perbincangan yang cukup sering pada
media sebagai salah satu gejala COVID-19. Beberapa pasien COVID-19 mengalami manifestasi
difungsi penghidu, tetapi hubungan dengan data saintifik masih terbatas.
Penelitian

Sebuah studi di Itali, sepertiga pasien (20 dari 59) yang dirawat dengan COVID-19,
dilaporkan mengalami gangguan penghidu/perasa. Penelitian lainnya melibatkan 12 RS di
Eropa, dari 417 pasien, 85,6% dilaporkan mengalami gangguan penghidu dan 88.0%
mengalami gangguan perasa. Mayoritas (65.7%) pasien mengalami disfungsi penciuman
setelah muculnya gejala umum telinga, hidung dan tenggorokan.

11.8% pasien lainnya mengalami gangguan penciuman sebelum terjadi gejala umum.

Gangguan penciuman tidak disebabkan oleh obstruksi nasal maupun rinorrhe, memberikan
isyarat bahwa SARS-CoV 2 memiliki mekanisme berbeda dari penyebab anosmia yang
disebabkan infeksi saluran napas atas lainnya

Pada penelitian oleh Leichen, et al. ditemukan bahwa anosmia memiliki hubungan yang
signifikan dengan demam (P=0.014), selain itu wanita lebih sering ditemukan dengan
anosmia dibandingkan dengan laki-laki (P<0.001), tetapi untuk menentukan terdapat
predileksi jenis kelamin pada kejadian anosmia diperlukan penelitian lebih lanjut.

Penelitian lain di Brazil yang dilakukan pada otak postmortem, ditemukan bahwa wanita
memiliki neuron lebih banyak pada olfactory bulb.

Selain itu gangguan pengecapan dan penghidu pada wanita juga diperkirakan disebabkan
karena sex differences pada produksi sitokin inflamasi.

Rekomendasi

-Berdasarkan literatur yang tersedia saat ini, peneliti tidak menyarankan pengobatan dengan
kortikosteroid sistemik.

-Kortikosteroid intranasal dapat dipertimbangkan, dengan preferensi untuk formulasi.

-Pasien yang sudah menggunakan korosterosteroid topikal atau inhalasi untuk penyakit yang
sudah ada sebelumnya ( seperti asma dan / atau alergi) disarankan untuk melanjutkan terapi
pemeliharaannya.

-Penggunaan vitamin A intranasal dapat dipertimbangkan.


-Pasien dengan anosmia tanpa sumbatan hidung harus dipertimbangkan sebagai tersangka
COVID-19 dan ini harus dimulai pengujian atau isolasi sendiri.

Sumber:

1. Lauren E, et al. 2020. Hypogeusia as the initial presenting symptom of COVID-19,


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7228456/pdf/bcr-2020-236080.pdf
(diakses pada tanggal 23 Juni 2020)
2. Anneclaire V, et al. 2020. COVID-19 and olfactory dysfunction - an ENT perspective to
the current COVID-19 pandemic http://www.b-ent.be/Content/files/sayilar/92/B-ENT
%20AOP%2020%2002.pdf (diakses pada tanggal 23 Juni 2020)

Anda mungkin juga menyukai