Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

ILMU KEDOKTERAN JIWA

GANGGUAN WAHAM

Oleh :

ANG TIMOTIUS R. A.
RAMANAWATI

Pembimbing :

dr. Agnes M. Haloho Sp. KJ

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HANG TUAH

SURABAYA

2015
PENDAHULUAN

Waham adalah keyakinan tentang suatu isi pikiran yang tidak


sesuai dengan kenyataannya atau tidak cocok dengan intelegensi
dan latar belakang kebudayaannya meskipun sudah dibuktikan hal
itu mustahil. 1

Waham merupakan satu-satunya ciri khas klinis atau gejala yang


paling mencolok. Waham-waham tersebut (baik tunggal maupun
sebagai suatu sistem waham) harus sudah ada sedikitnya 3 bulan
lamanya dan harus bersifat khas pribadi (personal) dan bukan
budaya setempat. 2

Gangguan waham yang paling sering terjadi pada usia dewasa


hingga usia tua dan lebih cenderung terjadi pada perempuan
dibandingkan pada laki-laki. Rasio usia gangguan waham berkisar
3
antara 18 – 80 tahun, namun usia terbanyak antara 40 – 45 tahun.
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi
Gangguan waham merupakan keyakinan yang salah, didasarkan
pada kesimpulan yang salah tentang realitas eksterna, tidak
konsisten dengan latar belakang intelegensi dan budaya pasien,
tidak dapat dikoreksi dengan penalaran. 3

II. Epidemiologi
Insiden tahunan gangguan waham adalah 1- 3 kasus per 100.000
orang. Prevalensi gangguan waham di Amerika Serikat
diperkirakan 0,025 – 0,03 %. Berdasarkan DSM-IV-TR, gangguan
waham menyebabkan hanya 1-2 % dari semua pasien untuk MRS.
Onser rata-rata sekitar usia 40 tahun, tetapi rentang usia untuk
onset dari usia 18 - 90 tahunan. Gangguan waham lebih cenderung
terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki dan banyak terjadi
pada pasien menikah dan bekerja, tetapi mungkin juga disebabkan
oleh imigrasi dan status sosioekonomi yang rendah. Rasio usia
gangguan waham berkisar antara 18 – 80 tahun, namun usia
3
terbanyak antara 40 – 45 tahun.

III. Tipe
Jenis – jenis waham 4 :
1. Waham bizzare : keyakinan yang keliru, mustahil dan aneh.
2. Waham sistematik : keyakinan yang keliru atau keyakinan yang
tergabung dengan satu tema/ kejadian.
3. Waham nihilstik : perasaan yang keliru bahwa diri dan
lingkungannya atau dunia tidak ada atau menuju kiamat.
4. Waham somatik : keyakinan yang keliru yang melibatkan fungsi
tubuh.

5. Waham paranoid
a. Waham kebesaran : keyakinan atau kepercayaan, biasanya
psikotik sifatnya, bahwa dirinya adalah orang yang sangat
kuat, sangat berkuasa atau sangat besar.
b. Waham kejaran (persekutorik) : suatu delusi yang menandai
seorang yang paranoid, yang mengira bahwa dirinya adalah
korban dari usaha untuk melukainya, atau yang mendorong
agar dia gagal dalam tindakannya.
c. Waham rujukan : suatu kepercayaan keliru yang meyakini
bahwa tingkah laku orang lain itu pasti akan memfitnah,
membahayakan atau akan menjahiti dirinya.
d. Waham dikendalikan : keyakinan yang keliru bahwa
keinginan, pikiran atau perasaannya dikendalikan oleh
kekuatan dari luar. Termasuk didalamnnya :
 Thought withdrawal : waham bahwa pikirannya ditarik oleh
orang lain atau kekuatan lain.
 Thought insertion : waham bahwa pikirannya disisipi oleh
orang lain atau kekuatan lain.
 Thought broadcasting : waham bahwa pikirannya dapat
diketahui pleh orang lain atau tersiar di udara.
 Thought control : waham bahwa pikirannya dikendalikan
oleh orang lain atau kekuatan lain.
6. Waham cemburu : keyakinan yang keliru yang berasal dari
cemburu patologis tentang pasangan yang tidak setia.
7. Erotomania : keyakinan yang keliru, biasanya pada wanita,
merasa yakin bahwa seseorang sangat mencintainya.

IV. Etiologi
Penyebab sebenarnya tidak diketahui. Ada beberapa faktor 3 :
a. Faktor biologis
Berbagai substansi dan keadaan medis non-psikiatri,
termasuk faktor biologis yang nyata, dapat menyebabkan
waham, tetapi tidak setiap penderita tumor otak mempunyai
waham.
Keadaan neurologis yang paling sering berhubungan dengan
waham adalah keadaan yang mengenai sistem limbik dan basal
ganglia.
Gangguan waham juga dapat timbul sebagai respons normal
terhadap pengalaman abnormal terhadap lingkungan, sistem
saraf tepi, atau sistem saraf pusat.

b. Faktor psikodinamik
Praktisi memiliki impresi klinis kuat bahwa kebanyakan
pasien gangguan waham memiliki kondisi sosial terisolasi dan
tingkat pencapaian dalam hidupnya kurang dari yang
diharapkan.
Teori psikodinamik spesifik mengenai penyebab dan evolusi
gejala waham melibatkan anggapan mengenai orang
hipersensitif dan mekanisme ego spesifik : pembentukan reaksi,
proyeksi dan penyangkalan.
Waham juga dihubungkan dengan berbagai faktor tambahan
seperti isolasi sensorik dan sosial, deprivasi sosioekonomi dan
gangguan kepribadian.

V. Gambaran Klinis
Status mental 3
:
1) Deskripsi umum
Pasien biasanya berdandan dengan baik dan berpakaian rapi,
tanpa tanda disintegrasi nyata pada kepribadian atau aktivitas
harian. Tetapi, pasien mungkin terlihat eksentrik, aneh, curiga
atau bermusuhan.
2) Mood, perasaan dan afek
Mood pasien konsisten dengan isi wahamnya. Seorang
pasien dengan waham kebesaran adalah euforik, sedangkan
seorang pasien dengan waham kejar adalah pencuriga.
Bagaimanapun sifat sistem wahamnya, pemeriksa mungkin
merasakan kualitas depresif ringan.
3) Gangguan persepsi
Pasien dengan gangguan waham tidak memiliki halusinasi
yang menonjol atau menetap. Menurut DSM-IV-TR, halusinasi
raba dan cium mungkin ditemukan jika hal tersebut adalah
konsisten dengan wahamnya. Beberapa pasien dengan
gangguan waham mengalami halusinasi lain, hampir semua
adalah halusinasi dengar, bukan visual.
4) Pikiran
Gangguan pikiran dalam waham merupakan gejala utama dar
gangguan waham biasanya sistematis dan karakteristiknya
adalah sesuatu yang mungkin.
5) Orientasi
Pasien dengan gangguan waham biasanya tidak memiliki
gangguan dalam orientasi, kecuali bila mereka memiliki waham
spesifik tentang orang, tempat, waktu.
6) Daya ingat
Daya ingat dan proses kognitif pada pasien gangguan waham
tidak terganggu.
7) Pertimbangan dan tilikan
Pasien dengan gangguan waham hampir seleruhnya tidak
memiliki tilikan terhadap kondisi mereka dan hampir selalu
dibawa ke rumah sakit oleh orang lain.
8) Kejujuran
Pasien dengan gangguan waham biasanya dapat dipercya
informasinya, kecuali jika hal tersebut membahayakan sistem
wahamnya.

VI. Diagnosis
Pedoman diagnostik gangguan waham (F22.0) 2 :
 Waham-waham merupakan satu-satunya ciri khas klinis atau
gejala yang paling mencolok. Waham-waham tersebut (baik
tunggal maupun sebagai suatu sistem waham) harus sudah ada
sedikitnya 3 bulan lamanya dan harus bersifat khas pribadi
(personal) dan bukan budaya setempat.
 Gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang
lengkap/ full brown (F32.-) mungkin terjadi seara intermiten,
dengan syarat bahwa waham-waham tersebut menetap pada
saat-saat tidak terdapat gangguan afektif itu.
 Tidak boleh ada bukti-bukti tentang adanya penyakit otak.
 Tidak boleh ada halusinasi audiotorik atau hanya kadang-
kadang saja ada dan bersifat sementara.
 Tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia (waham
dikendalikan, siar pikiran, penumpulan afek, dsb).
VII. Diagnosis Banding
Diagnosis banding 2, 3 :
 Delirium
 Demensia
 Penyalahgunaan alkohol
 Intoksikasi obat simpatomimetik
 Malingering
 Gangguan kepribadian paranoid
 Skizofrenia paranoid
 Gangguan mood
 Gangguan obsesif-kompulsif
 Gangguan somatoform

VIII. Penjalaran Penyakit dan Prognosis


Gangguan waham dianggap merupaka diagnosis yang cukup
stabil. Kurang dari 25% kasus gangguan waham didiagnosa
skizofrenia dan <10% pasien mengalami gangguan mood. Sekitar
50% pasien sembuh dengan pengobatan, 20% mengalami
pengurangan gejala dan 30% lainnya tidak ada perbaikan. 3
Faktor-faktor yang berhubungan dengan prognosis baik 3 :
 Tingkat pekerjaan
 Peneyesuain fungsional yang tinggi
 Jenis kelamin (wanita)
 Onset sebelum usia 30 tahun
 Onset terjadi tiba-tiba
 Lama penyakit singkat
 Adanya faktor pencetus
 Waham kejar, somatik dan erotik

IX. Penatalaksanaan
1. Perawatan di rumah sakit dilakukan dengan tujuan 3 :
 Pemeriksaan medis dan neurologis yang lengkap ada pasien
untuk menentukan apakah terdapat kondisi medis
nonpsikiatri yang menyebabkan gangguan waha.
 Penilaian kemampuan pasien untuk pengendalian impuls
kekerasan seperti bunuh diri dan membunuh.
 Perilaku pasien mengenai waham secara signifikan dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk berfungsi dalam
keluarga dan pekerjaannya sehingga memerlukan intervensi
profesional untuk menstabilkannya.
2. Psikoterapi 3
3. Farmakoterapi 3, 5
Diberikan anti-psikosa : haloperido, pimozide, lithiu,
carbamazepine, valproate, risperidon, clazail

 Penggolongan
 Obat anti-psikosa tipikal
1. Phenothiazine : chlorpromazine (largactil); perphenazine
(trilafon), trifluoperazine (stelazine), fluphenazine
(anatensol); thiordazine (melleril)
2. Butyrophenone : haloperidol (haldol)
3. Diphenyl-butyl-piperidine : pimozide (orap)
 Obat anti-psiosa atipikal
1. Benzamide : supiride (dogmatil)
2. Dibenzodiazepine : clozapine (clozaril), olanzapine
(zyprexa), quetiapine (seroquel), zotepine (ludopin)
3. Benzisoxazole : risperidon (risperdal), aripiprazole
(abilify)

 Indikasi
Terget syndrome : sindrom psikosis
 Disabilitas berat dalam kemampuan daya menilai realitas,
bermanifestasi dalam gejala : awarness, judgement dan
insight terganggu.
 Disabilitas berat dalam kemampuan positif bermanifestasi
dalam gejala : inkoherensi, waham, halusinasi,
disorganized, sedangkan Disabilitas berat dalam
kemampuan negatif bermanifestasi dalam gejala : afek
tumpul respon emosi minimal, menarik diri, pasif, apatis,
gangguan proses berpikir (lambat), isi pikiran stereotip,
abulia.
 Disabilitas berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari
bermanifestasi dalam gejala : tidak mampu bekerja,
menjalin hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
 Mekanisme kerja
 Obat anti-psikosa tipikal : memblokade dopamine pada
reseptor pasca-sinaptik neuron di otak (sistem limbik dan
sistem ekstrapiramidal) sehingga efektif untuk gejala
positif.
 Obat anti-psikosa atipikal : selain berafinitas terhadap
reseptor dopamine D2 juga terhadap reseptor serotonin
5HT2 sehingga efektif juga untuk gejala negatif.

 Interaksi obat
 Antipsikosa + antipsikosa lain = potensiasi efek samping
obat
 Antipsikosa + antidepresan trisiklik = efek samping
antikolinergik meningkat
 Antipsikosa + antiaxietas = efek sedasi meningkat
 Antipsikosa + antikonvulsan = ambang konvulsi menurun,
kemungkinan serangan kejang meningkat
 Antipsikosa + antasida = efektivitas antipsikosa menurun

 Cara penggunaan
a) Pemilihan obat
Pada dasarnya obat antipsikosa mempunyai efek primer
(efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan
terutama pada efek sekunder (efek samping : sedasi,
otonomik, ekstrapiramidal)

Anti-psikosis Mg. Dosis Sedas Otonomi Eks.


Eg (Mg/h) i k Pir.

Chlopromazine 100 150-1600 +++ +++ ++


Thioridazine 100 100-900 +++ +++ +
Perphenazine 8 8-48 + + +++
Trifluoperazine 5 5-60 + + +++
Fluphenazine 5 5-60 ++ + +++
Haloperido 2 2-100 + + ++++
Pimozide 2 2-6 + + ++
Clozapine 25 25-200 ++++ + -
Zotepine 50 75-100 + + +
Sulpride 200 200-1600 + + +
Risperidone 2 2-9 + + +
Quetiapine 100 50-400 + + +
Olanzapine 10 10-20 + + +
Aripiprazole 10 10-20 + + +

b) Pengaturan dosis
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan :
 Onset efek primer : sekitar 2-4 minggu
 Onset efek sekunder :sektar 2-6 jam
 Waktu paruh : 12-14 jam (pemeberian obat 1-2 x perhari)
 Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi
dampak dari efek samping obat.
c) Lama pemberian
 Untuk pasien dengan serangan sindrom psikosis yang
multiepisode, terapi pemeliharaan diberikan paling
sedikit selama 5 tahun
 Pada umumnya pemebrian obat antipsikosa sebaiknya
dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah
semua gejala psikosis mereda sama sekali.
 Pada enghentian yang mendadak dapat timbul gejala
cholinergic rebound (gangguan lambung, mual, muntah,
diare, pusing, gemetar)
d) Pengguan parenteral
Pemberian obat antipsikosa long-acting hanya untuk terapi
stabilisasi dan pemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.

 Efek samping
 Sedasi dan inibisi psikomotor (rasa mengantuk,
kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun,
kemampuan kognitif menurun)
 Gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/
parasimpatolitik:mulut kering, kesulitan miksi dan defekasi,
hidung tersumbat, mata kabur, TIK meninggi, ganggua
irama jantung)
 Gangguan ekstrapiramidal (distonia akut, akathisis,
sindrom parkinson: tremor, bradikines, rigiditas)
 Gangguan endokrin (amenorrhoe, gynaecomasti),
metabolik (jaundice), hematologik (agranulositosis),
biasanya pada pemakaian jangka panjang.
 Sindrom Neuroleptik Maligna (SNM) : hiperpireksia,
rigiditas, incontinensia urinae, perubahan status metal,
perubahan tingkat kesadaran, gejala timbul dan
berkembang secara cepat.

 Kontraindikasi
 Penyakit hati
 Penyakit darah
 Epilepsi
 Kelainan jantung
 Febris yang tinggi
 Ketergsntungsn slkohol
 Penyskit SSP
 Gangguan kesadaran disebabkan depresi CNS
 Hindari penggunaan obat-obat antikloninergik
KESIMPULAN

Gangguan waham merupakan keyakinan yang salah, didasarkan


pada kesimpulan yang salah tentang realitas eksterna, tidak
konsisten dengan latar belakang intelegensi dan budaya pasien,
tidak dapat dikoreksi dengan penalaran.

Waham tidak memperlihatkan gangguan pikiran dan mood yang


perfasif seperti yang ditentukan pada kondisi psikotik lain. Tidak ada
afek datar atau afek tidak serasi, halusinasi yang meninjiol atau
waham aneh yang nyata. Pasien memiliki satu atau beberapa waham,
sering berupa waham kejar dan ketidaksetiaan selain itu dapat juga
berbentuk waham kebesaran, somatik atau eretomania.

Etiologi tidak diketahui. Berbagai substansi dan kondisi medis


nonpsikiatri dapat menyebabkan waham dan juga keadaan-keadaan
yang mempengaruh sistim limbik dan basal ganglia. Kebanyakan
pasien gangguan waham memiliki kondisi sosial terisolasi dan
tingkat pencapaian dalam hidupnya kurang dari yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Maramis, Willy F. 2009. Catatan Ilmu kedokteran Jiwa. Edisi


kedua. Surabaya : Airlangga Univercity Press.
2. Maslim, Rusdi. 2001. Buku saku Diagnosis Gangguan Jiwa.
Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta : PT Nuh Jaya
3. Sadock, BJ., Sadock, VA. 2007. Delusional Dusorder and Shared
Psychotic Disorder. In Kaplan & Sadock’s Synopsis of
Psychiatry: Behavioral Sciences/ Clinical Pcychiatry. 10th Edition.
Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins.
4. Redayani, P., Mangindaan, Lukas. 2010. Buku Ajar Psikiatri.
Jakarta : Badan Penerbit FKUI.
5. Maslim, Rusdi. 2014. Pengunaan Klinis Obat Psikotropika. Edisi
2014. Jakarta : PT Nuh Jaya

Anda mungkin juga menyukai