20190410310
MANAJEMEN KEUANGAN H
ECP GSL
SOAL 1
PT. A merencanakan akan mengakuisisi PT. B. data kedua perusahaan tersebut
adalah sebagai berikut:
Keterangan PT A PT B
EPS Rp 2.000,- Rp 2.000,-
Harga saham lembar Rp 20.000,- Rp 8.000,-
saham
PER 10x 4x
Jumlah lembar saham Rp 10 juta Rp 10 juta
Laba setelah Pajak Rp 20 milyar Rp 20 milyar
Nilai Pasar Equity Rp 200 milyar Rp 80 milyar
Misalkan PT. A dapat membeli PT. B dengan harga seperti saat ini dengan cara
menukar saham, dan diharapkan tidak terjadi synergy. Bagaimana EPS, harga saham,
PER, jumlah lembar saham, laba setelah pajak dan nilai equity setelah merjer? Apa
kesimpulan yang dapat kita peroleh?
SOAL 2
Jelaskan secara rinci perkembangan teori struktur modal!
SOAL 3
a. Jelaskan secara rinci tentang kebangkrutan dan restrukturisasi beserta contohnya
(kasus)
b. Jelaskan alat analisis yang digunakan dalam memprediksi kebangkrutan
perusahaan dan contohnya.
Selamat Mengerjakan
Semoga Sukses
Jawab:
1.)
a) Laba setelah pajak = Rp 20 miliar + Rp 20 miliar = Rp. 40 miliar
b) Nilai pasar equity = Rp. 200 miliar + Rp. 80 miliar = Rp. 280 miliar
c) Jumlah lembar saham = Rp. 10 juta + (Rp. 80 miliar/ Rp. 20.000) = 14 juta lembar
Dengan demikian dapat dihitung EPS, harga persaham, PER dengan hasil
Keterangan PT A PT B PT A (setelah
akuisisi)
EPS Rp. 2.000 Rp. 2.000 Rp. 2.857
Harga per lembar Rp. 20.000 Rp.8.000 Rp. 20.000
saham
PER 10x 4x 7x
Jumlah lembar 10 juta 10 juta 14 juta
saham
Laba setekah pajak Rp. 20 Rp. 20 Rp 40 miliar
miliar miliar
Nilai pasar equity Rp. 200 Rp.80 Rp 280 miliar
miliar miliar
Kesimpulan:
Bersadarkan analisis diatas maka PT. A berhasil di akusisi oleh PT.B . harga saham
setelah Pt. A diakuisisi tidak berubah tetap Rp. 20.000 namun mengalami peningkatan
EPS.
2). Penelitian secara teoritis dan empiris menemukan bahwa ada sebaran
struktur modal yang optimal bagi suatu perusahaan. Kecenderungan perusahaan
yang makin banyak menggunakan hutang, tanpa disadari secara berangsur-angsur,
akan menimbulkan kewajiban yang makin berat bagi perusahaan saat harus
melunasi membayar kembali hutang tersebut. Tidak jarang perusahaan-perusahaan
yang akhirnya tidak mampu memenuhi kewajiban tersebut, dan bahkan dinyatakan
pailit. Hingga kini belum ada rumus matematik yang tepat untuk menentukan jumlah
optimal dari hutang dan ekuitas dalam struktur modal Seitz, 1984. Teori struktur
modal dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu: 1. Teori Struktur Modal Tradisional
yang terdiri dari: a. Pendekatan laba bersih Net Income Approach b. Pendekatan
laba operasi bersih Net Operating Income Approach = NOI Approach, c. Pendekatan
tradisional Traditional Approach. Ketiga pendekatan struktur modal tradisional pada
mulanya dikembangkan oleh David Durand pada tahun 1952. 2. Teori Struktur
Modal Modern yang terdiri dari: a. Model Modigliani-Miller MM Tanpa Pajak, b.
Model Modigliani-Miller MM Dengan Pajak, c. Model Miller, d. Financial Distress dan
Agency Costs, e. Model Trade Off Model gabungan antara Model Modigliani-Miller,
Model Miller, dan Financial Distress dan Agency Costs, f. Teori Informasi Tidak
Simetris Asymetric Information Theory. Sjahrial D, 2010.
Selain itu, ada beberapa teori struktur modal antara lain:
1. Teori Pendekatan Tradisional
Pendekatan Tradisional berpendapat akan adanya struktur modal yang
optimal. Artinya struktur modal memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan, di
mana struktur modal dapat berubah-ubah agar bisa diperoleh nilai perusahaan yang
optimal.
b. Signaling
Mengembangkan model di mana struktur modal (penggunaan utang)
merupakan sinyal yang disampaikan oleh manajer ke pasar. Jika manajer
mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin agar
saham tersebut meningkat, maka manajer akan mengomunikasikan hal tersebut
kepada investor. Manajer bisa menggunakan hutang lebih banyak sebagai sinyal
yang lebih kredibel. Karena perusahaan yang meningkatkan hutang bisa dipandang
sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang.
Investor juga diharapkan akan menangkap sinyal tersebut dengan pemahaman
bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik.
3).
a) Kebangkrutan:
Kebangkrutan adalah masalah yang sangat esensial yang harus diwaspadai
oleh perusahaan. Karena jika perusahaan sudah terkena bangkrut, maka
perusahaan tersebut benar-benar mengalami kegagalan usaha. Untuk itu
perusahaan harus sedini mungkin melakukan berbagai analisis terutama analisis
yang menyangkut kebangkrutan perusahaan. Dengan analisis ini maka sangat
bermanfaat bagi perusahaan untuk melakukan antisipasi yang diperlukan.
Adapun faktor-faktor penyebab kebangkrutan, yaitu:
Perusahaan yang menghadapi technically insolvent, jika perusahaan tidak
dapat memenuhi kewajibannya yang segera jatuh tempo tetapi asset
perusahaan nilainya lebih tinggi daripada hutangnya.
Perusahaan yang menghadapi legally insolvent, jika nilai asset perusahaan
lebih rendah daripada nilai utang perusahaan.
Perusahaan yang menghadapi kebangkrutan yaitu jika tidak dapat membayar
utangnya dan oleh pengadilan dinyatakan pailit.
Contoh kasus:
Grup PMI adalah perusahaan asuransi hipotek swasta terbesar ketiga di
Amerika Serikat. Sejak gelembung real estat meletus pada 2007, Grup PMI harus
membayar miliaran sebagai kompensasi kepada peminjam yang merupakan
pemegang polis.
Akibatnya, Asuransi Hipotek PMI, unit operasi utama PMI, bersama dengan
unit Asuransi PMI lainnya, diinstruksikan pada bulan Agustus untuk menghentikan
penjualan kebijakan baru Departemen Asuransi Arizona karena dana menurun tajam
karena permintaan dari regulator pemerintah.
Dua bulan kemudian, Asuransi Hipotek PMI, bersama dengan Asuransi PMI,
dibekukan oleh regulator asuransi Arizona untuk kerugian dalam kegagalan untuk
memenuhi hipotek perumahan dan mengeringkan keuangan perusahaan. Mereka
juga diperintahkan untuk membayar klaim 50%, dan sisanya dibayarkan pada
tanggal yang tidak diketahui.
Restrukturisasi:
Perusahaan perlu mengevaluasi kinerjanya serta melakukan serangkaian
perbaikan, agar tetap tumbuh dan dapat bersaing. Perbaikan ini akan dilaksanakan
secara terus menerus, sehingga kinerja perusahaan makin baik dan dapat terus
unggul dalam persaingan, atau minimal tetap dapat bertahan.
Salah satu strategi untuk memperbaiki dan memaksimalkan kinerja perusahaan
adalah dengan cara restrukturisasi. Restrukturisasi dapat berarti memperbesar atau
memperkecil struktur perusahaan.
Adapun faktor-faktor penyebab restrukturisasi, yaitu:
Masalah hukum,
Adanya tuntutan pasar dan masalah geografis,
Perubahan kondisi perusahaan,
Muncul masalah berkaitan dengan serikat pekerja,
Hubungan antara holding dan anak perusahaan,
Pergeseran kepemilikan, dan lain sebagainya.
Contoh kasus:
Contoh salah satu keberhasilan restrukturisasi sebuah perusahaan PT
Semen Indonesia Tbk (SMGR). Keberhasilan tersebut terbukti dengan pengakuan
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan yang memuji keberhasilan
PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) dalam melaksanakan restrukturisasi perusahaan-
perusahaan semen nasional menjadi satu grup perusahaan yang kuat.
Semen Indonesia telah menjadi holding perusahaan semen nasional yang
terdiri dari PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Semen Gresik dan Semen
Tanglong di Vietnam.
Keberhasilan restrukturisasi tersebut dibuktikan dengan terus berlanjutnya
pembangunan grup perusahaan semen nasional ini menjadi perusahaan semen
berskala internasional yang mampu bersaing dengan perusahaan sejenisnya di
seluruh dunia.
Berikut adalah penjelasan analisis Altman Z-score sebagai salah satu alat
untuk memprediksi kebangkrutan:
Model prediksi kebangkrutan sudah dikembangkan ke beberapa Negara,
Altman melakukan survey model-model yang dikembangkan di Amerika Serikat,
Jepang, Jerman, Swiss, Brazil, Australia, Inggris, Irlandia, Kanada, Belanda, dan
Perancis. Model prediksi kebangkrutan dengan metode Altman disajikan dengan Z-
Score (Zi), nilai tersebut dicari dengan persamaan diskriminan yaitu :
Zi = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 +1,0 X5
Dimana :
X1 = (aktiva lancar-hutang lancar)/ total aktiva
X2 = Laba yang ditahan/ total aktiva
X3 = Laba sebelum bunga dan pajak/ total aktiva
X4 = Nilai pasar saham biasa dan preferen/ Nilai buku total hutang
X5 = Penjualan/ total aktiva
Jika perusahaan tidak go-public, maka nilai pasar saham tidak bisa dihitung.
Untuk mengganti nilai pasar, Altman kemudian menggunakan nilai buku saham bisa
dan saham preferen sebagai salah satu komponen variabel bebasnya, dan
kemudian mengembangkan model diskriminan kebangkrutan, dan memperoleh
model sebagai berikut ini:
Zi = 0,717X1+0,847X2+3,107X3+0,42 X4+0,998X5
Dimana :
X1 = (aktiva lancar-hutang lancar)/ total aktiva
X2 = Laba yang ditahan/ total aktiva
X3 = Laba sebelum bunga dan pajak/ total aktiva
X4 = Rasio nilai buku/pasar saham terhadap total hutang
X5 = Penjualan/ total aktiva
Nilai Z kritis ditemukan sebagai 1,2. Hal tersebut berarti jika suatu
perusahaan mempunyai nilai Z di atas 1,2 maka perusahaan diperkirakan tidak
mengalami kebangkrutan, dan sebaliknya. Model tersebut kemudian bisa digunakan
baik untuk perusahaan yang go-public maupun yang tidak go-public.