Anda di halaman 1dari 5

Nama : Arif Akbar Kurnia

Kelas : SMEP K5
NIM : 20/461520/HK/22538
Materi : Jaksa

SKENARIO
Supari adalah seorang Jaksa di Kejaksaan Negeri Kabupaten B. Supari terkenal
sebagai jaksa yang jujur dan berintegritas. Tahun ini Supari tengah melakukan penyidikan
dalam sebuah kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan pimpinan daerah dan seorang
pengusaha perkebunan setempat. Selama proses penyidikan ini Supari kerap menerima
ancaman dan teror supaya ia menghentikan proses penyidikan atau keluar dari tim penyidikan
kasus tersebut. 
Kasus ini merupakan kasus terbesar yang pernah ia tangani. Sebelumnya Supari juga
pernah beberapa kali mendapatkan ancaman dalam menjalankan tugas, namun hanya sebatas
menerima pesan ancaman dan ancaman yang dialamatkan ke dirinya. Kali ini Supari
mendapat ancaman yang mengarah ke keselamatan putrinya yang saat ini duduk di bangku
Sekolah Dasar dan istrinya yang bekerja sebagai PNS yang tinggal di provinsi yang berbeda.
Supari beberapa kali mendapatkan pesan dari peneror yang melampirkan foto istri dan
anaknya yang sedang bepergian selama beberapa hari.  

PERMASALAHAN ETIKA
1. Ketika mengalami teror atau ancaman dalam skala tertentu, sikap apa yang harus
diambil oleh Jaksa?
2. Perlindungan seperti apa yang didapatkan oleh jaksa saat menangani perkara?
3. Langkah preventif apa yang dilakukan oleh seorang jaksa untuk melindungi diri
beserta keluarga dari teror dan ancaman?
4. Apakah jaksa boleh menuntut berdasarkan alasan bahwa dia mengalami pengancaman,
dan pasal apa yang dapat digunakan?
5. Apakah lembaga berwenang dapat dikatakan lalai melindungi jaksa jika ancaman
terhadap jaksa berhasil dilakukan?
PEMBAHASAN
1. Walaupun jaksa sedang mengalami teror, jaksa dituntut untuk berperilaku profesional.
Artinya, teror bukan menjadi alasan untuk jaksa berperilaku tidak profesional dalam
menjalankan tugas dan kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Undang-
Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Jaksa“Dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, jaksa senantiasa bertindak berdasarkan hukum dengan mengindahkan
norma-norma keagamaan, kesopanan, kesusilaan, serta wajib menggali dan
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, serta
senantiasa menjaga kehormatan dan martabat profesinya.”, Selain itu menurut Pasal
5 Kode Etik Jaksa, jaksa berkewajiban untuk menjalankan tugas dan wewenangnya
penuh dengan integritas, menjaga ketidakberpihakan dan objektivitas, serta
memberikan bantuan hukum, pertimbangan hukum, pelayanan hukum, penegakan
hukum atau tindakan hukum lain secara profesional, adil, efektif, efisien, konsisten,
transparan dan menghindari terjadinya benturan kepentingan dengan tugas bidang
lain. 
Dalam kasus teror ini, jaksa tidak boleh mengundurkan diri dalam menangani
perkara. Hal ini dikarenakan jika jaksa akan mengundurkan diri tidak memenuhi
syarat pengunduran diri, yaitu tidak memiliki hubungan keluarga sedarah atau
semenda dan tidak memiliki kepentingan dengan perkara yang diperiksa. Namun,
dalam kasus adanya ancaman kejahatan teror seperti ini, jaksa berhak mendapat
perlindungan sesuai dengan Pasal 10 Kode Etik Jaksa: “Jaksa mendapatkan
perlindungan dari tindakan yang sewenang-wenang dalam melaksanakan tugas
Profesi Jaksa.” sebagaimana bahwa negara menjamin jaksa sanggup menjalankan
profesi mereka tanpa intimidasi, gangguan, godaan, campur tangan yang tidak tepat
atau pembeberan yang belum diuji kebenarannya. 
Selain itu, telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2019
tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Perlindungan Terhadap Penyidik
Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas Pemasyarakatan. Walaupun tidak spesifik
membicarakan mengenai jaksa, peraturan pemerintah ini mengatur bagaimana
perlindungan penuntut umum kasus korupsi dan keluarganya dari kemungkinan
ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau harta. Perlindungan keluarga
didasarkan pada permintaan. Oleh karena itu, ketika jaksa sudah merasa tidak nyaman
dan/atau merasa ancaman tersebut sudah berlebihan, jaksa berhak melapor kepada
pihak yang berwajib untuk mendapatkan perlindungan atas hak-haknya.

2. Menurut Pasal 10 Kode Perilaku Jaksa, jaksa juga berhak mendapatkan perlindungan
dari perlakuan tindakan sewenang-wenang dalam menjalankan profesinya. Bentuk
perwujudan pasal ini dapat berupa pengawalan atau perlindungan oleh kepolisian
kepada jaksa yang terancam, contohnya ketika sedang menangani kasus besar. Selain
itu, bentuk perlindungan jaksa dapat berupa izin kepemilikan senjata api ketika
sedang menangani kasus berat seperti yang telah disebutkan oleh Jaksa Agung RI M
Prasetyo bahwasanya jaksa berhak memiliki senjata api ketika sedang menangani
kasus yang berpotensi memunculkan intimidasi.

3. Menurut Jaksa Agung RI M Prasetyo, Jaksa diperbolehkan memiliki senjata api oleh
kepolisian ketika sedang menangani kasus berat (korupsi, terorisme) untuk
melindungi dirinya dari situasi dan ancaman yang membahayakan. Selain itu, dalam
menangani kasus berat pula jaksa diperbolehkan untuk memiliki bodyguard untuk
memproteksi diri dan keluarganya. Hal ini dikarenakan profesi jaksa sangat rentan
mengalami ancaman kejahatan seperti yang ada pada kasus di atas. Perihal ini juga
merupakan implementasi dari Pasal 10 Kode Perilaku Jaksa bahwa Jaksa dijamin
untuk mendapatkan perlindungan.

4. Jaksa boleh menuntut karena jaksa juga merupakan warga negara yang berhak
memperoleh keadilan. Dalam konteks kasus terorisme di atas dapat menggunakan
dasar hukum: Pasal 55 KUHP Ayat (1) dan (2) “Dipidana sebagai pelaku tindak
pidana: (1) mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut
serta melakukan perbuatan; (2) mereka yang dengan memberi atau menjanjikan
sesuatu, dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan,
ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau
keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang
diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya.”. Pada kasus terorisme ini terdapat actor of
intellectual yang menyuruhlakukan perbuatan jahat. Dalam kasus tersebut yang akan
menjadi terdakwa adalah yang menyuruhlakukan perbuatan, sedangkan yang meneror
akan menjadi saksi untuk dimintai keterangan.
Menurut Pasal 368 Ayat (1) tentang memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dapat dihukum pidana
selama-lamanya sembilan tahun.
Dalam kasus teror terhadap jaksa juga dapat dijerat pasal 335 Ayat 1 Butir 1 KUHP:
“Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak
melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan
memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.”
Selain itu, Karena kasus di atas terdapat tindak intimidasi dan ancaman melalui pesan
di ponsel maka pelaku tindak kejahatan dapat dijerat Pasal 29 Undang-Undang ITE
dengan ancaman pidana enpat tahun dan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik pasal 45 Ayat (4): “Setiap Orang yang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
pemerasan dan/atau pengancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”.

5. Ya, ketika ancaman teror berhasil dilakukan oleh pelaku dan memberikan dampak
negatif bagi korban maka dapat disimpulkan bahwa lembaga berwenang dapat
dikatakan lalai melindungi jaksa. Hal ini dikarenakan tidak terwujudnya jaminan
perlindungan kepada jaksa sebagaimana yang telah disebutkan dalam Pasal 10 Kode
Perilaku Jaksa tentang Perlindungan. 
DAFTAR PUSTAKA

Maharani, Tsarina, “Jaksa Agung Anggarkan Senjata Api: Bukan untuk Tembak Kanan-
Kiri”, https://news.detik.com/berita/d-4054506/jaksa-agung-anggarkan-senjata-api-bukan-
untuk-tembak-kanan-kiri, diakses pada tanggal 10 Oktober 2020.

Nurfahlaeni, Lin, “Pentingnya Perlindungan Hukum bagi Jaksa”,


https://www.google.co.id/amp/s/inipasti.com/pentingnya-perlindungan-hukum-bagi-jaksa/,
diakses pada tanggal 10 Oktober 2020.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak
Pidana Terorisme dan Perlindungan terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim, dan Petugas
Pemasyarakatan, diakses pada tanggal 11 Oktober 2020.

Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER-014/A/JA/11/2012 tentang Kode


Perilaku Jaksa, diakses pada tanggal 11 Oktober 2020.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik


Indonesia, diakses pada tanggal 11 Oktober 2020.

Yasin, Muhammad, “Jaksa dan Keluarga Akan Mendapat Perlindungan Hukum”,


https://m.hukumonline.com/berita/baca/lt5f697e8dd71d4/jaksa-dan-keluarga-akan-
mendapat-perlindungan-hukum/, diakses pada tanggal 10 Oktober 2020.

Anda mungkin juga menyukai