Anda di halaman 1dari 3

1.

Soal
a. Apakah benar semua kebiasaan dapat berubah menjadi hukum
kebiasaan?

Kebiasaan dapat berubah menjadi hukum apabila memenuhi syarat-


syarat yang ditentukan.
a. Van Vollenhoven: Kalau dipeorleh dari putusan pengadilan,
legislator, maupun ahli (pendefinisian secara positivistic).
b. Van den Bergh: Telah diterima dan dilaksanakan sejak lama.
c. Ter Haar: Diakui oleh Putusan Alat Kelengkapan Masyarakat,
Putusan Pengadilan (e.g. Yurisprudensi).
d. Berbeda dari pendapat yang lain, menurut Davidson and
Henley’s Collection (2007), adat dapat dipersamakan dengan
hukum kebiasaan. Dengan demikian, hukum kebiasaan cukup
mensyaratkan tatanan masyarakt yang dilakukan secara
konstan tanpa mensyaratkan adanya sanksi. (vide: Myths and
Stereotypes about Adat Law: A Reassessment of van
Vollenhoven in light of Current Struggles Over Adat Law in
Indonesia).
e. Artikel “Pemikiran Hukum Adat Djojodigoeno dan
Relevansinya Kini”, posisi hukum kebiasaan di bawah UU
sehingga tidak boleh bertentangan.

Syarat-Syarat Lain (Sumber Tidak Jelas)


(1) berulang-ulang; (2) secara psikologis masyarakat menganggap
sebagai hukum.

Oleh karenanya, semua kebiasaan bisa menjadi hukum kebiasaan


kalau memenuhi syarat-syarat yang ditentukan tersebut.

b. “Hukum adat” adalah nama hk tidak tertulis di Indonesia, Namanya


di negara lain!
- Adatrecht (Belanda), dikenalkan oleh Snouck Hurgronje dan
dipopulerkan oleh van Vollenhoven.
- Common Law: Preseden (praktik-prakitik pengadilan) dianggap
sebagai hukum adat: AS, Australia, Canada
- Droit Coutumier: Tradisi.
- Kanun: Kazakhstan
2. Mnegapa berbagai peraturan perundang-undangan di zaman reformasi
melemahkan hukum adat?
a. Sebelum Putusan MK No. 35/PUU-IX/2012 (Pasal 1 angka 6 UU No.
41/1999) Hutan Adat berada dalam Hutan Adat, mendegradasi hak
MHA atas tanah dan sumber daya alam, hak menentukan nasib
sendiri, hak tanpa diskriminasi dan hak-hak lain terakit sebagaimana
pemenuhannya diatur dalam UU No. 11/2005 tentang pengesahan
ICESCR. Adapun pemenuhan hak tersebut penting guna melindungi
dan mempertahankan identitas MHA di wilayhnya. (Vide: Bosko
“Hak-Hak Masyarakat Adat dalam Konteks Pengelolaan SDA”.
b. Reformasi menghasilakan Pasal 18B ayat (2) tentang pengakuan
negara terhadap MHA dan hak-hak tradisionalnya sepanjang sesuai
dengan perkembangan zaman dan prinsip NRI dan Pasal 28I ayat
(2) tentang penghormatan identitas budaya masyarkaat tradisional
sepanjang sesuai dengan perkembangan zaman dan peradaban. 
Menimbulkan pembatasan hukum adat yang bersifat dinamis, magis,
tidak tertulis secara positivistic. Menegaskan hukum negara superior
daripada hukum adat padahal hukum adat telah ada lebih dahulu
daripada hukim negara.
c. Pasal 69 UU No. 6/2023 (UUCK) menghapus ketentuan UU 32/2009
tentang PPLH terkait pengecualian bagi MHA untuk melakukan
aktivitas perladangan dengan pembakaran. Dampak ini dihadapi oleh
Masyarakat Adat Dayak. Padahal, aktivitas tersebut merupakan
local wisdom.
d. Perizinan di wilayah adat baru dapat diberikan bila terjadi
persetujuan antara masyarakat adat dengan investor, tetapi
persoalannya pengakuan MHA diberikan pula oleh negara. Artinya,
kekuasaan terhadap penentuan kehidupan masyarakat adat berada di
tangan pemerintah dan masyarakat adat berada dalam keadaan yang
rentan.
3. Soal
a. Persamaan dan perbedaan masyarakat hukum adat, IP, dan tribal
peoples

a) MHA
- Masyarakat hukum (terikat tanggung jawab bersama)
- Van Vollenhoven, Ter Haar, van Djik: memiliki: (a) hukum;
(b) otoritas pemaksa; (c) harta; (d) ikatan batin.
- Bedanya dengan kesatuan hukum: (a) Terbentuk secara
spontan alamiah (bukan oleh negara dan dibubarkan
negara/merupakan kenyataan yuridis); (b) tidak ada niat
menghilangkan identitas; (c) berlaku hukum adat; (d) ikatan
batin adalah identitas bersama; (e) cara berkomunikasi
khusus; (f) saling bertlaian.
b) IP
- Self-identification
- Keturunan dari suatu populasi yang mendiami suatu
negara/wilayah pada saat
penaklukkan/penjajahan/penetapan batas-batas negara saat
ini yang mempertahankan Sebagian/seluruh pol, eko,
sosbud mereka sendiri tanpa memandang status hukum
mereka.
c) TP
- Self-identification
- Sosial, eko, dan budaya membedakan dari komunitas lain.
Status mereka Sebagian atau seluruhnya diatur oleh
tradisi/kebiasaan mereka atau hukum tertentu.

Menurut Sandra Moniaga, definisi IP adalah yang paling dekat dengan


HMA, tetapi tidak disetujui karena mengandung konotasi negative.

b. Persamaan dan Perbedaan pola organisasi social masyarakat menurut


van Vollenhoven, Ter Haar, dan Putusan MK No. 31/PUU-V/2007
a) van Vollenhoven
 Genealogical Groupings: e.g. Nagari
 Territorial and Genealogy Groupings: Minangkabau
(+Marga)
 Territorial without Genealogical Groupings: Jawa (-Marga)
 Voluntary Corporate Actions (VCA): Berdasarkan kontrak
individu tidak termasuk 3 di atas; e.g. Sinoman di Jawa dan
Subak di Bali
b) Ter Haar
 Teritorial
- Desa: Jawa dan Bali
- Regional: Satu daerah ada beberapa bagian
berdasarkan derajad masing-masing, memiliki
pemimpin dan system administrasi sendiri. e.g.
Tapanuli
- Gabungan Desa: Batak
 Genealogis
- Patrilineal: Batak
- Matrilineal: Minangkabau
- Double Unilateral: Org terkiat member Patrilineal
dan Matrilineal sekaligus e.g. Sumba
- Parental/Bilateral: Jawa
c) Putusan MK No. 31/PUU-V/2007
 Teritorial: Menempati wilayah tertentu dari lahir, hidup,
sampai melahirkan, termasuk pemanfaatan tanah, air,
hutan, dll.
 Genealogis: Hub. darah
 Fungsional: Fungsi kepentingan bersama terlepas teritori
dan genealogis (e.g. Subak Bali).

4. Ciri sifat hukim adat tidak berdiri sendiri, tetapi berkaitan. Buktikan!
Sehingga hukum adat itu aturannya bulat, lengkap, dan jelas.
5. Soal
a. Asas Terang, Tunai, Riil/Konkrit
b. Bagaimana aturan hukum yang mendasarkan pada ketiga asas
tersebut? Asas adalah ratio legis (pemikiran hukum berdasarkan nalar).

Anda mungkin juga menyukai