Anda di halaman 1dari 13

Satuan Acara Pengajaran Kewarisan; Objek Hukum Waris

Hukum Kekeluargaan dan Kewarisan Adat (13/11/2018)


Minggu 11 : Kaitan antara Sistem Kekeluargaan,
Minggu 1 : Pendahuluan (04/09/2018) Perkawinan, dan Sistem Kewarisan
Minggu 2 : Subjek Hukum menurut Hukum (20/11/2018)
Adat; Hal Kecakapan Bertindak Minggu 12 : Prinsip-prinsip Mewaris; Garis
dalam Hukum (18/09/2018) Pokok Keutamaan; Garis Pokok
Minggu 3 : Sistem Kekeluargaan dan Cara Penggantian; Jurai sebagai Penentu
Penarikan Garis Keturunan; Klan Angka Bagi (27/11/2018)
dan Perannya di dalam Sistem Minggu 13 : Hibah dan Hibah Wasiat (definisi,
Hukum Kekeluargaan; Sistem konsep, tujuan); Perubahan
Kekeluargaan yang Dianut oleh dan/atau Perkembangan Hukum
Peraturan Perundang-undangan Waris Adat (04/12/2018)
Nasional (25/09/2018) Minggu 14 : UAS (11/12/2018)
Minggu 4 : Hukum Perkawinan Adat – Tujuan
dan Fungsi Perkawinan; Hubungan
Perkawinan dan Sistem
Kekeluargaan; Macam-macam
Bentuk Perkawinan (02/10/2018)
Minggu 5 : Hukum Perkawinan Adat – Akibat
Hukum Perkawinan; Kaitan Hukum
Perkawinan Adat dengan UU No.
1/1974 (09/10/2018)
Minggu 6 : Pengaturan mengenai Harta Benda
Perkawinan; Syarat Adanya Harta
Bersama dalam Perkawinan;
Pengaturan Harta Benda
Perkawinan menurut Peraturan
Perundang-undangan (16/10/2018)
Minggu 7 : Putusnya Perkawinan dan Akibat
Hukumnya; Pengaturan Hukum
Nasional mengenai Akibat Hukum
Putusnya Perkawinan (23/10/2018)
Minggu 8 : UTS (30/10/2018)
Minggu 9 : Diskusi dan pembahasan soal UTS;
Adopsi menurut Sistem Hukum
Adat dan Akibat Hukumnya
(06/11/2018)
Minggu 10 : Pengertian Kewarisan dan Hukum
Kewarisan; Konsep dan Prinsip
Hukum Adat tentang Hukum
Kewarisan Adat; Subjek Hukum
18/09/2018 2. Pribadi Hukum
Perkumpulan / persekutuan dari
PEMAHAMAN SUBYEK HUKUM SECARA UMUM anggota masyarakat adat yang cakap untuk
melakukan perbuatan hokum.
Subyek Hukum a. Ada pengurus yang bertindak hukum
 Segala sesuatu yang dapat memperoleh hak b. Ada harta kekayaan yang terpisah (ada
dan kewajiban dari hukum. Hukum adalah Gedung dan tanah)
untuk manusia yang dituangkan dalam bentuk c. Ada tujuan
kaidah yang berisi perintah, larangan, dan
perkenanan (kebolehan). Bentuk-Bentuk Pribadi Hukum dalam Hukum
 Pada mulanya hanya manusia yang disebut Adat
sebagai subjek hukum. Walaupun dalam 1. Persekutuan hukum adat (MHA); Van
sejarah hitam manusia, kita mengenal budak Vollenhoven, Ter Haar, Soepomo
belia yang tidak dipandang sebagai subjek 2. MHA adalah kelompok-kelompok yang teratur
hukum (Sudikno Mertokusumo) yang sifatnya ajeg dengan pemerintahan
sendiri yang memiliki benda-benda materil
Hakekat Subyek Hukum (Purnadi Purbacaraka, maupun immaterial (Ter Haar)
Soerjono Soekanto, Agus Brotosusilo) 3. MHA memiliki kesatuan kemasyarakatan,
1. Pribadi Kodrati (Natuurlijk Persoon) kesatuan hukum, kesatuan penguasa, dan
Manusia tanpa terkecuali kesatuan lingkungan hidup berdasarkan hak
2. Pribadi Hukum (Rechtspersoon) Bersama atas tanah dan air (Hazairin)
Suatu badan yang memiliki kekayaan 4. Contoh MHA sebagai pribadi kodrati: Desa di
terlepas dari anggota-anggotanya, dianggap Jawa, Marga di Sumsel, Nagari di
sebagai subyek hukum mempunyai Minangkabau, Kuria di Tapanuli, Wanua di
kemampuan untuk melakukan perbuatan Sulsel
hukum, mempunyai tanggung jawab dan
memiliki hak-hak serta kewajiban-kewajiban Bentuk-Bentuk Pribadi Hukum Lain
seperti yang dimiliki manusia. Pribadi hukum 1. Subak
ini memiliki kekayaan tersendiri, mempunyai Organisasi kemasyarakatan yang
pengurus atau pengelola dan dapat khusus mengatur sistem pengairan sawah
bertindak sendiri di dalam suatu perjanjian yang digunakan dalam cocok tanam padi di
Bali (bidang ekonomi).
Subyek Hukum menurut Hukum Adat 2. Sistem Kewarisan Kolektif
1. Pribadi Kodrati Contoh: Di Minangkabau dan di
Manusia sebagai pengemban hak Ambon. “Harta Pusaka” (Minangkabau) atau
dan kewajiban. Dalam hukum adat, “Dati” di Ambon dimiliki bersama, yaitu
walaupun ciri utama masyarakat hukum dimiliki di dalam arti kekerabatan (Famili).
adat adalah komunalisme (kebersamaan), Sistem kewarisan kolektif di Minangkabau dan
namun manusia sebagai “individu” tetap di Ambon adalah sistem pewarisan di mana
mempunyai sedikit ruang dalam hukum harta peninggalan secara keseluruhan tidak
adat. dibagi-bagi, namun dimiliki secara bersama
oleh ahli waris.
Kecakapan Bertindak dalam Hukum Adat Pasal 7 ayat (1) : Pria sudah mencapai umur 19
o Kecakapan bertindak dalam hukum tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur
ditentukan berdasarkan “dewasa”, yaitu 16 tahun.
suatu kondisi di mana seseorang mampu o UU No. 17 Tahun 2017 (Pemilu) pasal 198 (1) :
menjadi seorang persona (menjadi diri sendiri Warga Negara Indonesia yang pada hari
/ mandiri) pemungutan suara sudah genap berumur 17
o Pemaknaan dewasa dalam sistem hukum tahun atau lebih, sudah kawin, atau sudah
tertulis dan hukum adat dipahami secara pernah kawin memiliki hak memilih.
berbeda-beda
o Latar belakang: hukum adat mendasarkan Dalam hukum adat, keputusan
“dewasa” dari kondisi psikologis, sosiologis, seseorang telah dewasa dan cakap untuk
dan biologis, sementara hukum tertulis hanya bertindak, umumnya dianggap dewasa setelah
dari kondisi psikologis dan biologis menikah atau meninggalkan rumah keluarga,
o Orang yang telah mencapai umur genap 21 bisa dengan mencar, memasuki suatu ruangan
tahun atau telah menikah sebelum mencapai tersendiri dalam rumah keluarga dan mulai hidup
usia itu pada Pasal 330 BW dianggap sudah mandiri. Batas dewasa sering kali diukur menurut
dewasa. Kedewasaan dikaitkan dengan keadaan yang ada, bersifat factual. Usia dewasa
kecakapan melakukan tindakan hukum maka mulai sejak ia bukan lagi bocah (huiskind) (Ter
pembuat UU (BW) berangkat dari anggapan Haar).
bahwa mereka yang telah mencapai usia Di Jawa Barat, ukuran yang dipakai
genap 21 tahun atau telah menikah sudah dalam Hukum Adat adalah apakah orang itu telah
dapat merumuskan kehendaknya dengan kuat gawe, artinya sudah bekerja, sudah bisa
benar dan sudah dapat menyadari akibat mengurus harta bendanya dan keperluan-
hukum dari perbuatannya sehingga sejak itu keperluannya sendiri; sudah bisa mandiri
mereka dianggap cakap untuk bertindak (Soepomo).
dalam hukum (handelingsbekwaam) Ukuran kuat gawe juga dipakai oleh
o Perbedaan pendefinisian dewasa, bukan saja Raad van Justitie (MA) dalam keputusannya
terjadi antara hukum tertulis dan hukum adat. tahun 16 Oktober 1908, memutuskan bahwa usia
Namun juga terjadi sesama hukum tertulis. 15 tahun sudah dipandang dewasa.
o Pasal 54 KUHP: Dalam hal penuntutan pidana Menurut Hukum Adat Jawa
terhadap orang yang belum dewasa karena (Djojodigoeno), cakap hukum adalah lahir,
melakukan suatu perbuatan sebelum umur mentas, kuat gawe, mencar, serta cakap bila
enam belas tahun, hakim dapat menentukan. seseorang telah kawin dan mulai hidup mandiri
o Pasal 330 BW: Yang belum dewasa adalah (berumah tangga sendiri).
mereka yang belum mencapai umur genap
dua puluh satu tahun dan tidak kawin KESIMPULAN
sebelumnya. Hukum adat tidak memakai ukuran tahun yang
o Pasal 47 UU No. 1 Tahun 1974 tentang telah dilalui seseorang, tetapi berpatokan pada
Perkawinan : Anak yang dimaksud dalam UU apa yang secara riil tampak.
Perkawinan adalah yang belum mencapai 18
tahun;
25/09/2018  Cucu adalah tingkatan kedua dari
kakek/neneknya; dll.
SISTEM KEKELUARGAAN DALAM HUKUM ADAT o Untuk kepentingan keturunan, lazimnya
dibuat “silsilah” yaitu suatu bagan di mana
Sistem kekeluargaan dan cara penarikan garis digambarkan dengan jelas garis-garis
keturunan keturunan seseorang atau suami/misteri baik
dalam garis lurus ke atas, lurus ke bawah, atau
Keturunan menyimpang.
o Keturunan leluhur, artinya hubungan darah o Dari silsilah ini nampak dengan jelas
antara orang seseorang dan orang lain. Dua hubungan-hubungan kekeluargaan dalam
orang atau lebih yang mempunyai hubungan keluarga yang bersangkutan.
darah, jadi yang tunggal leluhur adalah o Hubungan kekeluargaan ini merupakan faktor
keturunan yang seseorang dari yang lain. yang sangat penting dalam dua hal yaitu:
(Djojodigoeno, memakai istilah: kewangsaan) 1. Masalah Perkawinan (untuk mengetahui
o Secara umum hubungan hukum yang adanya hubungan kekeluargaan yang
didasarkan kepada hubungan kekeluargaan merupakan bagian dari larangan
antara orang tua dengan anak-anaknya. perkawinan atau akibat-akibat yang
o Hubungan hukum di atas menimbulkan muncul dari perkawinan),
akibat-akibat hukum yang berbeda-beda 2. Masalah Kewarisan (hubungan
dalam masyarakat hukum adat, namun kekeluargaan merupakan dasar
terdapat satu pandangan pokok yang sama pembagian harga peninggalan).
bahwa keturunan merupakan unsur yang o Sehingga adanya hubungan keluarga = adanya
esensial serta mutlak bagi suatu masyarakat hubungan hukum hak dan kewajiban.
hukum adat agar tidak punah dan o Garis keturunan dalam sistem kekeluargaan
menghendaki supaya ada generasi dapat ditarik baik dari garis ayah (laki-laki), ibu
penerusnya. (perempuan), atau keduanya.
o Dalam perkuliahan hukum adat semester lalu,
Sifat keturunan hubungan keluarga didasarkan pada
o Lurus, apabila seseorang merupakan hubungan darah (genealogis) dan/atau
keturunan langsung dari orang yang lain. teritorial (tempat).
Lurus ke bawah (kakek, bapak/ibu, anak), o Garis keturunan: unilateral (patrilineal +
lurus ke atas (anak, bapak/ibu, kakek) matrilineal), bilateral.
o Menyimpang atau bercabang, apabila antara o Dalam garis keturunan bilateral, hubungan
kedua orang atau lebih itu terdapat adanya antara anak dengan keluarga dari pihak
ketunggalan luhur, misalnya bapak/ibu masih bapak/ibu sama erat dan pentingnya
saudara kandung atau se-nenek atau se- (derajatnya). Oleh karena itu, masalah-
kakek. masalah perkawinan, waris, kewajiban
o Selain kedua sifat di atas, keturunan juga memelihara dan hubungan hukum yang lain
mempunyai tingkatan-tingkatan atau derajat- terhadap kedua belah pihak adalah sama.
derajatnya untuk menggambarkan seberapa o Berbeda dengan garis keturunan bilateral,
dekat atau jauhnya hubungan kekeluargaan. dalam garis keturunan unilateral, yaitu
 Anak adalah tingkatan pertama dari patrilineal atau matrilineal, dalam garis
bapak/ibunya; keturunan ini hubungan antara anak dan
keluarga dari kedua belah pihak tidak sama  Begitu juga sebaliknya, dalam persekutuan
eratnya, derajatnya (pentingnya). patrilineal hubungan antara anak dengan
o Perbedaan ini muncul karena adanya Klan keluarga pihak bapak jauh lebih erat dan lebih
dalam sistem kekeluargaan yang menarik penting dari hubungan antara anak dengan
garis keturunan berdasarkan unilateral. keluarga ibu.
o Koentjaraningrat mengartikan klan sebagai  Hubungan keluarga kedua belah pihak tetap
suatu kelompok kekerabatan yang terdiri atas diakui adanya, hanya sifat susunan
semua dari seseorang nenek moyang yang kemasyarakatannya yang unilateral itu
diperhitungkan melalui garis keturunan menyebabkan hubungan keluarga dengan
sejenis, yaitu keturunan garis keturunan satu pihak menjadi lebih erat dan penting.
menurut pria atau wanita. Beliau juga  Di Minangkabau, keluarga pihak bapak “bako-
membedakan klan menjadi dua macam, yaitu baki” dalam upacara adat selalu ada, bahkan
klan besar dan klan kecil. tetap memberi bantuan dalam pemeliharaan
anak.
 Di Tapanuli (Batak), persekutuan keluarga ibu
Klan dan perannya di dalam sistem hukum (hula-hula) khususnya bagi para pemudanya
kekeluargaan dahulu “diutamakan” dalam hal terutama
pencarian bakal istri.
o Klan kecil
Dalam klan kecil para individu di dalamnya
masih mengetahui hubungan kekerabatan Sistem kekeluargaan yang dianut oleh peraturan
mereka masing-masing saling mengenal dan perundang-undangan nasional
saling bergaul karena sebagian besar masih
tinggal bersama dalam suatu desa atau UU No. 1 Tahun 1974 terlihat bilateral:
lingkungan pemukiman. o Pasal 31
o Klan besar (1) Hak dan kedudukan istri adalah
Kelompok kekerabatan yang terdiri dari seimbang dengan hak dan kedudukan
semua keturunan seorang nenek moyang suami dalam kehidupan rumah tangga
yang hidup pada puluhan angkatan yang lalu dan pergaulan hidup bersama dalam
sehingga dikenal secara konkret. masyarakat.
Keanggotaannya ditarik dari garis keturunan (2) Masing-masing pihak berhak untuk
ibu (matrilineal) atau garis keturunan ayah melakukan perbuatan hukum.
(patrilineal). Pada umumnya para individu (3) Suami adalah kepala keluarga dan istri ibu
yang di dalamnya tidak saling mengenal, tidak rumah tangga
saling mengetahui hubungannya dengan o Pasal 32
anggota lainnya serta tidak bergaul secara (1) Suami istri harus mempunyai tempat
terus-menerus. kediaman yang tetap.
(2) Rumah tempat kediaman yang dimaksud
 Dalam persekutuan matrilineal, hubungan dalam ayat (1) pasal ini ditentukan oleh
matra anak dengan keluarga pihak ibu adalah suami istri bersama.
jauh lebih erat dan lebih penting dari o Pasal 41
hubungan antara anak dengan keluarga Akibat putusnya perkawinan karena
bapak. perceraian ialah:
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban 02/10/2018
memelihara dan mendidik anak-
anaknya, semata-mata berdasarkan HUKUM PERKAWINAN ADAT
kepentingan anak; bilamana ada
perselisihan mengenai penguasaan anak- Tujuan dan Fungsi Perkawinan
anak, Pengadilan memberi
keputusannya; Pengertian
b. Bapak yang bertanggung jawab atas o Pengertian perkawinan terdapat pada pasal 1
semua biaya pemeliharaan dan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
pendidikan yang diperlukan anak itu; o Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara
bilamana bapak dalam kenyataan tidak seorang pria dan seorang wanita sebagai
dapat memenuhi kewajiban tersebut, suami istri dengan tujuan membentuk
Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan
ikut memikul biaya tersebut; kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada o Penjelasan pasal 1 UUP : Sebagai negara
bekas suami untuk memberikan biaya berdasarkan Pancasila, di mana sila ke-1 ialah
penghidupan dan/atau menentukan Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan
sesuatu kewajiban bagi bekas istri. mempunyai hubungan yang erat sekali
o Pasal 45 dengan agama/kerohanian sehingga
(1) Kedua orang tua wajib memelihara dan perkawinan bukan saja mempunyai unsur
mendidik anak-anak mereka sebaik- lahir/jasmani, tetapi unsur batin/rohani juga
baiknya. mempunyai peranan yang penting.
(2) Kewajiban orang tua yang dimaksud o Membentuk keluarga yang bahagia rapat
dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai hubungan dengan keturunan yang pula
anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, merupakan tujuan perkawinan, pemeliharaan
kewajiban mana berlaku terus meskipun dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban
perkawinan antara kedua orang tua orang tua.
putus.
Tujuan dan Fungsi Perkawinan
o Tujuan perkawinan menurut UU Perkawinan
adalah membentuk keluarga yang bahagia
dan kekal. Untuk itu suami istri perlu saling
membantu dan melengkapi, agar masing-
masing dapat mengembangkan
kepribadiannya membantu dan mencapai
kesejahteraan spiritual dan materiil.
o Tujuan dan fungsi perkawinan menurut
hukum adat:
 Menghasilkan keturunan
 Mempertahankan sistem kekeluargaan
 Mengesahkan seorang anak / memberi
status seorang anak sebagai “anak sah”.
Hubungan Perkawinan dan Sistem Kekeluargaan  Levirat (janda turun ranjang) : Perkawinan
(sudah dibahas minggu sebelumnya) antar janda yang menikah dengan saudara
almarhum suaminya.
Macam-macam Bentuk Perkawinan  Sororat (duda turun ranjang) : Perkawinan
antara duda yang menikah dengan saudara
Bentuk Perkawinan pada Masyarakat Patrilineal almarhum istrinya.
o Prinsip perkawinan eksogami : suatu sistem
perkawinan di mana seseorang “diharuskan” Bentuk Perkawinan pada Masyarakat Matrilineal
kawin dengan anggota klan yang berbeda. o Pengenal prinsip perkawinan eksogami,
o Bersifat patrilokal : tempat kediaman pasca dengan perbedaan:
menikah mengikuti pada pihak laki-laki.  Boleh sukunya sama, asal beda nagari
o Pada bentuk perkawinan ini, pihak laki-laki  Boleh sukunya sama dan nagarinya sama,
menarik pihak perempuan untuk masuk ke asal beda Kampong
dalam klan-nya. o Perempuan boleh kawin keluar, sedangkan
o Penarikan tersebut harus disertai dengan sementara laki-laki “didorong” untuk tidak
pemberian jujur (bruidschaadt) berupa kawin keluar. Jika kawin keluar, maka ia
barang-barang suci atau yang memiliki nilai disebut “tergadai”.
magis kepada keluarga perempuan (beda o Bersifat matrilokal : bertempat tinggal di
dengan mahar dalam konsep hukum Islam). keluarga perempuan.
Tujuan pemberian jujur untuk menjaga o Pada bentuk perkawinan ini, pihak
keseimbangan kosmis sebagai pengganti perempuan menarik pihak laki-laki untuk
kedudukan perempuan dalam klan-nya. masuk ke dalam klan-nya.
o Pada mulanya kewajiban suami tetap pada
*Perbedaan mahar dengan jujur adalah keluarga asal (tidak pindah keluarga) karena
mahar itu diberikan si laki-laki kepada laki-laki berkewajiban menjaga harta pusaka
pengantin perempuan atas permintaan ibunya untuk dikembangkan.
pengantin perempuan, sedangkan o Suami “tidak bertanggung jawab” kepada istri
pemberian jujur diberikan oleh keluarga dan anaknya, tetapi kepada saudara
pihak laki-laki kepada keluarga pihak perempuan dan keponakannya (dari saudara
perempuan. perempuan) sebagai “mamak”.
o Pada perkawinan ini, laki-laki tidak
o Mempertahankan kelangsungan generasi memberikan jujur pada perempuan, malah
keluarganya sehingga mengenal larangan berlaku sebaliknya. Di Minangkabau dikenal
perkawinan: “uang jemputan” yang diserahkan kepada
 Larangan kawin dengan klan (marga) yang perempuan kepada laki-laki saat akan
sama menikah.
 Larangan kawin timbal balik antara 2 o Konsep pernikahan dalam masyarakat
keluarga yang berbeda klan karena telah Minangkabau mengalami perubahan yang
atau pernah terjadi hubungan perkawinan dipengaruhi oleh beberapa faktor:
(asymmetrisch connubium) pendidikan; budaya merantau; agama;
o Perkawinan jujur adalah perkawinan dengan akulturasi.
derajat paling tinggi di patrilineal
o Variasi jujur:
Macam-macam Semendo di Minangkabau:  Jika jumlah anak ganjil, maka menarik garis
o Semendo Bertandang keturunan ibu.
Suami datang di malam hari ke bilik
istrinya, harus pulang sebelum fajar tanpa ada Setengah beradat
yang melihat. Suami hanya sebagai tamu di Uang adat dibayar separuh atau lebih,
keluarga istri. Suami sebagai “nginjam jago” maka anak-anak menarik garis keturunan melalui
(meminjam jago) sebagai pemberi keturunan. ibu, kecuali satu anak menarik garis keturunan
o Semendo Menetap Kampong dari ayah. Kalau anaknya hanya satu maka sesuai
Suami mulai tinggal bersama istri dan kesepakatan.
sudah mulai menafkahinya.
o Semendo Menetap Kota Kurang beradat
Suami-istri sudah keluar dari adat Uang adat dibayar kurang dari setengah,
kampung tapi masih ada bantuan keluarga maka semua anak menarik garis keturunan
asal. melalui ibu. Ayah berhak memperoleh seorang
o Semendo Bebas anak dengan kewajiban membayar uang yang
Suami-istri sudah 100% bebas dari harta disebut pedaut, besarnya tergantung
biologis keluarga asal dan hidup dari harta kesepakatan.
pencaharian sendiri, tetapi kewajiban adat
suami sebagai “mamak” bagi keluarganya Tidak beradat
tidak hilang. Sama sekali tidak membayar uang adat,
semua anak menarik garis keturunan melalui ibu,
Jenis lain pernikahan semendo ditemukan tertutup semua kemungkinan bagi laki-laki untuk
di Rejang (Bengkulu). Bentuk perkawinan ini anaknya menarik garis keturunan darinya.
pada mulanya adalah kawin jujur, namun
terpengaruh dengan budaya adat Minangkabau. Perkawinan adat di Lampung:
o Semendo Rajo-rajo  Sistem penarikan garis keturunan patrilineal
Bentuk perkawinan yang ditepmpuh beralih-alih.
oleh banyak kalangan bangsawan, pada  Sistem waris mayorat laki : anak lelaki tertua
pernikahan ini suami tidak ditetapkan untuk menjadi satu-satunya ahli waris  pemberi
berkedudukan di tempat istri. Kedudukan pengaruh pada bentuk perkawinannya.
suami dan istri sama berimbang.  Bentuk perkawinannya :
o Semendo Peradat (Tambik Anak) o Semendo Tegak-tegi
Pihak pria membayar uang adat,  Tidak mempunyai anak laki-laki
menurut martabat adatnya. Merupakan sehingga salah seorang anak
pilihan dari bentuk perkawinan, sistem perempuan melakukan perkawinan
perkawinannya dihubungkan dengan pihak dengan endogami. Diharapkan dengan
perempuan. perkawinan tersebut mendapatkan
keturunan anak laki-laki sehingga
Penuh beradat keturunan keluarga tersebut tidak
 Uang adat dibayar penuh, maka anak-anak punah.
yang lahir dari perkawinan tersebut menarik  Dalam kehidupan sehari-hari, laki-laki
garis keturunan separuh ke ayah dan separuh dianggap sebagai anak kandung yang
ke ibu. menyisihkan kedudukan istrinya.
 Penyimpangan : Namun dalam praktiknya masih
 Seharusnya masyarakat patrilineal ditemukan mengikuti tempat kediaman suami
melakukan kawin jujur. atau istri. Di masyarakat Jawa dikenal “ngomahi”
 Seharusnya patrilineal melakukan di mana istri mengikuti kediaman suami yang
kawin eksogami. lebih mampu atau sebaliknya “tutburi”.
o Semendo Tambig Anak Di Banten dikenal “banten anut ing
Keluarga tidak memiliki anak laki-laki, sapi” (sapi jantan mengikuti sapi betina) di mana
maka keluarga itu akan mengangkat istri mewarisi rumah dari orang tuanya.
seorang anak laki-laki yang tidak satu klan
dengan ayah, tapi masih memiliki Perkawinan campuran
hubungan darah (biasanya saudara Perkawinan campuran dalam arti
perempuan dari keluarga ayah). Anak hukum adat adalah perkawinan yang terjadi di
tersebut akan dikawinkan dengan anak antara suami dan istri yang berbeda suku
perempuan (mengangkat anak laki-laki dari bangsa, adat istiadat, dan atau berbeda agama
saudara perempuan ayahnya). yang dianut.
o Semendo Jeng Mirul (Wali) Pada prinsipnya hukum adat tidak
Sepanjang pernikahan, jika belum membenarkan terjadinya pernikahan campuran
mempunyai anak laki-laki, harta warisan ini.
dikuasai dan dirawat suami (menantu). Pada masyarakat adat Batak, bila terjadi
Ketika sudah ada anak, harta tersebut perkawinan campuran ini, maka diadakan
diserahkan kepada si anak. marsiben yaitu pria atau wanita yang bukan adat
o Semendo Menginjam Jago Batak harus diangkat lebih dahulu sebagai warga
Tidak punya anak laki-laki sehingga adat Batak dalam ruang lingkup dalihan na tolu.
menimbulkan kekhawatiran tidak memiliki Dalihan na tolu adalah menjadi kerangka yang
generasi. Meminta seseorang untuk meliputi hubungan-hubungan kerabat darah dan
menikah dengan anak perempuannya. hubungan perkawinan yang mempertalikan satu
Laki-laki ini hanya dimanfaatkan sebagai kelompok.
“jago”. Pada perkawinan ini kedudukan Misalnya pernikahan Kahiyang Ayu yang
laki-laki lebih rendah dari si perempuan. sebelum prosesi pernikahan dilakukan ritual adat
berupa pemberian marga Siregar (marga Siregar
Perkawinan bebas dari keluarga ibu calon pengantin pria).
Bentuk perkawinan ini umumnya
berlaku pada masyarakat adat parental Selain bentuk-bentuk perkawinan di atas, dalam
(bilateral) seperti di : Jawa, Sunda, Kalimantan, masyarakat adat dikenal istilah kawin lari.
dan di kalangan masyarakat Indonesia yang o Kawin Lari Bersama
modern di mana keluarga/kerabat tidak banyak  Bisa karena keluarga perempuan tidak
campur tangan dalam keluarga/rumah tangga. setuju (tapi perempuannya setuju), bisa
Prinsipnya adalah setelah perkawinan juga karena tidak ingin melakukan suatu
suami dan istri kediaman suami-istri memisah ritual adat.
(Jawa: mencar, entas) dari kekuasaan orang tua  Misalnya : pasangan meninggalkan
dan keluarga untuk membangun rumah tangga sepucuk surat dan sejumlah uang
sendiri untuk hidup mandiri. (Lampung: peninggalan) di bawah bantal
tempat tidur si perempuan, lalu si
perempuan diamankan di rumah tetua 09/10/2018
adat. Kemudian keluarga laki-laki
mendatangi keluarga perempuan dan HUKUM PERKAWINAN ADAT
mulai membicarakan jujur. (lanjutan)

o Kawin Bawa Lari


 Biasanya perempuannya tidak setuju Akibat hukum perkawinan terhadap:
karena sudah ditunangkan dengan orang
lain atau alasan lainnya. Hubungannya dengan kedudukan suami-istri
 Sistem ini mirip dengan kawin lari, namun  Dalam masyarakat hukum adat, perkawinan
baik keluarga perempuan maupun merupakan urusan keluarga atau kerabat,
perempuan keduanya tidak menyetujui akan tetapi juga merupakan urusan yang
perkawinan sehingga berupaya bersifat perorangan.
menggagalkan perkawinan.  Terjadinya pernikahan akan membentuk
 Jenis perkawinan ini sudah tidak suatu keluarga atau somah baru. Di dalam
ditemukan karena bertentangan dengan hidup bersama secara somah ini akan timbul
hukum negara (pidana). ketertarikan antara hak dan kewajiban para
pribadi kodrati tersebut.
 Pribadi kodrati yang satu menjadikan
berstatus sebagai suami dan pribadi kodrati
lainnya akan berstatus sebagai istri.
 Pola relasi antara suami dan istri ini sangat
tergantung pada bentuk kekeluargaan
(patrilineal, matrilineal, dan bilateral).

Pada umum kedudukan suami sebagai


kepala rumah tangga dan bertanggung jawab
serta berkewajiban untuk menjaga kelangsungan
hidup rumah tangganya dengan cara memenuhi
keperluan hidup baik materi maupun non
materiil.
Kedudukan istri berkewajiban serta
bertanggung jawab terhadap penggunaan
fasilitas untuk kelangsungan hidup keluarga itu.
Ia wajib mengatur dan menata penggunaan
kekayaan materiil untuk kepentingan rumah
tangga dan mengurus suami dan anak-anak.
Gambaran ini menunjukkan istri sebagai ibu
rumah tangga. Akan tetapi dalam banyak
tempat, istri juga membantu suami untuk
mencari nafkah (Soerjono Soekanto).
Hubungannya dengan kedudukan orang tua dan Hubungan hukum antara anak dan orang tuanya
anak  Anak kandung, anak angkat, anak tiri, anak
 Tujuan perkawinan yang dilakukan pada piara, dan anak di luar pernikahan semuanya
dasarnya adalah untuk memperoleh mempunyai hak untuk dipelihara oleh orang
keturunan, yaitu anak. Begitu pentingnya hal tuanya.
keturunan (anak) ini sehingga menimbulkan  Ada larangan melakukan pernikahan antara
berbagai peristiwa hukum karena ketiadaan anak angkat, anak tiri, anak piara dengan
keturunan. orang tua angkat, orang tua tiri, dan orang tua
 Peristiwa hukum yang mungkin terjadi dalam piara. (baik antara anak dan bapak atau anak
suatu rumah tangga yang tidak mendapatkan dan ibu).
keturunan berupa perceraian, poligami, dan
pengangkatan anak. Hubungan hukum antara anak dan kerabat
 Hal ini terjadi karena tujuan dari pernikahan  Hubungan hukum antara anak dan kerabat
dalam masyarakat hukum adat adalah sudah didiskusikan dalam kuliah sebelumnya
memperoleh keturunan, maka dalam rumah (lihat pengaruh hukum kekeluargaan bagi
tangga yang tidak dikaruniai keturunan perkawinan)
seolah-olah tujuan perkawinan tidak tercapai.  Pada masyarakat yang menganut sistem
 Dalam cara berpikir masyarakat hukum adat, patrilineal dan matrilineal, hubungan anak
anak adalah proses dari kelanjutan generasi. dengan kerabat ibu maupun ayah tidak sama.
 Pada masyarakat ini kedudukan anak angkat,
o Anak yang lahir di dalam hubungan anak piara, dan anak luar nikah pada
perkawinan oleh masyarakat disebut sebagai umumnya tidak memiliki hubungan
anak kandung. kekerabatan pada keluarga besarnya karena
o Dalam masyarakat dikenal terminologi anak Anka tersebut bukan bagian dari hubungan
angkat dan anak kandung. darah dalam suatu pernikahan yang sah.
o Anak angkat pada dasarnya adalah anak orang
lain (dalam hubungan perkawinan yang sah Namun, dalam beberapa masyarakat adat
secara adat dan agama) yang diangkat karena ada mekanisme yang dapat mengubah hubungan
alasan tertentu dan dianggap sebagai anak anak dengan kerabat dari garis ayah atau ibu.
kandung. Pada masyarakat Lampung, anak Misalnya: di Lampung, anak angkat adat
angkat ini dibagi menjadi dua, yaitu anak diakui dalam hubungan kekerabatannya. Pada
angkat adat (anak kandung adat) dan anak masyarakat Minangkabau, bila si ibu yang
angkat biasa. Pengangkatan anak angkat adat memiliki anak luar nikah telah meminta maaf
ini biasanya oleh suatu keluarga yang tidak secara adat, maka status anak luar nikah tersebut
memiliki anak. Hubungan antara anak angkat memiliki hubungan dengan kerabat dari garis
adat dengan orang tua kandungnya secara ibunya.
formal terputus. Sedangkan pada masyarakat bilateral,
o Selain terminologi anak angkat dan anak misalnya pada masyarakat Jawa tidak
kandung, dikenal juga anak tiri, anak piara, membedakan antara anak kandung dengan anak
dan anak di luar pernikahan. angkat maupun anak di luar nikah.
o Kelima golongan anak di atas melahirkan Hazairin  suatu perbuatan pengangkatan
hubungan hukum antara anak dan orang anak sah jika dilakukan secara terang (terang di
tuanya dan anak dengan kerabatnya. depan masyarakat dan ahli waris) dan tunai (ada
pemberian secara simbolis, antara orang tua 16/10/2018
yang mengangkat kepada orang tua kandung
sebagai simbol bahwa sejak itu terjadilah Kuliah gabungan (oleh Pak Afdol)
hubungan hukum antara yang mengangkat
dengan anak yang diangkat). Review materi minggu 5
Wiryono  yang penting bukan soal
perbuatan terang dan tunai, yang penting Akibat hukum perkawinan terhadap hubungan
setelah diangkat orang tua angkat suami-istri
memperlakukan anak angkatnya seperti anak Patrilineal  istri akan masuk ke keluarga suami.
kandung dalam segala hal. Keluarga suami memberi jujur pada keluarga
istri.
Harta Benda Perkawinan Perkawinan semendo di Minangkabau  suami
 Harta Perseorangan (bawaan) : waris dan ataupun istri tetap di keluarga masing-masing.
hibah Secara fisik, suami yang mendatangi istri.
Hibah bisa diperdebatkan sebagai harta Semendo bertandang; semendo menetap;
bersama, kecuali jika didapat dari keluarga semendo bebas.
yang sedarah, maka tetap merupakan harta
bawaan. Akibat hukum perkawinan terhadap hubungan
 Harta bersama (gono-gini), dengan syarat: orang tua-anak
o Suami istri sederajat secara sosial dan Dalam patrilineal, maka hubungannya patrilokal.
ekonomi Anak akan punya hubungan darah dengan
o Suami istri hidup bersama keluarga ayah.
Patrilineal beralih-alih: anak perempuan diubah
statusnya menjadi anak laki-laki

Akibat hukum perkawinan terhadap hubungan


harta benda perkawinan
 Karena menikah maka harta bercampur.
Ketika bercerai, harta dibagi dua kecuali
sebelum menikah sudah melakukan
perjanjian (perjanjian pranikah mengenai
pemisahan harta).
 Hukum adat mengenal dua macam harta:
harta bawaan (harta yang dibawa oleh
perseorangan yang diperoleh sebelum
menikah) dan harta bersama (harta yang
diperoleh suami istri dalam perkawinan).
 Awalnya harta bersama diartikan sempit yaitu
sebagai harta yang diperoleh suami istri
karena bekerja (mempunyai penghasilan)
setelah terikat dalam perkawinan.
 Namun kemudian tafsirannya diperluas,
cukup bahwa apabila suami yang bekerja dan
istri tidak bekerja (mengurus pekerjaan bersama. Kalau bercerai, bagi dua, tapi tidak
rumah) tetap dianggap sebagai harta 50%-50%. Semakin besar kesalahan yang
bersama. dilakukan salah satu pihak maka bagian yang
 Terhadap harta bersama, suami dan istri didapat semakin sedikit.
haknya sama besar.
23/10/2018
Akibat putusnya perkawinan terhadap hubungan UTS
suami istri
Dalam kawin jujur si perempuan akan putus
hubungan hukum dengan keluarganya dan akan
masuk ke keluarga laki-laki ketika barang jujur
diberikan. Apabila bercerai, umumnya
perempuan akan kembali ke keluarganya.
Berbeda dengan cerai mati, maka perempuan
akan tetap di keluarga laki-laki dan bisa saja
kawin levirat (janda disambung dengan saudara
laki-laki almarhum suaminya).
Minangkabau
Akibat putusnya perkawinan terhadap hubungan
orang tua dan anak
Apabila terjadi perceraian, siapa yang punya hak
asuh dan tanggung jawab terhadap anak? Lihat
apakah patrilineal atau matrilineal.
Batak : patrilineal, maka hak asuh berada di ayah.
Minangkabau : matrilineal, maka hak asuh
berada di ibu.
Orang Jawa (bilateral) bagaimana? Hak dan
kewajiban suami dan istri sama besar sehingga
untuk hak asuh keduanya sama besar.
Kalau pihak ayah dan pihak ibu sama-sama
menolak untuk mengasuh anak bagaimana? Jadi
anak jalanan (-_-)

Beralih-alih >> kalau orang tua cerai anak ikut


siapa? Lihat lagi ketika menikah mereka kawin
jujur atau semendo. Kalau kawin jujur maka anak
ikut ayah. Beradat penuh maka hak asuhnya
setengah ayah setengah ibu.

Tidak beradat : semuanya ikut ibu.

Untuk ada harta bersama  dua syarat : status


sosial harus sederajat; harus ada kehidupan

Anda mungkin juga menyukai