Anda di halaman 1dari 13

ISTILAH-ISTILAH DALAM ILMU HUKUM

BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Sejak dahulu, manusia hidup bersama. Berkelompok membentuk masyarakat tertentu, mendiami
suatu tempat, dan menghasilkan kebudayaan sesuai dengan keadaan dan tempat tersebut. Manusia
sebagai makhluk individu mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri, namun manusia sebagai
makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Tiap manusia mempunyai sifat, watak, dan
kehendak sendiri. Dalam masyarakat manusia mengadakan hubungan satu sama lain. Setiap
manusia memiliki kepentingan, dan kadang kepentingan tersebut berlainan bahkan ada juga yang
bertentangan, sehingga dapat menimbulkan perselisihan. Apabila perselisihan itu dibiarkan, maka
mungkin akan timbul perpecahan dalam masyarakat. Oleh karena itu, dari pemikiran manusia
dalam masyarakat dan makhluk sosial, kelompok manusia menghasilkan suatu kebudayaan yang
bernama aturan hukum tertentu yang mengatur segala tingkah lakunya agar tidak menyimpang dari
hati sanubari manusia. Dalam makalah ini akan membahas mengenai “Istilah-Istilah dalam Ilmu
Hukum” yang akan memberikan gambaran pada kita tentang hukum itu sendiri.

B.     RUMUSAN MASALAH

Dilihat dari latar belakang di atas  maka dapat diambil rumusan masalahnya adalah sebagai
berikut:

Apa pengertian masyarakat hukum?

Apa pengertian Subjek hukum?

Apa pengertian Objek hukum?

Apa pengertian Lembaga hukum?


Apa pengertian Asas hukum?

Apa pengertian Sistem hukum?

Apa pengertian Peristiwa hukum?  

BAB II

PEMBAHASAN

1.      MASYARAKAT  HUKUM

Manusia itu hakekatnya adalah makhluk sosial, mempunyai keinginan untuk hidup bermasyarakat
dengan manusia-manusia lain. Artinya setiap manusia mempunyai keinginan untuk berkumpul dan
mengadakan hubungan satu sama lain sesamanya.

Suatu masyarakat yang menetapkan tata hukumnya bagi masyarakat itu sendiri dan oleh sebab itu
turut serta sendiri dalam berlakunya tata hukum itu, artinya tunduk sendiri kepada tata hukum itu,
disebut “masyarakat hukum”.[1]

Oleh karna norma hukum bagi suatu masyarakat ditetapkan sendiri oleh masyarakat yang
bersangkutan, maka mudahlah dipahami kalau norma hukum yang berlaku pada suatu masyarakat
tertentu, tidak selalu sama dengan norma hukum yang berlaku pada masyarakat tentu akan
menetapkan hukum yang berlaku bagi warganya sesuai dengan falsafah hidupnya, ekonomi, sosial,
dan budaya serta kenyataan-kenyataan lain yang perlu diperhatikan, agar mencerminkan keadilan.
Masyarakat hukum ada bermacam-macam, yang kecil misalnya desa, sedangkan yang besar dalam
bentuk yang modern ialah negara. Melihat pada hubungan yang diciptakan anggotanya, maka
masyarakat dapat dibedakan atas 2 (dua) macam, yaitu:
(1)   Masyarakat “paguyuban” (gameinschaft), ialah masyarakat yang hubungan antara anggotanya
erat sekali yang bersifat pribadi dan terjadi ikatan batin antara anggotanya. Misalnya keluarga
(rumah tangga), perkumpulan berdasarkan agam, dan sebagainya.

(2)   Masyarakat “petembayan” (gesellschaft), ialah masyarakat yang hubungan antara anggotanya
tidak begitu erat yang tidak bersifat pribadi dan tidak ada ikatan batin antara anggotanya, tetapi
karena adanya kepentingan kebendaan (mencari keuntungan) secara bersama-sama.Selain sudah
dikodratkan manuisa itu mempunyai keinginan untuk hidup bermasyarakat, banyak faktor
pendorong lain untuk hidup bermasyarakat, yaitu: kebutuhan biologis, persamaan nasib, persamaan
kepentingan, persamaan ideologi, persamaan agama, persamaan bahasa, persamaan kebudayaan,
persamaan keinsafan bahwa mereka berdiam dalam wilayah yang sama, persamaan tujuan, dan
sebagainya.[2]

2.      SUBJEK HUKUM

Istilah subjek hukum berasal dari terjemahan Bahasa Belanda rechtsubject atau law of


subject (Inggris). Secara umum rechtsubject diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban yaitu
manusia dan badan hukum.  Menurut Soedjono Dirjisosworo Subjek hukum atau subject van een
recht; yaitu “ orang”  yang mempunyai hak, manusia pribadi atau badan hukum yang berhak,
berkehendak atau melakukan perbuatan hukum. Badan hukum adalah perkumpulan atau organsasi
yang didirikan dan dapat bertindak sebagai subyek hukum, misalnya dapat memiliki kekayaan,
mengadakan perjanjian dan sebagainya. Sedangkan perbuatan yang dapat menimbulakan akibat
hukum yakni tindakan seseorang berdasarkan suatu ketentuan hukum yang dapat menimbulkan
hubungan hukum, yaitu, akibat yang timbul dari hubungan hukum seperti perkawinan antara laki-
laki dan wanita, yang oleh karenanya memberikan dan membebankan hak-hak dan kewajiban-
kewajiban pada masing-masing pihak.[3]

Subjek hukum memiliki kedudukan dan peranan yang sangat penting di dalam bidang hukum,
khususnya hukum keperdataan karena subjek hukum tersebut yang dapat mempunyai wewenang
hukum. Menurut ketentuan hukum, dikenal dua macam subjek hukum yaitu Manusia dan Badan
Hukum.
Manusia sebagai Subjek Hukum

“Manusia” adalah pengertian “biologis” ialah gejala dalam alam, gejala biologika, yaitu makhluk
hidup yang mempunyai pancaindera dan mempunyai budaya. Sedangkan “orang” adalah pengertian
yuridis ialah gejala dalam hidup masyarakat. Dalam hokum menjadi pusat perhatian adalah orang
atau persoon. Setiap orang adalah subjek hukum (rechtspersoonlijkheid) yakni pendukung hak dan
kewajiban. Namun tidak setiap orang cakap untuk melakukan perbuatan hukum diwakili oleh orang
tuanya, walinya atau pengampunya (curator). Sedangkan penyelesaian hutang-piutang orang yang
dinyatakan pailit dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan (wesskamer).[4]

Badan Hukum

Dalam pergaulan hukum di tengah-tengah masyarakat, ternyata manusia bukan satu-satunya subjek
hukum (pendukung hak dan kewajiban), tetapi masih ada subjek hukum lain yang sering disebut
“Badan hukum” (rechtspersoon). Adanya badan hukum (rechtspersoon) di samping manusia
(natuurlijkpersoon) adalah suatu realitas yang timbul sebagai suatu kebutuhan hukum dalam
pergaulan di tengah-tengah masyarakat. Sebab, manusia selain mempunyai kepentingan bersama
dan tujuan bersama yang harus diperjuangkan bersama pula. Karena itu mereka berkumpul
mempersatukan diri dengan membentuk suatu organisasi dan memilih pengurusnya untuk mewakili
mereka. Mereka juga memasukkan harta-kekayaan mereka masing-masing menjadi milik bersama,
dan menetapkan peraturan-peraturan intern yang hanya berlaku dikalangan mereka anggota
organisasi itu. Dalam pergaulan hukum, semua orang-orang yang mempunyai kepentingan perlu
sebagai “kesatuan yang baru” yang mempunyai hak-hak dan kewajiban-kewajiban anggota-
anggotanya serta dapat bertindak hukum sendiri.[5]

3.      OBJEK HUKUM
Objek hukum ialah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum (manusia atau badan hukum)
dan yang dapat menjadi pokok (objek) suatu hubungan hukum, karena sesuatu itu dapat dikuasai
oleh subjek hukum.   Dalam hal ini tentunya sesuatu itu mempunyai harga dan nilai, sehingga
memerlukan penentuan siapa yang berhak atasnya, seperti benda-benda bergerak ataupun tidak
bergerak yang memiliki nilai dan harga, sehingga penguasanya diatur oleh kaidah hukum.[6]

Dalam sistem hukum  perdata Barat (BW) yang ebrlaku di Indonesia. Pengertian zaak (benda)
sebagai objek hukum tidak hanya meliputi “benda yang berwujud” yang dapat ditangkap dengan
pancaindera, akan tetapi juga “benda yang tidak berwujud”, yakni hak-hak atas barang yang
berwujud.

Dalam sistem huku adat tidak dikenal pengertian “benda yang tidak berwujud” (onlichamelijk
zaak), meskipun apa yang disebut BW dengan onlichamelijk zaak, bukannya tidak ada sama sekali
dalam hukum adat. Perbedaannya ialah bahwa dalam pandangan hukum adat hak atas suatu benda
tidak dibayangkan terlepas dari benda yang berwujud, sedangkan dalam pandangan hukum perdata
Barat, hak suatu benda seolah-olah terlepas dari bendanya, seolah-olah merupakan benda tersendiri.

Perbedaan pandangan ini kata Wirjono Prodjodikoro, disebabkan karena perbedaan cara berpikir
orang-orang Indonesia asli cenderung pada kenyataan belaka (conkreet denken), sedangkan cara
bepikir orang-orang Barat cenderung pada hal yang hanya berada dalam pikiran belaka.[7]

4.      LEMBAGA HUKUM

Lembaga hukum (rechtsinstituut) adalah himpunan peraturan-peraturan hokum yang mengandung


beberapa persamaan (anasir-anasir sama) atau bertujuan mencapai suatu objek yang sama. Oleh
karna itu ada himpunan peraturan-peraturan hokum yang mengatur mengenai perkawinan “hukum
perkawinan” himpunan peraturan-peraturan yang mengatur tentang perceraian dinamakan
“lembaga hukum percaraian”, demikian seterusnya.
Lembaga-lembaga hukum tersebut mempunyai hubungan satu sama lain. Lembaga-lembaga hukum
yang mempunyai persamaan, bersama-sama merupakan suatu “lapangan hukum” (rechtsveld).
Dengan demikian semua lembaga hukum Eropa bersama-sama merupakan satu lapangan hukum
yang disebut “hukum Eropa ”. Semua lembaga hukum adat Indonesia bersama-sama merupakan
satu lapangan hukum yang dinamakan “hukum adat Indonesia”. Antara lapangan hukum Eropa
dan lapangan hukum adat Indonesia memang mempunyai perbedaan yang prinsipil, tetapi juga ada
persamaannya.[8]

5.      ASAS HUKUM

Seperti halnya norma hukum, maka asas hukum juga merupakan petunjuk hidup. Tetapi antara
norma hukum dan asas hukum terdapat perbedaan yang prinsipiil. Norma hukum adalah petunjuk
hukum yang diberi sanksi atas pelanggarnya, sedangkan asas hukum adalah petunjuk hidup yang
tidak diberi sanksi atas pelanggarnya. Peraturan hukum perumusan (formulering) atau kristalisasi
daripada sas hukum, yaitu perumusan yang diberi sanksi.

Dengan demikian asas hukum ditemukan dan disimpulkan, langsung ataupun tidak langsung, dalam
peraturan-peraturan hukum yang pada hakikatnya mengandung unsur-unsur asas-asas hukum yang
bersangkutan. Oleh karena asas hukum terkandung dalam peraturan-peraturan hukum, sedangkan
peraturan-peraturan hukum dalam masyarakat sifatnya tidak tetap, karena senantiasa mengikuti
perubahan dan perkembangan perasaan yang hidup dalam masyarakat, maka dengan sendirinya
asas hukum yang terkandung di dalamnya pun sifatnya tidak abadi. Asas hukum berubah sesuai
dengan tempat dan waktu.
Satjipto Rahardjo menyatakan, asas hukum merupakan jantungnya peraturan hukum, karena ia
merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Asas hukum juga
merupakan alasan bagi lahirnya peraturan hukum. Asas hukum ini tidak akan habis kekuasaannya
karena telah melahirkan suatu peraturan hukum, melainkan akan tetap saja ada dan akan
melahirkan peraturan hukum selanjutnya. Karena itu Paton menyebutnya sebagai sarana yang
membuat hukum hidup, tumbuh dan berkembang, serta menunjukkan, serta menunjukkan bahwa
hukum tidak hanya sekedar kumpulan peraturan-peraturan belaka. Asas hukum itu mengandung
nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan etik. Karenanya asas hukum merupakan jembatan antara
peraturan-peraturan hukum (positif) dengan cita-cita sosial dan pandangan etik masyarakat.
Melalui asas hukum ini peraturan-peraturan hukum berubah sifatnya menjadi bagian-bagian dari
suatu tatanan etik. Karena adanya ikatan internal antara asas-asas hukum, maka hukum
merupakan suatu sistem, yaitu sistem hukum.[9]

Untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangan diperlukan asas hukum, karena asas
hukum ini memberikan pengarahan terhadap perilaku manusia di dalam masyarakat sebagaimana
dikatakan van Apeldoorn bahwa asas hukum adalah asas yang melandasi pranata-pranata hukum
tertentu, atau melandasi suatu bidang hukum tertentu.

Asas hukum merupakan pokok pikiran yang bersifat umum yang menjadi latar belakang dari
peraturan hukum yang konkret (hukum positif). Satjipto Rahardjo mengatakan, asas hukum adalah
jiwanya peraturan di dalam hukum (equality before the law), setiap orang harus diperlakukan sama,
hal ini disebabkan:

Asas hukum merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum;

Asas hukum sebagai landasan bagi lahirnya peraturan hukum atau merupakan ratio legis dari
peraturan hukum. Sedangkan dalam asas kewibawaan diperkirakan adanya ketidaksamaan.[10]

6.      SISTEM HUKUM
Hukum merupakan sistem berarti bahwa hukum itu merupakan tatanan, merupakan suatu kesatuan
yang utuh yang terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur yang saling berkaitan erat satu sama
lain. Dengan perkataan lain sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang
mempunyai interaksi satu sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut.
Kesatuan tersebut diterapkan terhadap kompleks unsur-unsur yuridis seperti peraturan hukum,
asas hukum dan pengertian hukum. Peraturan-peraturan hukum itu tidak berdiri sendiri, tetapi
mempunyai hubungan satu sama lain, sebagai konsekuensi adanya keterkaitan antara aspek-aspek
kehidupan dalam bermasyarakat. Malahan keseluruhan peraturan hukum dalam setiap masyarakat
merupakan suatu sistem hukum. Sistem hukum merupakan sistem abstrak (konseptual) karena
terdiri dari unsur-unsur yang tidak konkret yang tidak menunjukkan kesatuan yang dapat dilihat.
Unsur-unsur dalam sistem hukum mempunyai hubungan khusus dengan unusr-unsur
lingkungannya. Selain itu juga dikatakan, bahwa sistem hukum merupakan sistem yang terbuka,
karena peraturan-peraturan hukum dengan istilah-istilahnya yang bersifat umum, terbuka untuk
penafsirannya yang berbeda dan untuk penasirannya yang luas. Ada beberapa macam sistem
hukum, berikut ini dijelaskan beberapa sistem hukum di dunia.  

Sistem Hukum Eropa Kontinental

            Sistem hukum Eropa kontinental berkembang di negara-negara Eropa Barat, pertama kali di
negeri Prancis, kemudian diikuti oleh negara-negara Eropa Barat lainnya seperti Belanda, jerman,
Belgia, Swiss, Italia, Amerika Latin dan termasuk Indonesia pada masa penjajahan pemerintah
Hindia Belanda dulu.

            Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa kontinental adalah, bahwa hukum
memperoleh kekuatan mengikat karena diwujudkan dalam bentuk undang-undang, yang disusun
secara sistematis dan lengkap dalam bentuk kondifikasi atau kompilasi. Hal ini didasarkan pada
tujuan hukum yang lebih menekankan kepada “kepastian hukum”. Dan kepastian hukum hanyalah
dapat diwujudkan kalau pergaulan atau hubungan dalam masyarakat diatur dengan peraturan-
peraturan hukum yang tertulis. Hakim menurut sistem ini tidak leluasa untuk menciptakan hukum
yang mempunyai kekuatan mengikat masyarakat. Putusan hakim dalam suatu perkara hanyalah
mengikat para pihak yang berperkara saja.
            Kondifikasi hukum menurut sistem hukum Eropa kontinental merupakan sesuatu yang
sangat penting untuk mewujudkan kepastian hukum. Karena negara-negara yang menganut sistem
hukum Eropa kontinental ini akan selalu berusaha menciptakan kodifikasi-kodifikasi hukum sebagai
suatu kebutuhan masyarakat.[11]

Sistem Hukum Anglo Saxon

            Sistem hukum negara-negara Aglo Saxon mengutamakan common law yaitu kebiasaan dan
hukum adat dari masyarakat, sedangkan undang-undang hanya mengatur pokok-pokoknya saja
dari kehidupan masyarakat, jadi bukannya tidak mempunyai undang-undang sama sekali. Dengan
adanya common law, kedudukan kebiasaan dalam masyarakat lebih berperan, dan selalu
menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat yangs semakin maju. Sistem hukum common law
ini asalnya sekali adalah dari kebiasaan di Inggris, yang berasal dari adat-istiadat suku-suku Anglo
dan Saxon yang menghuni Inggris. Adat-istiadat itu berlalu secara turun temurun dari generasi ke
generasi berikutnya. Dalam sistem hukum common law hakim di pengadilan menggunakan prinsip
“membuat hukum sendiri” dengan melihat kepada kasus-kasus dan fakta-fakta sebelumnya (dengan
istilah “Case Law” atau “Judge Made Law”). Pada hakikatnya hakim berfungsi sebagai legislatif,
sehingga hukum lebih banyak bersumber pada putusan-putusan pengadilan yang melakukan kreasi
hukum. Malahan dalam sistem ini dianut ajaran yang disebut “the doctrine of precedent” (stare
decisis) yang pada hakikatnya menyatakan, bahwa dalam memutuskan suatu perkara, seorang
hakim harus mendasarkan putusannya kepada prinsip hukum yang sudah ada di dalam putusan
pengadilan dari perkara yang sejenis sebelumnya (precedent). Namun dalam hal putusan pengadilan
untuk perkara tertentu belum ada, atau putusan pengadilan yang sudah ada tidak sesuai lagi dengan
perkembangan zaman, maka hakim dapat menetapkan putusan baru berdasarkan nilai-nilai
keadilan dan kebenaran dengan pertimbangan yang penuh tanggung jawab. Adanya sistem common
law di negara-negara Angl Saxon, menunjukkan bahwa hukum tidak mutlak harus dituangkan
dalam bentuk undang-undang yang lengkap dan sempurna, yang terhimpun dalam kodifikasi.

Sistem Hukum Adat


            Sistem hukum adat terdapat dalam kehidupan masyarkat Indonesia dan negara-negara Asia
lainnya seperti Cina, India, Pakistan, dan lain-lain. Istilahnya berasal dari Belanda yaitu
“Adatrecht”, yang untuk pertama kali dikemukakan oleh Snock Hurgronje, yang kemudian
dipopulerkan sebagai istilah teknis yuridis oleh Van Vollenhoven.

            Yang dimaksud dengan “Adatrecht” itu adalah “dat samenstel van voor inlanders en vreemde
oosterlingen geldende geragregels, die eenerzijds sanctie hebben (darom “adat”) (Adatrecht itu ialah
keseluruhan aturan tingkat laku yang berlaku bagi bumiputera dan orang Timur asing, yang
mempunyai upaya pemaksa, lagi pula tidak dikodifikasikan).

            Jadi sistem hukum adat adalah sistem hukum yang tidak tertulis, yang tumbuh dan
berkembang serta terpelihara karena sesuai dengan kesadaran hukum masyarakatnya. Karena
hukum adat sifatnya tidak tertulis, maka hukum adat senantiasa dapat menyesuaikan diri dengan
perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat.

            Yang berperan dalam melaksanakan sistem hukum adat ialah pemuka adat sebagai
pemimpin yang sangat disegani dan besar pengaruhnya alam lingkungan masyarakat adat, untuk
memelihara ketertiban dan ketentraman masyarakat.

Sistem Hukum Islam

            Sistem hukum Islam semua dianut oleh masyarakat Arab, karena di tanah Arab-lah awal
mulanya timbul dan menyebarkan agama Islam. Kemudian agama Islam berkembang ke seluruh
pelosok dunia, terutama negara-negara Asia, Afrika, Eropa dan Amerika secara individu dan
kelompok. Malahn beberapa negara di dunia (seperti Arab Saudi dan Pakistan) menjadikan hukum
Islam sebagai sistem hukum yang berlaku dan mengikat bagi masyarakatnya.

            Sistem hukum Islam bersumber kepada:

(a)    Al Qur’an, ialah kitab suci kaum muslimin, yang merupakan kumpulan wahyu Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w.

(b)   Hadits, ialah perkataan, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad s.a.w.
(c)    Ijma, ialah kesepakatan para ulama mengenai hukum terhadap sesuatu yang belum jelas diatur
dalam Al Qur’an dan Hadits.

(d)   Qias, ialah analogi terhadap sesuatu yang hukumnya sudah jelas ditentukan dalam Al Qur’an
maupun Hadits.[12]

Adalah berbeda dengan ketiga sistem hukum yang diuraikan di atas, sistem hukum Islam
mengandung aturan yang sangat luas, yang meliputi segala keperluan hidup dan kehidupan
manusia, dunia dan akhirat. Hukum Islam tidak hanya mengatur mengatur hubungan antara
manusia dengan manusia (muamallah), tetapi juga engatur hubungan antara manusia dengan
Tuhannya (ibadah). Selain itu hukum Islam juga mempunyai sifat-sifat Universal.

Peraturan-peraturan hukum dalam sistem hukum Islam dapat dibedakan atas 2 (dua) macam yaitu
syari’at dan fiqh. Syari’at adalah norma-norma dan prinsip-prinsip hukum yang secara langsung
ditemukan dalam Al Qur’an dan diperjelas dengan hadits. Jadi sudah disebutkan dengan jelas
dalam Al Qur’an dan Hadits sehingga tidak perlu adanya penafsiran lagi. Sedangkan fiqh adalah
norma-norma hukum yang merupakan hasil pemikiran manusia (ahli fiqh) terhadap sesuatu yang
tidak jelas disebut dalam Al Qur’an dan Hadits. Sebagai hasil pemikiran manusia, maka fiqh
sifatnya berubah-rubah menurut tempat dan waktu. Sedangkan syari’at, sebagai aturan-aturan yang
langsung dari Allah, sifatnya tetap dan tidak berubah-ubah. Karena itu, kalau sejarah pemikiran
hukum dalam islam mengenal beberapa pendapat yang berbeda-beda mengenai sesuatu soal yang
sama, maka hal itu tidak perlu mengherankan.

Dalam hukum islam terdapat beberapa macam mazhab. Namun, yang diakui mempunyai otoritas
tertinggi serta mempunyai pengikut terbesar ada 4 (empat) yaitu:

Mazhab Hanafi, yakni mazhab pengikut-pengikut Imam Abu Hanifah (70 H – 150 H).

Mazhab Maliki, yakni mazhab pengikut-pengikut Imam Malik ibn Anas (93 – 179 H).

Mazhab Syafii, yakni mahzab pengikut-pengikut Iman Mohammad Idris Al Syafi’i (150 H – 204 H).

Mahzab Hanbali, yakni pengikut-pengikut Imam Ahmad ibn  Hanbal (164 H – 241 H).
Ajaran-ajaran hukum Islam seperti yang dirumuskan dan diajarkan oleh imam-imam mahzab
empat yang terkenal dan mazhab Syi’ah dewasa ini telah mendapatkan penganutnya masing-masing
yang cukup besar di seluruh pelosok dunia. Walaupun demikian, adalah suatu kenyataan, bahwa
tiada satu pun ajaran mahzab-mahzab itu pada abad sekarang ini yang sepenuhnya berlaku sebagai
hukum positif. Masyarakat Islam Indonesia sebagian besar mengikuti ajaran mazhab Syafi’i. Di
dalam kesatuan itu tidak dikehendaki adanya konflik, pertentangan atau kontradiksi antara bagian-
bagian. Kalau sampai terjadi konflik maka akan segera diselesaikan oleh dan di dalam sistem itu
sendiri dan tidak dibiarkan berlarut-larut. Jadi pada hakekatnya sistem, termasuk sistem hukum
merupakan suatu kesatuan hakiki dan terbagi-bagi dalam bagian-bagian, di dalam mana setiap
masalah atau persoalan menemukan jawaban atau penyelasaiannya. Jawaban itu terdapat di dalam
sistem itu sendiri. [13]

7.      PERISTIWA HUKUM

Peristiwa hukum atau kejadian hukum (rechtsfert atau rechtsfeit) hakekatnya adalah peristiwa-


peristiwa dalam masyarakat yang membawa akibat yang diatur oleh hukum. Dengan kata lain
peristiwa hukum adalah peristiwa-peristiwa dalam masyarakat yang akibatnya diatur oleh hukum.
Misalnya, perkawinan antara pria dan wanita, akan membawa bersama dari peristiwa hokum itu
hak-hak dan kewajiban-kewajiban baik untuk pihak laki-lakin yang kemudian bernama suami
denhgan seangkaian hak dan kewajiban-kewajibannya. Demikian pula pihak wanita yang kemudian
bernama istri dengan serangkaian hak dan kewajibannya. Maka perkawinan ini hakikatnya adalah
suatu peristiwa hukum, walaupun dilihat dari sudut lain misalnya dapat dinamakan sebagai lembaga
hukum (institusi hukum).

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN
Suatu masyarakat yang menetapkan tata hukumnya bagi masyarakat itu sendiri dan oleh sebab itu
turut serta sendiri dalam berlakunya tata hukum itu, artinya tunduk sendiri kepada tata hukum itu,
disebut “masyarakat hukum”.

Istilah subjek hukum berasal dari terjemahan Bahasa Belanda rechtsubject atau law of


subject (Inggris). Secara umum rechtsubject diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban yaitu
manusia dan badan hukum.  Menurut Soedjono Dirjisosworo Subjek hukum atau subject van een
recht; yaitu “ orang”  yang mempunyai hak, manusia pribadi atau badan hukum yang berhak,
berkehendak atau melakukan perbuatan hukum

Objek hukum ialah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum (manusia atau badan hukum)
dan yang dapat menjadi pokok (objek) suatu hubungan hukum, karena sesuatu itu dapat dikuasai
oleh subjek hukum

Lembaga hukum (rechtsinstituut) adalah himpunan peraturan-peraturan hokum yang mengandung


beberapa persamaan (anasir-anasir sama) atau bertujuan mencapai suatu objek yang sama

Asas hukum merupakan pokok pikiran yang bersifat umum yang menjadi latar belakang dari
peraturan hukum yang konkret (hukum positif).

Sistem hukum adalah suatu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu
sama lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut.

Peristiwa hukum atau kejadian hukum (rechtsfert atau rechtsfeit) hakekatnya adalah peristiwa-


peristiwa dalam masyarakat yang membawa akibat yang diatur oleh hukum.

Anda mungkin juga menyukai