Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

BRONKOPNEUMONIA

DISUSUN OLEH:
Meity Melontige (1901040)
Adriani Kauntu (1901051
Rici Aldo Alase (1701096)
Kep IV B

Jurusan Kesehatan
Program Studi Keperawatan
Politeknik Nusa Utara
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pneumonia merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan serius yang sebagian besar
Menyerang anak balita dibawah usia 5 tahun, pneumonia merupakan penyakit terbesar penyebab
kematian anak-anak di seluruh dunia, ada 15 negara dengan angka kematian tertinggi di kalangan
anak-anak akibat pneumonia, Indonesia termasuk dalam urutan ke 8 yaitu sebanyak 22.000
kematian (WHO, 2016).
Insiden penemuan ksus pneumonia pada balita usia 1-4 tahun menurut kemenkes RI
(2017)Tertinggi di provinsi jawa barat (126,936 kasus) dan terendah pada provinsi papua (51
kasus) kemudian jumlah kematian balita karena peunomia tertinggi terdapat di provinsi jawa
tengah (339 kematian) dan terendah di provinsi Kalimantan tengah (1 kematian).
Menurut riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2013, kelompok umur penduduk
period prevalence pneumonia yang paling tertinggi terjadi pada kelompok usia 1-4 tahun.
Sedangkan pe Sedangkan period prevalence pneumonia pada balita di Indonesia adalah 18,5%
balita pneumonia yang berobat hanya 1,6 %. Lima
Provinsi yang mempunyai insiden pneumonia balita tertinggi adalah Nusa
Tenggara Timur (38,5%), Aceh (35,6%), Bangka Belitung (34,8%), dan Kalimantan Tengah
(32,7%). Insiden tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok usia 12-23 bulan (21,7%).
Sedangkan pada insiden pneumonia per 1000 balita banyak dialami oleh anak berusia 12-35
bulan.
Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) tahun 2013 pada pasien anak balita
yang di rawat inap di rumah sakit tertinggi di Provinsi Jawa Tengah (1.942 jiwa), terendah di
Provinsi Bangka Belitung (7 jiwa). Sedangkan pada pasien rawat jalan terbesar di Jawa Barat
sebesar (1.132 jiwa), terendah di Provinsi Sulawesi Utara (5 jiwa) ( Infodatin, 2013).

Temuan kasus pneumonia pada tahun 2016 pada balita di Kota Samarinda sebanyak 1.383
kasus, menurun ditahun 2015 sekitar 23,7%, kasus tertinggi ditemukan di Kecamatan Sungai
Kunjang (269 kasus), dan terendah pada Kecamatan Sungai Pinang (20 kasus) (Dinkes
Kab/Kota, 2016).
Masalah keperawatan yang lazim muncul pada anak dengan bronkopneumonia adalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum,
gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan pengiriman oksigen,
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan
metabolik sekunder terhadap deman dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan
toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi abdomen atau gas, intoleransi aktifitas berhubungan
dengan insufisiensi O2 untuk aktifitas sehari-hari, resiko ketidakseimbangan elektrolit
berhubungan dengan perubahan kadar elektrolit dalam serum (diare) (Nurarif dan Kusuma,
2015).
Salah satu upaya tindakan mandiri yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah
ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah dengan melakukan fisioterapi dada, gangguan
pertukaran gas dengan tindakan memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi, masalah
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan memonitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori, intoleransi aktivitas dengan monitor respon fisik, emosi, social, dan spiritual,
resiko ketidakseimbangan elektrolit dengan monitor status cairan intake dan

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah dalam studi kasus ini adalah
bagaimana asuhan keperaewatan pada anak dengan bronkopneumonia.
1.3 tujuan
1.3 1. Tujuan umum
Untuk mendapatkan gambaran secara umum bagaimana asuhan keperawatan pada anak
dengan bronkopneumonia.
1.3 2. Tujuan khusus
1) Melakukan pengkajian pada anak dengan bronkopneumonia
2) Merumuskan masalah keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia
3) Menyusun rencana asuhan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia
4) Melaksanakan tindakan keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia
5) Melakukanm evaluasi keperawatan pada anak dengan bronkopneumonia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pneumonia
a) Definisi

Pneumonia termasuk salah satu penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Bawah Akut
(ISPBA). Pneumonia merupakan radang paru yang disebabkan mikroorganisme (bakteri, virus,
jamur dan parasit).
Proses peradangan akan menyebabkan jaringan paru yang berupa alveoli (kantung udara)
dapat dipenuhi cairan ataupun nanah.
Akibatnya kemampuan paru sebagai tempat pertukaran gas (terutama oksigen) akan
terganggu. Kekurangan oksigen dalam sel-sel tubuh akan mengganggu proses metabolisme
tubuh, Bila pneumonia tidak ditangani dengan baik, proses peradangan akan terus berlanjut dan
menimbulkan berbagai komplikasi seperti, selaput paru terisi cairan atau nanah (efusi pleura atau
empiema), jaringan paru bernanah (abses paru), jaringan paru kempis (pneumotoraks).
Bahkan bila terus berlanjut dapat terjadi penyebaran infeksi melalui darah (sepsis) ke
seluruh tubuh sehingga dapat menyebabkan kematian (Dahlan dan Soemantri, 2001).
Kelompok pneumonia berat adalah penderita yang mengalami batuk atau kerusakan
pernafasan disertai salah satu tanda bahaya di atas atau mengalami retraksi dinding dada bagian
bawah ke dalam.
Biasanya keaadaan ini disebabkan oleh masuknya bakteri ke dalam tubuh, sehingga
diperlukan antibiotik dalam penanganannya dan harus dirawat di rumah sakit. Jenis obat yang
digunakan untuk kasus ini adalah kotrimoksazol, amoksisilin peroral atau kloramfenikol secara
intramuskular, jika obat tidak dapat diberikan secara peroral, Alternatif lain adalah penisilin dan
seftriakson secara intramuskular (Anonim, 1985).
Kelompok pneumonia yang lain adalah pneumonia khusus yang dapat
disubklasifikasikan ke dalam kelompok yang normal (non-imunosupresi) dan imunosupresi.
Pneumonia pada pasien yang non-imunosupresi, diantaranya: pneumonia mikoplasma,
pneumonia virus dan pneumonia Legionnaires, Sedangkan pada pasien yang imunosupresi, misal
pneumocystitis carinii pneumonia (PCP) merupakan tanda awal serangan penyakit pada pasien
AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome). Selain itu, adapula kelompok pneumonia non-
infektif, diantaranya: aspiri pneumonia, lipid pneumonia, dan eosinofilik pneumonia
(Underwood, 1999).
b) Etiologi
Tanda serta gejala yang sering dijumpai pada pneumonia adalah demam, batuk berdahak
(lendir kehijauan atau nanah), nyeri dada, sesak nafas, sakit kepala, nafsu makan berkurang,
kekakuan sendi, kekakuan otot, kulit lembab, batuk berdarah (Misnadiarly, 2008).
Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan oleh bakteri, virus atau
mikroplasma (bentuk pemeliharaan antara bakteri dan virus). Bakteri yang umum adalah
Streptococcus pneumonia, Staphylococcus aureus, Klebsiella sp, Pseudomonas sp, Virus misal
virus influenza (Misnadiarly, 2008).
Bentuk–bentuk pneumonia yaitu:

1.Virus

Infeksi Saluran Pernafasan Bawah Akut (ISPBA) pneumonia diperkirakan sebagian besar
disebabkan oleh virus. Meski virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernafasan bagian
atas, terutama pada anak-anak gangguan ini bisa memicu pneumonia. Sebagian besar pneumonia
jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan
dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan bahkan dapat menyebabkan kematian, virus
yang akan menginfeksi paru akan berkembang biak walau tidak terlihat jaringan paru yang
dipenuhi cairan. Gejala pneumonia oleh virus sama saja dengan influenza yaitu demam, batuk
kering, sakit kepala, nyeri diseluruh tubuh dan letih, lesu, selama 12 - 13 jam, nafas jadi sesak,
batuk hebat dan menghasilkan sejumlah lendir (Misnadiarly 2008).

2.Mikoplasma

Jenis penyebab pneumonia ini berbeda gejala dan tanda-tanda fisiknya bila dibandingkan
pneumonia pada umumnya, oleh karena itu pneumonia yang diduga disebabkan oleh virus belum
ditemukan, ini sering juga disebut pneumonia yang tidak tipikal (Atypical pneumonia).
Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia.
Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki
karakteristik keduanya. Pneumonia jenis ini biasanya tersebar luas. Mikoplasma menyerang
segala jenis usia muda. Angka kematian yang sangat rendah, bahkan juga ada yang tidak diobati.
Gejala yang paling sering adalah batuk berat, namun sedikit berlendir. Demam dan menggigil
hanya muncul di awal, dan pada beberapa pasien biasanya mual dan muntah. Rasa lemah baru
hilang dalam waktu lama
(Misnadiarly, 2008).
3.Bakteri

Pneumonia bakteri adalah infeksi akut parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri.
Pneumonia dipicu bakteri biasanya menyerang siapa saja (dari bayi sampai usia lanjut). Pecandu
alkohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan penyakit gangguan pernafasan, sedang
terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya paling beresiko menderita penyakit
pneumonia. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus
pneumonia sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuhnya menurun
karena sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan
kerusakan (Misnadiarly, 2008).
Seluruh jaringan paru dipenuhi cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh
tubuh melalui aliran darah. Pasien yang terinfeksi pneumonia memiliki cirri-ciri yaitu: tubuhnya
panas tinggi, berkeringat, nafas terengah-engah, dan denyut jantungnya meningkat cepat.
Bibir dan kuku mungkin membiru karena tubuh kekurangan O2. Pada kasus yang parah,
pasien akan menggigil, gigi bergemelutuk, sakit dada dan kalau batuk mengeluarkan lendir
berwarna hijau (Misnadiarly, 2008).
Pneumonia, selain merupakan penyakit infeksi yang sering terjadi di masyarakat
(Community Acquired Pneumonia), juga sering terdapat di rumah sakit (Hospital Acquired
Pneumonia = pneumonia nosokomial). Perbedaan keduanya, terletak pada etiologi dan
pengelolaannya. Pada dasarnya kedua pneumonia ini dapat disebabkan oleh semua bakteri.
Bakteri yang pada umumnya menginfeksi adalah Streptococcus pneumonia (80%),
Staphylococus aureus, Hemophyllus influenza, Respiratory Syncial Virus (RSV). Sedangkan
pada bakteri-bakteri seperti E. coli, Klebsiella sp, Proteus sp merupakan penyebab pneumonia
nosokominal yang resisten terhadap antibiotik yang beredar di rumah sakit. Antibiotik yang
resisten yaitu Sefalosporin (Klebsiella sp dan E. coli),
ampisilin (E. coli, Staphyllococcus aureus, H. influenza), penisilin antipseudomonas dan
tetrasiklin (Proteus sp) (Anonim, 2005).
4.Pneumonia Jenis Lain

Pneumonia jenis lain termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia
(PCP) yang diduga disebabkan oleh jamur. PCP biasanya menjadi tanda awal serangan penyakit
pada pasien penderita HIV/AIDS. PCP bisa diobati pada banyak kasus. Bila saja penyakit ini
muncul lagi beberapa bulan kemudian, namun pengobatan yang baik akan mencegah
kekambuhan. Pneumonia lain yang lebih jarang disebabkan oleh masuknya makanan, cairan gas,
debu, maupun jamur
(Misnadiarly, 2008).
c) Patofisiologi

Pada kondisi normal, saluran pernafasan mempunyai mekanisme yang efektif untuk
melindungi diri dari infeksi oleh bakteri atau mikroba lain. Partikel besar pertama kali disaring di
jalan nafas. Ketika partikel kecil terhirup, sensor sepanjang saluran nafas terpicu adanya reflek
batuk atau bersin yang melawan partikel tersebut untuk keluar lagi. Bakteri dan agen infeksi lain
akan dilawan di kantung alveoli oleh sistem imun tubuh, makrofag dan sel darah putih. Sistem
pertahanan ini pada keadaan normal menjaga paru-paru agar tetap steril, tetapi jika sistem ini
lemah atau rusak maka bakteri, virus dan organisme lain penyebab pneumonia akan masuk,
menginfeksi dan menyebabkan terjadinya inflamasi di bagian dalam paru-paru (Anonim, 2003).

d) Diagnosis

Setelah mengetahui gejala klinis dan kelainan fisik melalui pemeriksaan fisik yang
dilakukan oleh dokter, masih dipelukan pemeriksaan penunjang seperti rongent dan
labolatorium. Hal ini perlu dilakukan untuk memperkuat diagnosis seseorang yang menderita
pneumonia atau tidak (Misnadiarly, 2008).
Gambaran yang diperoleh dari hasil rongent memperlihatkan kepadatan pada bagian paru-
paru. Kepadatan terjadi karena paru-paru dipenuhi sel radang dan cairan yang sebenarnya
merupakan reaksi tubuh untuk mematikan kuman.
Akibatnya fungsi paru-paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernafas karena tidak ada
oksigen pada paru-paru (Misnadiarly, 2008).

Pemeriksaan penunjang lainnya yaitu pemeriksaan labolatorium berupa pemeriksaan


hitung sel daerah tepi, pemeriksaan terhadap kuman (mikrobiologi) mikroskopis ataupun kultur
kuman yaitu pemeriksaan utama pra terapi dan untuk evaluasi terapi selanjutnya (Misnadiarly,
2008).
Pada penderita pneumonia, jumlah leukosit (sel darah putih) dapat melebihi batas normal
(10.000/mikroliter). Menurut ahli paru-paru, perlu dilakukan pengambilan sputum/ dahak untuk
dikultur dan dites resistensi kuman untuk dapat mengetahui mikroorganisme penyebab
pneumonia tersebut. Pengambilan sputum dapat dilakukan dengan cara yaitu dibatukkan atau
didahului dengan proses perangsangan untuk mengeluarkan dahak dengan menghirup NaCl 3%
dan dahak dapat diperoleh dengan menggunakan alat tertentu seperti protective brush (semacam
sikat untuk mengambil sputum pada saluran nafas bawah). Sputum yang telah diambil
dimasukkan ke dalam botol steril dan ditutup rapat, tidak boleh lebih dari 24 jam diperiksa ke
laboratorium (Misnadiarly, 2008).
e) Perencanaan

Perencanaa adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal
tentang suatu apa yang akan di lakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang
melakukan dari semua tindakan keperawatan (Dermawan. 2012).

f) Implementasi

Implementasi / pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk

mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana

tindakan disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien

mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2008). Ada 3 tahap implementasi :

1. Fase orentasi
dievaluasi nantinya klien sudah mampu mengikuti saran perawat yang
Fase orientasi terapeutik dimulai dari perkenalan klien pertama kalinya

bertemu dengan perawat untuk melakukan validasi data diri.

2. Fase kerja

Fase kerja merupakan inti dari fase komunikasi terapeutik, dimana

perawat mampu memberikan pelayanan dan asuhan keperawatan, maka dari itu

perawat diharapakan mempunyai pengetahuan yang lebih mendalam tentang

klien dan masalah kesehatanya.

3. Fase terminasi

Pada fase terminasi adalah fase yang terakhir, dimana perawat

meninggalkan pesan yang dapat diterima oleh klien dengan tujuan, ketika

diberikan, maka dikatakan berhasil dengan baik komunikasi terapeutik perawat-klien apabila ada
umpan balik dari seorang klien yang telah diberikan tindakan atau asuhan keperawatan yang
sudah direncanakan.
g) Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya
sudah berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada anak 1 dan anak 2
dengan penyakit Bronkpneumoniadi Ruang Perawatan Anak Rumah Sakit Samarinda
Medika Citra Kalimantan Timur peneliti dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengkajian

Hasil pengkajian yang didapatkan dari kedua anak menunjukkan adanya beberapa tanda
gejala yang sama. Keluhan yang diarasakan anak 1 juga dirasakan oleh anak ke 2. Keluhan
yang memiliki kesamaan dengan teori yang dikemukakan pada bab II ialah anak batuk
berdahak, sesak nafas, frekuensi nafas meningkat, anak demam, pada auskultasi thorak
terdengar suara nafas tambahan (ronki), ada pernafasan cuping hidung, tarikan dinding dada,
terjadi penurunan nafsu makan dan anak tampak gelisah. Dari hasil pemeriksaan penunjang
pun menunjukkan hasil yang sama yaitu kesan bronkopneumonia pada kedua anak.
Hal ini menujukkan adanya keselarasan antara teori dan fakta dilapangan.

2. Diagnosa Keperawatan

Dari 7 diagnosa yang muncul pada anak 1 dan 9 diagnosa yang muncul pada anak 2 ada 7
diagnosa yang sama-sama dirasakan kedua anak yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif
berhubungan dengan peningkatan produksi sputum, gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan perubahan membrane alveolus kapiler, pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
depresi pusat pernafasan, hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi, risiko deficit
nurisi berhubungan dengan efek psikologis (keengganan untuk makan), risiko jatuh
berhubungan dengan anak usia 2 tahun atau kurang, dan risiko infeksi berhubungan dengan
efek prosedur invasive. Kemudian 2 diagnosa yang hanya muncul pada anak 2 adalah cemas
berhubungan dengan lingkungan yang asing dan deficit pengetahuan orang tua berhubungan
dengan kurang terpapar informasi.

3. Perencanaan

Perencanaan yang digunakan pada kedua pasien di susun berdasarkan rencana


keperawatan menurut NANDA (2015) dan sesuai dengan masalah keperawatan yang
ditegakkan berdasarkan kriteria tanda dan gejala mayor, minor serta kondisi klien saat ini.
4. Pelaksanaan tindakan

Tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan yang telah penulis susun
diantaranya adalah memonitor status oksigen, tanda-tanda vital, pertumbuhan dan
perkembangan anak, dan memonitor status repirasi, mengkaji status nurisi serta alergi
makanan/minuman, mendengarkan suara nafas tambahan, mengubah posisi pasien untuk
memaksimalkan ventilasi, mengajarkan batuk efektif, melakukan fisiterapi dada,
berkolaborasi untuk pemberian antibiotic dan antipiretik, memberikan kompres dan
menyelimuti pasien, mengidentifikasi tingkat kecemasan dan tingkat pengetahuan orang tua,
memberikan penyuluhan kesehatan, melakukan terapi bermain bersama anak, memasang
pagar pengaman tempat tidur untuk menghindari kejadian jatuh, selalu memonitor adanya
tanda/gejala infeksi yang mungkin muncul serta melakukan perawatan infus dan selalu
membiasakan mencuci tangan sebelum ataupun sesudah tindakan untuk meminimalisir
penyebaran infeksi.

5. Evaluasi

Akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang di
berikan dan didasarkan pada bagaimana efektifnya tindakan keperawatan yang telah
dilakukan. Pada evaluasi yang penulis lakukan pada anak 1 berdasarkan kriteria yang penulis
susun terhadap 4 diagnosa yang teratasi yaitu Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
berhubungan dengan Peningkatan Produksi Sputum, Gangguan Pertukaran Gas
beruhubungan dengan Membrane Alveoluskapiler, Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan
dengan Depresi Pusat Pernafasan, Hipertermia berhubungan dengan Proses Inflamasi, 3
diagnose risiko tidak terjadi yaitu Risiko Defisit Nutrisi, Risiko Jatuh, dan Risiko inveksi.
Sedangkan pada anak 2 dari 9 diagnosa yang mencul berdasarkan kriteria hasil yang
disusun terdapat 5 diagnosa teratasi yaitu Berihan Jalan Nafas Tidak Efektif, Gangguan
Pertukaran Gas, Pola Nafas Tidak Efektif, Hipertermia dan Defisit Pengetahuan Orang Tua,
ada 1 diagnosa keperawatan yang teratasi sebagian yaitu Cemas, 3 diagnosa risiko tidak
terjadi yaitu Risiko Deficit Nutrisi, Risiko Jatuh, dan Risiko Infeksi.
3.2 Saran
Berdasarkan kasus yang diangkat penulis dengan judul Asuhan Keperawatan Anak
dengan Bronkopneumonia di Rumah Sakit Samarinda Medika Citra untuk peningkatan mutu
dalam pemberian asuhan keperawatan selanjutnya penulis menyarankan kepada :
1. Peneliti selanjutnya

Diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengeksplorasi lebih dalam lagi terkait asuhan
keperawatan anak dengan bronkopneumonia. Dan dapat mengaplikasikan intervensi
keperawatan yang telah disusun dengan baik.
2. Perawat ruangan

Diharapkan dapat meningkatkan komunikasi yang efektif baik kepada pasien maupun
orang tua dan dapat lebih meningkatkan kepedulian terhadap kebersihan diri pasien.
3. Pasien dan orang tua pasien

Diharapkan dapat mengenali bagaimana proses dan tanda gejala serta faktor penyabab
terjadinya bronkopneumonia sehingga untuk kedepannya dapat merubah pola hidup menjadi
lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi (2008) Konsep Dasar Keperawatan Jakarta: EGC

Agustina, I (2013) Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Balita dengan


Perilaku Pencegahan Penyakit Pneumonia Di Wilayah Kerja
Puskesmas Putri Ayu

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2013) Penyakit yang


Ditularkan Melalui Udara.Jakarta: Kemenkes RI

Budiono, dkk (2015) Konsep Dasar Keperawatan Jakarta : Bumi Medika

Dermawan (2012) Proses Keperawatan Penerapan Konsep Dan


Kerangka Kerja.
Yogyakarta: Gosyen Publishing

Dinkes (2016) Profil Kesehatan Kota Samarinda 2016 Samarinda: Dinas


Kesehatan Kota Samarinda

Fadhila (2013). Rule Of Diagnosis And Treatment Of


Bronchopneumonia
Patiens On Baby Boys Age 6 Months

Dewi & Noprianty (2018) Risk Factors Related To Faal Incidence In


Hospitaliced Pediatric Patient Whit Theory Faye G Abdellah .
NurseLine Journal Vol.3 No. 2

Infodatin (2015) Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI


Jakarta :
infodatin

Hockenberry, M.J., & Wilson, D (2009) wong’s essential of pediatric


nursing. (8th ed). St. Louis : Mosby Elsevier

Kartono (2009) Risk Factors Analysis Affecting The occurrence of


Nasocomial infection in Child. Jupri Kartono Care Unit of RSUD
Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung.

Kemenkes RI (2018) Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia


Tahun 2017
Jakarta : Kementrian Kesehatan RI

Notoadmodjo S (2012) Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan Jakarta:


PT Rineka Cipta
Nugroho, T (2011) Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah dan
Penyakit
Dalam Yogyakarta: Nuha Medika

Nurarif, A. Huda dan Hardhi Kusuma (2015) Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC-NOC jilid 1 Yogjakarta: Mediaction (2013) Asuhan keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC Yogyakarta: Mediaction
Nursalam (2008) Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan Jakarta: Salemba Medika

Nursalam, Susila Ningrum dan Sri Utami (2008) Asuhan Keperawatan Bayi dan
Anak (untuk perawat dan bidan) Jakarta: SalembaMedika

Riyadi dan Sukarmin (2009) Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi pertama
Yogyakarta: Graha Ilmu

PPNI (2017) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator


Diagnostik Edisi 3 Jakarta : DPP PPNI

Sherwood, L (2012) Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6 Jakarta: EGC

Suara, Mahyar. dkk (2013) Konsep Dasar Keperawatan Jakarta: CV Trans Info
Media

Wijayaningsih, Kartika Sari (2013 ) Asuhan Keperawatan Anak Jakarta : CV


Trans Info Media

WHO (2016). Pneumonia, http://www.who.int/mediacentre/ factsheets/fs331/en/.


(diakses pada`28 oktober 2018)

Anda mungkin juga menyukai