Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PENGELOLAAN TINJA

Disusun Oleh:

Muhammad Firnanda Okidno

(PO7233319 705)

KEMENTERIAAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGPINANG

PRODI DIII SANITASI

T.A 2020/2021
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS) adalah perilaku tidak sehat
yang masih sering dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Sasaran nasional
RPMJN 2015-2019 menargetkan sanitasi yang layak pada tahun 2019 naik
menjadi 100 % (2014: 60,4 %) (Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 59 Tahun 2017). Akan tetapi, fenomena perilaku BABS di
masyarakat masih merupakan tantangan di Indonesia.

Data WHO tahun 2010 memperkirakan sebesar 1,1 milyar orang atau 17%
penduduk dunia masih BAB di area terbuka, Sebesar 81% penduduk yang
BAB sembarangan terdapat di 10 negara di dunia dan Indonesia sebagai
negara kedua terbanyak di dunia yang masyarakatnya berperilaku BAB di
area terbuka setelah India (WHO/UNICEF, 2010). Secara nasional,
persentase akses jamban tahun 2018 sudah naik mencapai 75,16 %,
dibandingkan dengan tahun 2017 68,08 % dan tahun 2016 63,86 %. Dari 34
provinsj yang ada di Indonesia, akses jamban tertinggi tahun 2018 dicapai
oleh Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu 100 % (STBM Indonesia, 2018).

Manfaat jamban sebagai tempat pembuangan kotoran manusia (tinja),


dimana tinja sangat dipandang sebagai benda yang dapat membahayakan
kesehatan bila tidak ditangani secara serius karena tinja bisa di jadikan
sebagai media untuk penularan penyakit terutama penyakit diare.
Dimanfaatkannya jamban oleh keluarga maupun masyarakat yang
memenuhi syarat kesehatan dapat mengurangi pencemaran lingkungan dan
penyebaran penyakit menular dapat dikurangi, serta dapat mendukung
terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat.
BAB 2

PEMBAHASAN

Perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS) adalah perilaku tidak sehat
yang masih sering dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Sasaran nasional
RPMJN 2015-2019 menargetkan sanitasi yang layak pada tahun 2019 naik
menjadi 100 % (2014: 60,4 %) (Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 59 Tahun 2017). Akan tetapi, fenomena perilaku BABS di
masyarakat masih merupakan tantangan di Indonesia.

Data WHO tahun 2010 memperkirakan sebesar 1,1 milyar orang atau 17%
penduduk dunia masih BAB di area terbuka, Sebesar 81% penduduk yang
BAB sembarangan terdapat di 10 negara di dunia dan Indonesia sebagai
negara kedua terbanyak di dunia yang masyarakatnya berperilaku BAB di
area terbuka setelah India (WHO/UNICEF, 2010). Secara nasional,
persentase akses jamban tahun 2018 sudah naik mencapai 75,16 %,
dibandingkan dengan tahun 2017 68,08 % dan tahun 2016 63,86 %. Dari 34
provinsj yang ada di Indonesia, akses jamban tertinggi tahun 2018 dicapai
oleh Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu 100 % (STBM Indonesia, 2018).

Manfaat jamban sebagai tempat pembuangan kotoran manusia (tinja),


dimana tinja sangat dipandang sebagai benda yang dapat membahayakan
kesehatan bila tidak ditangani secara serius karena tinja bisa di jadikan
sebagai media untuk penularan penyakit terutama penyakit diare.
Dimanfaatkannya jamban oleh keluarga maupun masyarakat yang
memenuhi syarat kesehatan dapat mengurangi pencemaran lingkungan dan
penyebaran penyakit menular dapat dikurangi, serta dapat mendukung
terciptanya lingkungan yang bersih dan sehat.

Angka jumlah jamban maupun aksesnya masih jauh dibandingkan keadaan


di Kabupaten Bondowoso. Dimana penduduk Kabupaten Bondowoso yang
diperiksa keadaan lingkungan keluarga yang memiliki akses terhadap
jamban sehat yaitu sebanyak 95.347 keluarga, hanya 21.76 % (20.751
keluarga) yang memiliki jamban. Hal ini disebabkan penduduk Kabupaten
Bondowoso masih banyak buang air besar ke sungai (Dinkes Kabupaten
Bondowoso, 2006).
Berdasarkan hasil pengawasan sarana sanitasi lingkungan, cakupan JAGA
(jamban keluarga) di wilayah kerja Puskesmas Pakem sebanyak 18,90 %,
sedangkan angka cakupan untuk daerah pedesaan 30,0% yaitu 1465 . Angka
cakupan JAGA untuk Desa Petung tahun 2006 sebanyak 58 / 852 jumlah
rumah, nilai cakupannya 6,8 %. Nilai cakupan Desa Petung menduduki
urutan ke-7 dari 8 Desa di Kecamatan Pakem (Puskesmas Pakem, 2006).
Sedangka pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2005 sebanyak 61 / 582
jumlah rumah, nilai cakupannya 7,14 %.

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan antara sikap dan perilaku


keluarga tentang manfaat jamban dengan kejadian penyakit diare, dimana
penderita diare lebih banyak terjadi pada responden yang memiliki sikap
dan perilaku yang kurang baik terhadap manfaat jamban. Persentase
hubungan sikap dan perilaku keluarga terhadap manfaat jamban dengan
kejadian penyakit diare, dimana responden yang memiliki kategori baik
sebanyak 80 orang (47 %) yang terjadi diare 5 orang (13 %) tidak terjadi
diare 75 orang (57%), kategori cukup sebanyak 59 orang (31 %) yang
terjadi diare 11 orang (29 %) tidak terjadi diare 48 orang (36 %), sedangkan
dengan kategori kurang sebanyak 31 orang (18 %) yang terjadi diare 22
orang (58%) tidak terjadi diare 9 orang (7 %).

Sedangkan pada Propinsi Nusa Tenggara Timur belum mencapai target


100% akses jamban sehat . Cakupan pengunaan jamban di Propisi NTT
tahun 2018 sebesar 83,19 %, tahun 2017 sebesar 79,26 dan tahun 2016
sebesar 77,22 % (STBM Indonesia, 2018). Kabupaten Sumba Timur
merupakan salah satu Kabupaten di Nusa Tenggara Timur. Puskesmas
Kambaniru terletak pada Kecamatan Kambera yang terdiri dari 1 Desa dan 7
Kelurahan. Berdasarkan data Puskesmas kambaniru, kepemilikan jamban di
Desa Kiritana Tahun 2015 adalah 108 (56,5 %) dan awal tahun 2018 masih
terdapat 80 ( 41,9 %) keluarga yang masih BABS di Desa Kiritana.
Berdasarkan data tersebut, presentasi keluarga yang BABS di Desa Kiritana
masih tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian pada Desa Kiritana Kecamatan Kambera,


Faktor umur, Jumlah anggota keluarga, Pendidikan dan Pengetahuan warga
Desa Kiritana Kecamatan Kambera tidak memiliki hubungan yang
signifikan dengan perilaku BAB, sedangkan status ekonomi dan perilaku
BABS warga Desa Kiritana Kecamatan Kambera memiliki hubungan yang
signifikan karena sebagian besar responden pendapatannya ≤ UMK
sehingga banyak yang belum membuat jamban sehat. Sikap dan perilaku
BABS warga Desa Kiritana Kecamatan Kambera memiliki hubungan yang
signifikan dimana paling banyak warga berada pada kategori sikap dan
perilaku BABS negatif. Jarak rumah dengan sungai dan perilaku BABS
warga Desa Kiritana Kecamatan Kambera memiliki hubungan yang
signifikan dimana paling banyak warga yang jarak rumah kurang dari 100
meter dari sungai belum memiliki jamban. Kepemilikan jamban dan
perilaku BABS warga Desa Kiritana Kecamatan Kambera memiliki
hubungan yang signifikan.
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS) adalah perilaku tidak sehat
yang masih sering dilihat dalam kehidupan sehari-hari. Sasaran nasional
RPMJN 2015-2019 menargetkan sanitasi yang layak pada tahun 2019 naik
menjadi 100 % (2014: 60,4 %) (Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 59 Tahun 2017). Akan tetapi, fenomena perilaku BABS di
masyarakat masih merupakan tantangan di Indonesia. Data WHO tahun
2010 memperkirakan sebesar 1,1 milyar orang atau 17% penduduk dunia
masih BAB di area terbuka, Sebesar 81% penduduk yang BAB
sembarangan terdapat di 10 negara di dunia dan Indonesia sebagai negara
kedua terbanyak di dunia yang masyarakatnya berperilaku BAB di area
terbuka setelah India.

Angka jumlah jamban maupun aksesnya masih jauh dibandingkan keadaan


di Kabupaten Bondowoso. Dimana penduduk Kabupaten Bondowoso yang
diperiksa keadaan lingkungan keluarga yang memiliki akses terhadap
jamban sehat yaitu sebanyak 95.347 keluarga, hanya 21.76 % (20.751
keluarga) yang memiliki jamban. Hasil penelitian menunjukkan ada
hubungan antara sikap dan perilaku keluarga tentang manfaat jamban
dengan kejadian penyakit diare, dimana penderita diare lebih banyak terjadi
pada responden yang memiliki sikap dan perilaku yang kurang baik
terhadap manfaat jamban.

Sedangkan pada Propinsi Nusa Tenggara Timur belum mencapai target


100% akses jamban sehat . Cakupan pengunaan jamban di Propisi NTT
tahun 2018 sebesar 83,19 %, tahun 2017 sebesar 79,26 dan tahun 2016
sebesar 77,22 %. Kabupaten Sumba Timur merupakan salah satu Kabupaten
di Nusa Tenggara Timur. Puskesmas Kambaniru terletak pada Kecamatan
Kambera yang terdiri dari 1 Desa dan 7 Kelurahan. Berdasarkan data
Puskesmas kambaniru, kepemilikan jamban di Desa Kiritana Tahun 2015
adalah 108 (56,5 %) dan awal tahun 2018 masih terdapat 80 ( 41,9 %)
keluarga yang masih BABS di Desa Kiritana. Berdasarkan hasil penelitian
pada Desa Kiritana Kecamatan Kambera, Faktor umur, Jumlah anggota
keluarga, Pendidikan dan Pengetahuan warga Desa Kiritana Kecamatan
Kambera tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan perilaku BAB,
sedangkan status ekonomi dan perilaku BABS warga Desa Kiritana
Kecamatan Kambera memiliki hubungan yang signifikan karena sebagian
besar responden pendapatannya ≤ UMK sehingga banyak yang belum
membuat jamban sehat. Sikap dan perilaku BABS warga Desa Kiritana
Kecamatan Kambera memiliki hubungan yang signifikan dimana paling
banyak warga berada pada kategori sikap dan perilaku BABS negatif. Jarak
rumah dengan sungai dan perilaku BABS warga Desa Kiritana Kecamatan
Kambera memiliki hubungan yang signifikan dimana paling banyak warga
yang jarak rumah kurang dari 100 meter dari sungai belum memiliki
jamban. Kepemilikan jamban dan perilaku BABS warga Desa Kiritana
Kecamatan Kambera memiliki hubungan yang signifikan.
BAB 4

DAFTAR PUSTAKA

1. Hartini, Kukuh Munandar. 2016. SIKAP DAN PERILAKU


KELUARGA TENTANG MANFAAT JAMBAN DENGAN
KEJADIAN DIARE DI BONDOWOSO. Volume 1(1) : 1-13.

2. Ronaldi Paladiang, Joni Haryanto, Eka Misbahatul Mar’ah Has. 2020.


DETERMINAN PERILAKU BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN
(BABS) DI DESA KIRITANA KECAMATAN KAMBERA. Volume
5(1) : 33-40.

Anda mungkin juga menyukai