Anda di halaman 1dari 5

Idealisme berpendapat bahwa semua benda yang ada adalah

hasil dari pikiran manusia. Pikiran yang dimaksud adalah pikiran


sadar, pikiran manusia yang menggunakan metode tertentu dalam
mengungkapkan benda yang ada. Pikiran sadar adalah inti dari aliran
ini. Pikiran sadar inilah yang menciptakan ide-ide mengenai dunia.

Kaum idealisme berkayakinan, bahwa apa yang tampak dalam alam


realitas bukanlah merupakan sesuatu yang riil, tetapi lebih merupakan bayangan
atas apa yang bersemayam dalam alam pikiran manusia. Menurutnya realitas
kebenaran dan kebaikan sebagai idea telah dibawa manusia sejak ia dilahirkan,
dan karenanya bersifat tetap dan abadi.
Idealisme berasal dari kata ide atau gagasan yang artinya adalah dunia di
dalam jiwa (Plato), Jadi pandangan ini lebih menekankan hal-hal bersifat ide atau
gagasan, dan mengesampingkan hal-hal yang materi dan fisik. Realitas sendiri
dijelaskan dengan gejala-gejala psikis, roh, pikiran, diri, pikiran mutlak, bukan
berkenaan dengan materi dan bersifat abadi.

1. Ciri Umum Idealisme


Secara umum, idealisme memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
a. Ada yang lebih tinggi dari keberadaan kita di sini dan kini (transenden)
b. Esensi sesuatu dapat terhubung dengan esensi sesuatu lainnya
c. Berdasarkan pengalaman yang terdahulu.
d. Melalui pendekatan, hal yang bertentangan dapat membentuk satu sistem
(tesis, antitesis, sintesis)
e. Ada yang rendah dan ada yang tinggi; yang rendah dapat dijelaskan oleh yang
tinggi, tetapi tidak sebaliknya. Ide, pikiran, kesadaran adalah tinggi sedangkan
materi adalah rendah
f. Hanya melihat secara kognitif saja.
g. Melalui pikiran dan kesadaran, yang tidak baik dapat dijadikan baik.

2. Tokoh-tokoh Idealisme
a. Plato (477 -347 SM)
Menurut Tjahjadi (2004:48), ide dalam pandangan plato adalah citra pokok
dan perdana dari realitas (dari kata yunani, eidos, yang berarti gambar atau
citra. Jadi, tidak boleh disamakan begitu saja dengan kata “ide” dalam bahasa
Indonesia yang berarti gagasan, cita-cita). Ide-ide itu bersifat non material,
abadi, dan tidak berubah. Menurut ide sebagai citra pokok inilah, segala benda
yang konkret-kelihatan terbentuk dan mendapatkan wujudnya. Ide-ide ada
secara objektif. Artinya ide-ide ada begitu saja tanpa tergantung pada dunia
pemikiran dan proses penerapan indrawi kita.
Selanjutnya Plato mengajarkan bahwa ide-ide tidak lepas satu dari yang lain.
Plato mengatakan bahwa di antara ide-ide terdapat suatu tatanan hierarki. Dari
puncak segala ide adalah ide “yang baik”. Ide “yang baik” ini adalah ide dari
segala ide, karenanya secara kualitatif melampaui mereka. Ibarat matahari
yang sinarnya membuat kita sanggup melihat dan mengenali segala sesuatu,
demikian pula ide “yang baik” merupakan sebab segala pengetahuan dan
kebenaran, dan karenanya berada lebih tinggi dan jauh lebih indah daripada
segala pengetahuan dan kebenaran.
b. Pascal (1623-1662)
Menurut idealism Pascal, pengetahuan diperoleh melalaui dua jalan, pertama
menggunakan akal dan kedua menggunakan hati. Ketika akal dengan semua
perangkatnya tidak dapat lagi mencapai suatu aspek maka hati lah yang akan
berperan. Oleh karena itu, akal dan hati saling berhubungan satu sama lain.
Apabila salah satunya tidak berfungsi dengan baik, maka dalam memperoleh
suatu pengetahuan itu juga akan mengalami kendala.
c. Immanuel Kant (1724 -1804)
Filsuf Jerman Immanuel Kant (Fuss, 2009) menyempurnakan idealisme
melalui penyelidikan kritisnya ke dalam apa yang dia yakini sebagai batas
pengetahuan yang mungkin. Kant menyatakan bahwa semua yang dapat
diketahui dari hal-hal yang ada adalah cara di mana mereka muncul di dalam
pengalaman, tidak ada cara untuk mengetahui apa sesungguhnya mereka
secara pokok dari dalam diri mereka sendiri. Dia juga berpendapat bahwa
prinsip-prinsip dasar dari semua ilmu pengetahuan yang pada dasarnya
didasarkan pada konstitusi pikiran bukannya berasal dari dunia luar (external-
world).
d. J. G. Fichte (1762-1914)
Filsafatnya disebut “Wissenschaftslehre” (ajaran ilmu pengetahuan). Secara
sederhana pemikiran Fichte: manusia memandang objek benda-benda dengan
inderanya. Dalam mengindra objek tersebut, manusia berusaha mengetahui
yang dihadapinya. Maka berjalanlah proses intelektualnya untuk membentuk
dan mengabstraksikan objek itu menjadi pengertian seperti yang
dipikirkannya.
e. F. W. S. Schelling (1775-1854 M.)
Inti dari filsafat Schelling: yang mutlak atau rasio mutlak adalah sebagai
identitas murni atau indiferensi, dalam arti tidak mengenal perbedaan antara
yang subyektif dengan yang obyektif. Yang mutlak menjelmakan diri dalam 2
potensi yaitu yang nyata (alam sebagai objek) dan ideal (gambaran alam yang
subyektif dari subyek). Yang mutlak sebagai identitas mutlak menjadi sumber
roh (subyek) dan alam (obyek) yang subyektif dan obyektif, yang sadar dan
tidak sadar. Tetapi yang mutlak itu sendiri bukanlah roh dan bukan pula alam,
bukan yang obyektif dan bukan pula yang subyektif, sebab yang mutlak adalah
identitas mutlak atau indiferensi mutlak. Dengan demikian yang mutlak itu
tidak bisa dikatakan hanya alam saja atau jiwa saja, melainkan antara
keduanya.
f. Georg W. F. Hegel (1770-1831)
Filsafatnya: mencoba mencari yang mutlak (absolute) dari yang tidak mutlak.
Absolute harus dipandang sebagai, pemikiran murni, atau Jiwa (spirit) atau
pikiran, dalam proses membangun diri sendiri. Logis yang menentukan proses
ini disebut dengan Dialektik
Yang mutlak: Roh /jiwa Roh menjelma pada alam, dan dengan demikian
sadarlah ia akan dirinya.Roh intinya idea, artinya berpikir. Idea yang berpikir
itu sebenarnya adalah gerak, bukan gerak yang maju terus, melainkan gerak
yang menimbulkan gerak lain. Gerak (thesis) mewujudkan yang dengan
sendirinya menimbulkan gerak lain yang bertentangan yang disebut antithesis.

A. Ontologi Idealisme
Pertanyaan yang sering diajukan untuk ontologi adalah sebagai berikut:
apakah realitas yang begitu beragam pada hakikatnya sama atau tidak? Apakah
eksistensi yang sesungguhnya dari segala sesuatu yang ada itu merupakan realitas
yang tampak atau tidak?
Ontologi adalah teori tentang ada dan realitas meninjau persoalan secara
ontologis dalam mengadakan penyelidikan terhadap sifat dan realitas dengan refleksi
rasional serta analisis dan sintesis logika. Bagi aliran idealisme yang nyata atau riil
adalah mental atau spiritual. Seluruh hal diluar mental dan spiritual manusia hanyalah
ekspresi manusia. Dalam perspektif metafisis, "ada" adalah sesuatu yang tidak
berubah bukanlah "ada" yang sebenarnya. Dalam pengertian itu, maka "ada" bagi
kaum idealis adalah pikiran sebagai esensi spiritual. Pikiran manusialah yang
memberikan kepadanya vitalitas dan dinamika menjadi hidup.
Menurut idealisme, realitas yang sesungguhnya bukan yang kelihatan,
melainkan yang tidak kelihatan. Ontologi idealisme memandang ide yang
menciptakan relitas, sehingga sulit dibedakan antara pihak yang mengetahui dan
pengetahuannya. Dalam aliran ini idealisme sendiri muncul makna bahwa realitas
harus terkait dengan ide, kesadaran, atau proses berfikir. Realitas materi hanya bisa
diketahui melalui ide, dan orang tidak dapat mengetahui apakah idenya tentang
realitas tersebut secara akurat dapat menggambarkan realitas tersebut.

B. Aksiologi Idealisme
Aksiologi membahas tentang masalah nilai baik dan buruk, kesesuaian, dan
kewajaran sesuatu apabila digunakan atau dijalani oleh manusia. Dalam ruang lingkup
ini, filsafat mengkaji nilai-nilai dalam kehidupan manusia baik itu nilai moral, susila,
sosial, agama, maupun hukum. Aksiologi yang akan memilah nilai-nilai pengetahuan
sesuai dengan manfaat dan keburukannya. Tidak ada pengetahuan yang sia-sia apabila
kita dapat mengkajinya dengan baik, serta memanfaatkannya untuk hal yang baik
pula.
Penganut paham idealisme menyatakan bahwa nilai atau norma tidak berubah
dan dapat diterapkan untuk semua orang di mana saja. Penganut paham idealisme
percaya akan kejujuran, kebaikan, dan keindahan terdapat dalam alam semesta dan
kekal. Dengan demikian, nilai norma mencerminkan pengetahuan yang abadi dan
kebudayaan manusia.

C. Epistemologi Idealisme
Rangkaian pertanyaan yang dapat dipersoalkan dalam epistemologi yaitu:
Apakah pengetahuan itu? Apakah yang menjadi sumber dan dasar pegetahuan?
Apakah pengetahuan itu berasal dari pengamatan, pengalaman, atau akal budi?
Apakah pengetahuan itu adalah kebenaran yang pasti atau hanya merupakan dugaan?
Penganut Idealisme mempercayai bahwa ide yang menjadi suatu kenyataan selalu ada
di “Mind of the Absolute”(Tuhan). Ketika kita mengetahui sesuatu, ini berarti bahwa
kita telah mencapai tingkat “Pemahaman Kesadaran” teentang ide tersebut.
Epistemologi idealisme adalah pengetahuan yang benar-benar diperoleh melalui
intuisi dan pengingatan mulai berpikir, kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh
beberapa orang yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang, sebagian besar
manusia hanya sampai pada tingkat berpendapat. Menurut idealisme (serba citra)
pengetahuan adalah gambaran subjektif (menurut tanggapan tentang apa yang ada
dalam alam sesungguhnya). Epistemologi idealisme mengarahkan bahwa pengetahuan
apriori atau deduktif dapat diperoleh manusia dengan akalnya. Jadi idealisme
berpendapat bahwa pengetahuan hanyalah rekaan akal yang jelas mustahil sama
dengan hal yang sebenarnya. Apabila ditelaah lebih jauh idealisme pun tidak salah
kalau orang memahami arti tahu sebagai kegiatan akal, jadi cenderung bergeser dari
semestinya

Anda mungkin juga menyukai