DESI SALWANI
2016
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
Defenisi
Prevalensi
Patofisiologi
Malnutrisi pada pasien dialisis dapat timbul oleh berbagai sebab diantaranya
asupan makanan yang tidak adekuat, respon katabolisme, prosedur dialisis, ESRD
yang menimbulkan inflamasi kronis dan mencetuskan hiperkatabolisme dan
3
anoreksia, perdarahan, oxidative stress serta gangguan metabolisme dan
1,4,10
endokrin.
Asupan makanan
Asupan makanan yang berkurang dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti
disgeusia uremic, abnormalitas rasa seperti logam dan mulut kering, faktor
psikologis seperti depresi, obat-obatan, inflamasi kronik, gangguan gastrointestinal
seperti gangguan pengosongan lambung, hemodialisis, infus glukosa lama yang
dapat mengurangi asupan makanan dan mampu menginduksi kelainan endokrin,
asam amino, glukagon, serotonin, serta leptin dan insulin.1,9,11
Uremia anoreksia terkait peningkatan konsentrasi ureum di serebral dan
plasma, peningkatan konsentrasi sitokin proinflamasi, hiporesponsif terhadap
eritropoetin disertai clinical outcome yang buruk. Diperkirakan anoreksia timbul
pada sepertiga pasien yang menjalani hemodialisis. Sebab-sebab anoreksia lain
tercantum dalam tabel.1.1,12,13
4
Perubahan metabolisme protein disebabkan oleh gangguan metabolisme
asam amino, penggunaan protein hepatosplanchnic abnormal, peningkatan
katabolisme protein otot yang diinduksi oleh asidosis metabolik, inflamasi kronik,
terapi pengganti ginjal dan carbomoylation.1
Gangguan metabolisme asam amino.
Pada ESRD terjadi perubahan metabolisme asam amino yang menyebabkan
penurunan konsentrasi asam amino total. Konsentrasi asam amino dan asam amino
rantai cabang merupakan prediktor yang lemah untuk menilai status nutrisi pasien
dialisis. Katabolisme yang terjadi disebabkan oleh berbagai hal seperti tercantum
dalam tabel.2. 1,14
5
metabolisme asam amino, namun sangat berperan terhadap keseimbangan sirkulasi
tirosin dan prolin.15
Asidosis metabolik.
Ambilan glutamin rendah, gangguan produksi glutamin, ekskresi amonia urin
menyebabkan asidosis metabolik sehingga meningkatkan katabolisme protein.
Proteosintesis rasio terkait langsung dengan konsentrasi kortisol dan berbanding
terbalik dengan konsentrasi bikarbonat. Berbagai faktor yang memperburuk asidosis
metabolik seperti peningkatan sekresi kortisol, asupan protein berkurang, stimulasi
pemecahan protein otot.1 Penelitian pada tikus menunjukkan asidosis induced
cortisol mampu mengaktivasi katabolisme asam amino rantai cabang dan ATP-
ubiquitin dependent proteolysis.9 Asidosis metabolik menyebabkan anoreksia,
kelemahan, gangguan kardiovaskular dan gastrointestinal, defek endokrin, resistensi
insulin, hiperkalemia, gangguan metabolisme triasilgliserol dan neoglukogenesis,
serta mampu mengubah ambilan asam amino hepatosplanchnic, ureagenesis dan
sintesis albumin.1,9 Asidosis yang menetap kemungkinan disebabkan oleh overload
acid yang timbul akibat konsumsi protein berlebihan.1 Koreksi asidosis
menggunakan natrium bikarbonat atau dialisis akan mengurangi oksidasi asam amino
rantai cabang dan katabolisme.1,9,16
Inflamasi kronik.
Respon inflamasi dapat terjadi karena interaksi membran dialiser-darah dan
adanya endotoksin. Tabel.3 menunjukkan berbagai penyebab inflamasi pada pasien
dialisis.9,14 Pada awal dialisis dimulai, terjadi inflamasi fase akut akibat prosedur
dialisis seperti sumber air, jenis dialiser serta infeksi dari akses vaskular.17
Penggunaan high flux dialiser tidak meningkatkan inflamasi dan sitokin.18
6
Inflamasi kronik dan sistemik akan meningkatkan konsentrasi CRP, sitokin
pro-inflamatory sepeti IL-1, IL-6 dan TNF-α, yang mampu menginduksi
glukokortikoid sehingga terjadi katabolisme protein. Mekanisme lain adalah oleh
IGF binding protein-1 yang menghambat IGF-1 stimulated protein synthesis.1 IL-6
juga menghambat IGF-1.8
Sumber : Stenvinkel P, et all Are There Two Types of Malnutrition in Chronic Renal
Failure?
Evidence for Relations Between Malnutrition, Inflammation and Atherosclerosis.
Nephrology Dialyse Transplantation. 2000
7
keseimbangan asam amino total masih positif.20 Selama proses dialisis juga terjadi
perubahan metabolisme glukosa, lipid dan gangguan hormon pertumbuhan.1
Gangguan metabolisme glukosa
Abnormalitas metabolisme glukosa dapat terjadi pada ESRD. Pasien non-
diabetik disertai ESRD menunjukkan onset hiperglikemia, toleransi gula darah
terganggu atau gula darah normal disertai hiperinsulinemia. Hipoglikemia sangat
sering dijumpai yang timbul akibat berkurangnya clearance insuline, penggunaan β-
bloker, alkohol, sepsis, gastroparesis, penyakit hati dan gagal jantung, serta terkait
dengan defisiensi faktor glukoneogenesis (seperti alanin) dan pengurangan
konsentrasi hormon penyeimbang. Hipoglikemia setelah dialisis akibat
hiperinsulinemia (respon konsentrasi glukosa yang tinggi dari cairan dialisat) atau
karena kehilangan glukosa 15-25 gram jika dialisat bebas glukosa.1
Faktor yang berperan dalam kontrol gula darah adalah berkurangnya
clearance insuline, resistensi insulin, sekresi insulin dan perubahan produksi
somatostatin.1
Insulin clearance.
Gangguan clearance insuline timbul bila GFR < 40 ml/menit. Sejalan dengan
progresifitas penyakit ginjal, ambilan insulin peritubular akan meningkat untuk
menjamin clearance insuline hingga GFR 15-20 ml/menit. Pengurangan degradasi
insulin perifer (hati,otot) berperan dalam memperpanjang waktu paruh insulin. Pada
ESRD Clearance insuline berkurang dan menjadi normal oleh hemodialisis. Toksin
uremia juga menghambat Resistensi insulin
Degradasi insulin terutama di hati yang secara fisiologis akan membuang
sekitar 50 % insulin melalui sirkulasi porta.1
Sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik, yang terlihat dengan
berkurangnya respon hipoglikemia setelah pemberian insulin. Sistem muskular
merupakan tempat tersering terjadinya resistensi insulin. Biopsi otot menunjukkan
tidak terdapat kelainan pada reseptor binding, fosforilasi β subunit dan ekspresi
transporter glukosa. Resistensi insulin ESRD dapat disebabkan oleh penurunan
pengaturan katabolisme protein di ginjal, asidosis metabolik, toksin uremia (seperti
psuedouridin), produk katabolisme protein, aktivitas fisik berkurang, anemia,
inflamasi kronik dan malnutrisi. HOMA (Homeastatic model assesment index)
8
merupakan suatu metode sederhana yang dapat memperkirakan adanya resistensi
insulin, telah dikembangkan dan diterima sebagai prediktor mortalitas kardiovaskular
pada ESRD.1
Sekresi Insulin
Sekresi Insulin dipengaruhi oleh metabolisme kalsium abnormal
(hiperparatiroidisme dan defisiensi vitamin D) dan penurunan konsentrasi kalium
intraselular.1 Koreksi asidosis meningkatkan sensitifitas sel paratiroid terhadap
kalsium dan sensitivitas serta sekresi insulin.9
Gangguan pelepasan somatostatin.
Somatostatin mampu menghambat absorbsi glukosa dan sekresi insulin dan
glukagon dari pankreas. Berkurangnya pelepasan somatostatin pada ESRD
menyebabkan gangguan metabolisme glukosa dan sekresi insulin.1
9
Defefesiensi sekresi eritropoetin Resistensi insulin
Gangguan produksi dan metabolisme Me ↓ sensitivitas perifer dan hepatosit
GH terhadap GH
Gangguan metabolosme dan efek IGF-1,
peningkatan IGF-1 terikat protein BP3
Sumber : Cano N. Hemodialysis, Inflamation and Malnutrition
Toksin uremia
Sindroma uremia terjadi karena retensi berbagai zat yang secara fisiologis
diekskresi oleh ginjal. Toksin uremia berperan terhadap timbulnya berbagai tanda
dan gejala. Dialytic outcome lebih baik dengan clearance uraemic toxin dengan berat
molekul (BM) 1000-5000 dalton. Berbagai molekul ini terikat protein dengan
konsentrasi bervariasi, molekul BM sedang paling sedikit. Urea menimbulkan
anoreksia, mual dan muntah. Kreatinin mempengaruhi berbagai reaksi metabolik.
Advanced glication end product (AGEP) merupakan toksin uremik terpenting,
berasal dari reaksi non enzim protein rantai cabang dan glukosa, setelah berikatan
dengan reseptor permukaan yang spesifik mampu menginduksi perubahan fungsi sel
bahkan menyebabkan kematian sel. Secara tidak langsung juga terkait dengan
oxidative stress. Salah satu AGEP adalah pentosidin, terbentuk dari hasil glikolasi
dan oksidasi. Peningkatan pentosidin terkait erat dengan inflamasi dan malnutrisi,
yang akan meningkat sejalan dengan menurunnya residual renal function (RRF),
namun bukan merupakan prediktor respon klinis dialisis dan bukan penanda prediksi
mortalitas.1,23,41
Klasifikasi
Malnutrisi pada gagal ginjal kronis terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu
malnutrisi tipe 1 dan malnutrisi tipe 2.5
Pada malnutrisi tipe 1 umumnya terjadi karena asupan kalori dan protein
yang kurang. Penurunan albumin hanya sedikit sehingga pemberian nutrisi yang
adekuat serta dialisis akan menunjukkan perbaikan status nutrisi.5,10
10
Tabel. 5 Gambaran malnutrisi tipe 1 dan 2
Tipe 1 Tipe 2
Albumin serum Normal Rendah
Komorbid Tidak lazim Lazim
Inflamasi Tidak Ya
Asupan makanan Sedikit Normal/ rendah
Resting energy expenditure Normal Meningkat
Stress oksidatif Meningkat Meningkat
Katabolisme protein Menurun Meningkat
Perbaikan akibat dialisis Ya Tidak
atau dukungan nutrisi
Sumber : Stenvinkel P, et all, Are There Two Types of Malnutrition in Chronic Renal
Failure?
Evidence for Relations Between Malnutrition, Inflammation and Atherosclerosis,
Nephrology Dialyse Transplantation. 2000
11
BAB III
DIAGNOSIS
Evaluasi status nutrisi pada gagal ginjal kronis berdasarkan National Kidney
foundation/Dialysis Outcome Quality Initiative Guidelines dilakukan berdasarkan
anamnesa termasuk evaluasi asupan nutrisi dan perhitungan diet saat ini,
pemeriksaan fisik termasuk pengukuran antropometri, pemeriksaan penunjang
berupa pemeriksaan biokimia, biofisik, komposisi tubuh, pemeriksaan imunologi
serta subjective global nutrition assesment (SGA) yang dibuat dari kombinasi
berbagai data. Satu parameter saja tidak dapat menentukan apakah pasien malnutrisi
atau tidak, sehinggga diperlukan kombinasi berbagai pemeriksaan.1,3,6
12
Sumber : Kuhlman MK, Kribben A, Wittwer, Horl W. OPTA- Malnutrition
in Chronic Renal Failure. Nephrology Dialyse Transplantation
Anamnesa
13
menjadi status nutrisi normal atau malnutrisi ringan (skor 6-7), malnutrisi sedang
(skor 3-5) dan malnutrisi berat (skor 1-2). Keterbatasan SGA adalah kebenaran data
subyektif.4,6,8,24 Penelitian kohort di Canada dan USA, melibatkan 680 pasien
peritoneal dialisis, SGA dimodifikasi menjadi 4 item (kehilangan berat badan,
anoreksia, lemak subkutan dan masa otot) disertai data subyektif.4
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Fisik meliputi kondisi kulit, rambut, mukosa serta pemeriksaan
antropometri meliputi berat badan (BB), tinggi badan, ukuran kerangka tulang, tebal
lipatan kulit (sebagai indikator lemak tubuh), lingkar lengan atas (MAMC, indikator
masa otot), dinyakan sebagai persentase usual body weight (%UBW), persentase
standart body weight (%SBW) dan body mass index (BMI). Pemeriksaan ini telah
lama digunakan untuk memperkirakan komposisi tubuh namun sangat bergantung
pada keahlian pengamat.4,10
Perubahan berat badan terkadang disamarkan oleh bertambahnya cairan
tubuh. Berat badan selalu diinterpretasikan sebagai berat badan kering. Pada pasien
yang menjalani dialisis perubahan berat badan dapat disebabkan oleh masa tubuh
bertambah atau berkurang atau berkaitan dengan status hidrasi.40 BMI dipertahankan
pada upper 50th percentile atau BMI tidak lebih rendah dari 23,6-24 kg/m2.4
Pemeriksaan penunjang
Albumin.
14
kurang, malabsorbsi, kehilangan protein melalui peritoneal atau urin, infeksi atau
inflamasi serta asidosis metabolik.1,4
Albumin sebagai penanda malnutrisi pada pasien dialisis terkait pula dengan
parameter inflamasi lain, seperti CRP, alpha-1 acid glycoprotein (α1-AG), feritin
dan seruloplasmin, yang merupakan protein fase akut. Protein fase akut bukan
merupakan parameter nutrisi namun dapat mengidentifikasi adanya inflamasi. α1-
AG lebih spesifik dibanding CRP. Albumin yang rendah akan meningkatkan resiko
kematian.4,25-26
Prealbumin.
Transferin
Transferin sangat sensitif sebagai penanda malnutrisi. Parameter ini
dipengaruhi oleh status besi terutama peningkatan defisiensi besi atau defisiensi
sintesis transferin hati. Transferin serum meningkat pada defisiensi besi,
pengurangan konsentrasi saturasi transferin menandakan besi overload dan
inflamasi.1,6,24
Kreatinin dan kreatinin index.
Parameter ini menggambarkan jumlah konsumsi makanan yang mengandung
kreatin dan kreatinin (misal otot rangka) dan produksi kreatinin endogen (otot
rangka) dikurangi ekskresi melalui urin, hilang melalui dialisis dan degradasi
kreatinin endogen. Individu dengan kreatinin serum predialisis yang rendah (< 10
mg/dL) dievaluasi sebagai malnutrisi protein-energi. Index kreatinin rendah dan
tanpa substantial endogenous urinary creatinine clearance, kreatinin serum rendah
akibat asupan protein rendah dan/atau berkurang masa otot skeletal yang akan
meningkatkan mortalitas.4
Konsentrasi bikarbonat
15
Konsentrasi bikarbonat serum telah digunakan sebagai penanda malnutrisi
pada penyakit ginjal kronik. Penelitian menunjukkan bahwa asidosis menyebabkan
peningkatan degradasi protein oleh karena itu konsentrasi bikarbonat serum
predialisis dipertahankan sekitar 22 µmol/L.4,6
Pemeriksaan ini berguna untuk mengukur net protein degradation dan asupan
protein pada pasien dialisis. Pada kondisi normal, keseimbangan nitrogen adalah nol
atau positif 0,5 gram nitrogen, yang timbul karena adanya kehilangan nitrogen yang
tidak terukur. PNA diperkirakan dari selisih interdialisis dari konsentrasi urea
nitrogen serum dan urea nitrogen urin dan dialisat.4
BIA merupakan alat untuk menilai status nutrisi, tidak mahal, tidak invasiv
dan pemeriksaan tidak sulit.4
DXA merupakan metode yang tidak invasiv untuk menilai komposisi tubuh
(masa lemak, masa bebas lemak, masa dan densitas mineral tulang). Akurasi DXA
kurang dipengaruhi oleh status hidrasi.4
16
BAB IV
TATALAKSANA
Malnutrisi Berat
Asupan spontan > 20 Kcal/kg/hari : IDPN +suplementasi
oral
Asupan spontan : < 20 Kcal/kg/hari : nutrisi eneral harian
Sumber : Cano N. Hemodialysis, Inflamation and Malnutrition
17
Flowchart management malnutrion
18
Tabel.8 Rekomendasi asupan harian Pasien Hemodialisis
NKF ESPEN
Protein (gr/Kg/hari) 1,2 1,2-1,4
Energy (Kcal/kg/hari) < 60 th : 35 >35
>60 th : 30-35
Vitamin - Pyridoxin 10-20
mg
Vitamin C : 30-60
mg
Folic Acid 1 mg
Sumber : Cano N. Hemodialysis, Inflamation and Malnutrition
Beberapa penelitian menunjukkan kebutuhan karbohidrat pasien dialisis tidak
berbeda dengan pasien sehat, berkisar 30-35 kcal/kgBB/hari.6,31 Pada pasien PD
kalori diserab dari glukosa cairan dialisat termasuk dalam hitungan kebutuhan energi
per hari.32
Malnutrisi berat ditandai dengan albumin < 3,5 gr/dL, prealbumin 300 mg/L
dan nPCR < 1 gr/kg/hari, dapat diberikan nutrisi selama dialisis, disebut intra dialyse
parenteral nutrition (IDPN.)9,31-33
IDPN merupakan terapi nutrisi pada pasien HD dengan kondisi sulit
mempertahankan status nutrisi yang adekuat. Kalori diberikan sejumlah 15-20
kcal/kg/HD ditambah 0,5-1 gram asam amino/kgBB/HD dalam bentuk cairan.9,31,33
Pemberian IDPN sampai adanya perbaikan status nutrisi yang ditandai oleh
peningkatan berat badan, albumin dan kreatinin mencapai 3,8 gr/dL atau bahkan 10
mg/dL serta peningkatan konsumsi karbohidrat dan protein oral mencapai 30
kcal/kgBB dan 1 gr/dL.11 Berbagai penelitian menunjukkan IDPN mampu
meningkatkan sintesis protein dan menurunkan proteolisis, namun penelitian
umumnya dalam skala kecil (seperti pada tabel).11,33 Kerugian IDPN adalah tidak
fisiologis karena makanan tidak melalui saluran cerna, tidak menjamin kecukupan
nutrisi (hanya 3 kali/minggu), tidak meningkatkan asupan makan secara oral,
mengubah metabolisme glukosa dan intoleransi lipid serta biaya yang mahal.11
19
Tabel.9 Asupan kalori - proteinterhadap status nutrisi pasien dialisis
Namun apabila asupan harian < 20 kcal/kg/hari sehingga IDPN tidak mampu
memenuhi kebutuhan energi pasien diperlukan pemasangan nasogastric tube (NGT)
atau dilakukan gastrostomi (evidence C).9,31,33
Pemberian kombinasi asam amino dan lipid secara infus menunjukkan hasil
yang bervariasi, salah satu penelitian menunjukkan perbaikan status nutrisi, namun
penelitian yang lain tidak menunjukkan perubahan.29,32
Pada pasien PD, asam amino dapat diberikan melalui infus ke peritoneum.
Dua penelitian menunjukkan kombinasi asam amino esensial dan nonesensial dalam
dekstrosa sebagai osmotik menyebabkan keseimbangan nitrogen menjadi positif
sehingga pada pasien malnutrisi menunjukkan perbaikan status nutrisi.27,32
Suplementasi oral diberikan sebagai maintenance. Suplemen yang dipilih
kaya akan kalori dan rendah fosfor. Gonzalez di Meksiko melaporkan pemberian
20
suplementasi oral berupa putih telur meningkatkan konsentrasi albumin, asupan
protein dan karbohidrat, nPNA. Pada beberapa penelitian lain (tabel dibawah ini)
disertai peningkatan prealbumin, berat badan dan antropometri serta skor SGA.32,34-35
Tabel.10 Efek pemberian suplementasi oral terhadap status nutrisi pasien dialisis
Pasien yang menjalani dialisis disertai anoreksia dapat pula diberikan appetite
stimul ant, seperti megestrol acetate, ghrelin, kortikosteroid, dronabiol,
cyproheptadin, melatonin. Disamping itu dapat pula diberikan obat obatan dengan
efek skunder anti sitokin seperti HMG-CoA reductase inhibitor, ace-inhibitor,
21
aktivator PPAR-γ, glitazon, γ-tocopherol, N-acetylcistein, non steroid anti
inflamatory drugs (NSAID) dan testosteron.8
Pengaturan pola hidup (seperti olahraga dan penurunan BB) dan diet juga
memiliki efek antiinflamasi. Makanan yang memiliki efek anti inflamasi seperti
kedelai, kacang-kacangan, makanan tinggi serat, ikan, diet kaya akan antioksidan
(makanan segar,antosianin) dan probiotik. Pemberian probiotik (mikroorganisme
hidup) akan mengurangi antioksidan.8 Walaupun pemberian L-carnitin dapat
memperbaiki keluhan seperti lemas, kram dan hipotensi, namun belum cukup data
untuk diberikan secara rutin.4,5,28 Beberapa penelitian menunjukkan pemberian
ketoacid akan memperlambat progresifitas penyakit ginjal.36
22
Selain itu, vitamin dan mineral juga diperlukan. Kebutuhan vitamin dan
mineral berbeda pada pasien yang belum menjalani dialisis dan sudah menjalani
dialisis. Kebutuhan masing masing vitamin tercantum pada tabel.11.5
Hal lain yang tak kalah penting dalam tatalaksana malnutrisi adalah
konseling, bermanfaat untuk memberikan edukasi pada pasien mengenai jumlah
konsumsi protein, karbohidrat dan jenis makanan yang dapat dikonsumsi. Evaluasi
dilakukan setiap 4 bulan meliputi laporan nutrisi, pengukuran antropometri serta
pemeriksaan parameter biokimia.5
Komplikasi
Malnutrisi akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian. Beberapa
penelitian menunjukkan prediktor yang dapat digunakan adalah albumin yang
rendah, BMI rendah (,19kg/m2), prealbumin walaupun lebih lemah dibanding
albumin dan hitung limfosit.26,38
Zamonska dari Polandia melaporkan bahwa pada pasien dialisis yang secara
fisik tidak aktif, malnutrisi dan anemia akan didapat penurunan aktivitas fisik
interdialisis yang diukur menggunakan pedometer.39
Pencegahan
Pencegahan malnutrisi pada pasien hemodialisis dapat dimulai dengan
penilaian status gizi awal saat pertama dilakukan dialisis. Diagnosis dini akan
memudahkan dalam tatalaksana lebih lanjut.27 Monitoring status nutrisi dilakukan
23
setiap 1-3 bulan pada pasien dengan GFR <20 mL/min dan GFR < 30 ml/min/1.73
m2 (CKD Stages 4-5) serta monitoring jarang (setiap 6 -12 bulan) pada pasien tanpa
malnutrisi dengan GFR 30-60 mL/min/1.73m2 (CKD Stage 3).6
Tabel. 13 Rekomendasi Evaluasi pasien Dialisis
Parameter Nutrisi Interval
Diet 6-12 bulan
BB
BMI 1 bulan
NPCR 1 bulan
Kreatinin predialisis 1 bulan
Albumin serum 1-3 bulan
Prealbumin serum 1-3 bulan
Sumber : Cano N. Hemodialysis, Inflamation and Malnutrition
Pencegahan yang dapat dilakukan meliputi asupan makanan yang cukup saat
dialisis dimulai, asupan protein dapat ditingkatkan 1-1,2 g/kg BB/hari terutama
protein yang bernilai biologis tinggi.27
24
BAB V
SIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
26
15. Tizianello A, De Ferrai G, Garibotto G, Roboudo C. Amino Acid
Metabolism and Liver in Renal Failure. The American Journal of Clinical
Nutrition. 1980 ; 33 : 1354-1362
16. Bergstom J. Metabolic Acidosis and Nutrion in Dialysis Patients. Blood
Purif. 1995 ; 13 : 361-367
17. Kaysen GA. Malnutrition and The-Acute-Phase Reaction in Dialysis
Patients- how to Measure and How to Distinguish. Nephrology Dialyse
Transplantation. 2000 ; 15 : 1521-1524
18. Grooteman MPC, Nube MJ, Daha MR, Limbreek JV, Van Deuren M,
schoorl M, et all. Cytokine Profiles During Clinical High Flux Dialysis : No
evidence for cytokine Generation by circulating Monocytes. Journal of The
American Society of Nephrology. 1997 ; 8 : 1745-1754
19. Iyodogan YO, Oner P, Kocak H, Gurdol F, Bekpinar S. Dimethylarginines
and Inflamation markers in Patients with Chronic Kidney Disease
Undergoing Dialysis. Clin Exp Med. 2009 ; 9 : 235-241
20. Navarro JF, Mora C, Leon C, Martin del Rio R, Marcia ML, Gallego E, et
all. Amino Acids Losses During Hemodialysis with Polyacrylonitrile
membranes : Effect of Intradialytic Amino Acid Supplementation on Plasma
Amino Acid Concentrations and Nutritional Variables in Nondiabetic
Patients. American Journal Clinical Nutrition. 2000 ; 71 : 765-773
21. Kople JD. McCollum Award Lecture, 1996 : Protein-energy malnutrition in
maitenace dialysis patients. Am J Nutr. 1997 ; 65 : 1544-1565
22. Lidholm B, Bergstorm J. Protein and Amino Acid Metabolism in Patients
Undergoing Continous Ambulatory, Peritoneal Dialysis (CAPD). Clin
Nephrol. 1988 ; 30 S : S59-63
23. Suliman M, Heimburger O, Barany P, Andersdam B, Filho RB, Ayala ER, et
all. Plama Pentosidin in Associatrd with Inflammation and Malnutrition in
End Stage Renal Disease. Journal American Society Nephrology. 2003 ; 14 :
1614-1622
24. Kuhlman MK, Kribben A, Wittwer, Horl W. OPTA- Malnutrition in Chronic
Renal Failure. Nephrology Dialyse Transplantation. 2007 ; 22s : iii13-iii19
25. Siddiqui U A, Halim A, Hussain T. Nutritional Profile and Inflamatory
Status of Stable Chronic Hemodialysis Patients at Nephrology Department,
Military Hospital Rawalpindi. J Ayub Med Coll Abbotabad. 2007 ; 19 : 29-
31.
26. Mafra D, Farage NE, Azevedo DL, Viana GG, Mattos JP, Velardo LG,
Fougue D. Impact of serum Albumin and Body mass Index on Survival in
Hemodialysis Patients. Internationale Urology Nephrology. 2007 ; 39 : 619-
624
27. Wolfson Marsha. Pathogenesis and Treatment Malnutrition on
Hemodyalisis. Uptodate. 2009
27
28. Azar AT, Wahba K, Mohamed A, Massoud. Association between Dialysis
Dose Improvement and Nutritional Status aming Hemodialysis Patients.
American Journal Nephrology. 2007 ; 27 : 113-119
29. Cano NJM, Fouque D, Leverve XM. Application of Branche-chain Amino
Acids in Human Pathological states : Renal failure. American Society for
Nutrition. 2006 : 299s-3007s
30. Cianciaruso B, Pota A, Pisani A, Toracca S, Annecchini, Lombardi P,
Capuano A, et all. Metabolic Effect of two low Protein Diets in Chronic
Kidney Disease stage 4-5 randomized Controlled Trial. Nephrology Dialyse
Transplantatio. 2008 ; 23 : 636-644
31. Luis D, Bustamante J. Nutritional Aspects in Renal Failure. Nefrologia. 2008
; 28 : 339-348
32. Wolfson Marsha. Management of Protein and Energy Intake in Dialysis
Patients. Journal American Society Nephrology. 1999 ; 10 : 2244-2247
33. Healthspring Coverage Determination. Guidelines Intra Dialytic Parenteral
Nutrition. 2008. 1-8
34. Espinoza LG, Chavez JG, Campo FM, Ramirez HRM, Sanabria LC, Campos
ER, Manzano HR. Randomized, Open Label, Controlled Clinical Trial of
Oral Administration of an Albumi-Based Protein Supplement to Patients on
Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis. Peritoneal Dialyse
International. 2005 ; 25 : 173-180
35. Caglar K, Fedje L, Dimmit R, Hakim R, Shyr Yu. Ikizler A. Theurapeutic
Effects of Oral Nutritional Supplementation During Hemodialysis. Kidney
International. 2002 ; 62 : 1054-1059
36. Walser M, Hill S, Ward L. Progession of Chronic Renal Failure on
Substituting a Ketoacid Suplement for an Amino Acid Suplement. Journal
American Society Nephrology ; 1992 : 2 1178-1185
37. Jenskins RC, El Naha M, Wilkie ME, Brown CB, Jones J, Ghigi E, Ross
RJM. The Effect of Dose, Nutrition and Age on Hexarelin-Induced Anterior
Pituytary Hormone Secretion in Adult Patients on Maintenance
Hemodialysis. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 1998 ;
84 : 120-1225
38. Marcen R, Terual, JL, Cal MA, Gamez. The Impact of Malnutrition in
Morbidity and Mortality in Stable Haemodialysis Patients. Nephrology
Dialyse Transplantation. 1997 ; 12 : 2324- 2331
39. Zamojska S, Szklarek M, Niewodniczy M, Nowicki M. Correlates of
Habitual Physical activity in Chronic Haemodialysis Patients. Nephrology
Dialyse Transplantation. 2006 ; 21 : 1323-1327
40. Rambod M, Kovesdy CP, Bross R, Kopple JD, Kalantar-Zadeh K.
Association of Serum Prealbumin and its Changes over Time with Clinical
Outcomes and Survival In Patients Receiving Hemodialysis. American
Journal Clinnical Nutrition. 2008 ; 88 : 1485-1494
28
41. Lim Victoria S, Kopple JD. Protein Metabolism in Patients with Chronic
Renal Failure : Role of Uremia and Dialysis. Kidney International. 2000 ; 58
: 1-10
29