Anda di halaman 1dari 15

Kajian Kadar Lemak, Protein, dan Bahan Kering Tanpa Lemak............

Bakti Kusuma Nugraha


KAJIAN KADAR LEMAK, PROTEIN DAN BAHAN KERING TANPA LEMAK
SUSU SAPI PERAH FRIES HOLLAND PADA PEMERAHAN PAGI DAN SORE DI
KPSBU LEMBANG

STUDY OF SOLID FAT CONTENT, PROTEIN, AND SOLID NON FAT HOLSTEIN
DAIRY COW IN THE MORNING AND AFTERNOON MILKING IN KPSBU
LEMBANG
Bakti Kusuma Nugraha*, Lia Budimulyati Salman**, Elvia Hernawan **
Universitas Padjadjaran

*Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2016


**Dosen Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
Jln. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor 45363
e-mail: baktikusuma@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perbedaan kualitas susu hasil pemerahan pagi
dan sore hari di tiga TPS Wilayah kerja KPSBU Lembang. Metode yang digunakan adalah
sensus, jumlah sampel yang diamati 135 sampel. Variable penelitian yang diukur adalah
kualitas susu, yang meliputi kadar lemak, kadar protein, dan kadar bahan kering tanpa lemak.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar lemak susu pemerahan pagi hari lebih rendah
(3,63%) dari pemerahan sore (3,88%), kadar protein susu cenderung konstan (2,90% dan
2,98%), sedangkan tinggi rendahnya kadar BKTL (8,01% dan 7,99%) susu dipengaruhi oleh
kadar lemak. Faktor yang mempengaruhi terjadinya variasi kualitas susu antara pemerahan
pagi dan sore yaitu dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal diantaranya adalah
kondisi fisiologis, bangsa, tingkat laktasi, estrus, kebuntingan, interval beranak dan umur.
Faktor eksternal, yang terbagi menjadi lingkungan nutrisional, dan klimatologis. yaitu faktor
iklim atau suhu dan kelembaban. Pada siang hari tepatnya pukul 12.00-14.00 suhu dan
kelembaban udara mencapai 300C dan 59% (THI = 74,4) sehingga ternak mengalami stress
ringan yang mengakibatkan turunnya nafsu makan.
Kata Kunci : Kualitas Susu, Pemerahan Pagi, Pemerahan Sore , Sapi Fries Holland

ABSTRACT
This research aims to study the difference in milk quality results of morning and
evening milking at three polling stations in the region KPSBU. The method used is the
census, the number of observed samples of 135 samples. The research measured variable is
the quality of the milk, which includes levels of fat, protein, and fat levels of the dry
ingredients. Research results show that the fat content of milk lower morning milking
(milking%) of 3.63-afternoon (3.75%), milk protein levels tend to be constant (2.90% and
2,98%), while the high to the low levels of BKTL (7.99%) 8.01% and milk is influenced by
fat content. Factors affecting the occurrence of milk quality variations between morning and
evening milking of internal and external factors. Internal factors are physiological conditions,
the nation, the degree of lactation, estrus, pregnance, intervals and increased age. External
factors, which are divided into environmental nutrisional, and klimatologis. that is a factor of
climate or temperature and humidity. Exactly at noon 12.00-14.00 temperature and humidity
reach 300C and 59% (THI = 74.4) so that the livestock are experiencing mild stress resulting
in the decline of appetite.

Keywords: Quality of Milk, Milking Morning, Afternoon Milking, Cows, Holstein


Kajian Kadar Lemak, Protein, dan Bahan Kering Tanpa Lemak............Bakti Kusuma Nugraha
PENDAHULUAN
Susu sapi merupakan bahan makanan yang mengandung zat gizi tinggi seperti
protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin, disamping itu memiliki sifat mudah dicerna
dan diserap oleh tubuh (Ressang dan Nasution, 1989).
Sapi Fries Holland (FH) merupakan bangsa sapi yang memiliki kemampuan produksi
tinggi tercatat 6.000 liter/ekor/laktasi (Makin, 2011) sementara menurut (Dwiyanto, 2011)
sapi FH yang ada di Indonesia memiliki produksi susu hanya berkisar antara 2.400-3.000
liter/ekor/laktasi. Dugaan para ahli perbedaan capaian produksi disebabkan oleh perbedaan
cuaca. Sapi FH sangat peka terhadap lingkungan, terutama empat elemen iklim, yaitu suhu,
kelembaban udara, radiasi, dan kecepatan angin (Yani dan Purwanto, 2006) perbedaan
produksi tersebut diduga akibat perbedaan iklim dari negara asalnya. Sapi FH yang ada di
Indonesia umumnya merupakan sapi yang telah mengalami kawin silang (cross breeding).
Sapi perah merupakan golongan hewan homoioterm yang memerlukan suhu
lingkungan yang optimum untuk dapat nyaman hidup dan berproduksi (McDowell, 1974).
Zona termonetral atau zona nyaman untuk sapi Eropa berkisar 13-18 oC (McDowell, 1972).
Sementara Indonesia merupakan negara tropis lembab dengan kisaran suhu udara antara 25 –
35°C, kelembaban udara antara 60 – 90%, dan curah hujan tinggi lebih dari 2000 mm/tahun
(Wierema, 2002).
Susu merupakan suspensi alam antara air dan bahan terlarut didalamnya, diantaranya
adalah lemak, protein dan laktosa. Susu mengandung kadar lemak 3,45%, protein 3,20%
dan laktosa 4,60% (Williamson dan Payne, 1993). Kualitas susu ditentukan berdasarkan
komponen penyusun susu, yang terdiri atas kadar lemak protein, laktosa, vitamin, dan mineral
atau disebut Total Solid (TS). Sementara Solid non fat (SNF) adalah komponen susu selain air
dan lemak atau bahan kering tanpa lemak susu bergantung pada kadar protein, laktosa dan
lemak (Utari dkk., 2012). Kadar lemak susu, protein susu berkorelasi negatif dengan produksi
susu (Schmidt dkk., 1988).
Biosintesis susu memerlukan sejumlah prekursos dan subtrat dalam nutrisi ransum,
seperti karbohidrat, protein dan lemak yang diperlukan dalam sel sekresi agar menghasilkan
kualitas susu yang optimal. (Soeharsono, 2008). Pola pemberian dan kualitas pakan yang
hampir serupa, yaitu berasal dari konsentrat yang memiliki formula seimbang serta hijauan
rumput dan limbah pertanian atau industri pertanian dan diberikan dalam jumlah yang relatif
sama sehingga kualitas kadar lemak dan protein relatif sama dan pada kisaran yang sesuai
dengan syarat mutu (Usmiati dan Nanan, 2007). Produksi susu yang tinggi bergantung pada
Kajian Kadar Lemak, Protein, dan Bahan Kering Tanpa Lemak............Bakti Kusuma Nugraha
komposisi antara hijauan dan konsentrat, kadar lemak susu di atas 3,5% dapat di peroleh
dengan rasio 60 hijauan : 40 konsentrat (Mc Cullough, 1973).
Fakta di lapangan, interval waktu pemerahan mempengaruhi kualitas susu.
Pemerahan pagi hari memiliki interval pemerahan waktu yang lebih lama dibandingkan
dengan pemerahan sore hari, namun kandungan lemak hasil pemerahan pagi lebih rendah
dibandingkan dengan interval pemerahan sore hari. Selain itu kadar lemak susu bergantung
pada jumlah produksi susu individual. Semakin pendek interval pemerahan, kadar lemak
susu semakin tinggi (Kurniawan dkk., 2012).
Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang, adalah koperasi primer
tunggal usaha, merupakan wadah bagi para peternak sapi perah, yang memiliki wilayah kerja
meliputi 25 wilayah desa. Peran KPSBU yaitu memberikan berbagai pelayanan kepada
peternak anggota, yang meliputi kesehatan untuk ternak, penyedia sumber pakan, dan
Inseminasi Buatan (IB). Dalam kegiatan pemasaran susu, KPSBU berperan sebagai
fasilitator dalam kerjasama dengan Industri Pengolahan Susu (IPS).
Pada umumnya sapi-sapi di KPSBU Lembang diperah dua kali sehari yaitu pada
pukul 05.00-6.00 WIB dan pukul 16.00-17.00 WIB dengan interval pemerahan 11: 13 jam .
Secara teoritis, variasi interval pemerahan mengakibatkan perbedaan kualitas susu,
khususnya kadar lemak, protein dan bahan kering tanpa lemak (BKTL), yang pada gilirannya
akan berdampak terhadap penerimaaan peternak.
Tujuan penelitian yaitu mengetahui dan mempelajari kadar lemak, protein, dan bahan
kering tanpa lemak pada produksi susu sapi perah Fries Holland hasil pemerahan pagi dan
sore di KPSBU Lembang.

BAHAN DAN METODE


Penelitian ini merupakan studi kasus dengan pengambilan sampel menggunakan

metode sensus, sampel yang digunakan merupakan produksi susu dari tiap peternak. Data

diperoleh dari pengujian sampel periodik sebanyak 135 sampel, yang berasal dari seluruh

anggota TPS Manoko, Pojok, dan Keramat. Sampel dikoleksi dari 14 kali Uji Periodik.

Sampel diuji di Laboratorium KPSBU Lembang.. Data yang diperoleh dihitung menggunakan

besaran statistik (maksimal, minimal, rata-rata, standar defiasi, dan koefisien variasi) dan

hasilnya dianalisis secara deskriptif.


Kajian Kadar Lemak, Protein, dan Bahan Kering Tanpa Lemak............Bakti Kusuma Nugraha

Pemilihan daerah penelitian di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat,

Jawa Barat ditentukan berdasarkan pertimbangan kriteria penelitian. Faktor-faktor tersebut

diantaranya :1) Lembang merupakan sentra peternak sapi perah di Jawa Barat. 2) Hampir

seluruh peternakan sapi perah merupakan anggota dari KPSBU Lembang, sehingga

mendapatkan binaan dalam tatalaksana pemeliharaan sapi perah yang sama. 3) Pemilihan TPS

didasarkan atas populasi peternak yang dikelompokkan berdasarkan skala usaha atau

kepemikan ternak. 4) Tiga TPS yaitu Manoko, Pojok dan Keramat memiliki jumlah populasi

peternak dan skala kepemilikan ternak yang memenuhi persyaratan untuk diambil sampel

secara proporsional. 5) Sumber hijauan, konsentrat dan manajeraial yang diberikan berasal

dari sumber yang sama, dan diasumsikan sama.

Peubah yang diukur dan dicatat dalam penelitian ini adalah kualitas susu dan kondisi

lingkungan. Kualitas susu meliputi kadar lemak, protein dan bahan kering tanpa lemak

(BKTL). Kondisi lingkungan meliputi suhu dan kelembaban lingkugan, yang diukur dengan

menggunakan Termometer Hygrometer ( suhu bola kering dan basah, kelembaban).

Kualitas susu diukur menggunakan Lactoscan, dengan tata urut kerja yaitu terlebih

dahulu lactoscan dibersihkan dengan aquades melalui saluran inlet atau ujung jarum bagian

dari alat lactoscan, setelah itu susu sampel dihomogenkan dengan cara mengaduk susu

menggunakan sendok pengaduk, lalu menakar sampel susu menggunakan backer glass

sebanyak 25 mL. Selanjutnya susu di masukan ke dalam tabung lalu masukan tabug ke

ujung jarum bagian alat lactoscan. Tombol OK pada alat tersebut ditekan sehingga sampel

akan tersedot masuk ke dalam alat. Tombol OK ditekan kembali untuk mengoperasionalkan

analisis susu. Data hasil analisis dapat dibaca pada layar lactoscan diantaranya kadar

Lemak (Fat), Protein, Laktosa (Lactosa), Solid non fat (SNF), dan Total Solids dan

selanjutnya dicetak. Setelah pengujian sampel susu berakhir lactoscan kemballi dibersihkan

dengan aquades.
Kajian Kadar Lemak, Protein, dan Bahan Kering Tanpa Lemak............Bakti Kusuma Nugraha
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Lingkungan

Topografi Kecamatan Lembang berada pada ketinggian 1.200-1.257 meter dari atas

permukaan laut (dpl), curah hujan berkisar antara 1.800-2.500 mm/tahun suhu lingkungan

berkisar antara 18-24oC dengan rataan suhu 24,8oC dan Kelembaban udara 77,4% (KPSBU,

2016). Untuk mengetahui rataan suhu dan tingkat kenyaman sapi dilakukan pengukuran suhu

lingkungan sejak pagi hingga sore hari.

Hasil pengukuran, rataan suhu yang diukur sejak pukul 6 pagi hingga pukul 6 sore

selama 14 kali pengamatan disajikan pada Tabel 1. rataan suhu di lokasi penelitian dengan

rentangan suhu 19-22°C, walaupun terjadi kenaikan suhu pada siang hari dan puncaknya

dicapai pada pukul 13.00 . Kondisi tersebut masih cocok untuk sapi Eropa (Subtropis)
o
seperti yang dikemukakan Yousef (1985), yaitu rentang 4-25 C dan Jones dan

Stallings(1999), yaitu rentang 5 – 25oC.

Berdasarkan Temperature Humidity Index (THI) yang diukur selama penelitian

berlangsung (Tabel 1), pada pagi hari (pukul 6- 11.) suhu lingkungan rendah namun

kelembaban sudah di atas 70% nilai THI masih di bawah 72. Pada kondisi tersebut masih

nyaman bagi sapi perah (Tabel 2) (Wierema, 2002). Angka THI memperlihatkan kenaikan

pada pukul 12 – 14 yaitu di 72,2-74, yang bermakna bahwa sapi perah mulai mengalami

kondisi tidak nyaman (stres ringan). Pada kondisi tersebut harus diwaspadai karena ternak

akan memperlihatkan perubahan fisiologis atau perilaku (behaviour). Pukul 14.00 tampaknya

angka THI mulai menurun atau di bawah 72. Hal ini bermakna bahwa pada pukul 14.00

kondisi sapi perah sudah pulih atau nyaman kemnbali. Suhu lingkungan berangsur-angsur

menurun, redupnya pancaran sinar matahari memicu penurunan suhu, sementara kelembaban

relatif tidak berubah. Pada malam hari suhu dan kelembaban relatif tenang dengan rataan

suhu 190C dan kelembaban 90%. Suhu udara terendah yaitu pada pagi hari dengan suhu

180C dan kelembaban 95% (BMKG, 2016).


Kajian Kadar Lemak, Protein, dan Bahan Kering Tanpa Lemak............Bakti Kusuma Nugraha

Tabel 1. Rataan Nilai THI Di Tiga TPS (Manoko, Pojok, dan Keramat) selama
penelitian berlangsung.
Pukul Suhu Lingkungan Kelembaban
THI
WIB °C %
6:00 19,2 (19-22) 90 (87-91) 64,0
7:00 20,6 (20-23) 87 (83-88) 65,8
8:00 22,7 (22-24) 80 (79-83) 67,0
9:00 23,5 (22-25) 78 (75-80) 68,4
10:00 25,1 (23-26) 73 (70-74) 69,2
11:00 26,9 (25-29) 68 (65-68) 71,0
12:00 27,8 (26-30) 65 (61-66) 72,3
13:00 30,7 (29-32) 59 (55-60) 74,4
14:00 29,5 (28-31) 68 (64-69) 72,5
15:00 27,1 (26-28) 74 (70-75) 69,0
16:00 25,3 (24-26) 85 (78-87) 67,5
17:00 22,5 (22-23) 88 (85-90) 65,8
18:00 21,1 (19,5-22) 91 (88-92) 64,1

Kondisi suhu pada siang hari pada pukul 12.00-14.00 memiliki rataan nilai THI 72,3-

74, yang berarti suhu tersebut berada pada zona stres ringan, yang pada akhirnya akan

mengakibatkan penurunan produksi dan kualitas susu.

Tampilan produksi ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor

keturunan (genetik), pakan, pengelolaan, perkandangan, pemberantasan dan pencegahan

penyakit serta faktor lingkungan lainnya (Ensminger dan Howard, 2006). Salah satu faktor

lingkungan yang cukup dominan dalam mempengaruhi produktivitas ternak adalah iklim

mikro. Potensi genetik seekor ternak tidak bisa diekspresikan secara optimal pada iklim

mikro yang kurang mendukung.

Empat elemen iklim mikro yang berpengaruh pada produktivitas ternak secara

langsung yaitu : suhu, kelembaban udara, radiasi dan kecepatan angin (Yani dan Purwanto,

2006). Suhu dan kelembaban udara merupakan dua elemen iklim yang mempengaruhi

produksi sapi perah, karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan panas, air, energi

yang pada akhirnya dimanifestasikan melalui tingkah laku ternak (Esmay, 1982).
Kajian Kadar Lemak, Protein, dan Bahan Kering Tanpa Lemak............Bakti Kusuma Nugraha

Tabel 2. Nilai Temperatur Humidity Index (THI) dan Zona Stres

No Nilai THI Kriteria


1 <72 Zona tidak stress
2 72-78 Zona stress ringan
3 78-89 Zona stress berat
4 89-98 Zona stress sangat berat
5 >98 Zona sapi tidak dapat bertahan hidup
Sumber : Wierema, (2005)
Nilai THI yang tidak sesuai bagi ternak akan mengakibatkan dampak negatif bagi

ternak, yang berakibat terhadap produksi dan kualitas susu. Perolehan panas dari luar tubuh

akan menambah beban panas bagi ternak, bila suhu udara lebih tinggi dari suhu nyaman.

Sebaliknya, akan terjadi kehilangan panas tubuh apabila suhu udara lebih rendah dari suhu

nyaman..

Sapi FH dapat menghasilkan susu secara maksimal bila lingkungan hidupnya berada

pada kisaran angka THI antara 35 – 72 (Wierema, 2005). Bentuk keeratan hubungan antara

nilai THI dengan performa fisiologis ternak tampak pada perubahan produksi susu, konsumsi

hay, dan suhu rektal. Setiap peningkatan satu angka THI memiliki pengaruh berupa

penurunan 0,26 kg produksi susu, penurunan 0,23 kg konsumsi hay, dan peningkatan 0,12 0C

suhu rektal (Johnson, 1984).

Kualitas Susu

1. Kadar Lemak

Rataan kadar lemak hasil pemerahan sore adalah 3,88% dengan rentang 3,17-4,37%,

sedangkan rataan kadar lemak pemerahan pagi 3,63% dengan rentang 2,75 – 4.15%.

Rentang kadar lemak hasil pemerahan sore relatif lebih sempit di bandingkan dengan rentang

pemerahan pagi hari. Perbedaan kadar lemak hasil pemerahan sore dan pagi hari hanya

terpaut selisih 6,44%. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Firmansyah (2010), rataan kadar lemak pada pemerahan sore hari di desa Cilumber

Lembang sebesar 3,71% sedangkan pada pemerahan pagi sebesar 3,42%. Pada umumnya
kadar lemak susu sapi FH di Indonesia relatif rendah yaitu 3,5 – 3,7 % dan jumlah produksi

susu berkisar 2.400-3.000 liter per laktasi (Dwiyanto, 2011).


Kajian Kadar Lemak, Protein, dan Bahan Kering Tanpa Lemak............Bakti Kusuma Nugraha

Tabel 3. Rataan Kadar Lemak Susu Pada Pemerahan Pagi dan Sore Dari 14 Kali
Pengambilan Data
Kandungan Lemak Susu
No Nilai
Pagi Sore
1 Rata-rata (%) 3,63 3,88
2 Minimal (%) 2,75 3,17
3 Maksimal (%) 4,13 4,37
4 Standar Deviasi 0,24 0,22
5 Koefisien Variasi (%) 6,74 5,69
Keterangan: n (jumlah sampel)= 135

Lingkungan nutrisional meliputi komposisi ransum, rasio hijauan dan konsentrat.

Hijauan cukup berpengaruh terhadap kandungan lemak susu karena hasil fermentasi hijauan

dalam rumen pada ternak ruminansia menghasikanl asam asetat yang merupakan prekursor

dalam biosintesis lemak susu (Arora,1989). Asam asetat yang tinggi akan meningkatkan

kadar lemak susu.

Lemak yang berasal dari pakan dapat dikonversikan menjadi lemak susu melalui

berbagai rute. Beberapa lemak ada yang dikonversikan menjadi lemak susu tanpa perubahan,

misalnya asam oleat. Banyak pula asam lemak yang dikonversikan ke dalam lemak susu

setelah banyak mengalami perubahan, misalnya asam linoleat, linoleat yang tidak ada atau

jarang pada lemak susu akan mengalami perubahan yang cukup besar (Soeharsono, 2008).

Peternak sapi di lokasi penelitian rata-rata memberikan hijauan dalam jumlah 36

kg/hari, sedangkan rata-rata pemberian konsentrat yaitu 11 kg/hari dengan rasio 60:40.

Imbangan hijauan dan konsentrat dalam sapi perah yang sedang laktasi adalah 60:40 atau

50:50, kadar lemak dipengaruhi oleh rasio antara hijauan dan konsentrat (Sanh dkk., 2002).

Apabila pakan yang diberikan mengandung bahan kering konsentrat yang lebih banyak dari

bahan kering hijauan, maka kemampuan berproduksi susu akan meningkat, namun kadar

lemak susu akan mengalami penurunan. Sebaliknya apabila pakan yang diberikan

mengandung bahan kering hijauan yang lebih banyak dari bahan kering konsentrat, maka

tidak akan tercapai kemampuan berproduksi susu yang tinggi, namun kandungan lemak susu
akan mengalami peningkatan (Mccullough, 1973).
Kajian Kadar Lemak, Protein, dan Bahan Kering Tanpa Lemak............Bakti Kusuma Nugraha

Lingkungan klimatologis diduga mempengaruhi kualitas dan produksi susu. Kualitas

susu pada pemerahan sore hari lebih tinggi, namun jumlah produksi susunya lebih sedikit

yang diakibatkan meningkatnya suhu pada siang hari sehingga mempengaruhi kondisi

fisiologis sapi. Sebaliknya, pada pemerahan pagi hari kualitasnya lebih rendah dengan

produksi susu lebih tinggi disebabkan oleh kondisi fisiologi sapi yang pada malam hari

cenderung istirahat. Waktu pemerahan menghasilkan pengaruh yang sangat nyata terhadap

kadar lemak susu dimana kadar lemak susu sore hari lebih tinggi dari pada pagi hari

(Budiwiyono, dkk 1980). Dugaan lain, lemak merupakn simpanan energi, sehingga

rendahnya kadar lemak hasil pemerahan pagi digunakan untuk biosintesis susu pada sore hari

(Soeharsono, 2008).

Lingkungan manajerial diantaranya masa kering, kondisi waktu beranak, frekuensi

pemerahan, interval pemerahan, penyakit dan obat-obatan (Ensminger, 1971). Faktor lain

yang diduga mempengaruhi adalah interval pemerahan antara pagi dan sore. Waktu

pemerahan pagi hari pukul 05.30 WIB dan pemerahan sore hari pukul 16.30. Hal ini

dikarenakan peternak menyesuaikan dengan waktu pengambilan susu oleh koperasi. Kadar

lemak susu dapat dipengaruhi oleh interval pemerahan. Interval waktu pemerahan yang lebih

lama dapat menurunkan kadar lemak pada pemerahan selanjutnya (Eckles, dkk 1957). Selang

waktu pemerahan yang tidak seimbang mempengaruhi jumlah dan kualitas susu. Selang

waktu pemerahan yang pendek menghasilkan produksi susu yang tinggi namun mempunyai

presentase lemak yang kecil (Ensminger dan Howard, 2006).

2. Kadar Protein

Protein merupakan zat gizi utama dalam susu karena mengandung asam-asam amino

esensial yang diperlukan oleh tubuh (Mathius, 2005). Hasil pengukuran rataan kadar protein

susu dari 14 kali pengambilan data menunjukkan bahwa rataan kadar protein air susu pada

pemerahan sore lebih tinggi dibandingkan pada pemerahan pagi yaitu 2,95% dan 2,90%.

Hasil pengukuran kadar lemak disajikan pada Tabel 4.


Kajian Kadar Lemak, Protein, dan Bahan Kering Tanpa Lemak............Bakti Kusuma Nugraha
Tabel 4. Rataan Kadar Protein Susu Pada Pemerahan Pagi dan Sore Dari 14 Kali
Pengambilan Data
Kandungan Protein Susu
No Nilai
Pagi Sore
1 Rata-rata (%) 2,90 2,95
2 Minimal (%) 2,41 2,38
3 Maksimal (%) 3,32 3,62
4 Standar Deviasi 0,15 0,16
5 Koefisien Variasi (%) 5,12 5,53
Keterangan : n (jumlah sampel)=135

Hasil pencatatan kualitas protein pada pemerahan pagi dan sore dapat dilihat pada

Tabel 4. Rataan protein telah memenuhi persyaratan SNI 01-3141-1998 yaitu 2,7%. Tabel 4.

menunjukan bahwa rataan kadar protein pada pemerahan sore hari lebih tinggi yaitu 2,95%
sedangkan pada pemerahan pagi rendah 2,90% dengan selisih 1,69%. Hasil pengamatan

menunjukkan tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Firmansyah

(2010) bahwa rataan kadar protein hasil pemerahan sore hari di desa Cilumber Lembang

sebesar 2,89% sedangkan pada pemerahan pagi sebesar 2,88%. Tampaknya kualitas protein

hasil pemerahan pagi dan sore relatif konstan. Hal tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor

internal dan eksternal yang masing –masing berkontribusi cukup besar.

Faktor internal, diantaranya adalah kondisi fisiologis, bangsa, tingkat laktasi, estrus,

kebuntingan, interval beranak dan umur. Proses sintesis protein susu terjadi dalam sel-sel
epitel alveoli dan dikontrol oleh gena yang berisi DNA. Prosesnya ialah dengan

berinkorporasinya beberapa asam amino membentuk protein (Baldwin, 1966; dan Larson,

1985). Sebagian sintesis protein terjadi dalam ribosom yang terikat dengan membrane

rangkap dari endoplasmic reticulum, tetapi sebagian lagi terletak bebas di dalam sitoplasma

(Soeharsono, 2008).

Pada awal laktasi kandungan protein susu lebih tinggi dari pada kandungan lemak hal

tersebut dikarenakan sekresi pertama yang dibentuk oleh kelenjar mamae bukan air susu,

tetapi cairan kental kekuning-kuningan yang disebut kolostrum. Kolostrum mengandung

lebih banyak protein dibandingkan air susu. Sebagian besar protein yang terdapat dalam
kolostrum adalah immonuglobuin. Perubahan dari kolostrum ke susu secara lengkap terjadi
Kajian Kadar Lemak, Protein, dan Bahan Kering Tanpa Lemak............Bakti Kusuma Nugraha

pada 24-48 jam setelah melahirkan. Kadar protein susu akan menurun sedikit demi sedikit

dengan diiringi kenaikan kadar lemak susu, perubahan tersebut terjadi setiap 6 jam, namun

akan konstan setelah komposisi kolostrum menjadi komposisi air susu (Soeharsono, 2008).

Faktor eksternal yang mempengaruhi kandungan protein yaitu pakan. Kandungan

protein dipengaruhi pakan yang dikonsumsi sapi, Mekanisme pembentukan susu berasal dari

konsumsi pakan yang kemudian mengalir dalam darah dan mengalami proses filtrasi menjadi

bahan-bahan penyusun susu (Soeharsono, 2008). Hasil penelitian Sukarini (2006) pemberian

konsentrat akan meningkatkan protein susu, dengan tambahan konsentrat, energi yang

tersedia menjadi lebih banyak untuk pembentukan asam amino yang berasal dari protein

mikroba. Peningkatan ketersediaan asam-asam amino ini akan memberi kontribusi terhadap

peningkatan sintesis protein susu. Peningkatan rasio konsentrat mengakibatkan terjadinya

peningkatan energi metabolisme (ME) dan protein kasar pada ternak yang diberi pakan

rumput lapang dan ampas bir. Imbangan hijauan dan konsentrat dalam sapi perah yang sedang

laktasi adalah 60:40 atau 50:50, kadar protein dipengaruhi oleh rasio antara hijauan dan

konsentrat (Sanh dkk., 2002).

Konsumsi bahan kering (BK) ransum meningkat bila kadar protein ransum

ditingkatkan, misalnya 14% menjadi 18%, namun peningkatan kadar protein ransum tersebut

tidak disertai bertambahnya produksi susu karena kadar protein ransum 14% sudah

mencukupi untuk sapi perah laktasi sehingga kelebihannya digunakan untuk proses fisiologis

seperti pertumbuhan, reproduksi, dan sebagainya.Kadar protein ransum kurang dari <12%,

akan menyebabkan mikroba rumen kekurangan sumber nitrogen sehingga kurang efektif

dalam mencerna serat kasar dan selain itu konsumsi BK menjadi rendah. Kondisi ini biasa

terjadi di negara tropis karena rendahnya kualitas nutrisi hijauan yang diberikan sehingga

tidak saja menurunkan produksi susu tetapi mengubah komposisi atau kualitas susu

(Soeharsono, 2008).

3. Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak


Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL) merupakan selisih dari kadar bahan kering susu
dengan kadar lemak susu (Tilman, dkk, 1982). Bahan Kering Tanpa Lemak susu minimal
Kajian Kadar Lemak, Protein, dan Bahan Kering Tanpa Lemak............Bakti Kusuma Nugraha

yang ditetapkan oleh KPSBU adalah 8% sesuai SK Ditjen Peternakan (1983) kandungan

bahan kering tanpa lemak minium adalah 8,0%. Hasil analisis kandungan BKTL susu dari 14

kali pengambilan data menunjukkan bahwa kadar BKTL rata-rata air susu pemerahan sore

lebih tinggi dibandingkan pada pemerahan pagi. Hasil pengukuran kadar lemak disajikan pada

Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak Susu Pada Pemerahan Pagi dan
Sore Dari 14 Kali Pengambilan Data
Kandungan Bahan Kering Tanpa Lemak Susu
No Nilai
Pagi Sore
1 Rata-rata (%) 8,01 7,99
2 Minimal (%) 6,30 6,53
3 Maksimal (%) 8,66 8,73
4 Standar Deviasi 0,29 0,29
5 Koefisien Variasi (%) 3,64 3,61
Keterangan : n (jumlah sampel)= 135

Tabel 5. menunjukan bahwa rataan kadar bahan kering tanpa lemak (BKTL) pada

pemerahan pagi hari lebih tinggi yaitu 8,01% sedangkan pada pemerahan pagi rendah 7,99%.

Kadar BKTL hasil pemerahan pagi lebih tinggi dari pemerahan sore, yaitu terpaut 0,24%.

Hal tersebut karena kandungan kualitas susu lebih dominan kandungan lemak dibandingkan

dengan kadar susu yang lainnya. Kadar BKTL hasil penelitian yang dilakukan oleh

Firmansyah (2010) menunjukkan bahwa rataan kadar pada pemerahan pagi hari di desa Pasar

Kemis Lembang sebesar 8,21,89% sedangkan pada pemerahan pagi sebesar 8,20%.

Perubahan BKTL sebagian besar dikarenakan dari adanya perubahan kandunagn protein susu

(Harris dan Bachman, 2003). Kandungan BKTL yang tinggi disebabkan terutama komposisi

protein yang tinggi dan kadar lemak yang relative rendah. Kadar lemak yang tinggi akan

mengakibatkan SNF rendah.

Bahan kering tanpa lemak berkaitan langsung dengan kualitas pakan dan

pemberiannya pakan. Makin baik kualitas pakan dan pemberiannya, akan semakin baik pula

kualitas susu yang dihasilkan (Nurhadi,2008). Kadar bahan kering tanpa lemak yaitu bahan

kering yang tertinggal setelah lemak susu dihilangkan. Kadar BKTL susu sangat bergantung

pada kadar protein (Utari, 2012). Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait peningkatan kulitas

susu antara lain manajemen pemberian pakan. Pakan sangat berpengaruh terhadap kualias
Kajian Kadar Lemak, Protein, dan Bahan Kering Tanpa Lemak............Bakti Kusuma Nugraha

susu yang dihasilkan. Bakan kering pada susu dihasilkan hasil dari penyerapan nutrisi pakan

yang mengalir dalam darah.

KESIMPULAN
Kadar lemak susu pemerahan pagi hari lebih rendah (3,63%) dari pemerahan sore

(3,88%), kadar protein susu cenderung konstan (2,90% dan 2,98%), sedangkan tinggi

rendahnya kadar BKTL (8,01% dan 7,99%) susu dipengaruhi oleh kadar lemak. Faktor

lingkungan, nutrisional, klimatologis, dan manajerial tidak terpisahkan satu sama lainnya

dalam mempengaruhi kualitas susu.

SARAN
Perlu dilakukan perbaikan faktor eksternal yang meliputi nutrisional, klimatoligis dan

manajerial sehingga kualitas susu pada pemerahan pagi dan sore relatif sama. Perlu dilakukan

penyuluhan dan pelatihan lebih lanjut mengenai manajemen pemeliharaan dan penanganan

hasil panen susu untuk meningkatkan mutu sesuai Standar Nasional Indonesia.

UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua yang telah membantu
baik dalam bentuk materi maupun moril dalam proses penelitian serta kepada
Dr. Ir. Hj. Lia Budimulyati Salman, MP. sebagai dosen pembimbing utama dan Dr. Ir. Hj.
Elvia Hernawan, MS. sebagai dosen pembimbing anggota. Tidak lupa saya ucapkan terima
kasih kepada Academic Leadership Grant (ALG) yang telah membantu dalam pemberian dana
atas penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Badan Standar Nasional. 2011. Susu Segar-Bagian 1 : Sapi. Jakarta.
Dwiyanto, 2011. Cara meningkatkan produksi susu sapi perah pada peternakan rakyat.
Sinar Harapan. Jakarta.
Ensminger, M. E &, D. T. Howard. 2006. Dairy Cattle Science. 4th Ed. The Interstate Printers
and Publisher, Inc. Danville.
GKSI Jawa Barat. 2014. Populasi Sapi. http://gksi-jawabarat.co.id/?page=12#scroll [diakses
16 Agustus 2016]
Herawati. 2003. Pengaruh Substitusi Porsi Hijauan Pakan Dalam Ransum dengan Nanas
Afkir Terahadap Produksi dan Kualitas susu pada Sapi Perah Laktasi. Sekolah Tinggi
Penyuluhan Pertanian Magelang. Magelang.
Kajian Kadar Lemak, Protein, dan Bahan Kering Tanpa Lemak............Bakti Kusuma Nugraha
Johnson, H.D. 1984. Physiology Respons and Productivity of Cattle. Dalam : M.K.Yousef
(Editor). Stress Physiology of Livestock, Volume II : Ungulates. CRC Press Inc.,
Florida.
Kurniawan, H. Indrijani dan D. S. Tasripin. 2012. Model Kurva Produksi Susu Sapi Perah
Dan Korelasinya Pada Pemerahan Pagi Dan Siang Periode Laktasi Satu. Media
Peternakan 29 (1): 5-46.
Makin, Moch. 2011. Tata Laksana Peternakan Sapi Perah. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Mathius, S. 2005 -
Kasein) yang berbeda di peternakan rakyat Pondok Rangon. Skripsi. Program Studi
Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Mccullough, M.E. 1973. Optimum Dairy of Animal for Meat and Milk. The University of
Georgia Press, Athens.
McDowell, R.E. 1972. Improvement of Livestock Production in Warm Climate. W.H.
Freeman and Co., San Frascisco.p.1-128.
_____________. 1974. The Environment Versus Man and His Animals. In: H.H. Cole & M.
Ronning (Eds.). Animal Agriculture. W.H. Freeman and Co., San Fransisco.
Ressang, A. A. dan A. M. Nasution.1980. Pedoman Mata Pelajaran Ilmu Kesehatan Susu.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sanh, M. V., H. Wiktorsson & V. Lyl. 2002. Effect of natural grass forage to concretate
ratios and feeding principles on milk production and performance of crossbred
lactating cows. Asian Aus. J. Anim. Sci. 15 : 650-657.
Schmidt, G.H., Van Vleeck, L.D, and Hutjens MF. 1988. Principles Of Dairy Science. New
Jersey : Zed Practise Hall. Englewood Cliff.
Sidik, R. 2003. Estimasi Kebutuhan Net Energi Laktasi Sapi Perah Produktif Yang Diberi
Pakan Komplit Vetunair. Media Kedokteran Hewan. Vol.19, No.3. Universitas
Airlangga. Surabaya. P 135-138.
Soeharsono. 2008. Fisiologi Laktasi. Universitas Padjajaran. Bandung. 138-139.
Usmiati, S., dan N. Nurdjannah. 2007. Perbandingan Kualitas Susu Sapi Peternak Anggota
Kud Sarwamukti dan Ksu Tandangsari: Studi Kasus. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner.
Utari, F. D., B. W. H. E. Prasetiyono dan A. Muktiani. 2012. Kualitas Susu Kambing Perah
Peranakan Etawa yang Diberi Suplementasi Protein Terproteksi dalam Wafer Pakan
Komplit Berbasis Limbah Agroindustri. Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, p
427-441.
Wierema, F. In: Chestnut, A. and D. Houston. 2002. Heat Stress and Cooling Cows.
http://www.vigortone.com/heat_stress.htm [ 21 Oktober 2005 ].
Williamson. G dan H.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Kajian Kadar Lemak, Protein, dan Bahan Kering Tanpa Lemak............Bakti Kusuma Nugraha
Yani . A dan Purwanto. B.P. 2006. Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi
Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan
Produktivitasnya. Media Peternakan Vol 21 (hlm. 35-4)

Anda mungkin juga menyukai