1 SM
1 SM
STUDY OF SOLID FAT CONTENT, PROTEIN, AND SOLID NON FAT HOLSTEIN
DAIRY COW IN THE MORNING AND AFTERNOON MILKING IN KPSBU
LEMBANG
Bakti Kusuma Nugraha*, Lia Budimulyati Salman**, Elvia Hernawan **
Universitas Padjadjaran
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perbedaan kualitas susu hasil pemerahan pagi
dan sore hari di tiga TPS Wilayah kerja KPSBU Lembang. Metode yang digunakan adalah
sensus, jumlah sampel yang diamati 135 sampel. Variable penelitian yang diukur adalah
kualitas susu, yang meliputi kadar lemak, kadar protein, dan kadar bahan kering tanpa lemak.
Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar lemak susu pemerahan pagi hari lebih rendah
(3,63%) dari pemerahan sore (3,88%), kadar protein susu cenderung konstan (2,90% dan
2,98%), sedangkan tinggi rendahnya kadar BKTL (8,01% dan 7,99%) susu dipengaruhi oleh
kadar lemak. Faktor yang mempengaruhi terjadinya variasi kualitas susu antara pemerahan
pagi dan sore yaitu dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal diantaranya adalah
kondisi fisiologis, bangsa, tingkat laktasi, estrus, kebuntingan, interval beranak dan umur.
Faktor eksternal, yang terbagi menjadi lingkungan nutrisional, dan klimatologis. yaitu faktor
iklim atau suhu dan kelembaban. Pada siang hari tepatnya pukul 12.00-14.00 suhu dan
kelembaban udara mencapai 300C dan 59% (THI = 74,4) sehingga ternak mengalami stress
ringan yang mengakibatkan turunnya nafsu makan.
Kata Kunci : Kualitas Susu, Pemerahan Pagi, Pemerahan Sore , Sapi Fries Holland
ABSTRACT
This research aims to study the difference in milk quality results of morning and
evening milking at three polling stations in the region KPSBU. The method used is the
census, the number of observed samples of 135 samples. The research measured variable is
the quality of the milk, which includes levels of fat, protein, and fat levels of the dry
ingredients. Research results show that the fat content of milk lower morning milking
(milking%) of 3.63-afternoon (3.75%), milk protein levels tend to be constant (2.90% and
2,98%), while the high to the low levels of BKTL (7.99%) 8.01% and milk is influenced by
fat content. Factors affecting the occurrence of milk quality variations between morning and
evening milking of internal and external factors. Internal factors are physiological conditions,
the nation, the degree of lactation, estrus, pregnance, intervals and increased age. External
factors, which are divided into environmental nutrisional, and klimatologis. that is a factor of
climate or temperature and humidity. Exactly at noon 12.00-14.00 temperature and humidity
reach 300C and 59% (THI = 74.4) so that the livestock are experiencing mild stress resulting
in the decline of appetite.
metode sensus, sampel yang digunakan merupakan produksi susu dari tiap peternak. Data
diperoleh dari pengujian sampel periodik sebanyak 135 sampel, yang berasal dari seluruh
anggota TPS Manoko, Pojok, dan Keramat. Sampel dikoleksi dari 14 kali Uji Periodik.
Sampel diuji di Laboratorium KPSBU Lembang.. Data yang diperoleh dihitung menggunakan
besaran statistik (maksimal, minimal, rata-rata, standar defiasi, dan koefisien variasi) dan
diantaranya :1) Lembang merupakan sentra peternak sapi perah di Jawa Barat. 2) Hampir
seluruh peternakan sapi perah merupakan anggota dari KPSBU Lembang, sehingga
mendapatkan binaan dalam tatalaksana pemeliharaan sapi perah yang sama. 3) Pemilihan TPS
didasarkan atas populasi peternak yang dikelompokkan berdasarkan skala usaha atau
kepemikan ternak. 4) Tiga TPS yaitu Manoko, Pojok dan Keramat memiliki jumlah populasi
peternak dan skala kepemilikan ternak yang memenuhi persyaratan untuk diambil sampel
secara proporsional. 5) Sumber hijauan, konsentrat dan manajeraial yang diberikan berasal
Peubah yang diukur dan dicatat dalam penelitian ini adalah kualitas susu dan kondisi
lingkungan. Kualitas susu meliputi kadar lemak, protein dan bahan kering tanpa lemak
(BKTL). Kondisi lingkungan meliputi suhu dan kelembaban lingkugan, yang diukur dengan
Kualitas susu diukur menggunakan Lactoscan, dengan tata urut kerja yaitu terlebih
dahulu lactoscan dibersihkan dengan aquades melalui saluran inlet atau ujung jarum bagian
dari alat lactoscan, setelah itu susu sampel dihomogenkan dengan cara mengaduk susu
menggunakan sendok pengaduk, lalu menakar sampel susu menggunakan backer glass
sebanyak 25 mL. Selanjutnya susu di masukan ke dalam tabung lalu masukan tabug ke
ujung jarum bagian alat lactoscan. Tombol OK pada alat tersebut ditekan sehingga sampel
akan tersedot masuk ke dalam alat. Tombol OK ditekan kembali untuk mengoperasionalkan
analisis susu. Data hasil analisis dapat dibaca pada layar lactoscan diantaranya kadar
Lemak (Fat), Protein, Laktosa (Lactosa), Solid non fat (SNF), dan Total Solids dan
selanjutnya dicetak. Setelah pengujian sampel susu berakhir lactoscan kemballi dibersihkan
dengan aquades.
Kajian Kadar Lemak, Protein, dan Bahan Kering Tanpa Lemak............Bakti Kusuma Nugraha
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Lingkungan
Topografi Kecamatan Lembang berada pada ketinggian 1.200-1.257 meter dari atas
permukaan laut (dpl), curah hujan berkisar antara 1.800-2.500 mm/tahun suhu lingkungan
berkisar antara 18-24oC dengan rataan suhu 24,8oC dan Kelembaban udara 77,4% (KPSBU,
2016). Untuk mengetahui rataan suhu dan tingkat kenyaman sapi dilakukan pengukuran suhu
Hasil pengukuran, rataan suhu yang diukur sejak pukul 6 pagi hingga pukul 6 sore
selama 14 kali pengamatan disajikan pada Tabel 1. rataan suhu di lokasi penelitian dengan
rentangan suhu 19-22°C, walaupun terjadi kenaikan suhu pada siang hari dan puncaknya
dicapai pada pukul 13.00 . Kondisi tersebut masih cocok untuk sapi Eropa (Subtropis)
o
seperti yang dikemukakan Yousef (1985), yaitu rentang 4-25 C dan Jones dan
berlangsung (Tabel 1), pada pagi hari (pukul 6- 11.) suhu lingkungan rendah namun
kelembaban sudah di atas 70% nilai THI masih di bawah 72. Pada kondisi tersebut masih
nyaman bagi sapi perah (Tabel 2) (Wierema, 2002). Angka THI memperlihatkan kenaikan
pada pukul 12 – 14 yaitu di 72,2-74, yang bermakna bahwa sapi perah mulai mengalami
kondisi tidak nyaman (stres ringan). Pada kondisi tersebut harus diwaspadai karena ternak
akan memperlihatkan perubahan fisiologis atau perilaku (behaviour). Pukul 14.00 tampaknya
angka THI mulai menurun atau di bawah 72. Hal ini bermakna bahwa pada pukul 14.00
kondisi sapi perah sudah pulih atau nyaman kemnbali. Suhu lingkungan berangsur-angsur
menurun, redupnya pancaran sinar matahari memicu penurunan suhu, sementara kelembaban
relatif tidak berubah. Pada malam hari suhu dan kelembaban relatif tenang dengan rataan
suhu 190C dan kelembaban 90%. Suhu udara terendah yaitu pada pagi hari dengan suhu
Tabel 1. Rataan Nilai THI Di Tiga TPS (Manoko, Pojok, dan Keramat) selama
penelitian berlangsung.
Pukul Suhu Lingkungan Kelembaban
THI
WIB °C %
6:00 19,2 (19-22) 90 (87-91) 64,0
7:00 20,6 (20-23) 87 (83-88) 65,8
8:00 22,7 (22-24) 80 (79-83) 67,0
9:00 23,5 (22-25) 78 (75-80) 68,4
10:00 25,1 (23-26) 73 (70-74) 69,2
11:00 26,9 (25-29) 68 (65-68) 71,0
12:00 27,8 (26-30) 65 (61-66) 72,3
13:00 30,7 (29-32) 59 (55-60) 74,4
14:00 29,5 (28-31) 68 (64-69) 72,5
15:00 27,1 (26-28) 74 (70-75) 69,0
16:00 25,3 (24-26) 85 (78-87) 67,5
17:00 22,5 (22-23) 88 (85-90) 65,8
18:00 21,1 (19,5-22) 91 (88-92) 64,1
Kondisi suhu pada siang hari pada pukul 12.00-14.00 memiliki rataan nilai THI 72,3-
74, yang berarti suhu tersebut berada pada zona stres ringan, yang pada akhirnya akan
Tampilan produksi ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor
penyakit serta faktor lingkungan lainnya (Ensminger dan Howard, 2006). Salah satu faktor
lingkungan yang cukup dominan dalam mempengaruhi produktivitas ternak adalah iklim
mikro. Potensi genetik seekor ternak tidak bisa diekspresikan secara optimal pada iklim
Empat elemen iklim mikro yang berpengaruh pada produktivitas ternak secara
langsung yaitu : suhu, kelembaban udara, radiasi dan kecepatan angin (Yani dan Purwanto,
2006). Suhu dan kelembaban udara merupakan dua elemen iklim yang mempengaruhi
produksi sapi perah, karena dapat menyebabkan perubahan keseimbangan panas, air, energi
yang pada akhirnya dimanifestasikan melalui tingkah laku ternak (Esmay, 1982).
Kajian Kadar Lemak, Protein, dan Bahan Kering Tanpa Lemak............Bakti Kusuma Nugraha
ternak, yang berakibat terhadap produksi dan kualitas susu. Perolehan panas dari luar tubuh
akan menambah beban panas bagi ternak, bila suhu udara lebih tinggi dari suhu nyaman.
Sebaliknya, akan terjadi kehilangan panas tubuh apabila suhu udara lebih rendah dari suhu
nyaman..
Sapi FH dapat menghasilkan susu secara maksimal bila lingkungan hidupnya berada
pada kisaran angka THI antara 35 – 72 (Wierema, 2005). Bentuk keeratan hubungan antara
nilai THI dengan performa fisiologis ternak tampak pada perubahan produksi susu, konsumsi
hay, dan suhu rektal. Setiap peningkatan satu angka THI memiliki pengaruh berupa
penurunan 0,26 kg produksi susu, penurunan 0,23 kg konsumsi hay, dan peningkatan 0,12 0C
Kualitas Susu
1. Kadar Lemak
Rataan kadar lemak hasil pemerahan sore adalah 3,88% dengan rentang 3,17-4,37%,
sedangkan rataan kadar lemak pemerahan pagi 3,63% dengan rentang 2,75 – 4.15%.
Rentang kadar lemak hasil pemerahan sore relatif lebih sempit di bandingkan dengan rentang
pemerahan pagi hari. Perbedaan kadar lemak hasil pemerahan sore dan pagi hari hanya
terpaut selisih 6,44%. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Firmansyah (2010), rataan kadar lemak pada pemerahan sore hari di desa Cilumber
Lembang sebesar 3,71% sedangkan pada pemerahan pagi sebesar 3,42%. Pada umumnya
kadar lemak susu sapi FH di Indonesia relatif rendah yaitu 3,5 – 3,7 % dan jumlah produksi
Tabel 3. Rataan Kadar Lemak Susu Pada Pemerahan Pagi dan Sore Dari 14 Kali
Pengambilan Data
Kandungan Lemak Susu
No Nilai
Pagi Sore
1 Rata-rata (%) 3,63 3,88
2 Minimal (%) 2,75 3,17
3 Maksimal (%) 4,13 4,37
4 Standar Deviasi 0,24 0,22
5 Koefisien Variasi (%) 6,74 5,69
Keterangan: n (jumlah sampel)= 135
Hijauan cukup berpengaruh terhadap kandungan lemak susu karena hasil fermentasi hijauan
dalam rumen pada ternak ruminansia menghasikanl asam asetat yang merupakan prekursor
dalam biosintesis lemak susu (Arora,1989). Asam asetat yang tinggi akan meningkatkan
Lemak yang berasal dari pakan dapat dikonversikan menjadi lemak susu melalui
berbagai rute. Beberapa lemak ada yang dikonversikan menjadi lemak susu tanpa perubahan,
misalnya asam oleat. Banyak pula asam lemak yang dikonversikan ke dalam lemak susu
setelah banyak mengalami perubahan, misalnya asam linoleat, linoleat yang tidak ada atau
jarang pada lemak susu akan mengalami perubahan yang cukup besar (Soeharsono, 2008).
kg/hari, sedangkan rata-rata pemberian konsentrat yaitu 11 kg/hari dengan rasio 60:40.
Imbangan hijauan dan konsentrat dalam sapi perah yang sedang laktasi adalah 60:40 atau
50:50, kadar lemak dipengaruhi oleh rasio antara hijauan dan konsentrat (Sanh dkk., 2002).
Apabila pakan yang diberikan mengandung bahan kering konsentrat yang lebih banyak dari
bahan kering hijauan, maka kemampuan berproduksi susu akan meningkat, namun kadar
lemak susu akan mengalami penurunan. Sebaliknya apabila pakan yang diberikan
mengandung bahan kering hijauan yang lebih banyak dari bahan kering konsentrat, maka
tidak akan tercapai kemampuan berproduksi susu yang tinggi, namun kandungan lemak susu
akan mengalami peningkatan (Mccullough, 1973).
Kajian Kadar Lemak, Protein, dan Bahan Kering Tanpa Lemak............Bakti Kusuma Nugraha
susu pada pemerahan sore hari lebih tinggi, namun jumlah produksi susunya lebih sedikit
yang diakibatkan meningkatnya suhu pada siang hari sehingga mempengaruhi kondisi
fisiologis sapi. Sebaliknya, pada pemerahan pagi hari kualitasnya lebih rendah dengan
produksi susu lebih tinggi disebabkan oleh kondisi fisiologi sapi yang pada malam hari
cenderung istirahat. Waktu pemerahan menghasilkan pengaruh yang sangat nyata terhadap
kadar lemak susu dimana kadar lemak susu sore hari lebih tinggi dari pada pagi hari
(Budiwiyono, dkk 1980). Dugaan lain, lemak merupakn simpanan energi, sehingga
rendahnya kadar lemak hasil pemerahan pagi digunakan untuk biosintesis susu pada sore hari
(Soeharsono, 2008).
pemerahan, interval pemerahan, penyakit dan obat-obatan (Ensminger, 1971). Faktor lain
yang diduga mempengaruhi adalah interval pemerahan antara pagi dan sore. Waktu
pemerahan pagi hari pukul 05.30 WIB dan pemerahan sore hari pukul 16.30. Hal ini
dikarenakan peternak menyesuaikan dengan waktu pengambilan susu oleh koperasi. Kadar
lemak susu dapat dipengaruhi oleh interval pemerahan. Interval waktu pemerahan yang lebih
lama dapat menurunkan kadar lemak pada pemerahan selanjutnya (Eckles, dkk 1957). Selang
waktu pemerahan yang tidak seimbang mempengaruhi jumlah dan kualitas susu. Selang
waktu pemerahan yang pendek menghasilkan produksi susu yang tinggi namun mempunyai
2. Kadar Protein
Protein merupakan zat gizi utama dalam susu karena mengandung asam-asam amino
esensial yang diperlukan oleh tubuh (Mathius, 2005). Hasil pengukuran rataan kadar protein
susu dari 14 kali pengambilan data menunjukkan bahwa rataan kadar protein air susu pada
pemerahan sore lebih tinggi dibandingkan pada pemerahan pagi yaitu 2,95% dan 2,90%.
Hasil pencatatan kualitas protein pada pemerahan pagi dan sore dapat dilihat pada
Tabel 4. Rataan protein telah memenuhi persyaratan SNI 01-3141-1998 yaitu 2,7%. Tabel 4.
menunjukan bahwa rataan kadar protein pada pemerahan sore hari lebih tinggi yaitu 2,95%
sedangkan pada pemerahan pagi rendah 2,90% dengan selisih 1,69%. Hasil pengamatan
menunjukkan tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Firmansyah
(2010) bahwa rataan kadar protein hasil pemerahan sore hari di desa Cilumber Lembang
sebesar 2,89% sedangkan pada pemerahan pagi sebesar 2,88%. Tampaknya kualitas protein
hasil pemerahan pagi dan sore relatif konstan. Hal tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor
Faktor internal, diantaranya adalah kondisi fisiologis, bangsa, tingkat laktasi, estrus,
kebuntingan, interval beranak dan umur. Proses sintesis protein susu terjadi dalam sel-sel
epitel alveoli dan dikontrol oleh gena yang berisi DNA. Prosesnya ialah dengan
berinkorporasinya beberapa asam amino membentuk protein (Baldwin, 1966; dan Larson,
1985). Sebagian sintesis protein terjadi dalam ribosom yang terikat dengan membrane
rangkap dari endoplasmic reticulum, tetapi sebagian lagi terletak bebas di dalam sitoplasma
(Soeharsono, 2008).
Pada awal laktasi kandungan protein susu lebih tinggi dari pada kandungan lemak hal
tersebut dikarenakan sekresi pertama yang dibentuk oleh kelenjar mamae bukan air susu,
lebih banyak protein dibandingkan air susu. Sebagian besar protein yang terdapat dalam
kolostrum adalah immonuglobuin. Perubahan dari kolostrum ke susu secara lengkap terjadi
Kajian Kadar Lemak, Protein, dan Bahan Kering Tanpa Lemak............Bakti Kusuma Nugraha
pada 24-48 jam setelah melahirkan. Kadar protein susu akan menurun sedikit demi sedikit
dengan diiringi kenaikan kadar lemak susu, perubahan tersebut terjadi setiap 6 jam, namun
akan konstan setelah komposisi kolostrum menjadi komposisi air susu (Soeharsono, 2008).
protein dipengaruhi pakan yang dikonsumsi sapi, Mekanisme pembentukan susu berasal dari
konsumsi pakan yang kemudian mengalir dalam darah dan mengalami proses filtrasi menjadi
bahan-bahan penyusun susu (Soeharsono, 2008). Hasil penelitian Sukarini (2006) pemberian
konsentrat akan meningkatkan protein susu, dengan tambahan konsentrat, energi yang
tersedia menjadi lebih banyak untuk pembentukan asam amino yang berasal dari protein
mikroba. Peningkatan ketersediaan asam-asam amino ini akan memberi kontribusi terhadap
peningkatan energi metabolisme (ME) dan protein kasar pada ternak yang diberi pakan
rumput lapang dan ampas bir. Imbangan hijauan dan konsentrat dalam sapi perah yang sedang
laktasi adalah 60:40 atau 50:50, kadar protein dipengaruhi oleh rasio antara hijauan dan
Konsumsi bahan kering (BK) ransum meningkat bila kadar protein ransum
ditingkatkan, misalnya 14% menjadi 18%, namun peningkatan kadar protein ransum tersebut
tidak disertai bertambahnya produksi susu karena kadar protein ransum 14% sudah
mencukupi untuk sapi perah laktasi sehingga kelebihannya digunakan untuk proses fisiologis
seperti pertumbuhan, reproduksi, dan sebagainya.Kadar protein ransum kurang dari <12%,
akan menyebabkan mikroba rumen kekurangan sumber nitrogen sehingga kurang efektif
dalam mencerna serat kasar dan selain itu konsumsi BK menjadi rendah. Kondisi ini biasa
terjadi di negara tropis karena rendahnya kualitas nutrisi hijauan yang diberikan sehingga
tidak saja menurunkan produksi susu tetapi mengubah komposisi atau kualitas susu
(Soeharsono, 2008).
yang ditetapkan oleh KPSBU adalah 8% sesuai SK Ditjen Peternakan (1983) kandungan
bahan kering tanpa lemak minium adalah 8,0%. Hasil analisis kandungan BKTL susu dari 14
kali pengambilan data menunjukkan bahwa kadar BKTL rata-rata air susu pemerahan sore
lebih tinggi dibandingkan pada pemerahan pagi. Hasil pengukuran kadar lemak disajikan pada
Tabel 5.
Tabel 5. Rataan Kadar Bahan Kering Tanpa Lemak Susu Pada Pemerahan Pagi dan
Sore Dari 14 Kali Pengambilan Data
Kandungan Bahan Kering Tanpa Lemak Susu
No Nilai
Pagi Sore
1 Rata-rata (%) 8,01 7,99
2 Minimal (%) 6,30 6,53
3 Maksimal (%) 8,66 8,73
4 Standar Deviasi 0,29 0,29
5 Koefisien Variasi (%) 3,64 3,61
Keterangan : n (jumlah sampel)= 135
Tabel 5. menunjukan bahwa rataan kadar bahan kering tanpa lemak (BKTL) pada
pemerahan pagi hari lebih tinggi yaitu 8,01% sedangkan pada pemerahan pagi rendah 7,99%.
Kadar BKTL hasil pemerahan pagi lebih tinggi dari pemerahan sore, yaitu terpaut 0,24%.
Hal tersebut karena kandungan kualitas susu lebih dominan kandungan lemak dibandingkan
dengan kadar susu yang lainnya. Kadar BKTL hasil penelitian yang dilakukan oleh
Firmansyah (2010) menunjukkan bahwa rataan kadar pada pemerahan pagi hari di desa Pasar
Kemis Lembang sebesar 8,21,89% sedangkan pada pemerahan pagi sebesar 8,20%.
Perubahan BKTL sebagian besar dikarenakan dari adanya perubahan kandunagn protein susu
(Harris dan Bachman, 2003). Kandungan BKTL yang tinggi disebabkan terutama komposisi
protein yang tinggi dan kadar lemak yang relative rendah. Kadar lemak yang tinggi akan
Bahan kering tanpa lemak berkaitan langsung dengan kualitas pakan dan
pemberiannya pakan. Makin baik kualitas pakan dan pemberiannya, akan semakin baik pula
kualitas susu yang dihasilkan (Nurhadi,2008). Kadar bahan kering tanpa lemak yaitu bahan
kering yang tertinggal setelah lemak susu dihilangkan. Kadar BKTL susu sangat bergantung
pada kadar protein (Utari, 2012). Hal-hal yang perlu diperhatikan terkait peningkatan kulitas
susu antara lain manajemen pemberian pakan. Pakan sangat berpengaruh terhadap kualias
Kajian Kadar Lemak, Protein, dan Bahan Kering Tanpa Lemak............Bakti Kusuma Nugraha
susu yang dihasilkan. Bakan kering pada susu dihasilkan hasil dari penyerapan nutrisi pakan
KESIMPULAN
Kadar lemak susu pemerahan pagi hari lebih rendah (3,63%) dari pemerahan sore
(3,88%), kadar protein susu cenderung konstan (2,90% dan 2,98%), sedangkan tinggi
rendahnya kadar BKTL (8,01% dan 7,99%) susu dipengaruhi oleh kadar lemak. Faktor
lingkungan, nutrisional, klimatologis, dan manajerial tidak terpisahkan satu sama lainnya
SARAN
Perlu dilakukan perbaikan faktor eksternal yang meliputi nutrisional, klimatoligis dan
manajerial sehingga kualitas susu pada pemerahan pagi dan sore relatif sama. Perlu dilakukan
penyuluhan dan pelatihan lebih lanjut mengenai manajemen pemeliharaan dan penanganan
hasil panen susu untuk meningkatkan mutu sesuai Standar Nasional Indonesia.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua yang telah membantu
baik dalam bentuk materi maupun moril dalam proses penelitian serta kepada
Dr. Ir. Hj. Lia Budimulyati Salman, MP. sebagai dosen pembimbing utama dan Dr. Ir. Hj.
Elvia Hernawan, MS. sebagai dosen pembimbing anggota. Tidak lupa saya ucapkan terima
kasih kepada Academic Leadership Grant (ALG) yang telah membantu dalam pemberian dana
atas penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standar Nasional. 2011. Susu Segar-Bagian 1 : Sapi. Jakarta.
Dwiyanto, 2011. Cara meningkatkan produksi susu sapi perah pada peternakan rakyat.
Sinar Harapan. Jakarta.
Ensminger, M. E &, D. T. Howard. 2006. Dairy Cattle Science. 4th Ed. The Interstate Printers
and Publisher, Inc. Danville.
GKSI Jawa Barat. 2014. Populasi Sapi. http://gksi-jawabarat.co.id/?page=12#scroll [diakses
16 Agustus 2016]
Herawati. 2003. Pengaruh Substitusi Porsi Hijauan Pakan Dalam Ransum dengan Nanas
Afkir Terahadap Produksi dan Kualitas susu pada Sapi Perah Laktasi. Sekolah Tinggi
Penyuluhan Pertanian Magelang. Magelang.
Kajian Kadar Lemak, Protein, dan Bahan Kering Tanpa Lemak............Bakti Kusuma Nugraha
Johnson, H.D. 1984. Physiology Respons and Productivity of Cattle. Dalam : M.K.Yousef
(Editor). Stress Physiology of Livestock, Volume II : Ungulates. CRC Press Inc.,
Florida.
Kurniawan, H. Indrijani dan D. S. Tasripin. 2012. Model Kurva Produksi Susu Sapi Perah
Dan Korelasinya Pada Pemerahan Pagi Dan Siang Periode Laktasi Satu. Media
Peternakan 29 (1): 5-46.
Makin, Moch. 2011. Tata Laksana Peternakan Sapi Perah. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Mathius, S. 2005 -
Kasein) yang berbeda di peternakan rakyat Pondok Rangon. Skripsi. Program Studi
Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Mccullough, M.E. 1973. Optimum Dairy of Animal for Meat and Milk. The University of
Georgia Press, Athens.
McDowell, R.E. 1972. Improvement of Livestock Production in Warm Climate. W.H.
Freeman and Co., San Frascisco.p.1-128.
_____________. 1974. The Environment Versus Man and His Animals. In: H.H. Cole & M.
Ronning (Eds.). Animal Agriculture. W.H. Freeman and Co., San Fransisco.
Ressang, A. A. dan A. M. Nasution.1980. Pedoman Mata Pelajaran Ilmu Kesehatan Susu.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sanh, M. V., H. Wiktorsson & V. Lyl. 2002. Effect of natural grass forage to concretate
ratios and feeding principles on milk production and performance of crossbred
lactating cows. Asian Aus. J. Anim. Sci. 15 : 650-657.
Schmidt, G.H., Van Vleeck, L.D, and Hutjens MF. 1988. Principles Of Dairy Science. New
Jersey : Zed Practise Hall. Englewood Cliff.
Sidik, R. 2003. Estimasi Kebutuhan Net Energi Laktasi Sapi Perah Produktif Yang Diberi
Pakan Komplit Vetunair. Media Kedokteran Hewan. Vol.19, No.3. Universitas
Airlangga. Surabaya. P 135-138.
Soeharsono. 2008. Fisiologi Laktasi. Universitas Padjajaran. Bandung. 138-139.
Usmiati, S., dan N. Nurdjannah. 2007. Perbandingan Kualitas Susu Sapi Peternak Anggota
Kud Sarwamukti dan Ksu Tandangsari: Studi Kasus. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner.
Utari, F. D., B. W. H. E. Prasetiyono dan A. Muktiani. 2012. Kualitas Susu Kambing Perah
Peranakan Etawa yang Diberi Suplementasi Protein Terproteksi dalam Wafer Pakan
Komplit Berbasis Limbah Agroindustri. Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, p
427-441.
Wierema, F. In: Chestnut, A. and D. Houston. 2002. Heat Stress and Cooling Cows.
http://www.vigortone.com/heat_stress.htm [ 21 Oktober 2005 ].
Williamson. G dan H.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Kajian Kadar Lemak, Protein, dan Bahan Kering Tanpa Lemak............Bakti Kusuma Nugraha
Yani . A dan Purwanto. B.P. 2006. Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi
Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan
Produktivitasnya. Media Peternakan Vol 21 (hlm. 35-4)