Objek Tujuan
No 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Wisata
enam variabel utama yaitu variabel jumlah kunjungan (Y), biaya perjalanan
(TC), waktu tempuh (H), pendapatan individu (I), umur (A) dan kondisi objek
wisata (F). Pengujian ini menggunakan t-test dan F-test dengan taraf α = 5 %.
Uji t (Uji individu) adalah pengujian koefisien regresi masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, dengan hipotesa
sebagai berikut:
Jika p-value > 0,05 dan t-hitung < t-tabel Maka H0 diterima dan H1 ditolak, berarti
variabel yang diuji tidak berpengaruh pada frekuensi kunjungan.
Jika F statistik < 0,05 atau F hitung > F tabel maka H0 ditolak, yang berarti
minimal ada satu variabel independent yang mempunyai pengaruh signifikan
terhadap variabel dependent.
Frekuensi Kunjungan
Model
t-hit Sig. Ket
N 168
Berdasarkan tabel 39, dapat dijelaskan bahwa biaya perjalanan hasil uji t
menunjukkan p-value 0,006 lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak, yang berarti
terdapat pengaruh yang signifikan antara biaya perjalanan terhadap frekuensi
kunjungan, hubungan antar keduanya adalah positif, artinya walaupun biaya
perjalanan meningkat, hal ini tidak menimbulkan penurunan frekuensi kunjungan
ke objek wisata di Kawasan Puncak.
Variabel waktu tempuh hasil uji t diketahui bahwa p-value 0,000 lebih
kecil dari 0,05, maka H0 ditolak, yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan
antara waktu tempuh terhadap frekuensi kunjungan. Waktu tempuh memiliki
hubungan yang negatif dengan frekuensi kunjungan, artinya jika waktu tempuh
menuju objek wisata bertambah, hal ini akan menurunkan frekuensi kunjungan
ke objek wisata tersebut.
Berdasarkan tabel 40, diketahui bahwa p-value sebesar 0,000 lebih kecil
dari 0,05, maka H0 ditolak, yang berarti secara bersama-sama terdapat minimal
satu variabel yang berpengaruh signifikan diantara seluruh variabel independen
(Total Biaya (TC), Waktu Tempuh (H), Pendapatan (I), Umur (A), dan Kondisi
Wisata (F)) terhadap variabel dependen (Frekuensi Kunjungan). Hasil pengujian
statistik dapat dilihat pada tabel 41 berikut.
memenuhi asumsi normalitas dan sebaliknya jika data menyebar jauh dari garis
diagonal dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak
memenuhi asumsi normalitas.
H1 : Ada multikolinearitas.
Dasar pengambilan keputusan, yaitu jika VIF < 10, maka H0 diterima
(tidak ada multikolinearitas) dan sebaliknya. Berdasarkan hasil pengolahan data
diperoleh hasil seperti tercantum pada tabel 42 sebagai berikut:
H1 : ada autokorelasi.
Tdk ada autokorelasi positif tdk ada keputusan dL ≤ DW ≤ dU tdk dapat disimpulkan
Tdk ada autokorelasi negatif H0 ditolak 4-dL < DW < 4 autokorelasi negative
Tdk ada autokorelasi negatif tdk ada keputusan 4-dU ≤ DW ≤ 4-dL tdk dapat disimpulkan
Tdk ada autokorelasi H0 diterima dU < DW < 4-dU Tidak ada autokorelasi
model regresi yang digunakan masih layak untuk dilanjutkan. Hasil uji
autokorelasi tercantum pada tabel 44 berikut:
Frekuensi Kunjungan 1.592 1.758 2.242 2.408 1.562 Ada autokorelasi positif
H1 : ada heteroskedastisitas.
Jika signifikan < 0,05, maka H0 ditolak (ada heteroskedastisitas) dan sebaliknya.
Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada tabel 45 berikut.
Tabel 46. Perbandingan daya saing antara Kawasan Pariwisata Puncak dan
Lembang
Kawasan Puncak telah dianalisis pada bab V. Berdasarkan hasil survey dan
analisis biaya perjalanan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, diperoleh
rata-rata biaya perjalanan wisatawan di kawasan Puncak adalah Rp. 844.989
dan bila dikalikan jumlah wisatawan serta rata-rata lama tinggal di kawasan
Puncak dalam satu tahun, maka total dana yang dikeluarkan wisatawan dan
beredar di kawasan Puncak adalah Rp. 1.935.695.900.264. Komparasi dengan
Lembang tidak digunakan data biaya perjalanan, mengingat tidak dilakukan
pengambilan sampel pada tempat objek wisata di Lembang. Pengukuran yang
digunakan adalah purchasing power parity (PPP) sebagai proksi dari harga
adalah rata-rata tarif minimum hotel. Harga hotel berasal dari hotel Safari
Garden dan Hotel Seruni di Kawasan Puncak dan Hotel Grand Lembang di
Lembang. PPP dihitung dari jumlah turis suatu daerah x rata-rata tarif hotel x
rata-rata masa tinggal.
Hasil indeks PPP ini juga menunjukkan bahwa indeks PPP lebih tinggi di
Kawasan Puncak dibandingkan dengan Lembang . Hal ini disebabkan oleh lebih
banyaknya jumlah turis yang datang ke Kawasan Puncak dibandingkan ke
Lembang. Selain faktor jumlah turis, faktor rata-rata masa tinggal turis di daerah
destinasi juga merupakan indikator untuk menentukan indeks PPP ini. Rata-rata
masa tinggal turis di destinasi Kawasan Puncak adalah 1,8 hari sedangkan di
destinasi Lembang adalah 2,1 hari. Perbedaan rata-rata masa tinggal ini sangat
ditentukan oleh kenyamanan turis dan daya tarik pariwisata yang ditawarkan
destinasi tersebut. Masa tinggal turis juga sangat ditentukan oleh kenyamanan
hotel dan keramahan penduduk di daerah destinasi. Secara kuantitas jumlah
hotel/wisma/bungalow di Kawasan Puncak lebih banyak dari Lembang, yaitu 141
unit di Kawasan Puncak dan 47 unit di Lembang.
Kabupaten Bandung Barat sebanyak 852.374 orang. Hal tersebut terlihat dari
angka tourism participation index dengan melihat seberapa besar rasio antara
pertambahan jumlah wisatawan dengan pertambahan jumlah penduduk di
daerah tujuan wisata. Hasilnya angka TPI Kawasan Puncak yaitu 0,387 lebih
tinggi dari TPI Lembang yaitu 0,372.
tingkat kebisingan (dBA). Indeks ini memberi implikasi bahwa jika suatu daerah
destinasi tingkat kepadatan penduduk sangat tinggi maka diasumsikan kualitas
lingkungan di destinasi tersebut akan rendah. Kualitas lingkungan akan
mempengaruhi kenyamanan turis yang datang ke destinasi tersebut. Secara
umum mereka menginginkan destinasi yang bersih, nyaman dan aman maupun
suasana alam yang menyegarkan. Indeks lingkungan di Lembang sedikit lebih
baik daripada Kawasan Puncak dengan nilai 0,044 untuk Lembang dan Kawasan
Puncak 0,043.
Tabel 47. Daya dukung fisik (PCC) untuk kendaraan dan wisatawan
berdasarkan lokasi objek tujuan wisata di Kawasan Puncak
PCC yang diukur dalam penelitian ini meliputi PCC untuk tempat parkir
dan PCC untuk ruang berwisata, PCC tempat parkir dinyatakan dengan jumlah
kendaraan yang dapat ditampung di areal parkir selama masa operasional
wisata. Ukuran kendaraan yang digunakan diasumsikan berukuran 2 x 3 m
dengan perkiraan 54 m2 cukup untuk 3 mobil atau 18 m 2/mobil. Lokasi objek
wisata Taman Safari Indonesia menempati urutan terbanyak dalam hal
kemampuan menampung kendaraan yaitu 5.556 kendaraan dalam kurun waktu
8 jam waktu operasional wisata dengan waktu pemanfaatan rata-rata
pengunjung selama 6 jam. Terbanyak kedua adalah Taman Wisata Matahari
dengan jumlah kendaraan 5.149 kendaraan selama waktu operasional 9,5 jam
dengan rata-rata waktu yang dimanfaatkan pengunjung 8 jam.
Diantara 7 lokasi yang diamati, objek wisata Taman safari Indonesia dan
Taman Wisata Matahari merupakan objek wisata yang menyediakan lahan parkir
terluas yaitu masing-masing 75.000 m2 dan 78.055 m2. Kapasitas daya tampung
129
kendaraan terendah terdapat pada objek wisata Telaga Warna dan Curug
Cilember dengan kapasitas masing-masing 100 dan 167 kendaraan dalam kurun
waktu rata-rata pemanfaatan selama 5 jam dan 8 jam dengan areal luas lahan
parkir masing-masing 20.000 m2 dan 30.000 m2. Berdasarkan gambaran jumlah
kendaraan tersebut dapat menjadi alat pengendali bagi pihak manajemen dan
pemerintah daerah dalam pengaturan luas lahan parkir dan kapasitas
kendaraan yang diperbolehkan atau diizinkan.
Daya dukung fisik (PCC) adalah jumlah maksimal pengunjung yang dapat
ditampung secara fisik di suatu OTW akan tergantung dari: (1) Luas areal OTW;
2) Luas areal OTW yang dimanfaatkan untuk kegiatan wisata; (3) Waktu yang
disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari (jam/hari); (4)
Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung; serta 5) Area yang dimanfaatkan oleh
1 pengguna per m2. Nilai PCC diperoleh setelah mengidentifikasi dan
pengumpulan data kepada responden serta data-data sekunder tentang OTW
yang bersangkutan. Data-data luas lahan keseluruhan dan luas lahan yang
benar-benar dimanfaatkan wisatawan serta data waktu operasional OTW
diperoleh dari hasil wawancara dengan manajemen OTW sedangkan waktu
pengunjung menghabiskan waktu berwisata diperoleh dari hasil wawancara
dengan pengunjung di lokasi OTW tersebut.
15.833 pengunjung selama waktu operasional 9,5 jam dengan rata-rata waktu
yang dimanfaatkan pengunjung 8 jam pada lahan yang disediakan seluas 20 ha.
Sebaliknya untuk luas lahan yang relatif sempit tidak dapat menampung
kunjungan dalam jumlah banyak seperti halnya di lokasi Curug Cilember dan
Telaga Warna yang hanya dapat menampung 6.000 dan 2.400 pengunjung pada
luasan lahan masing-masing 3 ha dan 2 ha.
Tabel 49. Faktor koreksi curah hujan di lokasi objek wisata tahun 2009
Tabel 50. Kondisi PCC dan RCC pada setiap lokasi objek tempat wisata
Tabel 51. Kondisi PCC, RCC, ECC dan kunjungan wisatawan pada setiap lokasi
objek tempat wisata
Gambar 21. Kondisi perbandingan antara, RCC dan kunjungan wisatawan pada
setiap lokasi objek tempat wisata.
Gambar 22. Kondisi perbandingan antara, ECC dan kunjungan wisatawan pada
setiap lokasi objek tempat wisata.
134
Waktu tempuh dari jalan propinsi ke Taman Melrimba lebih singkat dari
waktu tempuh menuju Taman Safari Indonesia, sehingga rotasi kunjungan
pun menjadi lebih tinggi. Demikian pula dari kapasitas manajemen, Taman
Safari masih membutuhkan penambahan personil karena luasnya areal
wisata serta banyaknya ragam atraksi wisata yang ditawarkan kepada
wisatawan. Saat ini jumlah pegawai yang bekerja di Taman Safari berjumlah
630 orang. Berbeda halnya dengan Taman Melrimba, karena lokasinya yang
tidak luas dengan kegiatan utama wisatanya berupa restoran dan taman
bunga, maka tidak memerlukan karyawan yang banyak sehingga dengan
jumlah pegawai berjumlah 65 orang sudah dirasakan cukup.
Berdasarkan nilai PCC, RCC dan ECC maka diketahui bahwa nilai ECC
Taman safari lebih kecil dari nilai RCC dan lebih kecil dari PCC. Berdasarkan
135
hal tersebut maka kapasitas daya dukung Taman Safari masih memadai.
Indikator lain yang menunjukkan bahwa kapasitas pengunjung di Taman
Safari belum melampaui daya dukung adalah dengan membandingkan nilai
ECC dengan data jumlah wisatawan yang mengunjungi Taman Safari per
hari. Nilai ECC Taman Safari yaitu 1.771 sedangkan jumlah kunjungan
wisatawan eksisiting adalah 1.753 atau sekitar 98% dari nilai ECC.
Berdasarkan perbandingan ECC dengan data jumlah pengunjung eksisting,
walaupun belum melampaui daya dukung efektifnya, namun memiliki selisih
angka tidak jauh atau hampir mencapai kapasitas daya dukung efektif. Jika
membandingkan jumlah pengunjung eksisting dengan RCC maka kapasitas
daya dukung real masih bisa menampung sekitar 19 kali lipat jumlah
pengunjung saat ini. Berkenaan dengan hal tersebut persoalan yang
membatasi daya dukung pengunjung adalah kapasitas infrastruktur dan
kapasitas manajemen. Perbaikan kapasitas infrastruktur dapat dilakukan
dengan cara menjaga kondisi infrastruktur dari jalan utama menuju lokasi
Taman Safari, sedangkan kapasitas manajemen dapat dilakukan dengan
meningkatkan pelayanan dengan cara meningkatkan kuantitas maupun
kualitas SDM dan meningkatkan pemeliharaan areal OTW Taman Safari
dengan cara menambah proporsi pemeliharaan pada alokasi anggaran.
2) Telaga Warna
Telaga Warna mempunyai nilai PCC dan RCC terkecil jika dibandingkan
dengan objek wisata lainnya yaitu masing-masing 2.400 dan 633 kunjungan
per hari, hal ini sesuai dengan luas areal wisata Telaga Warna yang memiliki
luas terkecil yaitu seluas 2 ha. Kapasitas daya dukung sebenarnya (RCC)
berkurang sekitar 3,8 kali dari kapasitas daya dukung fisik sebelum
meperhitungkan faktor pembatas curah hujan. Namun berbeda halnya
dengan nilai ECC yang ternyata tidak memiliki pola yang sama. Nilai ECC
Telaga Warna (600 kunjungan/hari) memiliki angka kunjungan yang lebih
tinggi dari Curug Cilember (423 kunjungan/hari), Curug Panjang (532
kunjungan/hari) dan Taman Wisata Matahari (591 kunjungan/hari). Daya
dukung Telaga Warna dipandang lebih efektif karena faktor jarak dan waktu
tempuh dari jalan raya ke lokasi yang lebih dekat dibandingkan Curug
Cilember, Curug Panjang dan Taman Wisata Matahari.
136
Nilai daya dukung efektif Telaga Warna kurang lebih sekitar 600 kunjungan
per hari, bila dibandingkan dengan data kunjungan wisatawan pada tahun
2009 sebesar 42 wisatawan, maka kondisi objek wisata Telaga Warna saat
ini masih dapat menampung kunjungan wisatawan karena belum melampaui
daya dukung efektifnya.
Luas areal Agrowisata Gunung Mas seluruhnya adalah 16,2 ha, namun luas
yang dapat dimanfaatkan untuk wisata adalah 8,1 Ha, sehingga nilai PCC
nya adalah 11.880 kunjungan/hari. Apabila diperhitungkan faktor koreksi
curah hujan sebagai penghambat kehadiran wisatawan di lokasi Gunung
Mas, maka nilai RCC nya berkurang menjadi 3.131 kunjungan/hari.
Jika ingin meningkatkan kapasitas daya dukung efektif dari nilai 714
kunjungan/hari, maka pihak pengelola Gunung Mas harus memperbaiki
manajemen pengelolaan wisatanya dengan menambah jumlah pegawai dari
saat ini sekitar 100 Orang menjadi seperti yang ditargetkan yaitu 105 orang.
Demikian pula pelaksanaan diklat pegawai harus ditingkatkan dari 1
kali/tahun menjadi seperti yang ditargetkan yaitu 2 kali/tahun. Pemeliharaan
sarana dan prasarana wisata saat ini dianggarkan sekitar 15% dari total
anggaran. Pihak pengelola merasakan dengan proporsi ini masih dirasakan
kurang optimal sehingga kedepan akan dilakukan peningkatan proporsi
anggaran pemeliharaan menjadi 25%.
4) Curug Cilember
PCC dan RCC Curug Cilember mempunyai nilai masing-masing 6.000 dan
3.238 kunjungan per hari, hal ini sesuai dengan luas areal wisata Curug
137
Nilai daya dukung efektif Curug Cilember bila dibandingkan dengan data
kunjungan wisatawan pada tahun 2009 sebesar 525 wisatawan, maka kondisi
objek wisata Curug Cilember saat ini sudah melampaui daya dukung
efektifnya.
5) Taman Melrimba
6) Curug Panjang
Berdasarkan luas areal tempat objek wisata Curug Panjang dan waktu rata-
rata lama pengunjung berada di lokasi tersebut, maka kapasitas daya dukung
fisik Curug Panjang dapat menampung sekitar 8.889 pengunjung/hari.
Setelah dipertimbangkan dengan faktor koreksi curah hujan yang menjadi
faktor penghambat kehadiran pengunjung di lokasi wisata, maka nilai daya
138
Taman Wisata Matahari (TWM) merupakan tempat objek wisata yang relatif
masih baru, yaitu mulai operasional pada tahun 2007. Kehadiran TWM
menimbulkan kemacetan lalu lintas karena tingginya wisatawan yang
berkunjung ke lokasi tersebut disebabkan banyaknya wahana yang
ditawarkan dengan tarif yang relatif murah. Jumlah wisatawan yang
berkunjung setahun setelah dibuka sudah mencapai 110.504 wisatawan, dan
bertambah menjadi 113.819 wisatawan pada tahun 2009.
R A P -T O UR IS M P UNC A K
D imen s i H u ku m d an K elemb ag aan
60
UP
40
Other Distingishing Features
20
R eal V alue
0 B AD GOOD
R eferenc es
0 20 40 60 80 100 120
3 1 .8 6 A nc hors
-20
-40
DO WN
-60
J UML A H L E MB A G A Y G TE R K A IT P A R IW IS A TA 5 .3 8
J UML A H K E B IJ A K A N Y G ME NG A TUR P A R IW IS A TA 8 .3 5
P E R S E NTA S E S D M Y G TL H B E K E R J A Y G D IL A TIH
P A R IW IS A TA 7 .6 3
K E TE R S E D IA A N L E MB A G A Y G ME NA NG A NI S E C A R A
8 .5 7
Attribute
INTE G R A TIF
K E TE R S E D IA A N P E D O MA N TE K NIS O P E R A S IO NA L 8 .2 8
F R E K UE NS I K O O R D INA S I D L M P E NG E L O L A A N
P UNC A K 4 .7 2
F R E K UE NS I S O S IA L IS A S I K E B IJ A K A N 4 .1 6
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
R o o t Me a n S q u a re C h a n g e in O rd in a ti o n w h e n S e le c te d A ttri b u te R e m o v e d (o n
S u s ta i n a b i lity s c a l e 0 to 100)
R A P -T O UR IS M P UNC A K
D imen s i E ko lo g i
60
UP
40
20
R eal V alue
0 BAD G OOD
R eferenc es
0 20 40 60 80 100 120
A nc hors
-20
-40 31.38
DO W N
-60
N ila i In d ik ato r K eb erla n ju tan D im en s i E k o lo g i R a p -T o u ris m
P u n c ak
Hasil pengukuran kualitas udara ambien yang diukur oleh Dinas Tata
Ruang dan Lingkungan Hidup pada tahun 2008 serta pengukuran oleh Badan
Lingkungan Hidup pada Bulan Desember 2009 di dua titik yang sama yaitu di
depan PT Honoris Kecamatan Ciawi dan perempatan Ciawi menunjukkan nilai
tingkat kebisingan yang melampaui ambang batas berdasarkan Keputusan
MENLH no. 48 tahun 1996. Hasil pengukuran kebisingan menunjukkan kisaran
angka 75,2 sampai 85,7 dBA sedangkan yang diperkenankan adalah sampai 70
dBA. Penurunan kualitas udara di Kawasan Puncak tidak didukung dengan
penambahan ruang terbuka hijau. Tutupan lahan hutan menurun dari 41,62%
pada tahun 1992 menjadi 29,55% pada tahun 2006 (Dewi 2010).
F R E K UE NS I K E J A D IA N B E N C A NA A L A M 7 .8 8
TING K A T K E B IS ING A N 2 .6 4
D A Y A D UK UNG K A W A S A N W IS A TA 1 0 .2 9
Attribute
J UML A H T IMB UL A N S A MP A H 4 .9 2
K A D A R TO T A L C O L L IF O R M 5 .3 1
L UA S TUT UP A N L A H A N 5 .2 2
K E P A D A T A N L A L U L INT A S 5 .4 0
K E P A D A TA N P E ND UD UK 5 .8 5
K A N D UNG A N C O D 5 .8 6
0 2 4 6 8 10 12
R o o t Me a n S q u a re C h a n g e i n O rd i n a ti o n w h e n S e l e c te d A ttri b u te
R e m o v e d (o n S u s ta i n a b i l i ty s c a l e 0 to 100)
Daya dukung kawasan wisata diukur melalui analisis daya dukung wisata
di tujuh objek tempat wisata yaitu Taman Safari Indonesia (TSI), Taman Wisata
Matahari (TWM), Taman Melrimba, Agrowisata Gunung Mas, Curug Cilember,
Curug Panjang, dan Telaga Warna. Sesuai hasil analisis daya dukung obyek
wisata pada bab IV, diperoleh hasil bahwa kunjungan wisatawan ke lokasi Curug
Cilember dan Agrowisata Gunung Mas telah melampaui daya dukung efektif
(ECC) yang dimiliki oleh kedua lokasi wisata tersebut. Berdasarkan data
145
air hujan ke dalam tanah, bukan berdasarkan besarnya erosi tanah yang terjadi
(Departemen PU 2010). Berdasarkan hasil perhitungan indeks konservasi,
maka didapatkan luas lahan yang dikategorikan normal – kritis pada tabel
dibawah ini. Data luas lahan kritis dapat dilihat pada tabel 52 berikut.
1 Ciawi 2 2 - -
2 Cisarua 6 3 2 4
3 Megamendung 12 11 4 3
Kerentanan Tanah
Luas
Sungai/Danau/ (Ha)
No Kecamatan Rendah Menengah Tinggi
Setu/Waduk
Ha % Ha % Ha % Ha %
3 Megamendung 1916,81 30,70 4278,08 68,53 21,17 0,34 26,82 0,43 6242,87
yang termasuk kategori buruk (rendah) adalah daya saing wisata, jumlah KUKM
di Kawasan Puncak, jumlah industri besar dan sedang serta jumlah keluarga
sejahtera (KS II, III dan III +).
R A P -T OUR IS M P UNC A K
D imen s i E ko n o mi
80
60
UP
Other Distingishing Features
40
67.87
20
R eal V alue
R eferenc es
BAD
0 GOOD A nc hors
0 20 40 60 80 100 120
-20
-40
DO W N
-60
N ilai In d ik ato r K eb erlan ju tan D imen s i E k o n o mi
R a p -T o u ris m P u n c ak
tahun, maka total dana yang dikeluarkan wisatawan dan beredar di kawasan
Puncak atau purchasing power parity pariwisata adalah Rp. 1.935.695.900.264.
Tabel 55. Rasio KUKM berdasarkan data KUKM (Koperasi, UMKM dan IKM)
dan jumlah penduduk
Jumlah Rasio
No. Kecamatan Koperasi UMKM IKM KUKM
Penduduk KUKM:pddk
Jumlah KUKM (Koperasi dan Usaha Kecil Menengah) yang ada di setiap
wilayah dapat dijadikan salah satu indikator pertumbuhan dan pemerataan
kegiatan ekonomi di masyarakat. Walaupun aktivitas pariwisata baik di
Kecamatan Ciawi, Cisarua dan Megamendung berperan sebagai sektor
unggulan dan memberikan kontribusi yang selalu meningkat tiap tahunnya
terhadap PAD dan PDRB, namun dilihat dari aktivitas masyarakat setempat
untuk berusaha di koperasi dan UKM masih kurang. Hal ini terlihat dari jumlah
KUKM dan rasio KUKM terhadap penduduk.
150
J UML A H IND US TR I B E S A R D A N S E D A NG 6 .8 3
J UML A H K U NJ UNG A N W IS A TA D I K A W A S A N P U NC A K 4 .8 4
J UML A H K UK M D I K A W A S A N P U NC A K 1 0 .6 5
R A TA -R A TA P E NG E L UA R A N W IS A TA W A N P U NC A K
Attribute
TH D P P A D P A R IW IS A T A 5 .7 9
P U R C H A S IN G P O W E R P A R IT Y P A R IW IS A TA 5 .8 6
S TA T US K A W A S A N 5 .3 0
R A TA -R A TA B IA Y A P E R J A L A NA N W IS A TA 5 .3 6
P E R K E MB A N G A N K O NTR IB US I P A D P A R IW IS A T A TH D
TO TA L P A D 4 .5 1
D A Y A S A ING W IS A TA 5 .3 7
0 2 4 6 8 10 12
R o o t Me a n S q u a re C h a n g e in O rd in a tio n w h e n S e le c te d A ttrib u te R e m o v e d (o n
S u sta in a b ility sc a le 0 to 100)
sektor pariwisata (5,63%), laju pertumbuhan penduduk (5,40%) dan lama masa
tinggal wisatawan (5,18%), jumlah kunjungan masyarakat ke tempat pelayanan
kesehatan (4,89%) dan jumlah seni tradisional (3,18%). Guna meningkatkan
indeks keberlanjutan sosial budaya dalam pengelolaan pariwisata di Kawasan
Puncak maka diperlukan upaya meningkatkan cakupan tenaga kerja di sektor
pariwisata, menurunkan laju pertumbuhan penduduk, meningkatkan lama masa
tinggal wisatawan, meningkatkan kesehatan masyarakat dan meningkatkan
pembinaan seni tradisional. Hasil analisis leverage dapat dilihat pada
gambar 30.
Tangerang dan Bekasi pada umumnya tidak menginap atau kurang dari satu
hari. Namun untuk wisatawan mancanegara pada umumnya menginap lebih dari
5 hari. Angka rata-rata lama tinggal di Kawasan Puncak sebesar 1,8 hari masih
lebih rendah dibandingkan dengan Lembang Kabupaten Bandung sebanyak 2,1
hari dan Yogyakarta sebanyak 2,4 hari (Trisnawati et al., 2008). Berdasarkan
hasil penelitian STIPAR (2006), wisatawan yang menginap pada umumnya
memiliki pendapatan yang cukup tinggi dan termasuk pada wisatawan kalangan
menengah ke atas namun jumlahnya tidak terlalu besar. Berdasarkan fakta
tersebut maka dapat menjadi peluang bagi Kabupaten Bogor dalam program
pemasaran pariwisata agar diarahkan kepada segmen wisatawan tersebut.
sumber air terutama air tanah masih layak digunakan, karena pada umumnya
kondisi air tanah di Kabupaten Bogor relatif masih baik. Berdasarkan data dari
BPS tahun 2009 jumlah rumah tangga pelanggan air minum dan pemakaian air
minum dari PDAM disajikan pada tabel 56.
Tabel 56. Rumah tangga pelanggan dan pemakaian air minum dari
PDAM di lokasi penelitian dari tahun 2005 s.d 2008
Ciawi Cisarua Megamendung
Tahun
Pelanggan Pemakaian Pelanggan Pemakaian Pelanggan Pemakaian
3 3 3
(RT) (M ) (RT) (M ) (RT) (M )
Pada tahun 2008, rumah tangga pelanggan air minum yang terbesar
adalah di Kecamatan Cisarua sebanyak 1.264 Rumah Tangga, sedangkan yang
terkecil adalah di Kecamatan Megamendung sebanyak 142 Rumah Tangga.
Penambahan jumlah rumah tangga pelanggan air minum setiap tahunnya baik di
Kecamatan Ciawi, Cisarua maupun Megamendung cenderung konstan.
Demikian pula untuk pemakaian air bersih dari tahun 2005 sampai dengan 2008
di tiga kecamatan tersebut cenderung konstan, kecuali di Megamendung terjadi
peningkatan pemakaian hampir dua kali lipat dari 433.332 m3 pada tahun 2007
menjadi 997.657 m3 pada tahun 2008. Jumlah rumah tangga pelanggan air
minum di Kecamatan Ciawi, Cisarua dan Megamendung menunjukkan
peningkatan setiap tahunnya, sebagaimana dapat dilihat pada tabel 57.
Tabel 57. Jumlah rumah tangga pelanggan air minum tahun 2005-2008
Sumber timbulan sampah yang ada pada umumnya berasal dari rumah
tangga, perdagangan, pariwisata, perkantoran dan industri rumah tangga.
Pengelolaan sampah di wilayah tiga kecamatan tersebut, sebagian kecil sudah
dilayani pemerintah daerah dalam hal ini dikelola oleh dinas kebersihan dan
pertamanan untuk sampah-sampah di rumah dan fasilitas umum serta PD Pasar
Tohaga untuk sampah pasar. Namun demikian wilayah pelayanannya baru
menjangkau daerah sekitar kawasan perdagangan. Sebagian besar pengelolaan
dilakukan secara individual dengan membakar atau menimbun disekitar
pekarangan rumah, bahkan sebagian masyarakat masih membuang sampah ke
aliran sungai atau lahan-lahan kosong (Departemen PU 2008). Pada saat ini
pengelolaan sampah belum dapat dikelola dengan baik, dalam arti bahwa
ketersediaan prasarana belum dapat memenuhi kebutuhan penduduk. Tetapi
untuk kawasan yang berada di sepanjang jalan jalur regional, sistem pengelolaan
sampah sudah cukup baik, dimana di sepanjang permukiman penduduk telah
terdapat bak-bak sampah di setiap rumah. Data timbulan sampah berdasarkan
pengolahan sampah dapat dilihat pada tabel 58.
Tabel 60. Nilai indeks keberlanjutan kawasan puncak Kabupaten Bogor tahun
2010
No Dimensi Keberlanjutan Nilai Indeks INDIKATOR
Agar nilai indeks ini dimasa yang akan datang dapat terus meningkat
sampai mencapai status berkelanjutan perlu perbaikan-perbaikan terhadap
atribut-atribut yang sensitif berpengaruh terhadap nilai indeks dimensi hukum
dan kelembagaan, ekologi, ekonomi, sosial budaya dan sarana prasarana.
159
Atribut-atribut yang dinilai oleh para pakar didasarkan pada kondisi eksisting
wilayah.
Adapun gambar diagram layang-layang hasil analisis keberlanjutan
seperti pada gambar 33.
Tabel 61. Perbedaan nilai indeks keberlanjutan analisis Monte Carlo dengan
analisis Rap-Tourism Kawasan Puncak
Nilai Indeks Keberlanjutan (%)
Dimensi Keberlanjutan Perbedaan
MDS Monte Carlo
Hasil analisis rap tourism menunjukkan bahwa semua atribut yang dikaji
terhadap status keberlanjutan untuk kawasan pariwisata Puncak Kabupaten
Bogor, cukup akurat sehingga memberikan hasil analisis yang semakin baik dan
dapat dipertanggungjawabkan. Ini terlihat dari nilai stress yang hanya berkisar
antara 13% sampai 14% dan nilai koefisien determinasi (R2) yang diperoleh
berkisar antara 0,92 dan 0,95. Hasil analisis cukup memadai apabila nilai stress
lebih kecil dari nilai 0,25 (25%) dan nilai koefisien determinasi (R2) mendekati
nilai 1,0. Adapun nilai stress dan koefisien determinasi seperti tabel 62.
Atribut-atribut yang sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai indeks
keberlanjutan multidimensi berdasarkan hasil analisis leverage masing-masing
dimensi sebanyak 29 atribut. Atribut-atribut tersebut perlu diperbaiki dengan
tujuan untuk meningkatkan status keberlanjutan pariwisata di Kawasan Puncak.
Perbaikan dapat dilakukan melalui peningkatan kapasitas atribut yang
mempunyai dampak positif terhadap peningkatan nilai atau status keberlanjutan,
sedangkan untuk atribut yang menimbulkan permasalahan bagi keberlanjutan
suatu dimensi, maka dapat diupayakan semaksimal mungkin dengan cara
memperbaiki kinerja atribut tersebut. Selanjutnya dari 29 atribut tersebut akan
menjadi masukan atau input dalam penyusunan suatu sistem pengelolaan
pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan di Kawasan Puncak.
Tabel 62. Hasil Analisis RAP-TOURISM untuk nilai stress dan koefisien
determinasi (R2)
Dimensi Keberlanjutan
Parameter
A B C D E