Anda di halaman 1dari 3

adakah kaitannya antara sikap permisif kita terhadap perilaku

koruptif, dengan perkembangan kejahatan korupsi ?


By darpawan Leave a Komentar

Categories: Pemberantasan Korupsi

(renungan untuk memperingati hari Anti Korupsi Sedunia)

Saya rasa tidak ada satupun dari kita yang tidak sependapat
bahwa korupsi itu merugikan dan berbahaya. Tetapi yang lebih
menarik dicatat adalah seberapa permisif kita terhadap
perilaku koruptif disekeliling kita?

Ketika saya masih duduk di bangku SD, saya sering


memperhatikan perilaku almarhum Ayah saya ketika bepergian
kesuatu tempat. Saat beranjak dari tempat parkir, Ia tidak
pernah lupa meminta karcis parkir sebagai bukti bahwa Ia
telah membayar uang parkir kepada tukang parkir yang
bertugas menjaga tempat itu. Sesekali Ia menggerutu jika
bertemu tukang parkir pura-pura lupa memberikan karcis.

Itu terjadi kira-kira 20 tahun yang lalu, saat itu saya sama
sekali tidak paham apa pelajaran yang terkandung di dalam
kebiasaan Ayah saya itu. Saat itu Saya tahu bahwa mencuri
adalah perbuatan yang dilarang, tapi saya tidak paham bahwa
cara mencuri itu ternyata banyak sekali. Istilah korupsi waktu
itu sama sekali tidak familiar bagi Saya. Anak SD sekarang
mungkin saja sudah pintar menghina temannya dengan ejekan
“hei anak koruptor!” (yang kebetulan ayahnya dihukum karena
melakukan korupsi)

Diakui atau tidak, sehari-hari kita terlalu sering melihat atau


mendengar peristiwa yang berbau korupsi. Namun kita lebih
memilih membicarakannya saja dan kemudian mengambil
tindakan permisif, jika menurut kita perbuatan itu tidak terlalu
besar efeknya bagi kita, atau ingin mengamankan diri.

Ketika pekerjaan semakin susah diperoleh, peluang untuk


memperoleh kesempatan kerja semakin kecil, kemampuan
pas-pasan, sistem rekrutmen dikacaukan dengan perilaku
sogok menyogok, kita kemudian merasa frustasi dengan
keadaan tersebut. Inilah salah satu sebab kenapa perilaku
premisif terhadap perilaku koruptif menjadi semakin
berkembang. Ketika mendapatkan pekerjaan, kita berusaha
membuang idealisme kita dan mengikuti arus untuk bertahan
supaya “dapur tetap berasap”. Ini semua sungguh keadaan
yang sulit, selalu menempatkan kita pada situasi “abu-abu”.
Batin kita tertekan oleh pertentangan-pertentangan, energi
yang besar justru terbuang karena pergulatan batin ini.

Persoalan pemberantasan korupsi tidak bisa hanya dilihat dari


sisi penegakan hukum yang represif (reaksi ketika pelanggaran
telah terjadi) dan integritas penegak hukum, tapi harus dilihat
juga dari perilaku masyarakat yang semakin permisif terhadap
perilaku-perilaku koruptif. Seperti yang saya ceritakan di atas,
seberapa banyak dari kita yang malas meminta karcis parkir?
(entah alasannya karena merasa kasihan dengan tukang parkir
yang penghasilannya kecil, atau karcis parkir itu memang tidak
penting bagi anda, buang-buang waktu saja, “uang lima ratus
rupiah aja kok ruwet?”)

Penegakan hukum dari sisi pencegahan merupakan investasi


jangka panjang yang sangat penting bagi negara. Perilaku-
perilaku permisif, baik karena ketakutan kita berperilaku
“berbeda” dengan lingkungan kita, atau merasa rendah diri
karena kita hanya masyarakat biasa, kemudian berpikir “ah
biarkan mereka para Pejabat Negara saja yang mengurus
urusan korupsi ini!”, adalah perilaku yang patut
dipertimbangkan kembali untuk dirubah.

Persoalannya, melakukan perubahan itu tentu tidak semudah


merubah perilaku tukang parkir yang sering “pura-pura lupa”
menyerahkan karcis parkir, namun apapun kesulitannya, kita
harus kreatif dan terus mencari cara agar bertahan dalam
situasi dan lingkungan yang tidak terlalu mendukung idealisme
kita.

Membangun masyarakat yang sensitif terhadap perilaku-


perilaku koruptif memang tidak bisa instant, perlu kesabaran
dan kemauan yang keras. Lembaga-lembaga pendidikan harus
memperkenalkan sedini mungkin kepada anak didiknya
mengenai pentingnya mengenali bahaya korupsi yang bisa
mempengaruhi masa depannya. Semuanya layak dilakukan,
karena demi kejayaan bangsa dan negara.

Selamat memperingati hari Anti Korupsi Sedunia pada tanggal


9 Desember 2009.

Waingapu, 6 Desember 2009

Anda mungkin juga menyukai