Anda di halaman 1dari 3

antara penampilan, teori dan rasa 

beragama
By darpawan Leave a Komentar

Categories: Sosial

Seorang guru agama di sebuah sekolah menengah pertama


sedang berbagi ilmu kepada siswanya, guru itu menyuruh
siswanya merasakan panasnya api yang dihasilkan korek api,
dan mengatakan bahwa panasnya api neraka lebih panas dari
api yang menyala dari sebatang korek api. Guru itu kemudian
menyundutkan korek api yang sedang menyala itu ke pipi
seorang siswi yang wajahnya lumayan cantik, akibatnya? Oh…
bukan hanya panas dan sakit yang ia rasakan, pipinya juga
bolong karena luka bakar ringan…bekas luka itu tentunya gak
akan sembuh secepat guru itu melupakan pelajaran hari itu.
Ya…guru itu memang pintar menciptakan “neraka” kecil bagi
siswi itu….alih alih mengajarkan supaya siswanya takut kepada
neraka, yang ada malah perasaan minder yang akan dihadapi
siswi itu karna mukanya jadi bopeng…

Apa sih yang salah? Apakah agama musti kita salahkan karena
mengenalkan suatu tempat yang bernama “Suarga loka dan
Kawah Candradimuka”? “Surga dan Neraka” nggak ah…teks-
teks agama itu punya tujuan tertentu, agama bukan
pengetahuan hapalan biasa, semuanya punya makna yang
sangat dalam dan jika dipelajari dengan benar akan menuntun
kita mengoperasikan mesin yang bernama “manusia” ini
dengan lebih baik, gak cepet rusak.. (mirip seperti saat kita
membaca buku petunjuk/ petunjuk manual penggunaan
kendaraan bermotor)

Berangkat dari kenyataan-kenyataan kehidupan inilah kita


harus mulai berhenti terpaku kepada penampilan dan teori
apalagi bermain-main dengan logika. Saya tidak mengatakan
bahwa logic itu gak penting, apalagi teori…penting itu!. Tapi
bukan segala-galanya

Coba kita mikir sama-sama, berapa sering kita sudah tertipu


oleh penampilan? seberapa sering kita sudah disesatkan oleh
logika?? kita bisa hitung sendirilah… Saya pikir yang perlu
mulai dilakukan adalah merasakan agama, terasa gak sih
agama itu di hati kita? atau semuanya cuman soal takut sama
Tuhan? Tuhan gak perlu ditakuti ah…yang perlu ditakuti justru
kita sendiri…yang bikin perang siapa? yang bikin korupsi siapa?
coba hitung tragedi kemanusian yang terjadi di seluruh dunia,
berapa yang akibat bencana alam yang memang tidak bisa
dihindari dan berapa banyak tragedi kemanusian bikinan
manusia?? Pemenangnya udah ketahuan kan?!

Seremoni-seremoni keagamaan begitu riuh, niat untuk


menunjukkan identitas keagamaan sangat menggebu gebu,
sehingga kita dimanjakan oleh penampilan-penampilan
manusia yang terlihat begitu elegan dengan identitas
agamanya, jutaan ayat-ayat suci dari agama apa saja tersebar
ke pelosok dunia baik melalui perusahaan content provider,
website, telepati dan segala macam cara….berapa juta jam
dilalui oleh bangsa ini mendengarkan teori-teori agama dalam
acara semacam Dharma Wacana di Pura, di sekolah, di Kantor,
dimana saja. Kalau itu semua berhenti sebagai suatu tujuan,
maka Agama menjadi hambar, rasanya gak enak….seperti
makanan tanpa garam…. Rasa itulah (kalau tidak bisa saya
katakan seharusnya, paling tidak saya setuju dengan pendapat
itu karena tentu akan ada pendapat yang berbeda yang saya
harus hargai) yang sebaiknya menjadi tujuan, supaya agama
bisa dirasakan, merasuk di dalam setiap perkataan dan
perbuatan.

Waingapu, 27 Agustus 2009

Anda mungkin juga menyukai