Anda di halaman 1dari 17

KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Tipes atau thypus adalah penyakit infeksi bakteri pada usus halus dan
terkadang pada aliran darah yang disebabkan oleh Bakteri Salmonella
typhosa atau Salmonella paratyphi A, B dan C, selain ini dapat juga
menyebabkan gastroenteritis (radang lambung). Dalam masyarakat penyakit
ini dikenal dengan nama Tipes atau thypus, tetapi dalam dunia kedokteran
disebut Typhoid fever atau Thypus abdominalis karena berhubungan dengan
usus di dalam perut (Widoyono, 2002).
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu,
gangguan pencernaan dan gangguan kesadaran (Sudoyo, 2009).
Typus Abdominalis (demam Typhoid, Enteric Fever) ialah penyakit
infeksi akut yang diawali di selaput lebder usus dan jika tidak diobati
secara progresif menyerbu jaringan diseluruh tubuh (Mansjoer, 2006).
B. ETIOLOGI
Penyakit tipes Thypus abdominalis merupakan penyakit yang
ditularkan melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh bakteri
Salmonella typhosa, (food and water borne disease). Seseorang yang sering
menderita penyakit tifus menandakan bahwa dia mengkonsumsi makanan atau
minuman yang terkontaminasi bakteri ini. Salmonella thyposa sebagai suatu
spesies, termasuk dalam kingdom Bakteria, Phylum Proteobakteria, Classis
Gamma proteobakteria, Ordo Enterobakteriales, Familia, Enterobakteriakceae, Genus
Salmonella. Salmonella thyposa adalah bakteri gram negative yang bergerak dengan bulu
getar, tidak berspora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu: antigen 0
(somatik, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen V1
(hyalin, protein membrane). Dalam serum penderita terdapat zat anti (glutanin)
terhadap ketiga macam anigen tersebut (Zulkhoni, 2011).

C. MANIFESTASI KLINIS

  Gejala klinis demam typhoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan
dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Masa tunas tersingkat adalah
empat hari, jika infeksi terjadi melalui makanan. Sedangkan, masa tunas terlama
berlangsung 30 hari, jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi, mungkin
ditemukan gejala prodomal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing,
dan tidak bersemangat, yang kemudian disusul dengan gejala-gejala klinis sebagai
berikut :
1.      Demam
Demam berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris remiten, dan dengan suhu
tubuh yang tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama, suhu berangsur-angsur
meningkat, biasanya turun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari.
Pada minggu kedua, penderita terus demam dan pada minggu ketiga demam penderita
berangsur-angsur normal.
2.      Gangguan pada Saluran Pencernaan
Nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah, lidah putih kotor (coated
tounge) ujung dan tepi kemerahan, perut kembung, hati dan limpa membesar, disertai
nyeri pada perabaan.
3.      Gangguan Kesadaran
Kesadaran menurun, walaupun tidak terlalu merosot, yaitu apatis sampai
samnolen atau somnolence (keinginan untuk tidur dan terus tidur). Di samping gejala-
gejala tersebut , pada punggung dan anggota gerak juga dijumpai adanya roseola, yaitu
bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit

D. PATOFISIOLOGI
      Kuman Salmonella masuk bersama makanan atau minuman yang terkontaminasi,
setelah berada dalam usus halus mengadakan invasi ke jaringan limfoid usus halus
(terutama plak peyer) dan jaringan limfoid mesenterika. Setelah menyebabkan
peradangan dan nekrosis setempat kuman lewat pembuluh limfe masuk ke darah
(bakteremia primer) menuju organ retikuloendotelial sistem (RES) terutama hati dan
limpa. Di tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit retikuloendotelial
sistem (RES) dan kuman yang tidak difagosit berkembang biak.
            Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali masuk ke darah menyebar ke
seluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian kuman masuk ke organ tubuh terutama
limpa, kandung empedu yang selanjutnya kuman tersebut dikeluarkan kembali dari
kandung empedu ke rongga usus dan menyebabkan reinfeksi usus. Dalam masa
bakteremia ini kuman mengeluarkan endotoksin. Endotoksin ini merangsang sintesa dan
pelepasan zat pirogen oleh lekosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen
yang beredar di darah mempengaruhi pusat termoregulator di hipothalamus yang
mengakibatkan timbulnya gejala demam.
            Makrofag pada pasien akan menghasilkan substansi aktif yang disebut monokines
yang menyebabkan nekrosis seluler dan merangsang imun sistem, instabilitas vaskuler,
depresi sumsum tulang dan panas. Infiltrasi jaringan oleh makrofag yang mengandung
eritrosit, kuman, limfosist sudah berdegenerasi yang dikenal sebagai tifoid sel. Bila sel ini
beragregasi maka terbentuk nodul terutama dalam  usus halus, jaringan limfe
mesemterium, limpa, hati, sumsum tulang dan organ yang terinfeksi.
            Kelainan utama yang terjadi di ileum terminale dan plak peyer yang hiperplasi
(minggu I), nekrosis (minggu II) dan ulserasi (minggu III). Pada dinding ileum terjadi
ulkus yang dapat menyebabkan perdarahan atau perforasi intestinal.

E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Pemeriksaan darah perifer lengkap (Masjoer, 2002)
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukosistosis atau kadar leukosit
normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi
sekunder. Dapat pula ditemukan anemia ringan dan trombositopeni.
Pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia maupun
limfopeni laju endap darah dapat meningkat.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT, SGPT ini tidak memerlukan penanganan
khusus.
3. Pemeriksaan uji widal
Dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri salmonella
typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen bakteri
salmonella typhi dengan antibody salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Uji widal dimaksudkan untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoidenema barium
mungkin juga perlu dilakukan (Mansjoer, 2002).
G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan Typhus Abdominalis menurut Widodo (2006) terdiri atas 3
bagian yaitu dengan perawatan,diet,danobat-obatan(medikasi).
1. Perawatan
Pasien Typhus Abdominalis perlu di rawat di rumah sakit untuk
isolasi, observasi, dan pengobatan. Pasien harus tirah baring sampai
minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud
tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi pendarahan
usus atau perforasi usus. Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap,
sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus
diubah-ubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi
pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu di
perhatikan, karena kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
2. Diet
Makanan harus cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan
makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan
tidak menimbulkan gas. Bila kesadaran menurun dapat diberikan
makanan cair melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan
baik dapat juga diberikan makanan lunak. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pemberian makanan padat dini yaitu nasi dengan lauk
pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan
denganaman.
3. Obat-obatan
a. Obat-obat anti mikroba yangsering di pergunakan ialah:
1) Kloramfenikol; obat anti mikroba yang dapat meredakan demam
dengan cepat.
2) Tiamfenikol; efektifitas tiamfenikol pada demam typoid hampir
sama dengan kloramfenikol.
3) Cotrimoksazol (kombinasi dari Sulfamitoksasol); efektifitas obat
ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol.
b. Obat-obat anti biotik yangseringdipergunakan ialah :
1) Ampicillin dan Amoksisilin; indikasi mutlak penggunaannya
adalah pasien demam typhoid dengan leokopenia.
2) Cefalosforin generasi ketiga; beberapa uji klinis menunjukkan
Cefalosforin generasi ketiga antara lain Sefiperazon, Ceftriakson,
dan Cefotaxim efektif untuk demam.
3) Fluorokinolon; efektif untuk demam typoid, tetapi dosis dan
lama pemberian yang optimal belum di ketahui dengan pasti.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi Typhus Abdominalis menurut Widodo (2006) dapat terjadi
pada usus halus dan diluar usus halus, antara lain:
1. Komplikasi pada Usus Halus
a. Perdarahanusus
Usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat
terbentuk tukak atau luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap
sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh
darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus
dindingusus maka perforasi dapat terjadi.
b. Perforasi usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya
timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu
pertama. Penderita Typhus Abdominalis dengan perforasi mengeluh
nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang
kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan tanda-tanda
ileus.
c. Peritonitis
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi
usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat,
dinding abdomen tegang (defence musculair) dan nyeri tekan.
2. Komplikasi diluar Usus Halus
a. Komplikasi kardiovaskular meliputi gagal sirkulasi perifer, miokarditis,
tromboflebitis.
b. Komplikasi paru meliputi pneumonia, emphiema, pleuritis.
c. Komplikasi hepatobilier meliputi hepatitis, kolesistitis.
d. Komplikasi ginjal meliputi glomerulonefritis, pielonefritis, perinefritis.
e. Komplikasi tulang meliputi osteomielitis, periositis, spondiltis,
arthritis.
f. Komplikasi neuropsikiatrik atau Typhoid toksik

Konsep Asuhan Keperawatan

A. PENGKAJIAN

a.       Identitas
Di dalam identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pendidikan, No.
Registrasi, status perkawinan, agama, pekerjaan, tinggi badan, berat badan dan tanggal MRS.
b.    Keluhan utama
Pada pasien Typhoid biasanya mengeluh perut merasa mual dan kembung, nafsu makan
menurun, panas, dan demam.
c.    Riwayat Penyakit dahulu
Apakah pasien sebelumnya pernah mengalami sakit Typhoid, dan apakah menderita
penyakit lainnya.
d.   Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien Typhoid demam, anorexia, mual, muntah, diare, perasaan tidak
enak di perut, pucat (anemi), nyeri kepala/pusing, nyeri otot, lidah kotor, gangguan kesadaran
berupa somnolen sampai koma.
e.    Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah menderita Typhoid atau sakit yang
lainnya.
f.     Riwayat Psikososial
Psikososial sangat berpengaruh sekali terhadap psikologis pasien, dengan timbul gejala-
gejala yang dialami, apakah pasien dapat menerima pada apa yang di deritanya.
g.    Pola-pola fungsi kesehatan
1.   Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan napsu makan selama sakit, lidah kotor, dan rasa pahit
waktu makan sehingga dapat mempengaruhi status nutrisi berubah.
2.   Pola aktivitas dan latihan
Pasien akan terganggu aktivitasnya akibat adanya kelemahan fisik serta pasien akan
mengalami keterbatasan gerak akibat penyakitnya.
3.   Pola tidur dan aktivitas
Kebiasaan tidur pasien akan terganggu dikarenakan suhu badan yang meningkat, sehingga
pasien merasa gelisah, pada waktu tidur.
4.   Pola Eliminasi
Kebiasaan dalam BAK akan terjadi retensi bila dehidrasi karena panas yang meninggi,
konsumsi cairan yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
5.   Pola reproduksi dan seksual
Pola reproduksi dan seksual pada pasien yang telah atau sudah menikah akan terjadi
perubahan.
6.   Pola persepsi dan pengetahuan
Bagaimanakah persepsi terhadap status kesehatan saat ini dan sampai sejauh mana pasien
memahami penyakit dan perawatannya.
7.   Pola konsep diri
Adakah gangguan konsep diri.
8.   Pola Penaggulangan Stres
Kaji apakah yang biasa dilakukan pasien dalam menghadapi setiap stressor.
9.   Pola hubungan interpersonal
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan mengalami
hambatan dalam menjalankan perannya selama sakit.
10.  Pola tata nilai dan kepercayaan
Adakah gangguan dalam pelaksanaan ibadah sehari-hari.
h.      Pemeriksaan fisik
1.   Keadaan umum
Biasanya pada pasien Typhoid mengalami badan lemah, panas, pucat, mual, perut tidak enak,
dan anorexia.
2.   Kepala dan leher
Konjungtiva anemia, mataa cowong, muka pucat/bibir kering, lidah kotor, ditepi dan di tengah
merah.
3.   Dada dan abdomen
Di daerah abdomen ditemukan nyeri tekan
4.   Sistem integument
Turgor kulit menurun, pucat, berkeringat banyak, akral hangat.
5.   Sistem eliminasi
Pada pasien Typhoid kadang-kadang diare atau konstipasi, produk kemih pasien bisa mengalami
penurunan (kurang dari normal), normal ½ - 1 cc/kg BB/jam.
i.        Pemeriksaan Penunjang
            Untuk melakukan diagnosis penyakit typhus abdominalis, perlu dilakukan
pemeriksaan laboratorium yang mencakup pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut ;
1.   Pemeriksaan darah tepi : dapat ditemukan leukopenia, limfositosis relatif,
aneosinofilia, trombositopenia, anemia.
2.   Biakan empedu : basil salmonella typhii ditemukan dalam darah penderita biasanya
dalam minggu pertama sakit.
3.   Uji Widal
 Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga
terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal
adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita
typhoid. Akibat infeksi oleh Salmonella Thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
1.    Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
2.    Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
3.    Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
     Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk
diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
4.   Pemeriksaan SGOT/SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal
setelah sembuhnya typhoid.
Analisa data
            Data yang sudah terkumpul dikelompokkan dan dianalisis untuk menentukan masalah
klien. Untuk mengelompokkan data ini dilihat dari jenis data yang meliputi data subyek dan
dan data obyek. Data subyek adalah data yang diambil dari ungkapan klien atau keluarga
klien sedangkan data obyek adalah data yang didapat dari suatu pengamatan atau pendapat
yang digunakan untuk menentukan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990).

B. DIAGNOSA

Dari analisa data yang diperoleh maka diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus
demam typhus abdominalis yaitu sebagai berikut :
a.    Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
b.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan
yang tidak adekuat, karena pasien tidak nafsu makan, mual, dan kembung.
c.    Risiko tinggi terjadinya kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kurangnya
asupan  (intake) cairan dan peningkatan suhu tubuh.
d.   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan nutrisi (mual dan
muntah) dan pembatasan aktivitas.
e.    Kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita berhubungan dengan kurangnya
informasi.

C. RENCANA TINDAKAN

 Rencana keperawatan yang digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan klien pada
dasarnya sesuai dengan masalah yang  ditemukan pada klien dengan demam tifoid dan hal ini
sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ada.  Perencanaan berisi suatu tujuan
pelayanan keperawatan dan rencana tindakan yang akan digunakan itu untuk mencapai
tujuan, kriteria hasil dan rasionalisai berdasarkan susunan diagnosa keperawatan diatas, maka
perencanaan yang dibuat  sebagai berikut :
a.     Diagnosa 1
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
Tujuan : Hipertermi teratasi
Kriteria hasil :
1.   Suhu dalam batas normal.
2.   Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.
3.   Turgor kulit elastis
4.   Pengisian kapiler kurang dari 3.
5.   Membrane mukosa

Intervensi Rasional
1.      Kaji dan catat suhu tubuh setiap 2 atau 4 jam.
1.      Tindakan ini sebagai dasar untuk
2.      Observasi membrane mukosa, pengisian menentukan intervensi.
kapiler, dan turgor kulit. 2.      Untuk mengidentifikasi tanda-tanda
3.      Berikan minum 2-2,5 liter sehari selama 24 dehidrasi akibat panas.
jam. 3.      Kebutuhan cairan dalam tubuh cukup
4.      Berikan kompres hangat pada dahi, ketiak, mencegah terjadinya panas.
dan lipat paha. 4.      Kompres hangat memberi efek vasodilatasi
pembuluh darah, sehingga mempercepat
penguapan tubuh.
5.      Anjurkan pasien untuk tirah baring (bed rest)5.      Menurunkan kebutuhan metabolisme tubuh
sebagai upaya pembatasanaktivitas selama sehingga turut menurunkan panas.
fase akut. 6.      Pakaian tipis memudahkan penguapan panas.
6.      Anjurkan pasien untuk menggunakan Saat suhu tubuh naik, pasien akan banyak
pakaian yang tipis dan menyerap keringat. mengeluarkan keringat.
7.      Untuk menurunkan atau mengontrol panas
7.      Berikan terapi obat golongan antipiretik badan.
sesuai program medis evaluasi efektivitasnya.
8.      Pemberian antibiotik sesuai program medis. 8.      Untuk mengatasi infeksi dan mencegah
9.      Pemberian cairan parenteral sesuai program penyebaran infeksi.
medis. 9.      Penggantian cairan akibat penguapan panas
tubuh.
10.  Observasi hasil pemeriksaan darah dan feses.10.  Untuk mengetahui perkembangan penyakit
11.  Observasi adanya peningkatan suhu secara tipes dan efektivitas terapi.
terus-menerus, distensi abdomen, dan nyeri 11.  Peningkatan suhu secara terus-menerus
abdomen. setelah pemberian antiseptik dan antibiotik,
kemungkinan mengindikasikan terjadinya
komplikasi perforasi usus.

b.      Diagnosis 2
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang
tidak adekuat, karena pasien tidak nafsu makan, mual, dan kembung.
1.   Tujuan : Pemenuhan kebutuhan nutrisi yang tidak memadai
2.   Kriteria hasil :
a.    Tidak terjadi mual dan kembung
b.    Nafsu makan meningkat
c.    Pasien mampu menghabiskan satu porsi makanan
d.   Berat badan meningkat/normal
Intervensi Rasionalisasi
1.      Kaji pola makan dan status pasien 1.      Sebagai dasar untuk menentukan intervensi.
2.      Mencegah iritasi usus dan distensi abdomen.
2.      Berikan makan yang tidak merangsang
(pedas, asam, dan mengandung gas). 3.      Mencegah terjadinya iritasi usus dan
3.      Berikan makanan lunak selama fase akut komplikasi perforasi usus.
(masih ada panas atau suhu lebih dari
normal). 4.      Mencegah rangsangan mual/muntah.
4.      Berikan makan dalam porsi kecil tapi sering.
5.      Timbang berat badan pasien setiap hari. 5.      Untuk mengetahui masukan
makanan/penambahan berat badan.

6.      Lakukan perawatan mulut secara teratur6.      Meningkatkan nafsu makan.


dan sering.
7.      Jelaskan pentingnya asupan nutrisi yang
7.      Agar pasien bersikap kooperatif dalam
memadai pemenuhan nutrisi.
8.      Berikan terapi antiematik sesuai program8.      Untuk mengontrol mual dan muntah,
medis. sehingga dapat meningkatkan masukan
makanan.
9.      Berikan nutrisi parenteral sesuai program
9.      Untuk mengistirahatkan gastrointestinal dan
terapi medis, jika pemberian makanan memberikan nutrisi penting untuk
oral tidak dapat diberikan. metabolisme tubuh.

c.       Diagnosis 3 
Risiko tinggi terjadinya kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kurangnya
asupan  (intake) cairan dan peningkatan suhu tubuh.
1.        Tujuan : keseimbangan cairan tubuh memadai.
2.        Kriteria hasil :
a.     Asupan (intake) dan keluaran (output) cairan seimbang
b.     Tanda-tanda vital dalam batas normal
c.     Membran mukosa lembab.
d.    Pengisian kapiler baik (<3).
e.     Produksi urine normal.
f.      Berat badan normal.
g.     Hematokrit dalam batas normal.

Intervensi Rasional
1.      Observasi tanda-tanda vital setiap 4 jam. 1.      Hipotensi, takikardia, dan demam
menunjukkan respon terhadap kehilangan
2.      Monitor tanda-tanda kekurangan cairan cairan tubuh.
(turgor kulit tak elastis, produksi urine 2.      Tanda-tanda tersebut menunjukkan
menurun, membran mukosa kering, bibir kehilangan cairan berlebihan/dehidrasi.
pecah-pecah, dan pengisian kapiler lambat).
3.      Observasi dan catat masukan serta keluaran
cairan setiap 8 jam. 3.      Untuk mendeteksi keseimbangan cairan dan
4.      Berikan cairan per oral 2-2,5 liter per hari, elektrolit.
jika pasien tidak muntah. 4.      Untuk pemenuhan kebutuhan cairan tubuh.
5.      Timbang berat badan pasien setiap hari 5.      Berat badan merupakan indikator
dengan alat ukur yang sama. kekurangan cairan dan status nutrisi.
6.      Berikan cairan parenteral sesuai program
6.      Untuk memperbaiki kekurangan volume
medis. cairan.
7.      Awasi data laboratorium (hematokrit). 7.      Indikator status cairan pasien, evaluasi
adanya hemokonsentrasi.

d.      Diagnosis 4
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak adekuatnya masukan nutrisi (mual dan
muntah) dan pembatasan aktivitas.
1.        Tujuan : toleran terhadap aktivitas
2.        Kriteria hasil :
a.     Tidak ada keluhan lelah
b.     Tidak ada takikardia dan takipnea saat melakukan aktivitas.
c.     Kebutuhan aktivitas pasien terpenuhi.

Intervensi Rasional
1.      Kaji tingkat toleransi pasien terhadap 1.      Sebagai dasar untuk menentukan intervensi
aktivitas. 2.      Untuk mengidentifikasi asupan nutrisi
2.      Kaji jumlah makanan yang dikonsumsi pasien
pasien. 3.      Untuk menurunkan metabolisme tubuh dan
3.      Anjurkan tirah baring (bed rest) selama fase mencegah iritasi usus
akut. 4.      Untuk mengurangi gerak peristaltik usus,
4.      Jelaskan pentingnya pembatasan aktivitas sehingga mencegah iritasi usus
selama perawatan. 5.      Kebutuhan aktivitas pasien terpenuhi
5.      Bantu pasien melakukan aktivitas sehari- dengan energi minimal, sehingga
hari sesuai kebutuhan. mengurangi gerak peristaltik usus
6.      Partisipasi keluarga meningkatkan sikap
6.      Melibatkan keluarga dalam pemenuhan bekerja sama pasiendalam perawatan.
kebutuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari. 7.      Meningkatkan partisipasi pasien dapat
7.      Berikan kesempatan kepada pasien untuk meningkatkan harga diri pasien dan
melakukan aktivitas sesuai kondisinya (jika meningkatkan toleransi aktivitas
telah bebas panas selama beberapa hari,
hasil laboratorium menunjukkan perbaikan.
8.      Berikan terapi multivitamin sesuai program 8.      Meningkatkan daya tahan tubuh, sehingga
terapi medis. meningkatkan aktivitas pasien
e.       Diagnosis 5 : Kurangnya pengetahuan tentang penyakit yang diderita berhubungan
dengan kurangnya informasi.
1.        Tujuan : pasien dan keluarga mendapatkan pemahaman tentang penyakitnya.
2.        Kriteria hasil : pasien dapat menjelaskan penyakitnya, perawatan penyakit tersebut,
pengobatannya, waktu kontrol ulang.

Intervensi Rasional
1.      Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang 1.      Sebagai dasar menentukan intervensi.
penyakitnya. 2.      Pasien mendapat kejelasan tentang
2.      Jelaskan pada pasien tentang penyakit penyakitnya.
Typhus abdominalis (pengertian, penyebab,
tanda, dan gejala, pengobatan, serta
komplikasi penyakit).
3.      Jelaskan pada pasien tentang perawatan 3.      Pasien mendapat kejelasan tentang
penyakit. perawatan di rumah setelah pulang dari
rumah sakit.
4.      Jelaskan kepada pasien tentang pentingnya 4.      Untuk mencegah terulangnya infeksi usus
menjaga kebersihan makanan dan yang yang berasal dari makanan, alat
kebersihan diri. makan, dan kebersihan diri yang kurang.
5.      Agar pasien mudah mengingat kapan
5.      Berikan catatan tertulis waktu kontrol ulang waktu kontrol yang tepat.
setelah sakit.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan.

E. EVALUASI
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan perawat untuk
menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi klien.
DAFTAR PUSTAKA
Haryono, Rudi.2012.Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.Yogyakarta : gosyen
Publishing.
Ardiansyah, Muhamad.2012.Medikal Bedah untuk Mahasiswa.Jogjakarta : Diva Press.
Murwani.2012.Perawatan Pasien Penyakit Dalam.Jogjakarta : Gosyen Publishing.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Padila. 2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam.  Yogyakarta: Nuha Medika.
Rampengan, T.H. 2007. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta : EGC.
Suriadi. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta : Sagung Seto.
Susilaningrum R., Nursalam dan Utami S. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak: untuk
Perawat dan Bidan, Jakarta: Salemba Medika.
Widoyono. 2011. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &
Pemberantasannya. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai