Anda di halaman 1dari 30

Makalah Keperawatan Kritis

Proses Keperawatan Kritis Pada Sistem Pencernaan


“Obstruksi Illeus”

Kelompok 1
Kelas 7B
Disusun oleh :

Arema Mega Pamungkas 201702055

Ariska Mira Prasanti 201702056

Diyah Ayu Retno Sari 201702061

Galih Hajeng Warianti 201702068

Marlindha Dyas Samudra 201702080

Novita Erike Putri K 201702085

Reka Riesta Ardiyanti 201702089

Shalsyabilla Novi Dhya A 201702091

Yulia Setiya Mlati 201702058

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA
MULIA MADIUN
2020
KATA PENGANTAR

            Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat, hidayat-Nya ,suatu
kebahagian yang tiada terkira ,suatu keagungan dari sang pencipta allah SWT 
melalui tangan dan pikiran penulis insyaallah dengan izinnya penulis dapat
menyelesaikan serta  menyajikan makalah Keperawatan Kritis yang membahas
tentang “Proses Keperawatan Kritis Pada System Pencernaan Obstruksi Illeus”
walaupun masih sangat sederhana.
            Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah, ini demi pengembangan
kreatifitas penulis dan kesempurnaan makalah ini, penulis menunggu kritik dan saran
dari pembaca, baik dari segi isi serta pemaparannya. Harapan penulis semoga pada 
makalah yang akan datang dapat diperbaiki.
            Akhir kata, semoga makalah ini dapat memberi manfaat kepada para
pembaca,amin.

Madiun, 29 Madiun 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus
(Sylvia A, Price, 2012). Hal ini dapat terjadi dikarenakan kelainan didalam lumen
usus, dinding usus atau benda asing diluar usus yang menekan, serta kelainan
vaskularisasi pada suatu segmen usus yang dapat menyebabkan nekrosis segmen usus
(Indrayani, 2013).
Berdasarkan data dari World Health Organization tahun 2008, diperkiakan
penyakit saluran cerna tergolong 10 besar penyakit penyebab kematian didunia.
Indonesia menempati urutan ke 107 dalam jumlah kematian yang disebabkan oleh
penyakit saluran cerna didunia tahun 2004, yaitu 39,3 jiwa per 100.000 jiwa (World
Health Organization, 2008). Setiap tahunnya, 1 dari 1000 penduduk dari segala usia
didiagnosis ileus. Obstruksi usus sering disebut juga ileus obstruksi yang merupakan
kegawatan dalam bedah abdomen yang sering dijumpai. Ileus obstruksi merupakan
60-70% seluruh kasus akut abdomen yang bukan apendiksitis akut
(Sjamsulhidajat dan De Jong, 2008)
Obstruksi ileus merupakan kegawatan dalam bedah abdominal yang sering
dijumpai. Sekitar 20% pasien datang kerumah sakit datang dengan keluhan nyeri
abdomen karena obstruksi pada saluran cerna, 80% terjadi pada usus halus.
Obstruksi ileus adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
menghambat proses pencernaan secara normal (Sjamsuhidayat, 2006). Inside dari ileus
obstruksi pada tahun 2011 diketahui mencapai 16% dari populasi dunia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Obstruksi Illeus?
2. Apa Etiologi Obstruksi Illeus?
3. Apa Klasifikasi Obstruksi Illeus?
4. Apa Manifestasi Obstruksi Illeus?
5. Bagaimana Patofisiologi Obstruksi Illeus?
6. Apa pemeriksaan Penunjang Obstruksi Illeus?
7. Bagaimana Asuhan Keperawatan Obstruksi Illeus?
C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Definisi Obstruksi Illeus
2. Untuk Mengetahui Etiologi Obstruksi Illeus
3. Untuk Mengetahui Klasifikasi Obstruksi Illeus
4. Untuk Mengetahui Manifestasi Obstruksi Illeus
5. Untuk Mengetahui Patofisiologi Obstruksi Illeus
6. Untuk Mengetahui pemeriksaan Penunjang Obstruksi Illeus
7. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Obstruksi Illeus
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Obstruksi Illeus


Ileus adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus
sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut dengan kronik, partial atau total.
Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan
perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi total usus halus merupakan
keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat
bila penderita ingin tetap hidup.Ileus obstruksi adalah suatu penyumbatan mekanis
pada usus merupakan penyumbatan yang sama sekali menutupi atau menganggu
jalannya isi usus. (Sabara.2007)
Ileus obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya
aliran normal isi usus sedangkan peristaltiknya normal. (Reeves,2005)
Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus pada tr
aktusintestinal ( Price & Wilson, 2007). Obstruksi ileus adalah gangang bisa
disebabkan oleh adanya mekanik sehingga terjadi askumuli cairan dan gas di lumen
usus.
Jadi kesimpulannya ileus obstruksi adalah suatu penyumbatan pada organ
usus dimana penyumbatan tersebut dapat menutup ataupun mengganggu jalannya isi
usus. Penyumbatan tersebut terjadi pada usus halus atau usus besar yang akan
mengganggu penyerapan makanan dan cairan disaluran cerna.

B. Etiologi Obstruksi Illeus


1. Adhesi ( perlekatan usus halus ) merupakan penyebab tersering ileus
obstruktif, sekitar 50-70% dari semua kasus. Adhesi bisa disebabkan
oleh riwayat operasi intraabdominal sebelumnya atau proses inflamasi
intraabdominal. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5%
dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan
kongenital juga dapat menimbulkan ileus obstruktif di dalam masa anak-anak.
2. Hernia inkarserata eksternal (inguinal, femoral, umbilikal, insisional, atau
parastomal) merupakan yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus
obstruktif, dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak mempunyai
riwayat operasi abdomen. Hernia interna (paraduodenal, kecacatan mesentericus,
dan hernia foramen Winslow) juga bisa menyebabkan hernia.
3. Neoplasma. Tumor primer usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen,
sedangkan tumor metastase atau tumor intra abdominal dapat menyebabkan
obstruksi melalui kompresi eksternal
4. Intususepsi usus halus menimbulkan obstruksi dan iskhemia terhadap bagian usus
yang mengalami intususepsi. Tumor, polip, atau pembesaran limphanodus
mesentericus dapat sebagai petunjuk awal adanya intususepsi
5. Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut
selama masa infeksi atau karena striktur yang kronik.
6. Volvulus sering disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti
malrotasi usus. Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
7. Batu empedu yang masuk ke ileus. Inflamasi yang berat dari
kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran empedu ke duodenum
atau usus halus yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus
gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya
pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
8. Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi,
terapi radiasi, atau trauma operasi.
9. Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau penumpukan
cairan
10. Benda asing, seperti bezoar.
11. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau
hernia Littre.
12. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum distalis
dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium.

C. Klasifikasi Obstruksi Illeus


Di klasifikasikan menjadi 2 yaitu :
1. Obstruksi paralitik (ileus paralitik)
Peristaltik usus di hambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang
mempengaruhi kontrol otonom pengerakan usus. Peristaltik tidak efektif, suplai
darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hingga secara spontan setelah 2samapi 3
hari.
2. Obstruksi mekanik
Terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh tekanan ekstrinsik.
Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat
obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup (paling sedikit 2 obstruksi). Karena
lengkung tertutup tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan
cepat, mengakibatkan penekanan pebuluh darah, iskemia daninfark (strangulasi) sehingga
menimbulkan obstruksi strangulate yang disebabkan obstruksimekanik yang
berkepanjangan. Obstruksi ini mengganggu suplai darah, kematian jaringan
danmenyebabkan gangren dinding usus

D. Manifestasi Klinis Obstruksi Illeus


1. Nyeri tekan pada abdomen
2. Muntah
3. Konstipasi (sulit BAB)
4. Distensi abdomen
5. Bising usus tenang
6. Pemeriksaan laboratorium sering kali normal
7. BAB darah dan lendir tetapi tidak ada feces dan flatus.

E. Patofisiologi Obstruksi Illeus


Pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten,
dan ahkirnya hilang. Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan kedalam saluran cerna setiap
hari. Sebagaian besar cairan diabsorbsi sebelum mendekati kolon. Perubahan
patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah adanya lumen usus yang tersumbat, ini
menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi akumalsi gas dan cairan (70%
dari gas yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi dibagian proksimal atau
distal usus. Apa bial akumulasi terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadi
peningkatan tekanan intra abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat mengakibatkan
terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di
peritoneal. Dengan peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan retensi
cairan di usus dan rongga peritonium mengakibatkan terjadi penurunan sirkulasi dan
volume darah. Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal mengakibatkan kolapsnya
usus sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi penekanan pada vena mesenterika yang
mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus sehingga aliran darah ke usus
menurun, terjadilah iskemia dan nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan
pelepasan bakteri dan toksin sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya peforasi akan
menyebabkan bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan
peritonitis.
F. Pathway
Benda asing Stenosis, invaginasi, volvulus Ileus paralitik, intoksikasi, thrombus/
(Biji buah, batu empedu, cacing) sigmoid/ sekum, tumor, atresia emboli pembuluh darah daerah
Obstruksi Mekanis mesenterika Obstruksi Non - Mekanis

Peristaltik usus menurun


Obstruksi Usus Merangsang reseptor nyeri
Disfungsi Motilitas
Gastrointestinal Cairan, gas dan udara Dihantarkan serabut tipe
berkumpul di belakang A & serabut tipe C
obstruksi
KONSTIPASI Medulla spinalis
Peristaltik meningkat sementara
waktu, dalam upaya memaksa Sistem Sistem Area
isi usus mendorong sumbatan aktivitas aktivitas Grisea
resikuler retikuler
Distensi bertambah
Talamus Hipotalamus Talamus
Isi usus mengalir balik Distensi menghalangi pasokan dan sistem
kedalam lambung darah ke dalam usus sehingga limbik
menghambat absorbsi usus

Distensi Dinding usus membengkak Otak


Lambung ketia air, natrium, serta kalium (Korteka Somatosensorik)
Resiko
Ketidakseimbangan disekresikan kedalam usus dan
Elektrolit tidak di absorbsi kembali dari Persepsi Nyeri
dalam usus
Lambung Nyeri Akut
mendorong Dehidrasi
Kekurangan
diafragma kedalam
Volume Cairan
kavum thorak Tidak Teratasi Penatalaksanaan
Dekompresi
Tekanan Hipovolemia
intratorakal Proses pemasangan
meningkat Syok NGT

Memaksa spingter esophagus bagian atas Dekompresi ANSIETAS


membuka, glottis menutut dan palatum
mole menyekat nasofaring
Kematian

Tekanan memaksa isi lambung melewati


spingter untuk disemburkan keluar
melalui mulut

Muntah

Defisit Nutrisi
G. Pemeriksaan Penunjang Obstruksi Illeus
1. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
2. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau
lipatansigmoid yang tertutup.
3. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah,
peningkatanhitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan
peningkatan kadarserum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.
4. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic.
BAB III
ASKEP TEORI

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
2. Keluhan utama pasien
Nyeri pada daerah luka post operasi.
3. Riwayat penyakit sekarang (sesuai pola PQRST)
a. P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
b. Q :Bagaiman keluhan dirasakan oleh pasien, apakah hilang, timbul atau terus-
menerus.
c. R : Di daerah mana gejala dirasakan
d. S : Seberapa keparahan yang dirasakan pasien dengan memakai skala numeric 1
s/d 10.
e. T :Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan memperingan
keluhan

4. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang menakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen dilihat
adanya distensi, parut abdomen, hernia dan masa abdomen. Terkadang dapat
dilihat gerakan peristaltik usus yang bisa berkolerasi dengan mulainya nyeri
kolik yang disertai mual muntah. Penderita tampak gelisah dan menggeliat
sewaktu serangan kolik (Sabiston, 1995;Sabara, 2007).
b. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneumapapun
atau nyeri tekan, yang mencakup ‘defancedmusculair’ involunter ataupun
rebound dan pembengkakan atau massa yang abnormal (Sabiston, 1995;Sabara,
2007).
c. Auskultasi
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran
episodik gemerincing logam bernada tinggi dan gelora(rush’) diantara
masatenang. Tetapi setelah beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus
diatas telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik (bising usus) bisa tidak ada
ataupun menurun parah. Tidak adanya nyeri usus bisa juga dalam ileus
obstruksi strangulata (Sabiston, 1995).
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan
rektumdan pelvis. Ia bisa membangkitkan penemuan massa atau tumor serta
tidak adanya feses di dalam kubah rektum menggambarkan ileus obstruktif
usushalus. Jika darah makroskopik atau feses postif banyak ditemukan di
dalamrektum, maka sangat mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas
lesiintrinsik di dalam usus (Sabiston, 1995). Apabila isi rektum
menyemprot; penyakit Hirdchprung (Anonym, 2007)

B. Diagnosa
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d intake yang tidak adequat dan
ketidakefektifan penyerapan usus halus yang d.d adanya mual, muntah, demam dan
diaforesis.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan absorbsi nutrisi.
3. Gangguan pola eliminasi: konstipasi b.d disfungsi motilitas usus.. 
4. Nyeri b.d distensi abdomen
5. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
6. Resiko Ketidakseimbangan Elektrolit

C. Intervensi
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit b.d intake yang tidak adequat dan
ketidakefektifan penyerapan usus halus yang d.d adanya mual, muntah, demam dan
diaforesis.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan tanda – tanda
kekurangan cairan (dehidrasi) dapat berkurang.

Kriteria Hasil:
a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ Urine normal, HT
normal
b. Tekanan darah, nadi,suhu tubuh dalam batas normal
c. Tidak ada tanda tanda dehidrasi
d. Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab
Intervensi:
1. Observasi :
a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
b. Monitor status dehidrasi
c. Monitor tanda – tanda vital
d. Monitor tingkat HB dan Hematrokrit
e. Monitor masukan makanan/ cairan dan hitung intake kalori harian
f. Monitor mual muntah
2. Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian cairan IV

2. Defisit Nutrisi b.d gangguan absorbsi nutrisi.


Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan status nutrisi pada
pasien dapat kembali normal

Kriteria Hasil:
a. Porsi makan yang dihabiskan meningkat
b. Serum albumin meningkat
c. Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi
d. Nyeri abdomen menurun
e. Berat badan semakin mambaik

Intervensi:
1. Observasi :
a. Tinjau faktor - faktor individual yang mempengaruhi kemampuan untuk
mencerna makanan, mis: status puasa,mual, ileus paralitik setelah selang
dilepas.
b. Auskultasi bising usus; palpasi abdomen lalu catat
c. Monitor berat badan pasien
d. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
2. Terapeutik :
a. Sajikan makanan secara menarik dan masih hangat
3. Kolaborasi :
a. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan.
3. Nyeri akut b.d distensi abdomen
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan nyeri abdomen
dapat semakin menurun

Kriteria Hasil:
a. Keluhan nyeri semakin menurun
b. Gelisah dapat menurun
c. Ketegangan otot menurun
d. Tekanan darah semakin membaik.

Intervensi:
1. Observasi :
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas
nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
2. Terapeutik :
a. Berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri (mis: kompres
hangan / dingin, tarik nafas dalam, terapi bermain, terapi musik)
3. Edukasi :
a. Ajarkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi :
a. Kolaborasi pemberian analgetik.

Perawatan Pre dan Post Operatif


Penatalaksanaan Medis
1. Konservatif
Sebagian besar kasus ileus pascabedah mendapat intervensi konservatif.Pasien
harus menerima hidrasi intervena. Untuk pasien dengan muntah dan distens,
penggunaan selang nasogastrik diberikan untuk menurunkan gejala, namun belum ada
penelitian dalam literatur yang mendukung penggunaan selang nasogastrik
untuk  memfasilitasi resolusi ileus. Panjang selang  ke saluran gastrointestinal tidak
memiliki manfaat atas perbaikan ileus. Untuk pasien dengan ileus berlarut-larut,
obstruksi mekanis harus diperiksa dengan studi kontras (Mukherjee, 2008).
Cara lainnya adalah menghentikan obat yang memproduksi ileus (misalnya:
opiat). Dalam suatu stud, jumlah morfin yang diberikan secara langsung akan
berhubungan dengan terjadinya ileus (cali, 2000).
Penggunaan narkotika pascaoperasi dapat dikurangi dengan suplemen dengan
obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS).OAINS dapat menurunkan ileus dengan
menurunkan peradangan lokal dan dengan mengurangi jumlah narkotika yang
digunakan.Studi mioelektrik dari elektroda ditempatkan pada usus besar, di mana studi
ini telah mengungkapkan resolusi lebih cepat dari yang diberikan pada pasien ileus
versus yang diberikan ketorolac morfin, namun kelemahan OAINS digunakan
mencangkup disfungsi trombosit dan ulserasi mukosa lambung.Kondisi ini dapat
dipertimbangkan dengan penggunaan agen cyclooxygenase-2, untuk menurunkan efek
samping ini (Ferraz, 1995).
Samping saat ini belum ada suatu variabel yang secara akurat
memprediksi  resolusi ileus. Pemeriksaan kondisi klinis masih menjadi parameter
penting untuk mengevaluasi asupan oral dan fungsi usus yang baik.Laporan  dari
pasien bahwa sudah terjadi flatus, harus dinilai ulang dengan saksama secara
pemeriksaan fisik dan diagnostik yang akurat, serta tidak boleh hanya mengandalkan
dari laporan pasien (Mukherjee, 2008).
2. Terapi diet
Umumnya, menunda intake makan oral sampai tanda klinis ileus
berakhir.Namun, kondisi ileus tidak mengalangi pemberian nutrisi enteral. Pemberian
enteral secara hati-hati dan dilakukan secara bertahap (Ng WQ,2003). Pada suatu studi
pemberian permen karet menunjukkan bahwa mengunyah perman karet sebagai
bentuk pemberian makanan palsu pada fase pemulihan awal dari ileus pascabedah
setelah laparoskopi colectomy.Sembilan belas pasien yang menjalani elektif
laparoskopi colectomy secara acak.Sepuluh pasien yang ditetapkan kegrub permen
karet dan sembilan untuk kelompok kontrol. Kelompok permen karet  yang digunakan
tiga kali sehari dari pascaoperasi pertama pagi sampai intake oral. Terjadinya flatus
lebih cepat dalam kelompok permen karet dari pada di kelompok kontrol buang air
besar pertama tercatat pada 3.1 hari dalam kelompok permen karet versus 5,8 hari
pada kelompok kontrol (Asao, 2002)
3. Terapi aktivitas
Kebijakan konvensional pada praktik klinik memberikan pemahaman bahwa
ambulasi dini merangsang fungsi usus dan meningkatkan ileus pascabedah, meskipun
hal ini belum ditunjukkan dalam literatur.
Dalam sebuah studi nonrandomized mengevaluasi 34 pasien, elektroda bipolar
seromuscular ditempatkan disegmen saluran gastrointestinal setelah
laporotomi.Sepuluh pasien ditugaskan untuk ambulasi pada pascaoperasi hari pertama,
dan yang lainnya 24 pasien ditugaskan untuk ambulasi pada pascabedah hari
keempat.Hasil yang didapat, ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan dari hasil
mioelektrik dalam pemulihan dilambung, jejunum, atau usus antara 2 kelompok
tersebut (Waldhausen, 1990).
4. Terapi farmakologis
Sampai saat ini belum terdapat studi yang menilai manfaat supositoria dan
enema untuk pengobatan ileus.Eritromisin, suatu agnosis resptor motilin, telah
digunakan untuk paresis pasca-operasi lambung namun belum terbukti bermanfaat
bagi ileus.Metoklopramid, sebuah antagonis dopaminergik, sebagai obat antimuntah
dan prokinetik.Data telah menunjukkan bahwa pemberian obat ini dapat benar-benar
memperburuk ileus (Mukherjee, 2008).
Terapi farmakologis yang dianjurkan adalah golongan Opioid antagonis selektif,
misalnya alvimopan.Alvimopan ini ditunjukkan untuk membantu mencegah ileus
postoperative reseksi usus (Maron, 2008).

Pembedahan
Ileus obstruktif yang terjadi pada usus halus umumnya dapat ditatalaksana secara
konservatif, namun ileus obstruktif yang terjadi pada usus besar umumnya terjadi
akibat dari sumbatan keganasan dan membutuhkan operasi segera. Tujuan dari
tindakan pembedahan adalah untuk membebaskan sumbatan, mereseksi jaringan
usus yang tidak viable, dan mengurangi kejadian enterotomi.
Teknik pembedahan dapat dilakukan dua cara yaitu laparotomi eksploratif dan
laparoskopi. Tinjauan Cochrane menyatakan bahwa tindakan laparoskopi lebih tidak
invasif dan beberapa studi menyatakan efektif untuk ileus obstruksi, tetapi tingkat
mortalitas dan morbiditas dibandingkan laparotomi masih memerlukan studi lebih
lanjut.

Perawatan Pre Operatif Laparotomi Eksploratif

Beberapa pemeriksaan yang mungkin dilakukan dokter sebelum prosedur


laparotomi adalah:
 Pemeriksaan fisik. Umumnya meliputi pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan fisik
secara keseluruhan, serta pemeriksaan lain untuk memastikan kondisi pasien siap untuk
menjalani operasi.

 Pemindaian. Pemeriksaan foto Rontgen, CT Scan dan MRI untuk membantu dokter


merencanakan prosedur.

 Pemeriksaan darah. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memantau kadar elektrolit, gula


darah, serta fungsi organ tubuh seperti jantung dan paru-paru.

Pasien diharuskan untuk berhenti merokok atau minum alkohol beberapa minggu
sebelum tindakan laparotomi dilakukan. Konsumsi obat-obatan seperti aspirin, ibuprofen,
vitamin E, warfarin, clopidogrel, atau ticlopidine juga harus dihentikan seminggu sebelum
jadwal tindakan untuk menghindari kesulitan pembekuan darah disekitar area operasi.
Beberapa saran tambahan yang mungkin diberikan sebelum melakukan tindakan laparotomi
untuk menghindari infeksi usus meliputi:

 Mengonsumsi makanan berserat tinggi seperti sayur, buah, roti, dan sereal gandum
sehari atau dua hari sebelum operasi dilakukan.

 Mengonsumsi 6 hingga 8 gelas air putih sehari.

 Mengonsumsi obat pencahar untuk membersihkan usus. Obat ini akan memicu diare.

Perawatan Post Operatif Laparotomi Eksploratif

Sesaat setelah tindakan laparotomi dilakukan, pasien akan dipindahkan ke ruang


perawatan untuk observasi lebih lanjut. Dokter akan memberikan obat pereda rasa nyeri
seperti paracetamol atau morphine, sesuai tingkatan nyeri yang dialami. Obat antiemetik
juga akan diberikan untuk mengurangi rasa kembung dan mual. Fisioterapi dan olahraga
ringan mungkin akan dianjurkan, khususnya bagi pasien yang menjalani tindakan
laparotomi darurat untuk mengembalikan kekuatan tubuh dan menghindari risiko
penggumpalan darah. Pasien akan diminta untuk tidak banyak bergerak, sebelum dokter
mengizinkan.

Pada saat pemulihan, asupan nutrisi yang baik perlu diperhatikan agar tidak
membebani fungsi pencernaan. Jika pasien tidak mampu mengonsumsi makanan atau
minuman apa pun, dokter akan memberikan cairan infus sebagai pengganti makanan.
Segera konsultasikan dengan dokter jika pasien merasakan demam dan nyeri hebat setelah
operasi.
BAB III
TINJAUAN KASUS

Nn. Y dirawat di RSUD Majalengka dengan keluhan mendadak nyeri perut, tidak bisa
buang air besar dan flatus. Pada saat dikaji klien masih mengalami nyeri perut, nyeri berat
dengan skala 7 (1-10), nyeri melilit dari perut sekitar pusar (supra umbilikus) menyebar ke
bagian atas, disertai dengan muntah 2 kali, tidak bisa buang air besar (BAB) dan flatus, nyeri
timbul setiap 3-5 menit, nyeri bertambah jika tidur terlentang atau dalam posisi miring, dan
nyeri berkurang dalam posisi setengah duduk (semi fowler).
Di rumah klien tidur jam 22.00 sampai dengan jam 04.30 dan jarang tidur siang. Sudah
3 hari di RS kien tidak bisa BAB dan flatus, BAK melalui chateter, warna urin kekuningan,
jumlah ± 900 cc/24 jam. Di rumah sakit klien menggunakan obat untuk merangsang BAB/
pencahar (dulcolax supp, per rectal).

NO KEBUTUHAN SEBELUM SAKIT


1 NUTRISI
a. BB/TB 43 kg/158 cm
b. Diet Nasi, lauk pauk, sayur
c. Frekuensi 3 kali/hari
d. Porsi makan 1 piring
e. Makanan yang tidak ada
menimbulkan alergi Mie instan & baso
f. Makanan yang
disukai
2 CAIRAN
a. Intake
 Oral
Jenis Air putih
Jumlah ±1500-2000cc/hari
 Intra vena
Jenis -
jumlah -
b. Out put
 Urine ± 1200 cc/hari

 Keringat, dll ± 800 cc/hari


-
 Cairan NGT

Pemeriksaan fisik: Penampilan : Klien tampak meringis kesakitan


Kesadaran : Composmentis.
Tanda-tanda Vital
Suhu : 36,7 o C
Nadi : 84 x/menit
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Respirasi : 24 x/menit.
A. PENGKAJIAN

Waktu : 28/12/2012
Tempat : Ruang Nusa Indah

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. Y
Umur : 15 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan : SMP
Alamat : Desa Silihwangi Kab. Majalengka
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 26/12/2012
Cara Masuk Rumah Sakit : Masuk melalui UGD
Diagnosa Medis : Illeus Obstruktif Partial
Alasan dirawat : Perut nyeri, kembung, muntah , tidak
bisa buang air besar dan flatus
Keluhan Utama : Nyeri perut
Upaya yang telah dilakukan : Langsung di bawa ke UGD Rumah
Sakit Umum Daerah Majalengka
Terapi/Operasi yang pernah dilakukan : IVFD RL 15 tetes/menit
Cefatoxim 2 x 1 gr, per IV
Ranitidin 2 x 1 ampul, per IV
Metronidazol 3 x 500 mg, per IV
Ketorolac 2 x 1 ampul, per IV
Dulcolak supp 0-0-1, per rectal
2. RIWAYAT KEPERAWATAN
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Nn. Y dirawat di RSUD Majalengka sejak 2 hari yang lalu, klien
langsung dibawa ke UGD RSUD Majalengka dengan keluhan mendadak nyeri
perut, tidak bisa buang air besar dan flatus. Pada saat dikaji klien masih
mengalami nyeri perut, nyeri berat dengan skala 7 (1-10), nyeri melilit dari
perut sekitar pusar (supra umbilikus) menyebar ke bagian atas, disertai dengan
muntah 2 kali, tidak bisa buang air besar (BAB) dan flatus, nyeri timbul setiap
3-5 menit, nyeri bertambah jika tidur terlentang atau dalam posisi miring, dan
nyeri berkurang dalam posisi setengah duduk (semi fowler).
2) Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada riwayat operasi dan sakit pada saluran pencernaan
sebelumnya.
3) Riwayat Penyakit Keluarga
Kakek dari ibu menderita penyakit hipertensi, tidak ada anggota yang
menderita penyakit keturunan (herediter) lainya, dan tidak ada anggota
keluarga yang mempunyai penyakit/kelainan bawaan lahir (congenital).

Gambar 3.1 Genogram

Keterangan :
: Laki-laki : Perempuan
: Klien : Meninggal
: Tinggal satu rumah
4) Keadaan Kesehatan Lingkungan
Menurut klien, merasa nyaman dengan lingkungan fisik maupun
sosialnya. Klien tinggal di pedesaan. Rumah klien bersifat permanen dengan
lantai keramik. Luas rumah kurang lebih 90 m2 yang terdiri dari 3 kamar tidur,
ruang tamu, ruang keluarga, dapur dan kamar mandi. Ventilasi dan
pencahayaan rumah melalui jendela kaca yang bisa dibuka tutup. Sumber air
minum dari sumur pompa, sarana pembuangan air limbah menggunakan septik
tank.
5) Riwayat Kesehatan Lainya
Tidak ada riwayat penggunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif.

3. OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK


1) Keadaan Umum :
Penampilan : Klien tampak meringis kesakitan
Kesadaran : Composmentis, GCS 15 (E4V5M6)
2) Tanda-tanda Vital :
Suhu : 36,7 o C
Nadi : 84 x/menit
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Respirasi : 24 x/menit
3) Pengkajian
a. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Pencernaan
Keadaan bibir simetris, mukosa bibir lembab, stomatitis (-), tidak
ada gigi yang tanggal maupun berlubang, lidah berwarna merah muda,
terpasang NGT, cairan NGT hijau ± 400 cc, tidak ada pembesaran hepar,
tidak ada parut, nyeri tekan (+) pada area supra umbilikus, bising usus3 x
/ menit, perut kembung (distensi), tidak bisa BAB dan flatus, muntah 2
kali.

Gambar 3.2 Distensi Abdomen pada Illeus Obstruktif


b. Pola Aktifitas Sehari-hari
1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Klien berpandangan bahwa sehat itu sangat berharga karena saat
sakit ia tidak dapat melakukan aktivitas dengan bebas. Klien berusaha
untuk selalu berperilaku hidup sehat seperti cuci tangan sebelum makan
dan gosok gigi sebelum tidur dan sesudah makan, mengkonsumsi
makanan bergizi serta tidak menyalahgunakan obat-obatan.
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme

Tabel 3.1 Pola Nutrisi dan Metabolisme


NO KEBUTUHAN SEBELUM SAKIT SETELAH SAKIT
1 NUTRISI
a. BB/TB 43 kg/158 cm 43 kg/158cm
b. Diet Nasi, lauk pauk, sayur Puasa
c. Frekuen 3 kali/hari -

si 1 piring -

d. Porsi tidak ada -

makan
e. Makana Mie instan & baso -

n yang menimbulkan
alergi
f. Makana
n yang disukai
2 CAIRAN
a. Intake
 Oral
Jenis Air putih Puasa
Jumlah ±1500-2000cc/hari -

 Intra vena
Jenis - Asering

jumlah - 2000 cc/hari

b. Out put
± 1200 cc/hari ± 900 cc/hari
 Urine
± 800 cc/hari -
 Keringat, dll
- ± 400cc/hari
 Cairan NGT

3. Pola Eliminasi
Sudah 3 hari di RS Klien tidak bisa BAB dan flatus, BAK melalui
catheter, warna urin kekuningan, jumlah ± 900 cc/24 jam. Di rumah
sakit klien menggunakan obat untuk merangsang BAB/pencahar
(dulcolax supp, per rectal).
4. Pola Aktifitas dan Latihan
Di RS sehari-hari hanya berbaring di tempat tidur, klien
mengatakan badanya terasa lemas, klien tampak lemah. Di rumah klien
sekolah dari jam 6.00 sampai dengan jam 14.00 dan langsung pulang ke
rumah. Penggunaan alat bantu (-), kesulitan gerak (-).
Di rumah klien tidur jam 22.00 sampai dengan jam 04.30 dan
jarang tidur siang. Di RS klien tidur jam 22.00 sampai dengan jam
05.00. Gangguan tidur (-).
Di rumah klien berolah raga setiap hari minggu dengan lari pagi
bersama teman-temannya. Apabila mempunyai waktu luang, klien
sering bepergian dengan teman-temannya. Klien merasa lebih santai
ketika menggunakan waktu luangnya.

4. DIAGNOSTIC TEST
A. Laboratorium

Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium

JENIS
Tanggal HASIL NILAI NORMAL ANALISA
PEMERIKSAAN
27/12/2012 HB 12,4 12-18 Normal
Leukosit 7800 4000-10.000 Normal
LED 40 0-20 Tinggi
SGOT 20 s/d 29 Normal
SGPT 18 s/d 29 Normal
Natrium 137 135-145 Normal
Kalium 4,2 3,5-5,5 Normal

B. Radiologi :

Gambar 3.3 Foto Polos Abdomen Tanggal 27/12/2012

Kesan : Terdapat distribusi gas pada lambung, usus halus, colon sigmoid dan
rectum.

C. TERAPI :

Tabel 3.3 Terapi yang diberikan di Ruang Nusa Indah

No. Nama Dos Ja Cara Sedi


Pemberiaa
Obat is m aan
n
IVFD : 30 Intravena Flab
Asering tts/ ot
men
it
Cefotaks 2x 12 Intravena Flak
im 1 gr - on
24
Ranitidi 2x 12 Intravena Am
n 1 - pul
24
Ketorola 2x 12 Intravena Am
c 1 - pul
24
Alinami 2x 12 Intravena Am
nF 1 - pul
24
Metroni 3x 12 Intravena Bot
dazol 500 - ol
mg 20
-
04
Dulcolac 2x 12 Per rectal Tab
supp 1 - let
24 sup
p

5. ANALISA DAN SINTESA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH


 Data subjektif Obstruksi usus Nyeri abdomen
 Klien mengeluh Peristaltik usus
nyeri pada bagian menurun
abdomen
 Data objektif Akumulasi cairan
dan gas
 Klien tampak
kesakitan
Distensi abdomen
 Ekspresi wajah
meringis
Rangsangan nyeri ditangkap
 Skala nyeri 7 (1-10) oleh reseptor nyeri
 Distensi abdomen
 Peristaltik usus 3 Rangsangan nyeri sampai ke
serabut syaraf nyeri
kali/menit

Sampai ke dorsal horn


prostaglandin

Melalui traktus
spinotalamikus antero
lateralis

Thalamus

Cortex cerebri

Nyeri abdomen
dipersepsikan

DATA ETIOLOGI MASALAH


 Data subjektif Obstruksi usus Gangguan pola eliminasi
 Klien mengatakan Konstipasi
Peristaltik usus
sudah 3 hari tidak menurun
bisa BAB dan Refluk inhibisi
flatus spingter terganggu
 Data objektif Spingter ani
 Distensi abdomen ekterna tidak
relaksasi
 Peristaltik usus 3
kali/menit Refluk lama dalam
colon dan rektum
Konstipasi

 Data subjektif Obstruksi usus Resiko kekurangan volume


 Klien mengeluh cairan dan elektrolit
Peristaltik usus
badan lemas dan
menurun
muntah 2 kali
 Data objektif
Peningkatan
 Klien tampak ekskresi cairan
lemah kedalam lumen usus
 Distensi abdomen
 Cairan NGT hijau Penimbunan cairan

jumlah ± 400 cc intra lumen

Kehilangan H2O
dan elektrolit

Volume ECF
menurun

Resiko hipovolemik

DATA ETIOLOGI MASALAH


 Data subjektif Obstruksi usus Resiko perubahan nutrisi kurang
 Klien mengeluh dari kebutuhan tubuh
Peristaltik usus
badan lemes, kilen menurun
puasa
 Data objektif Akumulasi cairan
dan gas
 Klien tampak lemah
 Bising usus 3x/menit
Distensi abdomen
 Distensi abdomen

Gangguan absorbsi nutrisi

Resiko perubahan nutisi


kurang dari kebutuhan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN PRIORITAS


1. Nyeri abdomen berhubungan dengan distensi abdomen
2. Ganguan pola eliminasi : Konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas usus
3. Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan akumulasi
cairan dalam lumen usus dan ketidakefektifan penyerapan usus halus
4. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absobsi nutrisi.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ileus obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya
aliran normal isi usus sedangkan peristaltiknya normal. (Reeves,2005).
Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus pada trakt
usintestinal (  Price & Wilson, 2007). Obstruksi ileus adalah gangang bisa disebabkan
oleh adanya mekanik sehingga terjadi askumuli cairan dan gas di lumen usus. Faktor –
faktor penyebab dari obstruksi illius diantaranya Adhesi ( perlekatan usus halus ),
Tumor primer usus halus, Batu empedu, Penyakit Crohn dapat menyebabkan obstruksi
sekunder sampai inflamasi akut,dll.
Diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : Obstruksi paralitik (ileus paralitik) adalah
Peristaltik usus di hambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang
mempengaruhi kontrol otonom pengerakan usus. Dan yang kedua Obstruksi mekanik
yaitu digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat obstruksi)
dan obstruksi lengkung tertutup (paling sedikit 2 obstruksi). Dengan tanda gejala yang
di timbulkan yaitu: Nyeri tekan pada abdomen, Muntah, Konstipasi (sulit BAB),
Distensi abdomen, Bising usus tenang, Pemeriksaan laboratorium sering kali normal,
BAB darah dan lendir tetapi tidak ada feces dan flatus. Pemeriksaan penunjang yang
digunakan yaitu Sinar X, Barium enema, Laboratorium.
Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Alih bahasa Agung
waluyo, dkk, Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.
Lewis Heitkemper Diksen, (2007). Medical Surgical Nursing. Volume 2. St. Louis
Missouri:Mosby Elsevier
Price &Wilson, (2007). Patofisiologi Konsip Kritis Proses – Proses Penyakit . Edisi 6,
Volume1.Jakarta: EGC
Rahayu Rejeki indrayani, bahar asril.Buku Ajar IlmuPenyakit Dalam. Jakarta :
DepartemenPendidikan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jilid III edisi IV ;2007. 1405-1410
Rice A. silvia & wilson M` lorraine, (2007).  patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit Edisi 6, Volume 1. Jakarta  : EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: DPP PPNI
https://www.academia.edu/36224572/LAPORAN_PENDAHULUAN_ILEUS_OBSTRU
KTIF_docx, diaksespada tanggal 26 September 2020.
https://www.scribd.com/document/254691114/Makalah-Seminar-Ileus-Obstruksi,
diaksespada tanggal 26 September 2020.
https://www.alodokter.com/laparotomi-ini-yang-harus-anda-ketahui
diaksespada tanggal 09 Oktober 2020.

Anda mungkin juga menyukai