DISUSUN OLEH:
KELOMPOK I
MADIUN
2021
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah
dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah terkait “Laporan
Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Sexuality pada lansia ”.
Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna,
sehingga diharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat khususnya bagi pembaca, agar dapat menambah wawasan serta
pengetahuan.
2
BAB 1
PENDAHULUAN
3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari sexuality?
2. Hambatan Aktivitas Seksual pada Lanjut Usia?
3. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Seksualitas pada Lansia?
4. Kebutuhan Seksualitas Lansia?
5. Bagaimana konsep askep dari sexuality?
1.3 Tujuan
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Seksualitas adalah bagaimana seseorang seseorang merasa tentang diri mereka dan
bagaimana mereka mengkomunikasi perasaan tersebut kepada orang lain melalui
tindakan yang di lakukannya seperti sentuhan, pelukan ataupun perilaku yang lebih
halus seperti isyarat gerak tubuh, cara berpakaian, dan perbendaharaan kata, termasuk
pikiran, pengalaman, nilai, fantasi, emosi.
Seksualitas adalah energi yang berdasarkan pada relasi-relasi kita. Energi ini sangat
tampak dalam orientasi hidup manusia yang merupakan kualitas hidupnya seperti
kerinduan untuk akrab dengan orang lain, untuk bersahabat dan untuk bersatu. Perlu
disadari juga bahwa seksualitas berkaitan erat dengan compassion, healing, dan
pengampunan. Sedangkan ciri dari seksualitas adalah passion, kehangatan, afeksi, dan
perasaan, rasa tertarik, vitalitas. Selain itu, seksualitas mengenal juga derita, kesakitan,
frustasi, dan kekacauan (Kris, 2004).
Seksualitas dalam usia lanjut makin diakui sebagai hal yang penting dalam
perawatan lansia. Semua lansia, baik sehat maupun lemah, perlu mengekspresikan
perasaan seksualnya. Seksualitas meliputi cinta, kehangatan, saling membagi dan
sentuhan, bukan hanya melakukan hubungan seksual. Seksualitas berkaitan dengan
identitas dan validasi keyakinan bahwa orang dapat memberi pada orang lain dan
mendapatkan penghargaan (Perry & Potter, 2005).
Seksualitas dalam usia tua beralih dari penekanan pada prokreasi menjadi penekanan
pada pertemanan, kedekatan fisik, komunikasi intim, dan hubungan fisik mencari
kesenangan (Hebersol & Hess, 1994). Tidak ada alasan bagi individu tidak dapat tetap
aktif secara seksual sepanjang mereka memilihnya. Hal ini dapat secara efektif dipenuhi
dengan mempertahankan aktifitas seksual secara teratur sepanjang hidup. Terutama
sekali bagi wanita, hubungan senggama teratur membantu mempertahankan elastisitas
vagina, mencegah atrofi, dan mempertahankan kemampuan untuk lubrikasi. Namun
demikian, proses penuaan mempengaruhi proses seksual. Perubahan fisik yang terjadi
bersama proses penuaan harus dijelaskan kepada klien lansia. Lansia mungkin juga
menghadapi kekuatiran kesehatan yang membuat sulit bagi mereka untuk melanjutrkan
aktivitas seksual. Dewasa yang menua mungkin harus menyesuaikan tindakan seksual
5
dan respon terhadap penyakit kronis, medikasi, sakit dan nyeri, atau masalah kesehatan
lainnya (Perry & Potter, 2005).
Kebutuhan seksual adalah kebutuhan dasar manusia berupa ekspresi perasaan dua
orang individu secara pribadi yang saling menghargai memerhatikan, dan menyayangi
sehingga terjadi sebuah hubungan timbal balik antara kedua individu (A. Alimul Aziz
H., 2006).
Suatu proses yang tidak dapat dihindari yang berlangsung secara terus-menerus
dan berkesinambungan yang selanjutnya menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis
dan dan biokemis. Pada jaringan tubuh dan akhirnya mempengaruhi fungsi dan
kemampuan badan secara keseluruhan (Depkes RI, 1998).
Menurut Setiabudhi (1999). Perubahan yang terjadi pada lansia yaitu:
1. Perubahan Dari Aspek Biologis
Perubahan yang terjadi pada sel seseorang menjadi lansia yaitu adanya perubahan
genetika yang mengakibatkan terganggunya metabolisme protein, gangguan
metabolisme Nucleic acid dan deoxyribonucleic (DNA), terjadi ikatan DNA dengan
protein stabil yang mengakibatkan gangguan genetika, gangguan kegiatan enzim dan
system pembuatan enzim, menurunnya proporsi protein diotak, otot, ginjal darah dan
hati, terjadinya pengurangan parenkim serta adanya penambahan lipofisin.
Perubahan yang terjadi di sel otak dan saraf berupa jumlah sel menurun dan fungsi
digantikan sel yang tersisa, terganggunya mekanisme perbaikan sel, kontrol inti sel
terhadap sitopalsma menurun, terjadinya perubahan jumlah dan stuktur mitokondria,
degenerasi lisosom yang mengakibatkan hoidrolisa sel, berkurangnya butir Nissil,
penggumpalan kromatin, dan penambahan lipofisin, terjadi vakuolisasi protoplasma.
Perubahan yang terjadi di otak lansia adalah terjadi atrofi yang berkurang 5 sampai
10% yang ukurannya kecil terutama dibagian prasagital, frontal, parietal, jumlah neuron
berkurang dan tidak dapat diganti dengan yang baru, terjadi pengurangan
neurotransmitter, terbentuknya struktur abnormal diotak dan akumulasi pigmen organik
mineral (lipofuscin, amyloid, plaque, neurofibrillary tangle), adanya perubahan biologis
lainnya yang mempengaruhi otak seperti gangguan indra telinga, mata, gangguan
kardiovaskuler, gangguan kelenjar tiroid, dan kortikosteroid. Perubahan jaringan yaitu
terjadinya penurunan sitoplasma protein, peningkatan metaplastik protein seperti
6
kolagen dan elastin.
2. Perubahan Fisiologis.
Pada dasarnya perubahan fisiologis yang terjadi pada aktivitas seksual pada usia
lanjut biasanya berlangsung secara bertahap dan menunjukkan status dasar dari aspek
vaskuler, hormonal dan neurologiknya (Alexander & Allison, 1989 dalam Darmojo,
2010). Untuk suatu pasangan suami-istri, bila semasa usia dewasa dan pertengahan
aktivitas seksual mereka normal, akan kecil sekali kemungkinan mereka akan
mendapatkan masalah dalam hubungan seksualnya.
3. Perubahan Psikologis
Perubahan psikologis pada lansia sejalan dengan perubahan secara fisiologis.
Masalah psikologis ini pertama kali mengenai sikap lansia terhadap kemunduran
fisiknya (disengagement theory) yang berati adanya penarikan diri dari masyarakat dan
dari diri pribadinya satu sama lain. Lansia dianggap terlalu lamban dengan daya reaksi
yang lambat, kesigapan dan kecepatan bertindak dan berfikir menurun (Santrock, 2002).
4. Perubahan Sosial
Umumnya lansia banyak yang melepaskan partisipasi sosial mereka, walaupun
pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Orang lanjut usia yang memutuskan hubungan
dengan dunia sosialnya akan mengalami kepuasan. Pernyataan tadi merupakan
disaggrement theory. Aktivitas sosial yang banyak pada lansia juga mempengaruhi baik
buruknya kondisi fisik dan sosial lansia (Santrock, 2002).
7
Hambatan eksternal bilamana seseorang janda atau duda akan menikah lagi sering kali
juga berupa sikap menentang dari anak-anak, dengan berbagai alasan. Kenangan pada
ayah/ibu yang telah meninggal atau ketakutan akan berkurangnya warisan merupakan
latar belakang penolakan. Di negara Barat hal ini masih terjadi, akan tetapi pengaruhnya
di negara Timur akan lebih terasa mengingat kedekatan hubungan orang tua dengan
anak-anak ( Darmojo, 2010 ).
2. Hambatan Internal
Psikologik seringkali sulit dipisahkan secara jelas dengan hambatan ekternal. Seringkali
seorang lansia sudah merasa tidak bisa dan tidak pantas berpenampilan untuk bisa
menarik lawan jenisnya. Pandangan sosial dan keagamaan tentang seksualitas di usia
lanjut(baik pada mereka yang masih mempunyai pasangan, tetapi terlebih pada mereka
yang sudah menjanda/menduda) menyebabkan keinginan dalam diri mereka ditekan
sedemikian sehingga memberikan dampak pada ketidakmampuan fisik, yang dikenal
sebagai impotensia (Darmojo, 2010).
8
tinggal 50% dari kekuatan masa remajanya, pada usia ini pula kegiatan seks lelaki
mengalami paling banyak kemunduran. Produksi air mani menurun, kesuburan
berkurang, namun nafsu seks tetap ada. Sedangkan pada wanita jika sudah memasuki
usia 45-50 tahun indung telurnya mulai kehabisan telur untuk dikeluarkan dan juga
terjadi penurunan produksi hormon seks, akan tetapi dorongan seksual pada wanita
tidak dipengaruhi hal tersebut (Oswari,1997). Masters dan Jhonson, (1966) dalam paat
dalam Marsetio dan Tjokronegoro, (1991) menyimpulkan bahwa kamampuan seksual
wanita dapat bertahan sampai tua sesudah 60 tahun, bahkan sampai 80 tahun.
2. Jenis Kelamin
Perubahan- perubahan seksual yang dialami pria tidak dapat disamakan dengan
perubahan yang dialami oleh wanita, bukan hanya karena gabungan faktor fisik yang
berbeda, namun juga karena faktor-faktor sosial (Paat dalam Marsetio dan
Tjokronegoro, 1991). Kemampuan seksual seorang pria lanjut usia dipengaruhi oleh
faktor- faktor non seksual seperti : kelelahan fisik atau mental, obesitas, penyakit usia
tua, obat-obatan dan rasa takut gagal. Proses menua pada wanita berbeda dengan pria
setidaknya dalam dua hal, yaitu, pertama apabila pada pria tidak ada suatu peristiwa
biologik yang menandai dengan jelas suatu peralihan kemasa tua pada wanita ada yaitu
menopause, kedua penurunan potensi seksual pada pria sudah mulai tampak pada usia
muda sedangkan pada wanita baru menunjukan tanda-tanda penurunan pada umur 55-
60 tahun.( Paat dalam Marsetio dan Tjokronegoro, (1991).
Hasil penyelidikan Masters dan Jhonson, (1966) dalam Suparto, (2000), menyatakan
tidak ada bukti kesanggupan seks lelaki menurun dengan bertambahnya umur, mereka
juga mengatakan bahwa pada wanita lanjut usia ternyata masih bisa melakukan onani
tanpa kesulitan. Namun menurut Kinsey,dkk (1948) dalam Oswari, (1997) melaporkan
frekuensi kegiatan seks wanita umumnya lebih rendah dibandingkan dengan lelaki pada
segala tingkat umur. Preiffer, dkk, (1969) dalam oswari mengatakan hampir semua laki-
laki lanjut usia sangat tertarik pada seks seperti ketika masih remaja, sedangkan wanita
lanjut usia hanya sepertiganya yang masih memiliki keinginan seks yang lebih tinggi.
3. Pendidikan
Pendidikan merupakan fenomena insani atau gejala kemanusiaan yang mendasar dan
juga mempunyai sifat konstruktif atau membangun dalam hidup manusia (Driyarkara
dalam Tanlain dkk 1992). Pendidikan berlangsung dalam suatu proses panjang yang
pada akhirnya mencapai tujuan akhir yaitu individu yang dewasa (Tanlain, dkk, 1992),
9
dimana kematangan intelektual sesorang akan mempengaruhi wawasan dan cara pikir
seseorang baik tindakan maupun dalam cara pengambilan keputusan.
10
Faktor-Faktor yang mempengaruhi fungsi seksual dalam kebutuhan seksualitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan seksualitas menurut Perry & Potter,
(2005) adalah:
1. Faktor fisik.
Klien dapat mengalami penurunan keinginan seksual karena alasan fisik. Aktivitas
seksualdapat menyebabkan nyeri dan ketidak nyamanan. Bahkan hanya
membayangkan bahwa seks dapat menyakitkan sudah menurunkankeinginan seks.
Penyakit minor dan keletihan adalah alasan seseorang untuk tidak merasakan seksual.
Medikasi dapat mempengaruhi keinginan seksual. Citra tubuh yang buruk, terutama
ketika diperburuk oleh perasaan penolakan atau pembedahan yang mengubah bentuk
tubuh, dapat menyebabkan klien kehilangan perasaannya secara seksual.
2. Faktor hubungan.
Masalah dalam berhubungan dapat mengalihkan perhatian seseorang dari keinginan
seks. Setelah kemesraan hubungan telah memudar, pasangan mungkin mendapati
bahwa mereka dihadapkan pada perbedaan yang sangat besar dalam nilai atau gaya
hidup mereka. Tingkat seberapa jauh mereka masih merasa dekat satu sama lain dan
berinteraksi pada tingkat intim bergantung pada kemampuan mereka untuk
bernegoisasi dan berkompromi. Ketrampilan seperti ini memainkan peran yang sangat
penting ketika mengahadapi keinginan seksual dalam berhubungan. Penurunan minat
dalam aktifitas seksual dapat mengakibatkan ansietas hanya karena harus mengatakan
kepada pasangan perilaku seksual apa yang diterima dan menyenangkan.
3. Faktor gaya hidup.
Faktor gaya hidup seperti, penggunaan atau penyalahgunaan alcohol atau tidak punya
waktu untuk mencurahkan perasaan dalam berhubungan, dapat mempengaruhi
keinginan secara seksual. Dahulu perilaku seksual yang dikiatkan dengan, terutama
dalam periklanan, alkohol dapat menyebabkan rasa sejahtera atau gairah palsu dalam
tahap awal seks. Namun demikian, banyak bukti sekarang ini menunjukkan bahwa
efek negatif alkohol terhadap seksualitas jauh melebihi euforia yang mungkin
dihasilkan pada awalnya.
4. Faktor harga diri.
Tingkat harga diri klien juga dapat menyebabkan konflik yang melibatkan seksualitas.
Jika harga diri seksual tidak pernah dipelihara dengan mengembangkan perasaan yang
kuat tentang seksual diri dan dengan mempelajari keterampilan seksual, seksualitas
mungkin menyebabkan perasaan negatif atau menyebabkan perasaan negatif atau
11
menyebabkan tekanan perasaan seksual. Harga diri seksual dapat menurun dalam
banyak cara. Perkosaan, inses, dan penganiayaan fisik atau emosi meninggalkan luka
yang dalam. Rendahnya harga diri seksual dapat juga diakibatkan oleh kurang
adekuatnya pendidikan seks, model peran yang negatif, dan upaya untuk hidup dalam
pengharapan pribadi atau kultural yang tidak realistik.
14
BAB III
Konsep Askep
Pengkajian
Pengkajian
a. Identitas Klien
1. Nama Klien
2. Umur
3. Agama
4. Suku
5. Pendidikan
6. Alamat
7. Pekerjaan
8. Agama dan kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan
9. Status social ekonomi keluarga
b. Dapatkan riwayat seksual:
• Pola seksual biasanya
• Kepuasan (individu, pasangan)
• Pengetahuan seksual
• Masalah (seksual, kesehatan)
• Harapan
• Suasana hati, tingkat energi
2. Diagnosa Keperawatan
1. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang
ditandai dengan perubahan dalam mencapai kepuasan seksual.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan struktur tubuh terutama pada fungsi
seksual yang dialaminya
Kriteria hasil:
1. Mengekspresikan kenyamanan
2. Mengekspresikan kepercayaan diri
Intervensi:
1. Bantu pasien untuk mengekspresikan perubahan fungsi tubuh termasuk organ
seksual seiring dengan bertambahnya usia.
2. Diskusikan beberapa pilihan agar dicapai kenyamanan.
15
3. Berikan pendidikan kesehatan tentang penurunan fungsi seksual.
4. Motivasi klien untuk mengkonsumsi makanan yang rendah lemak, rendah
kolestrol, dan berupa diet vegetarian
5. Anjurkan klien untuk menggunakan krim vagina dan gel untuk mengurangi
kekeringan dan rasa gatal pada vagina, serta untuk megurangi rasa sakit pada saat
berhubungan seksual
2. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota
tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu angota tubuhnya secara
positif
Kriteria hasil:
1. Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan tanpa rasa malu dan
rendah diri
2. Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki
Intervensi:
1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan
dengan keadaan angota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal
2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien
3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien
4. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain
5. Beri kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan
6. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai
pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.
3. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan efek penyakit akut dan kronis
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan pola seksualitas yang disebabkan masalah
kesehatannya.
Kriteria Hasil :
1. Mengidentifikasi keterbatasannya pada aktivitas seksual yang disebabkan
masalah kesehatan
2. Mengidentifikasi modifikasi kegiatan seksual yang pantas dalam respon
terhadap keterbatasannya
Interversi :
1. Kaji factor-faktor penyebab dan penunjang, yang meliputi
• Kelelahan
16
• Nyeri
• Nafas pendek
• Keterbatasan suplai oksigen
• Imobilisasi
• Kerusakan inervasi saraf
• Perubahan hormone
• Depresi
• Kurangnya informasi yang tepat
2. Hilangkan atau kurangi factor-faktor penyebab bila mungkin. Ajarkan pentingnya
mentaati aturan medis yang dibuat untuk mengontrol gejala penyakit
3. Berikan informasi terbatas dan saran khusus
• Berikan informasi yang tepat pada pasien dan pasangannya tentang
keterbatasan fungsi seksual yang disebabkan oleh keadaan sakit
• Ajarkan modifikasi yang mungkin dalam kegiatan seksual untuk
membantu penyesuaian dengan keterbatasan akibat sakit (saran khusus)
17
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
19