Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

SEXUALITY PADA LANSIA

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK I

PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI HUSADA MULIA

MADIUN

2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah
dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah terkait “Laporan
Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Sexuality pada lansia ”.

Dalam kesempatan ini Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Dosen


pembimbing yang telah membantu mengarahkan dan memberi batasan dalam penyusunan
makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna,
sehingga diharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat khususnya bagi pembaca, agar dapat menambah wawasan serta
pengetahuan.

2
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang
untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan tidak sewajarnya. Biasanya, cara
yangdigunakan oleh orang tersebut adalah menggunakan obyek seks yang tidak wajar.
Penyebab terjadinya kelainan ini bersifat psikologis atau kejiwaan, seperti
pengalamansewaktu kecil, dari lingkungan pergaulan, dan faktor genetik.
Potensial fertilisasi adalah suatu masalah bagi wanita premenopause yang melakukan
hubungan seksual. Sering kali kekuatirannya adalah dalam pencegahan konsepsi. Suatu
ketika pilihannya adalah untuk tidak menggunakan kontrasepsi. Dalam kasus ini,
pasangan dapat mengalami ansietas sampai terjadi periode menstruasi berikutnya. Pada
persentasi pasangan yang lebih kecil, masalahnya mungkin infertilitas ketika kehadiran
anak-anak menjadi keinginan pasangan.
Masalah lain bagi individu yang secara seksual aktif adalah melakukan hubungan seks
yang aman. Melakukan hubungan seks yang aman telah mendapat pengakuan yang
meningkat akibat ketakutan tentang AIDS. Risiko dan konsekuensi dari PMS harus selalu
menjadi pertimbangan.
Senggama dan manipulasi seksual, meskipun di maksud untuk memberikan
kesenangan bagi yang melakukannya, mungkin menjadi penyiksaan dalam situasi
disfungsi. Penganiyaan seksual, dapat mencakup tidak kekerasan pada wanita, pelecehan
seksual, perkosaan, pedofilia (aktifitas seksual pada anak-anak ), pornografi dan inses
(hubungan seksual yang dilakukan ayah kepada anak perempuannya).
Peran utama perawat berkaitan dengan masalah ini adalah pelaporan, penyuluhan dan
dukungan. Perawat juga dapat terlibat dalam pemberian terapi dan medikasi, memberikan
pengkajian dan evaluasi tentang keefektifan, dan memberi pendidikan mengenai fakta,
fiksi dan pentingnya mengatasi masalah ini dalam keluarga, sekolah dan komunitas.

3
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari sexuality?
2. Hambatan Aktivitas Seksual pada Lanjut Usia?
3. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Seksualitas pada Lansia?
4. Kebutuhan Seksualitas Lansia?
5. Bagaimana konsep askep dari sexuality?

1.3 Tujuan

1. Mahasiswa mengetahui pengertian dari sexuality.


2. Mahasiswa mengetahui Hambatan Aktivitas Seksual pada Lanjut Usia.
3. Mahasiswa mengetahui Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Seksualitas pada Lansia.
4. Mahasiswa mengetahui Kebutuhan Seksualitas Lansia.
5. Mahasiswa mengetahui konsep askep dan pada kasus sexuality.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Seksualitas adalah bagaimana seseorang seseorang merasa tentang diri mereka dan
bagaimana mereka mengkomunikasi perasaan tersebut kepada orang lain melalui
tindakan yang di lakukannya seperti sentuhan, pelukan ataupun perilaku yang lebih
halus seperti isyarat gerak tubuh, cara berpakaian, dan perbendaharaan kata, termasuk
pikiran, pengalaman, nilai, fantasi, emosi.
Seksualitas adalah energi yang berdasarkan pada relasi-relasi kita. Energi ini sangat
tampak dalam orientasi hidup manusia yang merupakan kualitas hidupnya seperti
kerinduan untuk akrab dengan orang lain, untuk bersahabat dan untuk bersatu. Perlu
disadari juga bahwa seksualitas berkaitan erat dengan compassion, healing, dan
pengampunan. Sedangkan ciri dari seksualitas adalah passion, kehangatan, afeksi, dan
perasaan, rasa tertarik, vitalitas. Selain itu, seksualitas mengenal juga derita, kesakitan,
frustasi, dan kekacauan (Kris, 2004).
Seksualitas dalam usia lanjut makin diakui sebagai hal yang penting dalam
perawatan lansia. Semua lansia, baik sehat maupun lemah, perlu mengekspresikan
perasaan seksualnya. Seksualitas meliputi cinta, kehangatan, saling membagi dan
sentuhan, bukan hanya melakukan hubungan seksual. Seksualitas berkaitan dengan
identitas dan validasi keyakinan bahwa orang dapat memberi pada orang lain dan
mendapatkan penghargaan (Perry & Potter, 2005).
Seksualitas dalam usia tua beralih dari penekanan pada prokreasi menjadi penekanan
pada pertemanan, kedekatan fisik, komunikasi intim, dan hubungan fisik mencari
kesenangan (Hebersol & Hess, 1994). Tidak ada alasan bagi individu tidak dapat tetap
aktif secara seksual sepanjang mereka memilihnya. Hal ini dapat secara efektif dipenuhi
dengan mempertahankan aktifitas seksual secara teratur sepanjang hidup. Terutama
sekali bagi wanita, hubungan senggama teratur membantu mempertahankan elastisitas
vagina, mencegah atrofi, dan mempertahankan kemampuan untuk lubrikasi. Namun
demikian, proses penuaan mempengaruhi proses seksual. Perubahan fisik yang terjadi
bersama proses penuaan harus dijelaskan kepada klien lansia. Lansia mungkin juga
menghadapi kekuatiran kesehatan yang membuat sulit bagi mereka untuk melanjutrkan
aktivitas seksual. Dewasa yang menua mungkin harus menyesuaikan tindakan seksual

5
dan respon terhadap penyakit kronis, medikasi, sakit dan nyeri, atau masalah kesehatan
lainnya (Perry & Potter, 2005).
Kebutuhan seksual adalah kebutuhan dasar manusia berupa ekspresi perasaan dua
orang individu secara pribadi yang saling menghargai memerhatikan, dan menyayangi
sehingga terjadi sebuah hubungan timbal balik antara kedua individu (A. Alimul Aziz
H., 2006).

a. Perubahan yang terjadi pada lansia

Suatu proses yang tidak dapat dihindari yang berlangsung secara terus-menerus
dan berkesinambungan yang selanjutnya menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis
dan dan biokemis. Pada jaringan tubuh dan akhirnya mempengaruhi fungsi dan
kemampuan badan secara keseluruhan (Depkes RI, 1998).
Menurut Setiabudhi (1999). Perubahan yang terjadi pada lansia yaitu:
1. Perubahan Dari Aspek Biologis
Perubahan yang terjadi pada sel seseorang menjadi lansia yaitu adanya perubahan
genetika yang mengakibatkan terganggunya metabolisme protein, gangguan
metabolisme Nucleic acid dan deoxyribonucleic (DNA), terjadi ikatan DNA dengan
protein stabil yang mengakibatkan gangguan genetika, gangguan kegiatan enzim dan
system pembuatan enzim, menurunnya proporsi protein diotak, otot, ginjal darah dan
hati, terjadinya pengurangan parenkim serta adanya penambahan lipofisin.
Perubahan yang terjadi di sel otak dan saraf berupa jumlah sel menurun dan fungsi
digantikan sel yang tersisa, terganggunya mekanisme perbaikan sel, kontrol inti sel
terhadap sitopalsma menurun, terjadinya perubahan jumlah dan stuktur mitokondria,
degenerasi lisosom yang mengakibatkan hoidrolisa sel, berkurangnya butir Nissil,
penggumpalan kromatin, dan penambahan lipofisin, terjadi vakuolisasi protoplasma.
Perubahan yang terjadi di otak lansia adalah terjadi atrofi yang berkurang 5 sampai
10% yang ukurannya kecil terutama dibagian prasagital, frontal, parietal, jumlah neuron
berkurang dan tidak dapat diganti dengan yang baru, terjadi pengurangan
neurotransmitter, terbentuknya struktur abnormal diotak dan akumulasi pigmen organik
mineral (lipofuscin, amyloid, plaque, neurofibrillary tangle), adanya perubahan biologis
lainnya yang mempengaruhi otak seperti gangguan indra telinga, mata, gangguan
kardiovaskuler, gangguan kelenjar tiroid, dan kortikosteroid. Perubahan jaringan yaitu
terjadinya penurunan sitoplasma protein, peningkatan metaplastik protein seperti

6
kolagen dan elastin.
2. Perubahan Fisiologis.
Pada dasarnya perubahan fisiologis yang terjadi pada aktivitas seksual pada usia
lanjut biasanya berlangsung secara bertahap dan menunjukkan status dasar dari aspek
vaskuler, hormonal dan neurologiknya (Alexander & Allison, 1989 dalam Darmojo,
2010). Untuk suatu pasangan suami-istri, bila semasa usia dewasa dan pertengahan
aktivitas seksual mereka normal, akan kecil sekali kemungkinan mereka akan
mendapatkan masalah dalam hubungan seksualnya.
3. Perubahan Psikologis
Perubahan psikologis pada lansia sejalan dengan perubahan secara fisiologis.
Masalah psikologis ini pertama kali mengenai sikap lansia terhadap kemunduran
fisiknya (disengagement theory) yang berati adanya penarikan diri dari masyarakat dan
dari diri pribadinya satu sama lain. Lansia dianggap terlalu lamban dengan daya reaksi
yang lambat, kesigapan dan kecepatan bertindak dan berfikir menurun (Santrock, 2002).
4. Perubahan Sosial
Umumnya lansia banyak yang melepaskan partisipasi sosial mereka, walaupun
pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Orang lanjut usia yang memutuskan hubungan
dengan dunia sosialnya akan mengalami kepuasan. Pernyataan tadi merupakan
disaggrement theory. Aktivitas sosial yang banyak pada lansia juga mempengaruhi baik
buruknya kondisi fisik dan sosial lansia (Santrock, 2002).

a. Hambatan Aktivitas Seksual pada Lanjut Usia


Pada usia lanjut, tedapat berbagai hambatan untuk melakukan aktivitas seksual yang
dapat dibagi menjadi hambatan/masalah eksternal yang datang dari lingkungan dan
hambatan internal, yang terutama berasal dari subyek lansianya sendiri (Darmojo,
2010).
1. Hambatan Eksternal
Biasanya berupa pandangan sosial, yang menganggap bahwa aktivitas seksual tidak
layak lagi dilakukan oleh para lansia. Masyarakat biasanya masih bisa menerima
seorang duda lansia kaya yang menikah lagi dengan wanita yang lebih muda atau
mempunyai anak setelah usianya agak lanjut, tetapi hal sebaliknya seorang janda kaya
yang menikah dengan pria yang lebih muda sering kali mendapat cibiran masyarakat.

7
Hambatan eksternal bilamana seseorang janda atau duda akan menikah lagi sering kali
juga berupa sikap menentang dari anak-anak, dengan berbagai alasan. Kenangan pada
ayah/ibu yang telah meninggal atau ketakutan akan berkurangnya warisan merupakan
latar belakang penolakan. Di negara Barat hal ini masih terjadi, akan tetapi pengaruhnya
di negara Timur akan lebih terasa mengingat kedekatan hubungan orang tua dengan
anak-anak ( Darmojo, 2010 ).
2. Hambatan Internal
Psikologik seringkali sulit dipisahkan secara jelas dengan hambatan ekternal. Seringkali
seorang lansia sudah merasa tidak bisa dan tidak pantas berpenampilan untuk bisa
menarik lawan jenisnya. Pandangan sosial dan keagamaan tentang seksualitas di usia
lanjut(baik pada mereka yang masih mempunyai pasangan, tetapi terlebih pada mereka
yang sudah menjanda/menduda) menyebabkan keinginan dalam diri mereka ditekan
sedemikian sehingga memberikan dampak pada ketidakmampuan fisik, yang dikenal
sebagai impotensia (Darmojo, 2010).

b. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan Seksualitas pada Lansia


Seksualitas pada lansia dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu umur, jenis kelamin,
pendidikan, penyakit, pengalaman menikah, psikologis, sikap nilai pengetahuan,
kebudayaan, lingkungan, dan dukungan keluarga dan sosila ekonomi. Dalam penelitian
ini hanya mengambil faktor umur, jenis kelamin, pendidikan, sikap, dan pengetahuan.
Ini semua dikarenakan keterbatasan waktu dan sumber yang memadai yang
berhubungan dengan faktor-faktor yang lain.
1. Umur
Umur seorang lanjut usia mempengaruhi dan menunjukan sejauh mana terjadinya
perubahan pada lansia tersebut baik fisik, fungsi tubuh dan tingkah laku. Dengan
meningkatnya jumlah lanjut usia, seksualitas menjadi permasalahan karena ternyata
keinginan dan kemampuan seks para lansia masih terus berlangsung. Kinsey dkk,
(1948) dalam Oswari (1997) menyatakan bahwa penurunan kegiatan seks pada umur 60
tahun adalah sekitar 20% dari usia muda. Penuaan secara seksual dikatakan telah
melampaui masa remajanya, karena secara ilmiah dapat dibuktikan bahwa kemampuan
seseorang sudah mengalami penurunan, walaupun tidak tampak jelas, sejak mencapai
usia pra dewasa atau usia dewasa muda, khususnya pada pria sudah terjadi penurunan
produksi hormon testosteron (Master and Jhonson, 1966, Kinsey dkk, 1948 ; dalam
Marsetio dan Tjokronegoro, 1991). Pada usia 60 tahun tenaga seseorang biasanya hanya

8
tinggal 50% dari kekuatan masa remajanya, pada usia ini pula kegiatan seks lelaki
mengalami paling banyak kemunduran. Produksi air mani menurun, kesuburan
berkurang, namun nafsu seks tetap ada. Sedangkan pada wanita jika sudah memasuki
usia 45-50 tahun indung telurnya mulai kehabisan telur untuk dikeluarkan dan juga
terjadi penurunan produksi hormon seks, akan tetapi dorongan seksual pada wanita
tidak dipengaruhi hal tersebut (Oswari,1997). Masters dan Jhonson, (1966) dalam paat
dalam Marsetio dan Tjokronegoro, (1991) menyimpulkan bahwa kamampuan seksual
wanita dapat bertahan sampai tua sesudah 60 tahun, bahkan sampai 80 tahun.
2. Jenis Kelamin
Perubahan- perubahan seksual yang dialami pria tidak dapat disamakan dengan
perubahan yang dialami oleh wanita, bukan hanya karena gabungan faktor fisik yang
berbeda, namun juga karena faktor-faktor sosial (Paat dalam Marsetio dan
Tjokronegoro, 1991). Kemampuan seksual seorang pria lanjut usia dipengaruhi oleh
faktor- faktor non seksual seperti : kelelahan fisik atau mental, obesitas, penyakit usia
tua, obat-obatan dan rasa takut gagal. Proses menua pada wanita berbeda dengan pria
setidaknya dalam dua hal, yaitu, pertama apabila pada pria tidak ada suatu peristiwa
biologik yang menandai dengan jelas suatu peralihan kemasa tua pada wanita ada yaitu
menopause, kedua penurunan potensi seksual pada pria sudah mulai tampak pada usia
muda sedangkan pada wanita baru menunjukan tanda-tanda penurunan pada umur 55-
60 tahun.( Paat dalam Marsetio dan Tjokronegoro, (1991).
Hasil penyelidikan Masters dan Jhonson, (1966) dalam Suparto, (2000), menyatakan
tidak ada bukti kesanggupan seks lelaki menurun dengan bertambahnya umur, mereka
juga mengatakan bahwa pada wanita lanjut usia ternyata masih bisa melakukan onani
tanpa kesulitan. Namun menurut Kinsey,dkk (1948) dalam Oswari, (1997) melaporkan
frekuensi kegiatan seks wanita umumnya lebih rendah dibandingkan dengan lelaki pada
segala tingkat umur. Preiffer, dkk, (1969) dalam oswari mengatakan hampir semua laki-
laki lanjut usia sangat tertarik pada seks seperti ketika masih remaja, sedangkan wanita
lanjut usia hanya sepertiganya yang masih memiliki keinginan seks yang lebih tinggi.
3. Pendidikan
Pendidikan merupakan fenomena insani atau gejala kemanusiaan yang mendasar dan
juga mempunyai sifat konstruktif atau membangun dalam hidup manusia (Driyarkara
dalam Tanlain dkk 1992). Pendidikan berlangsung dalam suatu proses panjang yang
pada akhirnya mencapai tujuan akhir yaitu individu yang dewasa (Tanlain, dkk, 1992),

9
dimana kematangan intelektual sesorang akan mempengaruhi wawasan dan cara pikir
seseorang baik tindakan maupun dalam cara pengambilan keputusan.

10
Faktor-Faktor yang mempengaruhi fungsi seksual dalam kebutuhan seksualitas
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan seksualitas menurut Perry & Potter,
(2005) adalah:
1. Faktor fisik.
Klien dapat mengalami penurunan keinginan seksual karena alasan fisik. Aktivitas
seksualdapat menyebabkan nyeri dan ketidak nyamanan. Bahkan hanya
membayangkan bahwa seks dapat menyakitkan sudah menurunkankeinginan seks.
Penyakit minor dan keletihan adalah alasan seseorang untuk tidak merasakan seksual.
Medikasi dapat mempengaruhi keinginan seksual. Citra tubuh yang buruk, terutama
ketika diperburuk oleh perasaan penolakan atau pembedahan yang mengubah bentuk
tubuh, dapat menyebabkan klien kehilangan perasaannya secara seksual.
2. Faktor hubungan.
Masalah dalam berhubungan dapat mengalihkan perhatian seseorang dari keinginan
seks. Setelah kemesraan hubungan telah memudar, pasangan mungkin mendapati
bahwa mereka dihadapkan pada perbedaan yang sangat besar dalam nilai atau gaya
hidup mereka. Tingkat seberapa jauh mereka masih merasa dekat satu sama lain dan
berinteraksi pada tingkat intim bergantung pada kemampuan mereka untuk
bernegoisasi dan berkompromi. Ketrampilan seperti ini memainkan peran yang sangat
penting ketika mengahadapi keinginan seksual dalam berhubungan. Penurunan minat
dalam aktifitas seksual dapat mengakibatkan ansietas hanya karena harus mengatakan
kepada pasangan perilaku seksual apa yang diterima dan menyenangkan.
3. Faktor gaya hidup.
Faktor gaya hidup seperti, penggunaan atau penyalahgunaan alcohol atau tidak punya
waktu untuk mencurahkan perasaan dalam berhubungan, dapat mempengaruhi
keinginan secara seksual. Dahulu perilaku seksual yang dikiatkan dengan, terutama
dalam periklanan, alkohol dapat menyebabkan rasa sejahtera atau gairah palsu dalam
tahap awal seks. Namun demikian, banyak bukti sekarang ini menunjukkan bahwa
efek negatif alkohol terhadap seksualitas jauh melebihi euforia yang mungkin
dihasilkan pada awalnya.
4. Faktor harga diri.
Tingkat harga diri klien juga dapat menyebabkan konflik yang melibatkan seksualitas.
Jika harga diri seksual tidak pernah dipelihara dengan mengembangkan perasaan yang
kuat tentang seksual diri dan dengan mempelajari keterampilan seksual, seksualitas
mungkin menyebabkan perasaan negatif atau menyebabkan perasaan negatif atau
11
menyebabkan tekanan perasaan seksual. Harga diri seksual dapat menurun dalam
banyak cara. Perkosaan, inses, dan penganiayaan fisik atau emosi meninggalkan luka
yang dalam. Rendahnya harga diri seksual dapat juga diakibatkan oleh kurang
adekuatnya pendidikan seks, model peran yang negatif, dan upaya untuk hidup dalam
pengharapan pribadi atau kultural yang tidak realistik.

c. Kebutuhan Seksualitas Lansia


Keinginan seksual beragam diantara individu: sebagian orang menginginkan dan
menikmati seks setiap hari, sementara yang lainnya menginginkan seks hanya sekali
dalam sebulan, dan yang lainnya lagi tidak memiliki keinginan sama sekali dan cukup
merasa nyaman dengan fakta tersebut. Keinginan seksual menjadi masalah jika klien
semata-mata menginginkan untuk merasakan keinginan hubungan seks lebih sering,
jika keyakinan klien adalah pentinguntuk melakukannya pada beberapa norma kultur,
atau jika perbedaan dalam keinginan seksual dari pasangan menyebabkan konflik
(Kozier, 2004). Aktivitas seksual mungkin terbatas karena ketidakmampuan spesifik,
tetapi dorongan seksual, ekspresi cinta, dan perhatian tidak mengalami penurunan yang
sama.
Dari pada penurunan fungsi seksual diasumsikan dengan sakit, lebih baik perhatian
difokuskan pada sesuatu yang masih mungkin dilakukan. Pengaruh psikososial dari
ketidakmampuan pada umumnya mempunyai pengaruh yang lebih negatif pada fungsi
seksual dari pada gangguan fisik akibat ketidakmampuan itu sendiri. Mengembangkan
kepercayaan diri dan membentuk ekspresai seksual yang baru dapat banyak membantu
pada lansia yang mengalami ketidakmampuan seksual (Pudjiastuti, 2003). Lanjut usia
masih mempunyai harapan untuk menikah dan masih memiliki minat terhadap lawan
jenis. Hal tersebut di tunjukkan dengan usaha berkunjung ke lawan jenis yang sudah
tidak memiliki pasangan. Adanya fenomena keinginan menikah, pengacuhan
kebutuhan seksual lanjut usia yang berdampak pada kebahagiaan dan gangguan
homeostasis, teori-teori yang menunjukkan perlu adanya kebutuhan seksual dipenuhi,
dan masih adanya anggapan yang keliru mengenai pemenuhan kebutuhan seksual pada
lanjut usia (Mayasari, 2009). Namun, kondisi hubungan seksual dan nonseksual
dengan pasangan hidup memberi pengaruh besar. Makin baik hubungan, makin
memuaskan kehidupan seksualnya. Maka, seks akan bertambah lama sampai tidak ada
batasnya. Akhirnya salah satu penentu lain adalah tidak adanya pasangan. Wanita usia
lanjut yang tidak mempunyai pasangan lagi umumnya akan menekan ddorongan
12
seksnya sampai habis. Sebaliknya, pria yang sudah kehilangan pasangan, sebagian
akan menikah lagi (Suparto,1998).

Manajemen yang dilakukan tenaga kesehatan untuk mengatasi gangguan


seksual pada lansia adalah sebagai berikut :
1. Anamnesa Riwayat Seks
• Gunakan bahasa yang saling menguntungkan dan memuaskan
• Gunakan pertanyaan campuran antara terbuka dan teutup
• Mendapatkan gambaran yang akurat tentang apa yang sebenarnya salah
• Uraikan dengan panjang lebar permasaIahanya
• Dapatkan latar belakang medis mencakup daftar lengkap tentang obatobatan yang
dikonsumsi oieh pasien.
Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dihadapan pasangannya. Anamnese
harus rinci, meliputi awitan, jenis maupun intensitas gangguan yang dirasakan.
Juga anamnese tentang ganguan sistemik maupun organik yang dirasakan.
Penelaahan tentang gangguan psikologik, kognitif harus dilakukan. Juga
anamneses tentang obat-obatan. Pemeriksaan fisik meliputi head to toe.
Pemeriksaan tambahan yang dilakukan meliputi keadaan jantung, haati,
ginjal dan paru-paru. Status endokrin dan metaboliuk meliputi keadaan gula
darah, status gizi dan status hormonal tertentu. Apabila keluhan mengenai
disfungsi ereks pada pria, pemeriksaan khas juga meliputi a.l pemeriksaan dengan
snap gauge atau nocturnal penile tumescence testing. (Hadi-Martono, 1996)
2. Pengobatan yang diberikan mencakup :
• Konseling Psikoseksual
• Therapi Hormon
• Penyembuhan dengan obat-obatan
• Peralatan Mekanis
• Bedah Pembuluh
3. Bimbingan Psikososial
Bimbingan dan konseling sangat dipentingkan dalam rencana manajemen
gangguan seks dan dikombinasikan dengan penyembuhan pharmakologi.
4. Penyembuhan Hormon
• Pada pria lansia : Penggunaan suplemen testosteron untuk menyembuhkan
viropause/andropause pada pria (pemanasan dan ejakulasi).
13
• Pada wanita lansia : Terapi pengganti hormon (HRT) dengan pemberian
estrogen pada klimakterium.
5. Penyembuhan dengan Obat
• Yohimbine, Pemakaian Krim vasoaktif
• Oral phentholamin
• Tablet apomorphine sublingual
• Sildenafil, suntik intra-carporal obat vasoaktif
• Penempatan intra-uretral prostaglandin

14
BAB III

Konsep Askep

Pengkajian
Pengkajian
a. Identitas Klien
1. Nama Klien
2. Umur
3. Agama
4. Suku
5. Pendidikan
6. Alamat
7. Pekerjaan
8. Agama dan kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan
9. Status social ekonomi keluarga
b. Dapatkan riwayat seksual:
• Pola seksual biasanya
• Kepuasan (individu, pasangan)
• Pengetahuan seksual
• Masalah (seksual, kesehatan)
• Harapan
• Suasana hati, tingkat energi
2. Diagnosa Keperawatan
1. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur tubuh/fungsi yang
ditandai dengan perubahan dalam mencapai kepuasan seksual.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan struktur tubuh terutama pada fungsi
seksual yang dialaminya
Kriteria hasil:
1. Mengekspresikan kenyamanan
2. Mengekspresikan kepercayaan diri
Intervensi:
1. Bantu pasien untuk mengekspresikan perubahan fungsi tubuh termasuk organ
seksual seiring dengan bertambahnya usia.
2. Diskusikan beberapa pilihan agar dicapai kenyamanan.

15
3. Berikan pendidikan kesehatan tentang penurunan fungsi seksual.
4. Motivasi klien untuk mengkonsumsi makanan yang rendah lemak, rendah
kolestrol, dan berupa diet vegetarian
5. Anjurkan klien untuk menggunakan krim vagina dan gel untuk mengurangi
kekeringan dan rasa gatal pada vagina, serta untuk megurangi rasa sakit pada saat
berhubungan seksual
2. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota
tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu angota tubuhnya secara
positif
Kriteria hasil:
1. Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan tanpa rasa malu dan
rendah diri
2. Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki
Intervensi:
1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan
dengan keadaan angota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal
2. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien
3. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien
4. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain
5. Beri kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan
6. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai
pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.
3. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan efek penyakit akut dan kronis
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan pola seksualitas yang disebabkan masalah
kesehatannya.
Kriteria Hasil :
1. Mengidentifikasi keterbatasannya pada aktivitas seksual yang disebabkan
masalah kesehatan
2. Mengidentifikasi modifikasi kegiatan seksual yang pantas dalam respon
terhadap keterbatasannya
Interversi :
1. Kaji factor-faktor penyebab dan penunjang, yang meliputi
• Kelelahan
16
• Nyeri
• Nafas pendek
• Keterbatasan suplai oksigen
• Imobilisasi
• Kerusakan inervasi saraf
• Perubahan hormone
• Depresi
• Kurangnya informasi yang tepat
2. Hilangkan atau kurangi factor-faktor penyebab bila mungkin. Ajarkan pentingnya
mentaati aturan medis yang dibuat untuk mengontrol gejala penyakit
3. Berikan informasi terbatas dan saran khusus
• Berikan informasi yang tepat pada pasien dan pasangannya tentang
keterbatasan fungsi seksual yang disebabkan oleh keadaan sakit
• Ajarkan modifikasi yang mungkin dalam kegiatan seksual untuk
membantu penyesuaian dengan keterbatasan akibat sakit (saran khusus)

17
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

18
DAFTAR PUSTAKA

1. http://abhique.blogspot.com/2009/10/konsep-keperawatan pada lnjut usia


(lansia).html
2. http://abhique.blogspot.com/2009/10/rencana asuhan keperawatan pada lansia.html
3. Carpenito,Lynda Juall.2000.Diagnosa Keperawatan.EGC.Jakarta
4. Aspiani Reny Yuli,S.Kep.Ns.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik.2008.

19

Anda mungkin juga menyukai