Anda di halaman 1dari 28

REFARAT

ANEMIA DEFISIENSI BESI

Oleh :
Ulul Azmi
19174035

Pembimbing

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD MERAXA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

        Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya, dan tidak lupa sholawat dan salam yang senantiasa
tercurah kepada Nabi Muhammad SAW dan keluarganya serta sahabat-
sahabatnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat berjudul Anemia
Defisiensi Besi.

        Referat ini disusun sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik Ilmu
Kesehatan Anak di RSUD Meraxa Banda Aceh. Dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
DOPING selaku pembimbing. Penulis menyadari sepenuhnya berbagai
kekurangan yang masih jauh dari kesempurnaan. Akhir kata, semoga tugas referat
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamualaikum wr.wb

Banda Aceh, 2020

                                                           Ulul Azmi


                                                                       NIM: 19174035

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................3

2.1 Definisi................................................................................................3
2.2 Etiologi................................................................................................3
2.3 Epidemiologi........................................................................................4
2.4 Patogenesis..........................................................................................4
2.5 Gambaran klinis dan pemeriksaan fisik...............................................5
2.6 Pemeriksaan penunjang ......................................................................9
2.7 Diagnosis banding.............................................................................11
2.8 Penatalaksanaan.................................................................................11
2.9 Prognosis............................................................................................14

BAB III KESIMPULAN...................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Anemia bukanlah suatu diagnosis melainkan suatu simptom penyakit yang

memerlukan penyelidikan lebih lanjut untuk menentukan etiologinya.

Anemia adalah kekurangan sel darah merah, kuantitas hemoglobin,

volume pada sel darah merah (hematokrit) dalam jumlah tertentu per 100 ml

darah. Cara untuk menentukan anemia diuraikan oleh anamnesis, pemeriksaan

fisik yang teliti dan didukung oleh pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan

laboratorium yang dilakukan biasanya dengan mengukur Hemoglobin (Hb) dan

Hematokrit (Ht). Hasil pemeriksaan tersebut hati-hati dikelirukan pada pasien

dehidrasi dan masa kehamilan.

Dalam keadaan normal jumlah sel darah merah pada rata-rata orang

dewasa kira-kira 5 juta permilimeter kubik. Eritropoesis pada orang dewasa

terutama terjadi di dalam sumsum tulang melalui stadium pematangan. Sel

eritrosit berinti berasal dari sel induk multipotensial yang kemudian

berdiferensiasi menjadi sel induk unipotensial. Sel induk unipotensial dengan

rangsangan hromon eritropoetin menjadi sel pronormoblas. Sel pronormoblas ini

akan membentuk deoxyribonucleic acid (DNA) yang diperlukan untuk tiga

sampai dengan empat kali fase mitosis. Dari tiap sel pronormoblas akan terbentuk

16 eritrosit. Sel-sel yang sedang berada dalam fase diferensiasi dari pronormoblas

sampai dengan eritrosit dapat dikenal dari morfologinya, sehingga dapat dikenal 5

1
stadium pematangan. Proses diferensiasi dari pronormoblas sampai eritrosit

memakan waktu + 72 jam. Sel eritrosit normal berumur 120 hari.

Anemia dapat diklasifikasi menurut morfologi sel darah merah dan indeks-

indeksnya. Pada klasifikasi ini mikro dan makro menunjukkan ukuran sel darah

merah, sedangkan kromik menunjukkan warnanya.

1. Anemia normositik normokrom

Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung

hemoglobin dalam jumlah normal.

MCV = 84-96 fL dan MCHC = 32-36%

Contoh anemia jenis ini adalah anemia pada :

 Perdarahan akut

 Penyakit kronik

 Anemia hemolitik

 Anemia aplastik

2. Anemia makrositik normokrom

Makrositik berarti ukuran sel-sel darah lebih besar dari normal tetapi

normokrom karena konsentrasi Hb-nya normal.

MCV meningkat dan MCHC normal

Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesa asam nukleat DNA

seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat.

Contoh anemia jenis ini :

 Anemia megaloblastik akibat defisiensi vitamin B12 atau asam folat.

2
3. Anemia mikrositik hipokrom

Mikrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih kecil dari normal dan

hipokrom karena Hb dalam jumlah kurang dari normal.

MCV kurang dan MCHC kurang

Contoh anemia jenis ini yaitu :

 Anemia defisiensi besi

 Anemia penyakit kronik

 Talasemia

Salah satu tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah pucat.

Ini umumnya diakibatkan oleh berkurangnya volume darah, berkurangnya

hemoglobin dan vasokonstriksi untuk memperbesar pengiriman O2 ke organ-

organ vital. Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan distribusi

kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks

pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan dan membran mukosa

mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.

Pada umumnya anemia yang terjadi diakibatkan defisiensi nutrisi seperti

defisiensi Fe, asam folat dan vitamin B12. Dalam referat ini dibahas lebih lanjut

mengenai anemia defisiensi Fe.

1.2 Batasan masalah

Referat ini membahas mengenai anemia defisiensi fe

3
1.3 Tujuan penulisan

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui cara mendiagnosis anemia

defisiensi fe dan penatalaksanaannya sertasebagai syarat menjalani kepaniteraan

klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUP.Dr.M.Djamil padang.

1.4 Metode penulisan

Referat ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang

merujuk kepada berbagai literatur.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Anemia defisiensi fe adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya

penyediaan besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron

store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang.

Ditandai dengan anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium yang

menunjukkan cadangan besi kosong. Menurut WHO dikatakan anemia bila :Pada

orang dewasa Hb < 12,5 g/dl

Kebutuhan Fe dalam makanan sekitar 20 mg sehari, dari jumlah ini hanya

kira-kira 2 mg yang diserap. Jumlah total Fe dalam tubuh berkisar 2-4 gram. Kira-

kira 50 mg/Kgbb pada pria dan 35 mg/Kgbb pada wanita.

2.2 Epidemiologi

Anemia defisiensi fe merupakan anemia yang paling sering dijumpai baik

diklinik maupun masyarakat. Dari berbagai data yang dikumpulkan, didapatkan

gambaran revalensi anemia defisiensi fe seperti pada tabel

afrika Amerika latin indonesia


Laki laki dewasa 6% 3% 16-50%
Wanita tidak 20% 17-21% 25-48%

hamil
Wanita hamil 60% 39-46% 46-92%
Tabel 1. Epidemiologi Anemia defisiensi besi

2.3 Etiologi

 Perdarahan kronik misalnya riwayat perdarahan saluran cerna sebelumnya.

5
Di Indonesia paling banyak disebabkan oleh infestasi cacing tambang

(ankilostomiasis). Gejala yang timbul biasanya ada kemerahan dan gatal

(ground itch) pada kulit tempat larva menembus. Migrasi larva yang banyak

melalui paru-paru dapat menimbulkan gangguan seperti di atas yang

dinamakan Loeffler’s Syndrome. Pada fase akut cacing tambang dewasa dapat

menimbulkan nyeri kolik ulu hati, anoreksia, diare dan penurunan berat

badan. Infeksi yang kronis dapat menimbulkan anemia defisiensi besi dan

hiponatremia, sehingga menyebabkan pucat, sesak nafas dan lemas.

 Diet yang tidak mencukupi

 Pada wanita karena perdarahan menstruasi dan kehamilan

 Kebutuhan yang meningkat pada kehamilan, laktasi

 Absorpsi yang menurun

 Hemoglobinuria

 Penyimpanan besi yang berkurang seperti pada hemosiderosis paru

2.4 Metabolisme Fe

Terdapatnya zat besi (Fe) dalam darah baru diketahui setelah penelitian oleh

Lemeryh dan Goeffy (1713). Akan tetapi, sebenarnya berabad-abad sebelum

Masehi, bangsa Yunani dan India telah menggunakan bahan-bahan yang

mengandung Fe untuk mendapatkan tentara yang kuat. Bangsa Yunani merendam

pedang-pedang tua meminum airnya.

Tubuh manusia sehat mengandung + 3,5 g Fe yang hampir seluruhnya

dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk

organik, yaitu sebagai ikatan nonion dan lebih lemah dalam bentuk anorganik,

6
yaitu sebagai ikatan ion. Besi mudah mengalami oksidasi atau reduksi. Kira-kira

70% dari Fe yang terdapat dalam tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial,

dan 30% merupakan Fe yang non esensial.

Fe esensial ini terdapat pada :

1. Hemoglobin + 66%

2. Mioglobin 3%

3. Enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer electron misalnya

sitokromoksidase, suksinil dehidrogenase dan zantin oksidase sebanyak 0,5%

4. Transferin 0,1%

5.

Fe non esensial terdapat sebagai :

1. cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak 25%

2. pada parenkim jaringan kira-kira 5%.

Cadangan Fe

 Pada wanita hanya 200-400 mg

 Pada pria kira-kira 1 gram

Absorpsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di duodenum,

makin ke distal absorpsinya makin berkurang. Zat ini lebih mudah diabsorpsi

dalam bentuk fero. Transportnya melalui sel mukosa usus terjadi secara transport

aktif. Ion fero yang sudah diabsorpsi akan diubah menjadi ion feri dalam sel

mukosa. Selanjutnya ion feri akan masuk ke dalam plasma dengan perantara

transferin, atau diubah menjadi feritin dan disimpan dalam sel mukosa usus.

Secara umum :

7
 Bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan zat besi rendah 

maka lebih banyak Fe diubah menjadi feritin

 Bila cadangan dalam tubuh rendah atau kebutuhan akan zat besii meningkat

 maka Fe yang baru diserap akan segera diangkut dari sell mukosa ke

sumsum tulang untuk eritropoesis.

Eritropoesis dapat meningkat sampai lebih dari 5 kali pada anemia berat atau

hipoksia.

Jumlah Fe yang diabsorpsi sangat tergantung dari bentuk dan jumlah

absolutnya serta adanya zat-zat lain.

Makanan yang mengandung + 6 mg Fe/1000 kilokalori akan diabsorpsi 5-10%

pada orang normal.

Absorpsi dapat ditingkatkan oleh :

 Kobal

 Inosin

 Metionin

 Vitamin C

 HCI

 Suksinat

 Senyawa asam lain

Asam akan mereduksi ion feri menjadi fero dan menghambat

terbentuknya kompleks Fe dengan makanan yang tidak larut.

Sebaliknya absorpsi Fe akan menurun bila terdapat :

 Fosfat

8
 Antasida misalnya :

- kalsium karbonat

- aluminium hidroksida

- magnesium hidroksida

Besi yang terdapat pada makanan hewani umumnya diabsorpsi rata-rata dua kali

lebih banyak dibandingkan dengan makanan nabati.

Kadar Fe dalam plasma berperan dalam mengatur absorpsi Fe.

Absorpsi ini meningkat pada keadaan :

 Defisiensi Fe

 Berkurangnya depot Fe

 Meningkatnya eritropoesis

Selain itu, bila Fe diberikan sebagai obat, bentuk sediaan, dosis dan jumlah serta

jenis makanan dapat mempengaruhi absorpsinya.

Setelah diabsorpsi, Fe dalam darah akan diikat oleh transferin (siderofilin),

suatu beta 1-globulin glikoprotein, untuk kemudian diangkut ke berbagai jaringan,

terutama ke sumsum tulang dan depot Fe. Jelas bahwa kapasitas pengikatan total

Fe dalam plasma sebanding dengan jumlah total transferin plasma, tetapi jumlah

Fe dalam plasma tidak selalu menggambarkan kapasitas pengikatan total Fe ini.

Selain transferin, sel-sel retikulum dapat pula mengangkut Fe, yaitu untuk

keperluan eritropoesis. Sel ini juga berfungsi sebagai gudang Fe.

Kalau tidak digunakan dalam eritropoesis, Fe akan disimpan sebagai

cadangan, dalam bentuk terikat sebagai feritin. Feritin terutama terdapat dalam

sel-sel retikuloendotelial (di hati, limpa, dan sumsum tulang). Cadangan ini

9
tersedia untuk digunakan oleh sumsum tulang dalam proses eritropoesis; 10%

diantaranya terdapat dalam labile pool yang cepat dapat dikerahkan untuk proses

ini, sedangkan sisanya baru digunakan bila labile pool telah kosong. Besi yang

terdapat di dalam parenkim jaringan tidak dapat digunakan untuk eritropoesis.

Bila Fe diberikan IV, cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang

membentuk feritin) dan disimpan terutama di dalam hati, sedangkan setelah

pemberi per oral terutama akan disimpan di limpa dan sumsum tulang. Fe yang

berasal dari pemecahan eritrosit akan masuk ke dalam hati dan limpa.

Penimbunan Fe dalam jumlah abnormal tinggi dapat terjadi akibat :

 Tranfusi darah yang berulang-ulang

 Akibat penggunaan preparat Fe dalam jumlah berlebihan yang diikuti

absorpsi yang berlebihan pula

Jumlah Fe yang dieksresi setiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar 0,5-1 mg

sehari.

Eksresi terutama berlangsung melalui :

 Sel epitel kulit

 Saluran cerna yang terkelupas

 Selain itu juga melalui :

- keringat

- Urin

- Feses

- Kuku dan rambut yang dipotong

10
 Pada proteinuria jumlah yang dikeluarkan dengan urin dapat meningkat

bersama dengan sel yang mengelupas

2.5 Patofisiologi Anemia

Zat besi diperlukan untuk hemopoesis (pembentukan darah) dan juga

diperlukan oleh berbagai enzim sebagai faktor penggiat. Zat besi yang terdapat

dalam enzim juga diperlukan untuk mengangkut elektro (sitokrom), untuk

mengaktifkan oksigen (oksidase dan oksigenase). Defisiensi zat besi tidak

menunjukkan gejala yang khas (asymptomatik) sehingga anemia pada balita sukar

untuk dideteksi. Tanda-tanda dari anemia gizi dimulai dengan menipisnya

simpanan zat besi (feritin) dan bertambahnya absorbsi zat besi yang digambarkan

dengan meningkatnya kapasitas pengikatan besi.

Pada tahap yang lebih lanjut berupa habisnya simpanan zat besi,

berkurangnya kejenuhan transferin, berkurangnya jumlah protoporpirin yang

diubah menjadi heme, dan akan diikuti dengan menurunnya kadar feritin serum.

Akhirnya terjadi anemia dengan cirinya yang khas yaitu rendahnya kadar Rb

(Gutrie, 186:303) Bila sebagian dari feritin jaringan meninggalkan sel akan

mengakibatkan konsentrasi feritin serum rendah. Kadar feritin serum dapat

menggambarkan keadaan simpanan zat besi dalam jaringan. Dengan demikian

kadar feritin serum yang rendah akan menunjukkan orang tersebut dalam keadaan

anemia gizi bila kadar feritin serumnya <12 ng/ml. Hal yang perlu diperhatikan

adalah bila kadar feritin serum normal tidak selalu menunjukkan status besi dalam

keadaan normal. Karena status besi yang berkurang lebih dahulu baru diikuti

dengan kadar feritin.

11
Diagnosis anemia zat gizi ditentukan dengan tes skrining dengan cara

mengukur kadar Hb, hematokrit (Ht), volume sel darah merah (MCV),

konsentrasi Hb dalam sel darah merah (MCH) dengan batasan terendah 95%

acuan (Dallman,1990)

2.6 Sumber Alami Fe

Makanan yang mengandung Fe :

1. Dalam kadar tinggi (lebih dari 5 mg/100 g) adalah :

 hati

 jantung

 kuning telur

 ragi

 kerang

 kacang-kacangan

 buah-buahan kering tertentu

2. Dalam jumlah sedang (1-5 mg/100 g) diantaranya :

 daging

 ikan

 unggas

 sayuran yang berwarna hijau

 biji-bijian

3. Dalam jumlah rendah (kurang dari 1 mg/100 g), antara lain :

 susu dan produknya

12
 sayuran yang kurang hijau

2.7 Manifestasi Klinis

Gejala anemia defisiensi pada umumnya adalah :

 cepat lelah

 jantung berdebar-debar

 takikardi

 sakit kepala

 mata berkunang-kunang

 letih

 lesu

Manifestasi yang paling menonjol pada anemia defisiensi besi adalah :

 pucat

 glossitis (lidah tampak pucat, licin, mengkilap, atrofi papil lidah)

 stomatitis dan keilitis angular

 koilonikia (kuku menjadi cekung ke dalam seperti sendok), ditemukan pada

18% anemia defisiensi besi

 perdarahan dan eksudat pada retina bisa terlihat pada anemia berat (Hb 5 gram

% atau kurang)

 Gejala Plummer-Vinson yaitu sukar menelan (disfagia) merupakan gejala

yang khas pada anemia defisiensi besi menahun.

2.8 Diagnosis
13
1. Anamnesis

1). Riwayat faktor predisposisi dan etiologi :

a. Kebutuhan meningkat secara fisiologis terutama pada masa pertumbuhan yang

cepat, menstruasi, dan infeksi kronis

b. Kurangnya besi yang diserap karena asupan besi dari makanan tidak adekuat

malabsorpsi besi

c. Perdarahan terutama perdarahan saluran cerna (tukak lambung, penyakit Crohn,

colitis ulserativa)

2). Pucat, lemah, lesu, gejala pika

2. Pemeriksaan fisis

a. anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limphadenopati

b. stomatitis angularis, atrofi papil lidah

c. ditemukan takikardi ,murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung

3. Pemeriksaan penunjang

a. Hemoglobin, Hct dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) menurun

b. Hapus darah tepi menunjukkan hipokromik mikrositik

c. Kadar besi serum (SI) menurun dan TIBC meningkat , saturasi menurun

d. Kadar feritin menurun dan kadar Free Erythrocyte Porphyrin (FEP) meningkat

e. sumsum tulang : aktifitas eritropoitik meningkat

Kelompok Umur Hemoglobin (gr/dl)


Anak-anak 6 – 59 bulan 11
5 – 11 tahun 11,5
12 – 14 tahun 12

14
Dewasa Wanita > 15 tahun 12
Wanita hamil 11
Laki-laki > 15 tahun 13

Tabel 2. Parameter untuk menentukan status besi

Pada defisiensi besi dini apusan biasanya normal. Sulit untuk mencari

perubahan dini yang samar-samar dalam ukuran sel pada defisiensi besi dini dan

pada stadium ini nilai MCV lebih mendorong daripada apusan darah tepi. Pada

anemia defisiensi besi berat terjadi poikilositasis yang nyata dan hipokrom tanpa

noda berupa titik-titik. Umum terdapat sel-sel elips (berbentuk sigaret). Beberapa

sel muda yang terlihat pada sediaan apus seringkali muncul sebagai sel-sel target

polikromatofilik.

Ada tiga uji laboratorium yang dipadukan dengan pemeriksaan kadar Hb agar

hasil lebih tepat untuk menentukan anemia gizi besi. Untuk menentukan anemia

gizi besi yaitu :

a. Serum Ferritin (SF)

Ferritin diukur untuk mengetahui status besi di dalam hati. Bila kadar SF < 12

mg/dl maka orang tersebut menderita anemia gizi besi.

b. Transferin Saturation (ST)

15
Kadar besi dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) dalam serum merupakan

salah satu menentukan status besi. Pada saat kekurangan zat besi, kadar besi

menurun dan meningkat, rasionya yang disebut dengan TS. TS < dari 16 % maka

orang tersebut defisiensi zat besi.

c. Free Erythocyte Protophorph

Bila kadat zat besi dalam darah kurang maka sirkulasi FEB dalam darah

meningkat. Kadar normal FEB 35-50 mg/dl RBC. Secara ringkas untuk

menentukan keadaan anemia seseorang dapat dilihat pada tabel 2.

2.9 Pencegahan dan Pengobatan Anemia Defisiensi Besi

Jika anemia defisiensi besi sudah ditegakkan, pengobatan harus dilakukan

sambil mencari dan menghilangkan penyebabnya. Tetapi tidak perlu menunda

pengobatan sampai penyebabnya dihilangkan. Besi yang diberikan terdapat dalam

beberapa bentuk melalui oral, parenteral maupun tranfusi darah dengan

keuntungan dan kerugian masing-masing pemberian.

a. Meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan

Mengkonsumsi pangan hewani dalam jumlah cukup. Namun karena harganya

cukup tinggi sehingga masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan

alternatif yang lain untuk mencegah anemia gizi besi. Memakan beraneka ragam

makanan yang memiliki zat gizi saling melengkapi termasuk vitamin yang dapat

meningkatkan penyerapan zat besi, seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi

vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat

besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali. Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C,

16
namun dalam proses pemasakan 50 - 80 % vitamin C akan rusak.Mengurangi

konsumsi makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat,

fosfat, tannin.

b. Suplementasi zat besi

Tabel 3. Persentase dan jumlah zat besi di dalam tablet FE yang lazim

digunakan

Senyawa
Fe elemental (mg)
Preparat (mg) per % Fe
per tablet
tablet
Fero Famarat 200 66 33
Fero glukonat 300 36 12
Fero sulfat (7H2O) 300 60 20
Fero sulfat . anhidrosida 200 74 37
Fero sulfat (dikeringan) 200 60 30

Pemberian suplemen besi menguntungkan karena dapat memperbaiki

status hemoglobin.

17
Efek samping dari pemberian besi feroral tergantung dosis yang diberikan dan

dapat diatasi dengan mengurangi dosis dan meminum tablet segera setelah

makan atau bersamaan dengan makanan.

Gejala yang timbul dapat berupa :

• mual dan nyeri lambung (+ 7-20%)

• konsipasi (+ 10%)

• diare (+ 5%)

• kolik

Gangguan ini biasanya ringan dan dapat dikurangi dengan mengurangi

dosis atau dengan pemberian sesudah makan, walaupun dengan cara ini

absorpsi dapat berkurang. Perlu diterangkan kemungkinan timbulnya feses

yang berwarna hitam kepada penderita.

Intoksikasi akut sangat jarang terjadi pada orang dewasa, kebanyakan

terjadi pada anak akibat menelan terlalu banyak table FeSO4 yang mirip gula-

gula. Intoksikasi akut ini dapat terjadi setelah menelan Fe sebanyak 1 g.

Kelainan utama terdapat pada saluran cerna, mulai dari iritasi, korosi,

sampai terjadi nekrosis.

Gejala yang timbul pada Intoksikasi Fe seringkali berupa :

• Mual

• Muntah

• Diare

• Hematemesis

• Feses berwarna hitam karena perdarahan pada saluran cerna

18
• Syok dan akhirnya kolaps kardiovaskular dengan bahaya kematian

Efek korosif dapat menyebabkan stenosis pylorus dan terbentuknya

jaringan parut berlebihan di kemudian hari. Gejala keracunan tersebut di atas

dapat timbul dalam waktu 30 menit atau setelah beberapa jam meminum obat.

c. Fortifikasi zat besi

Fortifikasi adalah penambahan suatu jenis zat gizi ke dalam bahan pangan

untuk meningkatkan kualitas pangan . Kesulitan untuk fortifikasi zat besi

adalah sifat zat besi yang reaktif dan cenderung mengubah penampilanm

bahan yang di fortifikasi. Sebaliknya fortifikasi zat besi tidak mengubah rasa,

warna, penampakan dan daya simpan bahan pangan. Selain itu pangan yang

difortifikasi adalah yang banyak dikonsumsi masyarakat seperti tepung

gandum untuk pembuatan roti.

d. Penanggulangan penyakit infeksi dan parasit

Penyakt infeksi dan parasit merupakan salah satu penyebab anemia gizi besi.

Dengan menanggulangi penyakit infeksi dan memberantas parasit diharapkan

bisa meningkatkan status besi tubuh.

e. Obat-obatan lain

• Riboflavin

Riboflavin (vitamin B2) dalam bentuk flavin mononukleotida (FMN) dan

falavin-adenin dinukleotida (FAD) berfungsi sebagai koenzim dalam

19
metabolisme flavo-protein dalam pernapasan sel. Sehubungan dengan anemia,

ternyata riboflavin dapat memperbaiki anemia normokromik normositik (pure

red-cell aplasia). Anemia defisiensi riboflavin banyak terdapat pada

malnutirisi protein kalori, dimana ternyata faktor derisiensi Fe dan penyakit

infeksi memegang peranan pula.

Dosis yang digunakan cukup 10 mg sehari per oral atau IM.

• Piridoksin

Vitamin B6 ini mungkin berfungsi sebagai koenzim yang merangsang

pertumbuhan heme. Defisiensi piridoksin akan menimbulkan anemia

mikrositik hipokromik. Pada sebagian besar penderita akan terjadi anemia

normoblastik sideroakrestik dengan jumlah Fe non hemoglobin yang banyak

dalam prekursor eritrosit, dan pada beberapa penderita terdapat anemia

megaloblastik. Pada keadaan ini absorpsi Fe meningkat, Fe-binding protein

menjadi jenuh dan terjadi hiperferemia, sedangkan daya regenerasi darah

menurun. Akhirnya akan didapatkan gejala hemosiderosis.

• Kobal

Defisiensi kobal sebelum pernah dilaporkan pada manusia. Kobal dapat

meningkatkan jumlah hematokrit, hemoglobin dan dapat meningkatkan

jumlah hematokrit, hemoglobin dan eritrosit pada beberapa penderita dengan

anemia refrakter, seperti yang terdapat pada penderita talasemia, infeksi

kronik atau penyakit ginjal, tetapi mekanisme yang pasti tidak diketahui.

Kobal merangsag pembentukan eritropeoitin yang berguna untuk

20
meningkatkan ambilan Fe oleh sumsum tulang, tetapi ternyata pada penderita

anemia refrakter biasanya kadar eritropoietin sudah tinggi. Penyelidikan lain

mendapatkan bahwa kobal menyebabkan eritropoietin sudah tinggi.

Penyelidikan lain mendapatkan bahwa kobal menyebabkan hipoksia intrasel

sehingga dapat merangsang pembentukan eritrosit. Kobal sering terdapat

dalam campuran sediaan Fe, karena ternyata kobal dapat menigkatkan

absorpsi Fe melalui usus.

Akan tetapi, harus diingat bahwa kobal dapat menimbulkan efek toksik

berupa :

- erupsi kulit

- struma

- angina

- tinnitus

- tuli

- payah jantung

- sianosis

- koma

- malaise

- anoreksia

- mual

- muntah

• Tembaga

21
Seperti telah diketahui kedua unsur ini terdapat dalam sitokrom oksidase,

maka ada sangkut paut metabolisme tembaga (Cu) dan Fe. Hingga sekarang

belum ada kenyataan yang menunjukkan pentingnya penambahan Cu baik dalam

makanan ataupun sebagai obat, dan defisiensi Cu pada manusia sangat jarang

terjadi. Pada hewan percobaan, pengobatan anemia defisiensi Fe yang disertai

hipokupremia dengan sediaan Fe, bersama atau tanpa Cu, memberikan hasil yang

sama. Sebaliknya, pada anemia dengan defisiensi Cu (yang sukar dibedakan dari

defisiensi Fe) diperlukan kedua unsur tersebut karena pada hewan dengan

defisiensi Cu absorpsi Fe akan berkurang.

2. 10 Pemantauan Terapi

a. Periksa kadar hemoglobin setiap 2 minggu

b. Kepatuhan orang tua dalam memberikan obat

c.Gejala sampingan pemberian zat besi yang bisa berupa gejala gangguan

gastrointestinal misalnya konstipasi, diare, rasa terbakar diulu hati, nyeri

abdomen dan mual. Gejala lain dapat berupa pewarnaan gigi yang bersifat

sementara.

Tumbuh Kembang

a. Penimbangan berat badan setiap bulan

b. Perubahan tingkah laku

c. Daya konsentrasi dan kemampuan belajar pada anak usia sekolah dengan

konsultasi ke ahli psikologi

d. Aktifitas motorik

22
BAB III

PENUTUP

Anemia dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan gejala-gejala anemia pada

umumnya seperti lemah, lesu, lelah, pusing, sakit kepala, sulit tidur, gelisah,

kurang konsentrasi dan ada riwayat perdarahan, trauma atau penyakit kronik. Pada

23
pemeriksaan fisik didpaat pucat pada konjungtiva mata. Pemeriksaan laboratorium

didapat nilai Hb dan Ht yang kurang dari normal. Pemeriksaan penunjang dapat

membantu kita untuk membedakan jenis anemia. Gambaran darah tepi pada

anemia defisiensi besi menunjukkan mikrositik hipokrom.

Terapi anemia sebaiknya dilakukan dengan cepat dan tepat. Secara umum

kita mengobati penyebab anemianya. Tetapi pada keadaan tertentu kita harus

mengobati anemianya walapun penyebabnya belum diketahui. Tidak setiap

anemia harus ditransfusi, oleh karena bahaya tranfusi cukup banyak. Tetapi pada

pasien-pasien yang terancam jiwanya transfusi harus dilakukan secepat mungkin

untuk mencegah terjadinya gagal jantung yang mengancam.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Harrison’s; Anemia; Principles of Internal Medicine, 16th edition;

International edition; 1998; page 335-339.

2. Soeparman, Sarwono Waspadji; Ilmu Penyakit Dlaam Jilid II, Balai Penerbit

FKUI Jakarta; 1990; hal. 393-441.

3. Prie S.A, dkk. Hematologi. Patofisiologi buku 2 Konsep Klinis Proses Proses

Penyakit . jakarta : EGC 195. Cetakan I.

4. Masrizal; Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2007, II (1)

25

Anda mungkin juga menyukai