Anda di halaman 1dari 14

KEGAWAT DARURATAN

PENGUKURAN CVP DAN MONITORING HEMODINAMIK

Disusun oleh :
Tri Maulida 1834057
3A

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA


PRODI DIII KEPERAWATAN
STIKES RSPAD GATOT SOEBROTO
JAKARTA
2021
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian (CVP)
Tekanan Vena Sentarl (CVP) adalah tekanan dari darah atrium kanan jantung
dan vena cava dan memberikan informasi mengenai volume darah dalam
hubungannya denga kapasitas saat ini, tonus vascular, keefektifan fungsi jantung
kanan, resistensi vascular paru dan tekanan intra torak. Nilai normal CVP berkisar 3-
15 cm air (3-10mmHg) (Higgnis, 2004 dalam Dougherty, 2010).
Tekanan vena sentral (Central venous pressure, CVP) adalah tekanan
intravaskular didalam vena cava torakal. Tekanan vena sentral menggambarkan
banyaknya darah yang kembali ke dalam jantung dan kemampuan jantung untuk
memompa darah kedalam sistem arterial. Perkiraan yang baik dari tekanan atrium
kanan, yang mana merupakan faktor yang menentukan dari volume akhir diastolik
ventrikel kanan. Tekanan vena sentral menggambarkan keseimbangan antara volume
intravaskular, venous capacitance, dan fungsi ventrikel kanan.1 Prosedur
memasukkan kateter intravena yang fleksibel ke dalam vena sentral dalam rangka
memberikan terapi melalui vena sentral.  Ujung dari kateter berada pada superior vena
cava.
Pemantauan hemodinamik adalah suatu pengukuran terhadap sistem
kardiovaskuler yang dapat dilakukan baik invasif atau noninvasive. Pemantauan
memberikan informasi mengenai keadaan pembuluh darah, jumlah darah dalam tubuh
dan kemampuan jantung untuk memompakan darah.  Pengkajian secara noninvasif
dapat dilakukan melalui pemeriksaan, salah satunya adalah pemeriksaan vena
jugularis (jugular venous pressure).
Menurut Gardner dan Woods nilai normal tekanan vena sentral adalah 3-8 cmH2O.
Sementara menurut Sutanto  nilai normal CVP adalah 4 – 10 mmHg.
B. Penempatan vena sentral
Penempatan kateter vena sentral melalui vena jugularis interna,
vena subklavia, vena jugularis eksternal, dan vena femoralis. Pada umumnya
pemantauan dilakukan melalui vena subklavia.
C. Indikasi pemantauan vena sentral
Adapun indikasi dari pemasangan CVP antara lain:
1. Pemantauan Tekanan Vena Sentral pada pasien akut.
Hal ini memungkinkan pemberi perawatan untuk memiliki wawasan status
keseimbangan cairan pasien.CVP tinggi akan menunjukkan overload cairan atau
gagal jantung. CVP rendah akan menunjukkan tingkat dehidrasi atau kehilangan
darah. Status cairan yang tepat hanya dapat dievaluasi dengan menghubungkan
Hb, Jantung Berfungsi dan semua hasil lab lain dan sejarah klinis pasien.
2. Jumlah total parenteral Gizi.
Ketika pasien akut yang saluran pencernaan tidak mampu menyerap nutrisi maka
tim pengobatan dapat memutuskan untuk memberikan nutrisi pasien. Hal ini
disebut TPN dan TPN dapat diberikan secara aman hanya melalui jalur CVP atau
garis sentral perifer dimasukkan (PICC). Umumnya TPN diberikan melalui
kateter intravena pusat yang dimasukkan dalam vena subklavia atau
jugularis. Pada bayi vena umbilical digunakan paling sering. Dasar pemikiran
untuk menggunakan vena dalam yang besar adalah kenyataan bahwa TPN
menyebabkan flebitis pada vena perifer karena mengandung komponen kaustik
banyak. Contohnya termasuk Klorida Kalsium dan Potassium Klorida.
3. Obat
Obat-obat tertentu dapat diberikan secara aman hanya melalui saluran pusat. Oleh
karena itu CVP mungkin dimasukkan untuk tujuan ini. Obat yang kemungkinan
akan menyebabkan
flebitis mencakup Agen kemoterapi digunakan dalam pengobatan dan
pengelolaan kondisi ganas.
4. Kurangnya akses perifer.
Pada beberapa pasien akut, ketika tidak ada akses vena perifer, kemudian garis
CVP dapat dimasukkan. Hal ini biasanya dilakukan untuk tujuan re-hidrasi,
administrasi administrasi pengobatan, produk darah dan darah.
D. Persiapan untuk pemasangan cvp
1. Persiapan pasien
Memberikan penjelasan pada klien dan lg ttg:
a. tujuan pemasangan,
b. daerah pemasangan, & prosedur yang akan dikerjakan.
1) Persiapan alat
a) Kateter CVP
b) Set CVP
c) Spuit 2,5 cc
d) Antiseptik
e) Obat anaestesi local
f) Sarung tangan steril
g) Bengkok
h) Cairan NaCl 0,9% (25 ml)
i) Plester
2) Persiapan Alat Ukur
a) Menghubungkan set infus dg cairan NaCl 0,9%
b) Mengeluarkan udara dari selang infuse
c) Menghubungkan skala pengukuran dengan threeway stopcock
d) Menghubungkan three way stopcock dengan selang infuse
e) Menghubungkan manometer line dengan three way stopcock
f) Mengeluarkan udara dari manometer line
g) Mengisi cairan ke skala pengukur sampai 25 cmH2O
h) Menghubungkan manometer line dengan kateter yang sudah terpasang
3) Cara Merangkai
a) Menghubungkan set infus dg cairan NaCl 0,9%
b) Mengeluarkan udara dari selang infuse
c) Menghubungkan skala pengukuran dengan threeway stopcock
d) Menghubungkan three way stopcock dengan selang infuse
e) Menghubungkan manometer line dengan three way stopcock
f) Mengeluarkan udara dari manometer line
g) Mengisi cairan ke skala pengukur sampai 25 cmH2O
4) Menghubungkan manometer line dengan kateter yang sudah terpasang
Langkah Pemasangan :
a) Siapkan alat
b) Lakukan cuci tangan steril
c) Gunakan sarung tangan steril
d) Tentukan daerah yang akan dipasang ; vena yang biasa digunakan
sebagai tempat pemasangan adalah vena subklavia atau internal
jugular.
e) Posisikan pasien trendelenberg, atur posisi kepala agar vena jugularis
interna maupun vena subklavia lebih terlihat jelas, untuk
mempermudah pemasangan.
f) Lakukan desinfeksi pada daerah penusukan dengan cairan antiseptic
g) Pasang duk lobang yang steril pada daerah pemasangan.
h) Sebelum penusukan jarum / keteter, untuk mencegah terjadinya emboli
udara, anjurkan pasien untuk bernafas dalam dan menahan nafas.
i) Masukkan jarum / kateter secara gentle, ujung dari kateter harus tetap
berada pada vena cava, jangan sampai masuk ke dalam jantung. Teknik
pemasangan yang sering digunakan adalah teknik Seldinger, caranya
adalah dengan menggunakan mandarin yang dimasukkan melalui
jarum, jarum kemudian dilepaskan, dan kateter CVP dimasukkan
melalui mandarin tersebut..  Jika kateter sudah mencapai atrium kanan,
mandarin ditarik, dan terakhir kateter disambungkan pada IV set yang
telah disiapkan dan lakukan penjahitan daerah insersi
j) Setelah selesai pemasangan sambungkan dengan selang yang
menghubungkan dengan IV set dan selang untuk mengukur CVP.
k) Lakukan fiksasi / dressing  pada daerah pemasangan , agar posisi
kateter terjaga dengan baik.
l) Rapikan peralatan dan cuci tangan kembali
m) Catat laporan pemasangan, termasuk respon klien ( tanda-tanda vital,
kesadaran, dll ), lokasi pemasangan, petugas yang memasang, dan hasil
pengukuran CVP serta cairan yang digunakan.
n) Setelah dipasang, sebaiknya dilakukan foto rontgent dadauntuk
memastikan posisi ujung kateter yang dimasukkan, serta memastikan
tidak adanya hemothorax atau pneumothorax sebagai akibat dari
pemasangan.
o) Tempat lain yang bisa digunakan sebagai tempat pemasangan CVP
adalah vena femoralis dan vena fossa antecubiti.
5) Cara Pengukuran
a) Mensejajarkan letak jantung (atrium kanan) dengan skala pengukur
b) Letak jantung dapat ditentukan dengan cara membuat garis pertemuan
antara sela iga ke empat (ICS IV) dengan garis pertengahan axilla
c) Menentukan nilai CVP, dengan memperhatikan undulasi pada
manometer dan nilai dibaca pada akhir ekspirasi.
6) Interprestasi Pengukuran CVP
a) Rendah : < 6 cm H2O
b) Normal : 6 – 12 cm H2O
c) Tinggi > 12 cm H2O

E. Kontraindikasi Pemasangan CVP


1. Nyeri dan inflamasi pada area penusukan
2. Bekuan darah karena tertekuknya kateter
3. Perdarahan: ekimosis atau perdarahan besar bila jarum lepas
4. Tromboplebitis
5. Microshock
6. Disritmia jantung
7. Pembedahan leher
8. Insersi kawat pacemaker

F. Komplikasi
Pemasangan CVP dapat mengakibatkan timbulnya beberapa hal antara lain :
1. Perdarahan
2. Erosi (pengikisan) vaskuler. Cirinya terjadi 1 sampai 7 hari setelah insersi kateter.
Cairan iv atau darah terakumulasi di mediastinum atau rongga pleura.
3. Aritmia ventrikel atau supraventrikel
4. Infeksi local atau sistemik. Biasanya kebanyakan kontaminasi mkrooorganisme
seperti epidermidis, gram negative – positif basil, dan intrococcus
5. Overload cairan.
6. Pneumothoraks
G. Pengertian Hemodinamik
1. Definisi Hemodinamik
Hemodinamik menggambarkan tekanan dan aliran darah ketika jantung
berkontraksi dan memompa darah ke seluruh tubuh melalui sistem vaskuler.
Hemodinamika adalah pemeriksaan aspek fisik sirkulasi darah, fungsi jantung
dan karakterisitik fisiologis vaskular perifer (Mosby 1998, dalam Jevon dan Ewens
2009).
Tujuan pemantauan hemodinamik adalah untuk mendeteksi,
mengidentifikasi kelainan fisiologis secara dini dan memantau pengobatan yang
diberikan guna mendapatkan informasi keseimbangan homeostatik tubuh.
Pemantauan hemodinamik bukan tindakan terapeutik tetapi hanya memberikan
informasi kepada klinisi dan informasi tersebut perlu disesuaikan dengan penilaian
klinis pasien agar dapat memberikan penanganan yang optimal. Dasar dari
pemantauan hemodinamik adalah perfusi jaringan yang adekuat, seperti
keseimbangan antara pasokan oksigen dengan yang dibutuhkan, mempertahankan
nutrisi, suhu tubuh dan keseimbangan elektro kimiawi sehingga manifestasi klinis
dari gangguan hemodinamik berupa gangguan fungsi organ tubuh yang bila tidak
ditangani secara cepat dan tepat akan jatuh ke dalam gagal fungsi organ multipel
(Jevon & Ewens. (2009).
Hemodinamik adalah aliran darah dalam sistem peredaran tubuh, baik
melalui sirkulasi magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva (sirkulasi dalam
paru paru). Dalam kondisi normal, hemodinamik akan selalu dipertahankan
dalam kondisi yang fisiologis dengan kontrol neurohormonal. Namun, pada
pasien-pasien kritis mekanisme kontrol tidak melakukan fungsinya secara
normal sehingga status hemodinamik tidak akan stabil. Monitoring
hemodinamik menjadi komponen yang sangat penting dalam perawatan pasien-
pasien kritis karena status hemodinamik yang dapat berubah dengan sangat cepat.
Berdasarkan tingkat keinvasifan alat, monitoring hemodinamik dibagi menjadi
monitoring hemodinamik non invasif dan invasif. Meskipun sudah banyak terjadi
kemajuan dalam teknologi kedokteran, pemantauan secara invasif masih tetap
menjadi gold standard monitoring. Variabel yang selalu diukur dalam monitoring
hemodinamik pasien kritis dengan metode invasif meliputi: tekanan darah arteri,
tekanan vena sentral, tekanan arteri pulmonal.
Monitoring hemodinamik hampir selalu menggunakan kateter intravaskuler,
tranducer tekanan dan sistem monitoring. Adapun tujuan monitoring hemodinamik
secara invasif adalah :
1. Deteksi dini : identifikasi dan intervensi terhadap klinis seperti : gagal jantung
dan tamponade.
2. Evaluasi segera dari respon pasien terhadap suatu intervensi seperti obat-obatan
dan dukungan mekanik.
3. Evaluasi efektifitas fungsi kardiovaskuler seperti cardiac output dan index.
Dengan dilakukannya monitoring hemodinamik secara kontinyu, perubahan-
perubahan pada status hemodinamik pasien akan diketahui sehingga penanganan
akan lebih cepat dilakukan dan menghasilkan prognosis yang lebih baik.
a. Tujuan
Adapun tujuan dari pengukuran JVP antara lain:
1) Mengetahui ada tidaknya distensi vena jugular (JVD)
2) Memperkirakan tekanan vena sentral (central venous pressure)

b. Kompetensi dasar yang harus dimiliki


Bila denyut vena jugularis telah ditemukan, maka tentukan tinggi pulsasi di
atas level atrial dan bentuk gelombang pulsasi vena jugularis. Karena tidak
mungkin dapat melihat atrium kanan, maka dianggap sama dengan tinggi pulsasi
vena jugularis di atas sudut manubriosternal. Tinggi sudut manubriosternal di atas
mid-right atrium selalu konstan, walaupun pasien dalam keadaan berbaring, duduk
atau berdiri. JVP yang normal adalah kurang dari 4 cm di atas sudut
manubriosternal.
c. Indikasi, kontraindikasi, dan komplikasi
1) Indikasi
a) Pasien yang menerima operasi jantung sehingga status sirkulasi sangat
penting diketahui.
b) Pasien dengan distensi unilateral
c) Pasien dengan trauma mayor
d) Pasien yang sering diambil darah venanya untuk sampel tes laboratorium
e) Pasien yang diberi cairan IV sangat cepat;
f) Gagal jantung kanan
g) Cor plumonal
h) Efusi perikardial atau tamponade
i) Obstruksi vena kava superior
j) Peningkatan pembuluh darah
2) Kontraindikasi
a) SVC sindrom
b) Infeksi pada area inseri
c) Koagulopati
d) Insersi kawat pacemaker
e) Disfungsi kontralateral diafragma
f) Pembedahan leher
3) Komplikasi yang mungkin terjadi
a) Hematoma local
b) Sepsis
c) Disritmia
d) Tamponade perikard
e) Bakteriemia
f) Emboli Udara
g) Pneumotoraks
4) Alat dan Bahan yang diperlukan
a) 2 buah penggaris (skala sentimeter)
b) Senter
5) Anatomi daerah
a) Vena Jugularis Interna karena terhubung langsung dengan vena cava superior
dan atrium kanan.
6) Aspek keamanan dan keselamatan yang perlu diperhatikan
a) Posisi pasien, nyaman atau belum
b) Memastikan leher dan thoraks telah terbuka
c) Menghindari hiperekstensi atau fleksi leher
d) Mengkaji tingkat kesadaran pasien
e) Memasang restrain
7) Prosedur
a) Atur klien pada posisi supine dan rileks
b) Tempat tidur bagian kepala ditinggikan:
c) 15° - 30° atau
d) 30° - 45° atau
e) 45° - 90° (pada klien yg mengalami peningkatan tekanan atrium kanan yang
cukup bermakna)
f) Gunakan bantal untuk menopang kepala klien dan hindari fleksi leher yang
tajam untuk memastikan bahwa vena tidak teregang atau keriting, pastikan
bahwa leher dan toraks atas sudah terbuka
g) Kepala menengok menjauhi arah pemeriksa
h) Lepaskan pakaian yang sempit/menekan leher atau thorak bagian atas.
i) Gunakan lampu senter dari arah miring untuk melihat bayangan (shadows)
vena jugularis. Identifikasi pulsasi vena jugular interna, jika tidak tampak
gunakan vena jugular eksterna.
j) Tentukan titik tertinggi di mana pulsasi vena jugular interna/eksterna dapat
dilihat (Meniscus).
k) Pakailah sudut sternum (sendi manubrium) sebagai tempat untuk mengukur
tinggi pulsasi vena. Titik ini ± 4 – 5 cm di atas pusat dari atrium kanan.
l) Gunakan penggaris.
m) Penggaris ke-1 diletakan secara tegak (vertikal), dimana salah satu  ujungnya
menempel pada sudut sternum.
n) Penggaris ke-2 diletakan mendatar (horizontal), dimana ujung yang satu tepat
di titik tertinggi pulsasi vena (meniscus), sementara ujung lainnya ditempelkan
pada penggaris ke-1. Angulus ludocivi (patokan jarak dari vena cava superior
+ 5 cm /selanjutnya disebut R cm). Bila permukaan titik kolaps vena jugularis
berada 5cm di bawah bidang horizontal yang melalui angulus ludovici, maka
tekanan vena jugularis (CVP) sama dengan R-5 cm H20, sedang bila titik
kolapsnya berasa 2 cm diatas berarti CVP R + 2 cm H20 Bila hasil CVP kiri
dan kanan berbeda, maka diambil CVP yang lebih rendah
o) Ukurlah jarak vertikal (tinggi) antara sudut sternum dan titik tertinggi pulsasi
vena (meniscus)
p) Nilai normal: kurang dari 3 atau 4 cm diatas sudut sternum, pada posisi tempat
tidur bagian kepala ditinggikan 30° - 45°
q) Catat hasilnya.
 Menulis dan Membaca Hasil
 Misal = 5+2
 (5: adalah jarak dari atrium ka ke sudut manubrium)
 (+2: hasilnya—meniscus)

8) Hal-hal penting yang harus diperhatikan


a) Kebersihan diri perawat saat melakukan pengukuran
b) Privacy klien
c) Kenyamanan, keselatamatan dan keamanan pasien
d) Ketelitian dalam melakukan inpeksi dan pengukuran
e) Keruntutan prosedur dan tindakan

9) Hal-hal penting yang harus didokumentasikan


a) Tingkat kesadaran klien
b)Pernapasan klien
c) Suhu klien
d)Penampakan fisik klien : dilihat keabnormalan yang terjadi, misal edema.
e) Bentuk, dan penampakan fisik vena jugularis.
f) Hasil pengukuran :tekanan bilateral yang diperoleh.
KESIMPULAN

Central Venous Pressure yang juga dikenal dengan singkatan CVP atau kita sebut sebagai
Tekanan Vena Sentral, pada beberapa penanganan kasus sangat diperlukan untuk mendukung
diagnosa, mengetahui kondisi pasien, serta monitoring resusitasi.
Tekanan vena sentral (Central venous pressure, CVP) adalah tekanan intravaskular
didalam vena cava torakal. Tekanan vena sentral menggambarkan banyaknya darah yang kembali
ke dalam jantung dan kemampuan jantung untuk memompa darah kedalam sistem arterial.
Indikasi pemasangan CVP adalah : Pemantauan Tekanan Vena Sentral pada pasien akut,
jumlah total parenteral gizi,obat, dan akses perifer.

Monitoring hemodinamik merupakan hal yang esensial dalam perawatan pasien-pasien


kritis. Monitoring hemodinamik dibagi menjadi monitoring secara invasif dan non invasif.
Tujuan dari monitoring hemodinamik adalah untuk mengidentifikasi perubahan status
hemodinamik secara dini sehingga dapat dilakukan intervensi segera, untuk evaluasi segera respon
pasien terhadap suatu intervensi seperti obat- obatan dan dukungan mekanik, dan evaluasi
efektifitas fungsi kardiovaskuler seperti cardiac output dan index.
DAFTAR PUSTAKA

Dougherty, L. 2010. Akses Vena Sentral. Jakarta : Erlangga.

Tim Keperawatan Kritis UNAIR.2017. Modul Praktikum Keperawatan Kritis Surabaya

Potter&Perry.2005.Fundamental Keperawatan:Konsep,Proses, dan Praktik Vol.1.(Ed. Ke-


4).Jakarta:EGC.

Rokhaeni H. 2001. Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta: Bidang Diklat RS


Jantung Harapan Kita Altman: Nursing Skills

Klabunde, Richard E. 2007. Cardiovaskular physiology concept.

Scribd. 2008. Central venous pressure (CVP). 2010


dari http://www.scribd.com/doc/3438819/CENTRAL-VENOUSE-PRESSURE-CVP.  
Diakses Pada tanggal 22 Januari 2021 pada Pukul (20.00 wib).

Vincent et al. Update on hemodynamic monitoring - a consensus of 16. Critical Care 2011,
15:2293.

Ramsingh et al. Does it matter which hemodynamic monitoring system is


used?. Critical Care 2013, 17:208

Anda mungkin juga menyukai