Anda di halaman 1dari 6

Nama : Rifqi Fawwazir Rosyadi

Kelas : PKO A 2018

NIM : 18602241031

ARTIKEL SWOT

SWOT yang lainnya yaitu sebuah bentuk analisa situasi dan juga kondisi yang bersifat deskriptif
(memberi suatu gambaran). Analisa ini menempatkan situasi dan juga kondisi sebagai sebagai
faktor masukan, lalu kemudian dikelompokkan menurut kontribusinya masing-masing. Satu hal
yang perlu diingat baik-baik oleh para pengguna analisa ini, bahwa analisa SWOT ini semata-
mata sebagai suatu sebuah analisa yang ditujukan untuk menggambarkan situasi yang sedang
dihadapi, dan bukan sebuah alat analisa ajaib yang mampu memberikan jalan keluar yang bagi
permasalahan yang sedang dihadapi.

SWOT adalah singkatan dari:

S = Strength (kekuatan).

W = Weaknesses (kelemahan).

O = Opportunities (Peluang).

T = Threats (hambatan).

a. Strenght (S)

Yaitu analisis kekuatan, situasi ataupun kondisi yang merupakan kekuatan dari suatu organisasi
atau perusahaan pada saat ini. Yang perlu di lakukan di dalam analisis ini adalah setiap
perusahaan atau organisasi perlu menilai kekuatan-kekuatan dan kelemahan di bandingkan
dengan para pesaingnya. Misalnya jika kekuatan perusahaan tersebut unggul di dalam
teknologinya, maka keunggulan itu dapat di manfaatkan untuk mengisi segmen pasar yang
membutuhkan tingkat teknologi dan juga kualitas yang lebih maju.

b. Weaknesses (W)

Yaitu analisi kelemahan, situasi ataupun kondisi yang merupakan kelemahan dari suatu
organisasi atau perusahaan pada saat ini. Merupakan cara menganalisis kelemahan di dalam
sebuah perusahaan ataupun organisasi yang menjadi kendala yang serius dalam kemajuan suatu
perusahaan atau organisasi.
c. Opportunity (O)

Yaitu analisis peluang, situasi atau kondisi yang merupakan peluang diluar suatu organisasi atau
perusahaan dan memberikan peluang berkembang bagi organisasi dimasa depan. Cara ini adalah
untuk mencari peluang ataupun terobosan yang memungkinkan suatu perusahaan ataupun
organisasi bisa berkembang di masa yang akan depan atau masa yang akan datang.

d. Threats (T)

Yaitu analisis ancaman, cara menganalisis tantangan atau ancaman yang harus dihadapi oleh
suatu perusahaan ataupun organisasi untuk menghadapi berbagai macam faktor lingkungan yang
tidak menguntungkan pada suatu perusahaan atau organisasi yang menyebabkan kemunduran.
Jika tidak segera di atasi, ancaman tersebut akan menjadi penghalang bagi suatu usaha yang
bersangkutan baik di masa sekarang maupun masa yang akan datang.

1. Analisis SWOT seputar peluang sepak bola Indonesia atau PSSI untuk masuk level dunia.
Uraiakan dari Asia Tenggara, Asean, dan Dunia
2. Analisis kenapa Indonesia tidak pernah bisa masuk piala dunia
JAWABAN
1. Strength (Kekuatan)

 Indonesia menjadi finalis piala AFF 2016


Skuat Indonesia sendiri bisa lolos dari grup A dengan cukup susah payah. Dari tiga laga
mereka menang sekali, kalah sekali dan imbang satu kali. Dengan empat poin mereka
bisa lolos dengan status runner-up di bawah Thailand yang meraih poin sempurna,
sembilan.
Di semifinal, Indonesia dihadang oleh Vietnam, yang merupakan juara grup B. Di leg
pertama Merah Putih berhasil menang 2-1. Sementara di leg kedua, mereka menahan
imbang Vietnam 2-2.
Di final, Indonesia berhasil menang atas Thailand di leg pertama di Stadion Pakansari di
Bogor dengan skor 2-1. Sayangnya, saat tanding di leg kedua di Rajamangala, Boaz
Salossa dan kawan-kawan ditekuk 2-0. Meski kalah, namun perjuangan Merah Putih
mendapat apresiasi besar dari masyarakat di tanah air.
 Sukses membuat malu Thailand di kualifikasi piala Asia U-16 2018
Skuat Garuda Asia tergabung di grup G di ajang tersebut. Grup itu dihuni tuan rumah
Thailand, Timor Leste, Laos dan Kepulauan Mariana Utara.
Hebatnya, timnas berhasil lolos sebagai pemuncak klasemen. Dari empat pertandingan,
mereka tidak pernah kalah. Mereka juga sangat produktif dengan mencetak 25 gol dan
cuma kebobolan satu kali saja.
Sutan Zico dan kawan-kawan sendiri juga berhasil mempermalukan Thailand dengan
skor 0-1 saat keduanya berduel pada 20 September lalu. Gol semata wayang timnas saat
itu dicetak oleh Amanar Abdillah.
 Muncul bibit-bibit pemain bintang seperti Egy Maulana
Indonesia saat ini memang memiliki banyak pemain belia dengan talenta yang bisa
dibilang di atas rata-rata. Para pemain tersebut tersebar di timnas U-16 dan juga timnas
U-19.
Namun dari semuanya, ada satu yang namanya paling menarik perhatian banyak pihak. Ia
adalah gelandang serang serba bisa timnas U-19, Egy Maulana. Di usianya yang masih
17 tahun, dia sudah digadang-gadang bakal memiliki masa depan sangat cerah dan bisa
bermain di Eropa suatu saat nanti.
 Peringkat sepak bola Indonesia di Dunia
FIFA telah merilis peringkat terbaru. Jerman masih jadi tim terbaik sejagat di sedangkan
Indonesia melorot dua peringkat ke urutan 162.
Meski begitu, Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan Singapura yang ada di
urutan 171, dan Malaysia yang ada di nomor 178, yang turun tiga level. 
Vietnam merajai zona ASEAN dengan menduduki peringkat 112, unggul jauh dari
Thailand di urutan 129 . Myanmar terbaik ketiga di kawasan ini dengan menempati
peringkat 142.
Posisi teratas zona Asia atau AFC masih tetap digenggam Iran yang ada di urutan 33,
diikuti Australia yang menempati ranking 37, Jepang di urutan 55, dan Korea Selatan
empat strip di bawahnya.
Posisi lima teratas tidak berubah. Jerman masih nomor satu diikuti Brasil, Portugal,
Argentina, dan Belgia.
Weakness (Kelemahan)
 Anak muda di Indonesia kurang bermain di klub liga Indonesia sendiri. Oleh karena itu,
PSSI selaku induk sepak bola Indonesia, membuat kompetisi yang bagus untuk para
pemuda, dengan konsep yang jelas dan level yang berbeda digolongkan dari tingkat
usia.
 Perlua adanya perbaikan kualitas kepelatihan.
 Stadion dan lapangan yang memenuhi standar FIFA-AFC masih terbatas jumlahnya di
Tanah Air.
Opportunity (Kesempatan)
 Indonesia masuk perempat final di piala Asia U-19 2018 melawan Jepang. Jika Indonesia
memenang pertandingan itu dan lolos ke semi final, maka Indonesia akan masuk piala
dunia.
 Indonesia masuk perempat final di piala Asia U-16 melawan Australia. Jika Indonesia
memnangkan pertandingan itu dan lolos semi final melawan Jepang, maka Indonesia
akan masuk piala dunia U-17 di Peru.
Threats (Ancaman)
 FIFA menjatuhkan hukuman terhadap PSSI karena tunggakan gaji Luis Milla
 Banyak klub yang tidak bayar gaji pemain, sehingga pemain melaporkan ke FIFA
  FIFA resmi menjatuhkan hukuman untuk PSSI. PSSI dihukum denda sebesar CHF
30.000 atau sekitar 427 juta rupiah karena dianggap gagal menjalankan perintah yang
ditetapkan Komdis FIFA sebelumnya.

2. Beberapa faktor yang membuat Indonesia tidak pernah bisa ikut serta dalam
piala dunia adalah :

 Faktor Pertama :
Sarana dan Infrastruktur yang kurang memadai
Kalau melihat Islandia, tentu saja negara itu tidak cocok dengan olahraga outdoor seperti
sepakbola, karena iklim ekstrem yang bisa mencapai suhu nol derajat celsius atau malah bisa
kurang dari itu. Pemain-pemain muda Islandia terpaksa  'berkelana' ke negara lain untuk
menjalani pendidikan yang akan mengasah mereka menjadi pesepakbola profesional.

Asosiasi Sepak bola Islandia (KSI) sadar bahwa kalau ingin prestasi persepakbolaan di
negara mereka maju, maka infrastruktur sepakbola harus dibenahi. Karena iklim yang tidak
bersahabat, lapangan indoor menjadi solusi bagi mereka supaya tetap bisa berlatih dan
mengembangkan teknik dan taktik bermain mereka, kalau tidak ada kompetisi atau cuaca tidak
memungkinkan. Tahun 2002, KSI mulai berbenah dengan membuat lapangan indoor.

Hingga 2016, ada sebelas indoor house yang terdiri dari tujuh lapangan penuh dan empat
lapangan ukuran setengah. Selain itu, ada 20 lapangan buatan dan 130 lapangan mini untuk
dipergunakan secara bebas dan gratis untuk sekolah dan masyarakat Islandia. Mungkin akan
terus bertambah lagi jumlah lapangannya. Bagaimana dengan Indonesia ?

Tidak ada lapangan yang akomodatif yang bisa digunakan oleh masyarakat. Kalaupun ada,
hanya lahan kosong tak terpelihara dan entah kepunyaan siapa dan dipakai untuk pertandingan
tarkam yang tidak jelas untuk prestasi atau mengisi waktu semata. Kalau seandainya Pemerintah
Indonesia menganggarkan untuk pembangunan lapangan sepakbola standar, ukuran setengah,
lapangan buatan, dan lapangan mini di sekolah-sekolah dan di tempat-tempat umum, kita akan
cepat mengejar ketertinggalan kita dari, paling tidak, Malaysia atau Thailand.

 Faktor Kedua :
Kurang dan masih sangat sedikitnya pelatih yang berkualitas
Di Islandia, mencari pelatih berkualitas tidaklah sukar. Kenapa? Karena kebanyakan dari
pelatih Islandia sudah berlisensi UEFA. KSI mengharuskan pelatih-pelatih sepakbola mereka
untuk mengantungi lisensi UEFA jika ingin melatih klub-klub sepakbola atau bahkan sekolah-
sekolah umum sekalipun. Motto mereka dalam hal ini adalah "Untuk melahirkan pemain
berkualitas, dibutuhkan pelatih berkualitas. Dan untuk melahirkan pelatih berkualitas,
dibutuhkan pendidikan kepelatihan yang baik" Maka, kursus kepelatihan pun diadakan dengan
harga terjangkau supaya banyak mencetak pelatih-pelatih berkualitas. Hasilnya?

KSI mencatat ada 180 pelatih yang memegang lisensi UEFA A (dari 180 itu, 13 orang
diantaranya menyandang lisensi pelatih UEFA Pro) dan 639 pelatih yang berlisensi UEFA B
pada awal tahun 2016. Apa artinya bagi persepakbolaan Islandia? Tentu saja, ini sangatlah baik,
karena dengan begitu, dari tim sepakbola pro, amatir, wanita, sma, smp, sd bahkan sampai di
pelosok desa sekalipun, mereka semua dilatih oleh pelatih-pelatih yang memiliki sertifikasi
standar Internasional. Bagaimana dengan di Indonesia?

Kita sudah melihat kualitas pelatih-pelatih kita yang masih tidak jelas apakah mereka punya
kompetensi atau tidak. Melihat mutu pertandingan Liga Indonesia saja membuat saya geleng-
geleng kepala. Bahkan parahnya, untuk melatih timnas kita, negara harus 'mengimpor' pelatih
dari luar Indonesia. Seakan-akan pelatih luar lebih baik dibanding pelatih dari dalam negeri
sendiri. Kiranya Pemerintah bisa mengakomodasi pelatih-pelatih Indonesia supaya mereka bisa
menempuh pendidikan kepelatihan UEFA dengan harga terjangkau demi keberlangsungan
pembinaan pemain-pemain Indonesia yang berkualitas dan terarah.

 Faktor Ketiga ;
Kurangnya Pembinaan Pemain Muda dan Pelaksanaan Kompetisi dari Usia Dini
sampai Profesional di Indonesia.
Islandia mempunyai kendala di iklim yang tidak bersahabat, sehingga Liga Islandia hanya
berlangsung selama empat bulan. Bandingkan dengan Liga Inggris yang memakan waktu sampai
sembilan bulan. Akibatnya, Islandia tidak menitikberatkan pada kompetisi lokal, tapi pada
pembinaan para pemain muda. Jadi, dengan banyaknya infrastruktur yang memadai dan
melimpahnya para pelatih yang berkualitas, pembinaan pemain-pemain dari usia dini sampai
dewasa bisa tertangani dengan baik dan waktu pemain-pemain muda itu berusia 17, 18, atau 19
tahun, mereka bisa mengembangkan diri ke jenjang yang lebih lanjut yaitu level profesional di
Liga Inggris, Swedia, atau Denmark. Di Indonesia?

Saya rasa Anda semua tahu bahwa tidak ada pembinaan pemain muda secara menyeluruh.
Kalaupun ada, cuma ada di kota-kota besar. Padahal, mungkin ada talenta-talenta yang luar biasa
di luar kota-kota besar tadi. Kompetisi juga kebanyakan untuk yang profesional seperti Liga
Indonesia. Untuk usia dini, remaja dan pemuda, tidak ada kompetisi yang teratur dilaksanakan.
Kiranya Pemerintah tanggap dengan kondisi memprihatinkan sekarang ini dan segera ambil
tindakan nyata untuk kemajuan sepakbola Indonesia. Kita mempunyai iklim tropis yang
menunjang untuk perkembangan persepakbolaan secara baik, tidak seperti Islandia, namun
pembinaan pemain muda dan kompetisi sangatlah menyedihkan.

 Faktor Keempat
Lemahnya Mental Pemain-pemain Indonesia
Seperti penjelasan di atas, karena pemain-pemain muda Islandia 'merantau' ke Liga Inggris
atau liga-liga di luar Islandia, mereka mau tidak mau harus menyesuaikan diri, beradaptasi
dengan lingkungan yang baru, supaya mereka bisa diterima dan bisa membela timnas Islandia
suatu hari nanti. Salah satunya dalam hal supaya bisa diterima yaitu menguasai Bahasa Inggris
adalah suatu keharusan bagi mereka.
Karena mereka 'merantau', karakter mereka pun baik dan juga tangguh. Ambisius, tak kenal
menyerah, selalu bekerja keras. Begitulah penilaian banyak orang tentang pemain-pemain
sepakbola Islandia. Indonesia ?

Mental masih harus dibenahi, karena dalam banyak kasus, ingin cepat mencetak gol, tapi
mengabaikan pertahanan sehingga kebobolan; atau terlalu cepat percaya diri waktu mendapat gol
cepat, namun waktu dalam posisi terjepit, dan gawang kebobolan, jadi pasrah dan langsung putus
asa.

 Faktor Kelima :
Kurangnya Kesadaran dari Pemerintah untuk Memperkokoh Tim Nasional
Islandia tidak ujug-ujug menjadi besar seperti sekarang. Ada proses yang harus mereka
jalani, dari tahun 2002 sampai sekarang. 16 tahun bukan waktu yang singkat. Infrastruktur
memadai, pelatih berkualitas, pembinaan pemain muda, mempunyai mental pantang menyerah
adalah pondasi dasar untuk menuju tim yang mumpuni. Dimulai dari tanpa target, hanya sekedar
berpartisipasi, lalu meningkat menjadi seperti sekarang.

Anda mungkin juga menyukai