3. INFRASTRUKTUR POLITIK
Komponen berikutnya yang dapat mendukung tegaknya demokrasi adalah
infrastruktur politik. Infrastruktur politik terdiri dari partai politik (political party),
kelompok gerakan (movement group) dan kelompok penekan atau kelompok
kepentingan (pressure/intrest group Partai politik merupakan struktur kelembagaan
politik yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang
sama yaitu memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dalam
mewujudkan kebijakan-kebijakannya. Kelompok gerakan yang lebih dikenal dengan
sebutan organisasi masyarakat merupakan sekumpulan orang-orang yang berhimpun
dalam satu wadah organisasi yang berorientasi pada pemberdayaan warganya seperti
Muhammadiyah, NU, Persis, Perti, Nahdatul Wathon, Al-Wasliyah, Al-Irsyad, Jamiatul
Khair dan sebagainya. Sedangkan kelompok penekan atau kelompok kepentingan
(pressure/intrest group) merupakan sekelompok orang dalam sebuah wadah
organisasi yang didasarkan pada kriteria profesionalitas dan keilmuan tertentu seperti
AIPI (Asosiasi Ilmuwan Politik Indonesia), IKADIN, KADIN, ICMI, PGRI, LIPI, PWI dan
sebagainya.
Menciptakan dan menegakkan demokrasi dalam tata kehidupan kenegaraan dan
pemerintahan, partai politik seperti dikatakan oleh Miriam Budiardjo, mengemban
beberapa fungsi: 1. Sebagai sarana komunikasi politik; 2. Sebagai sarana sosialisasi
politik; 3. Sebagai sarana rektrutme dan kader dan anggota politik; 4. Sebagai sarana
pengejawantahan konflik. Keempat fungsi partai politik tersebut merupakan
pengejawantahan dari nilai-nilai demokrasi yaitu adanya partisipasi, kontrol rakyat
melalui partai politik terhadap kehidupan kenegaraan dan pemerintahan serta adanya
pelatihan penyelesaian konflik secara damai (conflic resolution).
Begitu pula aktivitas yang dilakukan oleh kelompok gerakan dan kelompok
penekan yang merupakan perwujudan adanya kebebasan berorganisasi, kebebasan
menyampaikan pendapat dan melakukan oposisi terhadap negara dan pemerintah. Hal
itu merupakan indikator bagi tegaknya sebuah demokrasi. Kaum cendekiawan,
kalangan sivitas - akademika kampus, kalangan pers merupakan kelompok penekan
untuk mewujudkan sistem demokratis dalam penyelenggaran negara dan
pemerintahan. Begitu pula aktivitas yang dilakukan oleh kelompok gerakan merupakan
wujud keterlibatan dalam melakukan kontrol terhadap kebijakan yang diambil oleh
negara. Dengan demikian partai politik, kelompok gerakan dan kelompok penekan
sebagai infra struktur politik menjadi salah satu pilar tegaknya demokrasi.
MODEL-MODEL DEMOKRASI
Sklar mengajukan lima corak atau model demokrasi yaitu demokrasi liberal,
demokrasi terpimpin, demokrasi sosial/ demokrasi partisipasi dan demokrasi
konstitusional. Penjelasan kelima model demokrasi tersebut sebagai berikut :
1. Demokrasi liberal, yaitu pemerintahan yang dibatasi oleh undang-undang dan
pemilihan umum bebas yang diselenggarakan dalam waktu yang ajeg. Banyak
negara Afrika menerapkan model ini hanya sedikit yang bisa bertahan.
2. Demokrasi terpimpin. Para pemimpin percaya bahwâ semua tindakan mereka
dipercaya rakyat tetapi menolak pemilihan umum yang bersaing sebagai
kendaran untuk menduduki kekuasaan.
3. Demokrasi sosial adalah demokrasi yang menaruh kepedulian pada keadilan
sosial dan egalitarianisme bagi persyaratan untuk memperoleh kepercayaan
politik.
4. Demokrasi partisipasi, yang menekankan hubungan timbal balik antara
panguasa dan yang dikuasai.
5. Demokrasi consociational, yang menekankan proteksi khusus bagi kelompok-
kelompok budaya yang menekankan kerja sama yang erat di antara elit yang
mewakili bagian budaya masyarakat utama.
Selanjutnya pembagian demokrasi dilihat dari segi pelaksanaan menurut Inu
Kencana terdiri dari dua model yaitu demokrasi langsung (direct democracy) dan
demokrasi tidak langsung (indirect democracy). Demokrasi langsung terjadi bila rakyat
mewujudkan kedaulatannya pada suatu negara dilakukan secara langsung. Pada
demokrasi langsung lembaga legislatif hanya berfungsi sebagai lembaga pengawas
jalannya pemerintahan, sedangkan pemilihan pejabat eksekutif (presiden, wakil
presiden, gubernur, bupati dan walikota) dilakukan rakyat secara langsung melalui
pemilu. Begitu juga pemilihan anggota perlemen atau legislatif (DPR, DPD, DPRD)
dilakukan rakyat secara langsung.
Demokrasi tidak langsung terjadi bila untuk mewujudkan kedaulatannya rakyat
tidak secara langsung berhadapan dengan pihak eksekutif, melainkan melalui lembaga
perwakilan. Pada demokrasi tidak langsung, lembaga parlemen dituntut kepekaan
terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dalam
hubungannya dengan pemerintah atau negara. Dengan demikian demokrasi tidak
langsung disebut juga dengan demokrasi perwakilan.