Anda di halaman 1dari 40

PROPOSAL

HUBUNGAN PERILAKU DIIT DENGAN KADAR GULA DARAH PADA


PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI DESA SIWALANPANJI
SIDOARJO

Oleh :

NURIL RAHMAWATI

NIM. 1820042

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH

SURABAYA

TAHUN AJARAN 2020-2021


2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan proposal sebagai tugas dari mata kuliah Metode
Penulisan KTI dengan judul “Hubungan Perilaku Diit dengan Kadar Gula Darah
Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Desa Siwalanpanji Sidoarjo” dengan
tepat waktu.

Tak lupa penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu dalam penulisan proposal ini sehingga dapat terselesaikan tepat
pada waktunya.

Penulis tentu menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik serta saran untuk proposal ini agar menjadi proposal yang
lebih baik lagi.

Akhir kata penulis berharap semoga proposal ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Sidoarjo, 24 November 2020

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................ ii

BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................... 1

1.1 Latar belakang.................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 3

1.3 Tujuan Penelitian............................................................................... 3

1.3.1 Tujuan Umum.............................................................................. 3

1.3.2 Tujuan Khusus............................................................................. 4

1.4 Manfaat Penelitian............................................................................. 4

1.4.1 Manfaat Teoritis........................................................................... 4

1.4.2 Manfaat Praktis............................................................................ 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA............................................................. 6

2.1 Konsep Diabetes Melitus................................................................... 6

2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus........................................................... 6

2.1.2 Gejala Diabetes Melitus.................................................................. 7

2.1.3 Klasifikasi Diabetes Melitus............................................................ 7

2.1.4 Definisi Diabetes Melitus Tipe 2..................................................... 9

2.1.5 Etiologi Diabetes Melitus Tipe 2...................................................... 10

2.1.6 Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2.............................................. 10

2.1.7 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus Tipe 2...................................... 11

2.1.8 Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe 2............................................ 11

ii
2.2 Konsep Penatalaksanaan Diit Penderita Diabetes Melitus Tipe 2....... 13

2.2.1 Diit Diabetes Melitus........................................................................ 13

2.2.2 Diit 3J (Jumlah,Jenis,Jadwal)........................................................... 15

2.3 Konsep Gula Darah.............................................................................. 18

2.3.1 Definisi Gula Darah........................................................................... 18

2.3.2 Pemeriksaan Kadar Gula Darah......................................................... 18

2.3.3 Mekanisme Pengaturan Gula Darah.................................................. 19

2.3.4 Cara mengontrol Kadar Gula Darah.................................................. 20

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA.................... 22

3.1 Kerangka Konseptual........................................................................... 22

3.2 Hipotesis............................................................................................... 23

BAB 4 METODE PENELITIAN............................................................ 24

4.1 Desain Penelitian................................................................................. 24

4.2 Kerangka Kerja................................................................................... 24

4.3 Waktu dan Tempat Penelitian............................................................. 25

4.4 Populasi, Sampel, dan Sampling Desain............................................. 25

4.4.1 Populasi Penelitian............................................................................ 25

4.4.2 Sampel Penelitian............................................................................. 26

4.4.3 Teknik Sampling............................................................................... 26

4.5 Identifikasi Variabel............................................................................. 26

4.6 Definisi Operasional............................................................................. 27

4.7 Pengumpulan, Pengolahan, dan Analisa Data...................................... 27

4.7.1 Pengumpulan Data............................................................................ 27

4.7.2 Prosedur Pengumpulan Data............................................................. 28

iii
4.7.3 Pengolahan Data................................................................................ 29

4.7.4 Analisis Data Statistik........................................................................ 30

4.8 Etika Penelitian..................................................................................... 30

BAB 5 PENUTUP.................................................................................... 32

5.1 Kesimpulan.......................................................................................... 32

5.2 Saran.................................................................................................... 32

iv
v
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan zaman seperti sekarang ini ditandai dengan kemajuan teknologi,


ternyata selain membawa dampak positif juga membawa dampak negatif.
Perubahan teknologi mengubah gaya hidup dan sosial ekonomi masyarakat
negara maju maupun negara berkembang. Hal tersebut menyebabkan kadar
glukosa darah sangat sulit dikendalikan. Hal ini menyebabkan terjadi
peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia) pada penderita DM karena
glukosa yang diserap dari makanan oleh usus yang kemudian masuk ke dalam
darah tidak dapat dipindahkan ke dalam sel otot, ginjal, adiposit, dan tidak
dapat diubah menjadi glikogen dan lemak. Salah-satunya terjadi akibat adanya
kekurangan sekresi dan atau kerja insulin yang menurun (Santoso, 2001 dalam
Ocktarini 2010).

DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik


hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. DM biasanya ditandai dengan hasil pemeriksaan glukosa
plasma sewaktu >200 mg/dL (11,1 mmol/L) atau glukosa plasma puasa >126
mg/dL (7.0 mmol/L) (Setiati, dkk. 2014). Kelainan sekresi insulin tersebut
disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat. Gaya hidup yang tidak sehat
dapat menjadi pemicu utama meningkatnya penyakit DM di Indonesia. Gaya
hidup yang tidak sehat itu seperti tingginya jumlah penduduk yang mengalami
obesitas (kegemukan), kurang banyak mengonsumsi buah dan sayur, kurang
melakukan kegiatan fisik dan merokok (Tandra, 2007).

Penderita DM harus menjaga glukosa didalam darah tetap seimbang agar


tidak terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Keadaan hiperglikemi yang terus-
menerus maka akan menyebabkan komplikasi yang menyerang fungsi dan
integritas dari organ-organ vital seperti mata, hati, otak, ginjal, dan lain-lain.

1
Keadaan kadar glukosa dalam darah rendah dapat menyebabkan hipoglikemi
dan koma. risiko kematian bisa terjadi apabila keadaan ini tidak segera diobati.
Keadaan hipoglikemi yangmeningkatnya jumlah masyarakat yang terkena
penyakit tidak menular, salah satunya adalah Diabetes Mellitus (DM). DM
merupakan penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup oleh
penderitanya (Perkeni, 2011). Pola makan kebarat-baratan yang tidak sehat,
disertai intensitas makan yang tinggi dan stres yang menekan sepanjang hari,
membuatlebih berat dapat menyebabkan berkurangnya pasokan glukosa ke
otak yang akan menyebabkan pusing, bingung, lelah, lemah, sakit kepala,
tidak mampu berkonsentrasi, gangguang penglihatan, kejang dan koma
(Sutanto, 2013).

Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai


dengan hiperglikemia kronis akibat gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein karena kerusakan sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya. Penyakit ini menjadi salah satu penyebab utama morbiditas dan
mortalitas di dunia karenamempunyai peran penting dalam
perkembangan penyakit optik, renal, neuropatik, dan kardiovaskular.
Prevalensi DM di dunia mengalami peningkatan yang sangat signifikan.

Menurut International Diabetes Federation (IDF), jumlah penderita DM


pada tahun 2011 mencapai 366 juta penderita dan apabila tidak dilakukan
tindakan, maka jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 552 juta
penderita atau 1 dari 10 orang dewasa akan terkena DM pada tahun 2030.
Diabetes melitus telah menjadi penyebab dari 4,6 juta kematian. Tercatat
sekitar 9,3% dari 29,1 miliar populasi di Amerika Serikat menderita diabetes.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2011, penderita
DM di Asia Tenggara tercatat lebih dari 50 juta penderita. Indonesia
menempati urutan keempat jumlah penyandang diabetes terbanyak setelah
Amerika Serikat, China, dan India dengan jumlah sekitar 5,6 juta.

DM tipe 2 merupakan tipe terbanyak di seluruh dunia, yaitu 90% dari


semua tipe diabetes. DM tipe 2 merupakan penyakit kronik yang tidak dapat

2
disembuhkan tetapi dapat dicegah dan dikendalikan melalui empat pilar
pengelolaan DM yang meliputi edukasi, terapi diit, olahraga, dan obat- obatan.
Terapi diit bertujuan untuk membantu penderita DM tipe 2 memperbaiki
kebiasaan makan sehingga dapat mengendalikan kadar glukosa, lemak, dan
tekanan darah. DM tipe 2 adalah penyakit yang berhubungan dengan gaya
hidup, maka keberhasilan terapi diit bergantung pada perilaku penderita DM
tipe 2 dalam menjalani anjuran makan yang diberikan. Ketidakpatuhan pasien
dalam menjalani terapi diit merupakan salah satu kendala dalam pengobatan
DM tipe 2. Berdasarkan laporan WHO tahun 2003, rata-rata kepatuhan pasien
terapi jangka panjang pada penyakit kronis di negara maju mencapai 50%
sedangkan di negara berkembang lebih rendah. Keberhasilan terapi yang
diberikan dapat dilihat dari penurunan kadar gula darah puasa menjadi antara
70-110 mg/dL.

Persoalan yang berhubungan dengan penyakit DM tipe II dapat diatasi


dengan memperbaiki kinerja sistem metabolik. Kualitas metabolisme sangat
dipengaruhi oleh diit yang dipilih. Diit merupakan kunci penting untuk
mengembalikan fungsi metabolisme yang kacau dalam memproses gula
menjadi kembali normal (Lingga, 2012). Jika dengan pengaturan diit (minimal
selama 3 bulan) dan kegiatan jasmani teratur kadar glukosa darah masih belum
baik maka dapat dipertimbangkan pemakaian obat antidiabetika oral (Tjay dan
Rahardja, 2007). Pengaturan diit merupakan pengaturan pola makan yang
didasarkan pada gaya hidup (perilaku) dan pola kebiasaan makan, status
nutrisi dan faktor khusus lain. Gibney (2009) menyebutkan bahwa perilaku
makan adalah kemauan seseorang untuk mengendalikan makanan yang
dikonsumsi atau pemilihan makanan yang tepat untuk dikonsumsi.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara perilaku diit dengan kadar gula darah pada
penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Desa Siwalanpanji Sidoarjo?

1.3 Tujuan Penelitian

3
1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku diit


dengan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Desa
Siwalanpanji Sidoarjo.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi perilaku diit pada penderita diabetes melitus tipe 2 di


Desa Siwalanpanji Sidoarjo

2. Mengidentifikasi kadar gula darah pada penderita diabetes melitus tipe


2 di Desa Siwalanpanji Sidoarjo

3. Menganalisis hubungan perilaku diit dengan kadar gula darah pada


penderita diabetes melitus tipe 2 di Desa Siwalanpanji Sidoarjo

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teori perilaku diit merupakan kunci penting untuk mengembalikan


fungsi metabolisme yang kacau dalam memproses gula menjadi kembali
normal sehingga kadar gula darah menjadi normal

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menerapkan dan


mengembangkan ilmu pengetahuan serta merupakan pengalaman
berharga dalam melakukan penelitian tentang hubungan perilaku diit
dengan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus tipe 2

2. Bagi responden

4
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
informasi tentang kesehatan khususnya tentang perilaku diit pada
penderita diabetes melitus tipe 2 sehingga membuat kadar gula darah
penderita diabetes melitus tipe 2 menjadi normal kembali.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan yang berkaitan


dengan hubungan perilaku diit dengan kadar gula darah pada penderita
diabetes melitus tipe 2

4. Bagi profesi keperawatan

Hasil penelitian ini menjadi masukan dan bahan pengembangan bagi


perawat di bidang keperawatan terkait hubungan perilaku diit dengan
kadar gula darah pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Desa
Siwalanpanji Sidoarjo.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diabetes Melitus

2.1.1 Pengertian Diabetes Melitus

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit


metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja
insulin, atau keduanya. Keadaan hiperglikemia kronis dari diabetes berhubungan
dengan kerusakan jangka panjang, gangguan fungsi dan kegagalan berbagai
organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (ADA, 2012).

Diabetes Mellitus adalah sindrom klinis yang ditandai dengan


hiperglikemia karena defisiensi insulin yang absolut maupun relatif. Kurangnya
hormon insulin dalam tubuh yang dikeluarkan dari sel B pankreas mempengaruhi
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak menyebabkan gangguan signifikan.
Kadar glukosa darah erat diatur oleh insulin sebagai regulator utama perantara
metabolisme. Hati sebagai organ utama dalam transport glukosa yang menyimpan
glukosa sebagai glikogen dan kemudian dirilis ke jaringan perifer ketika
dibutuhkan (Animesh, 2006).

World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa


DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang
jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan
problema anatomi dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana didapat
defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin (Purnamasari,
2009).

6
Diabetes Melitus merupakan penyakit metabolik yang terjadi oleh
interaksi berbagai faktor yaitu genetik, imunologik, lingkungan dan gaya hidup.
Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan
sekresi insulin progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin. Pernyataan ini
selaras dengan IDF (2017) yang menyatakan bahwa diabetes mellitus merupakan
kondisi kronis yang terjadi saat meningkatnya kadar glukosa dalam darah karena
tubuh tidak mampu memproduksi banyak hormon insulin atau kurangnya
efektifitas fungsi insulin.

2.1.2 Gejala Diabetes Melitus

Gejala yang muncul pada penderita diabetes mellitus diantaranya :

A. Poliuri (banyak kencing)


Poliuri merupakan gejala awal diabetes yang terjadi apabila kadar gula
darah sampai di atas 160-180 mg/dl. Kadar glukosa darah yang tinggi akan
dikeluarkan melalui air kemih, jika semakin tinggi kadar glukosa darah
maka ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang banyak.
Akibatnya penderita diabetes sering berkemih dalam jumlah banyak.
B. Polidipsi (banyak minum)
Polidipsi terjadi karena urin yang dikeluarkan banyak, maka penderita
akan merasa haus yang berlebihan sehingga banyak minum.
C. Polifagi (banyak makan)
Polifagi terjadi karena berkurangnya kemampuan insulin mengelola kadar
gula dalam darah sehingga penderita merasakan lapar yang berlebihan.
D. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan terjadi karena tubuh memecah cadangan energi lain
dalam tubuh seperti lemak.

2.1.3 Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi etiologis diabetes menurut American Diabetes Association


2018 dibagi dalam 4 jenis yaitu :

7
A. Diabetes Melitus Tipe 1
DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab
autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi
insulin dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya
sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik pertama dari
penyakit ini adalah ketoasidosis. Faktor penyebab terjadinya DM Tipe I
adalah infeksi virus atau rusaknya sistem kekebalan tubuh yang
disebabkan karena reaksi autoimun yang merusak sel-sel penghasil insulin
yaitu sel β pada pankreas, secara menyeluruh. Oleh sebab itu, pada tipe I,
pankreas tidak dapat memproduksi insulin. Penderita DM untuk bertahan
hidup harus diberikan insulin dengan cara disuntikan pada area tubuh
penderita. Apabila insulin tidak diberikan maka penderita akan tidak
sadarkan diri, disebut juga dengan koma ketoasidosis atau koma diabetic.

B. Diabetes Melitus Tipe 2


Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak
bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi
insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin
(reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi
dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut
dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa
bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan
mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa.
Diabetes mellitus tipe II disebabkan oleh kegagalan relatif sel β
pankreas dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan
perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel β pankreas
tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya
terjadi defensiesi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada

8
rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Gejala
pada DM tipe ini secara perlahan-lahan bahkan asimptomatik. Dengan
pola hidup sehat, yaitu mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan olah
raga secara teratur biasanya penderita brangsur pulih. Penderita juga harus
mampu mepertahannkan berat badan yang normal. Namun pada penerita
stadium akhir kemungkinan akan diberikan suntik insulin.

C. Diabetes Melitus Tipe Lain


DM tipe ini terjadi akibat penyakit gangguan metabolik yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah akibat faktor genetik fungsi sel
beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit
metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan
sindrom genetik lain yang berkaitan dengan penyakit DM. Diabetes tipe
ini dapat dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti dalam pengobatan
HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).

D. Diabetes Melitus Gestasional


DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa
didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua
dan ketiga. DM gestasional berhubungan dengan meningkatnya
komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih besar
untuk menderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun
setelah melahirkan.

2.1.4 Definisi Diabetes Mellitus Tipe II

Diabetes mellitus adalalah gangguan metabolisme yang secara genetik dan


klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat, jika telah berkembang penuh secara klinis maka diabetes mellitus
ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerosis dan penyakit
vaskular mikroangiopati.

9
Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat
insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikitmenurun atau
berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta
pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin dependent
diabetes mellitus. Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik
yang di tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin).

2.1.5 Etiologi Diabetes Mellitus Tipe II

Menurut Smeltzer & Bare (2002) DM tipe II disebabkan kegagalan relatif


sel β dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnyakemampuan insulin
untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glikosa oleh hati. Sel β tidak mampu mengimbangi
resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan
glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi
insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.
Diabetes melitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan
insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat terjadi melalui 3
jalan, yaitu:

A. Rusaknya sel-sel B pankreas karena pengaruh dari luar (virus,zat


kimia,dll)

B. Desensitasi atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas

C. Desensitasi atau kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer.

2.1.6 Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2

Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor kurang
dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat
masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa.

10
Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk
mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah
yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu mengimbanginya
maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM tipe II (Corwin, 2000).

2.1.7 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus Tipe 2

Seseorang yang menderita DM tipe II biasanya mengalami peningkatan


frekuensi buang air (poliuri), rasa lapar (polifagia), rasa haus (polidipsi), cepat
lelah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit, kelelahan yang berkepanjangan dan
tidak ada penyebabnya, mudah sakit berkepanjangan, biasanya terjadi pada usia di
atas 30 tahun, tetapi prevalensinya kini semakin tinggi pada golongan anak-anak
dan remaja. Gejala-gejala tersebut sering terabaikan karena dianggap sebagai
keletihan akibat kerja, jika glukosa darah sudah tumpah kesaluran urin dan urin
tersebut tidak disiram, maka dikerubuti oleh semut yang merupakan tanda adanya
gula (Smeltzer & Bare, 2002).

2.1.8 Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe 2

Peningkatan jumlah penderita DM yang sebagian besar DM tipe 2,


berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah,
faktor risiko yang dapat diubah dan faktor lain. Menurut American Diabetes
Association (ADA) bahwa DM berkaitan dengan faktor risiko yang tidak dapat
diubah meliputi riwayat keluarga dengan DM (first degree relative), umur ≥45
tahun, etnik, riwayat melahirkan bayi dengan berat badan lahir bayi >4000 gram
atau riwayat pernah menderita DM gestasional dan riwayat lahir dengan berat
badan rendah (<2,5 kg). Faktor risiko yang dapat diubah meliputi obesitas
berdasarkan IMT ≥25kg/m2 atau lingkar perut ≥80 cm pada wanita dan ≥90 cm
pada laki-laki, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, dislipidemi dan diet tidak
sehat. Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes adalah penderita polycystic
ovarysindrome (PCOS), penderita sindrom metabolik memiliki riwatyat toleransi
glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT)
sebelumnya, memiliki riwayat penyakit kardiovaskuler seperti stroke, PJK, atau

11
peripheral arterial Diseases (PAD), konsumsi alkohol,faktor stres, kebiasaan
merokok, jenis kelamin,konsumsi kopi dan kafein.

A. Obesitas (kegemukan)

Terdapat korelasi bermakna antara obesitas dengan kadar glukosa darah,


pada derajat kegemukan dengan IMT > 23 dapat menyebabkan
peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200 mg%.

B. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah pada hipertensi berhubungan erat dengan tidak


tepatnya penyimpanan garam dan air, atau meningkatnya tekanan dari
dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh darah perifer.

C. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus

Seorang yang menderita Diabetes Mellitus diduga mempunyai gen


diabetes. Diduga bahwa bakat diabetes merupakan gen resesif. Hanya
orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif tersebut yang menderita
Diabetes Mellitus.

D. Dislipedimia

Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah


(Trigliserida > 250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma
insulin dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl) sering didapat pada pasien
Diabetes.

E. Umur

Berdasarkan penelitian, usia yang terbanyak terkena Diabetes Mellitus


adalah >45 tahun.

F. Faktor Genetik

12
DM tipe 2 berasal dari interaksi genetis dan berbagai faktor mental
Penyakit ini sudah lama dianggap berhubungan dengan agregasi familial.
Risiko emperis dalam hal terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua
sampai enam kali lipat jika orang tua atau saudara kandung mengalami
penyakit ini.

2.2 Konsep Penatalaksanaan Diit Penderita Diabetes Melitus Tipe 2

2.2.1 Diit Diabetes Melitus

Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan


anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai
dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Penyandang DM
perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis
dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang menggunakan obat
yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi insulin itu sendiri. Komposisi
Makanan yang dianjurkan terdiri dari :

1. Karbohidrat

A. Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.


Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.

B. Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan.

C. Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang


diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain.

D. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

E. Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti glukosa, asal


tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily
Intake/ADI).

13
F. Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat diberikan
makanan selingan seperti buah atau makanan lain sebagai bagian
dari kebutuhan kalori sehari.

2. Lemak

A. Asupan lemak dianjurkan lemak jenuh <7% kebutuhan kalori,


lemak tidak jenuh ganda <10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal.

B. Komposisi yang dianjurkan, lemak jenuh <7% kebutuhan kalori,


lemak tidak jenuh ganda <10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal.

C. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak


mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging
berlemak dan susu fullcream, Konsumsi kolesterol dianjurkan, 200
g/hari.

3. Protein

Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi. Sumber protein


yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit,
produk susu rendah lemak, kacang- kacangan, tahu dan tempe. Pada pasien
dengan efropati diabetik perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg
BB perhari atau 10% dari ebutuhan energi, dengan 65% diantaranya
bernilai biologik tinggi. Kecuali pada penderita DM yang sudah menjalani
hemodialisis asupan protein menjadi 1-1,2 g/kg BB perhari.

4. Natrium

A. Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan


orang sehat yaitu <2300 mg perhari(B). Penyandang DM yang juga
menderita hipertensi perlu dilakukan pengurangan natrium secara
individual.

14
B. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan
bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.

5. Serat

A. Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari


kacangkacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang
tinggi serat.

B. Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari


berbagai sumber bahan makanan.

6. Pemanis alternatif

Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman


(Accepted Daily Intake/ADI). Pemanis alternatif dikelompokkan menjadi
pemanis berkalori yang perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai
bagian dari kebutuhan kalori, seperti glukosaalkohol dan fruktosa. Glukosa
alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol.
Pemanis tak berkalori termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium,
sukralose, neotame.

2.2.2 Diit 3J (Jumlah, Jenis dan Jadwal)

1. Tepat Jumlah Kebutuhan Kalori

Kebutuhan kalori sesuai untuk mencapai dan mempertahankan berat badan


ideal yaitu berat badan sesuai tinggi badan. Ada beberapa cara untuk
menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang DM, antara lain
dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30
kal/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi
bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas,
berat badan, dan lain-lain. Beberapa cara perhitungan berat badan ideal
adalah sebagai berikut:

15
a) Perhitungan berat badan
ideal (BBI) menggunakan
rumus Broca yang dimodifikasi (Parkeni 2015):

b) Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150
cm, rumus imodifikasi menjadi: Berat badan ideal

c) Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).

Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus:

Tabel 1. Kategori IMT


Kategori Nilai IMT (kg/m2)
Underweight <18.5
Normal 18.5-22.9
Overweight (berisiko) 23.0-24.9
Obesitas 1 25.0 - 29.9
Obesitas 2 > 30

Sumber : WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific

Jumlah kalori untuk IMT normal 1700-2100 kkal dan gemuk 1300-1500
kkal dengan komposisi sebagai berikut, 45-65% berasal dari karbohidrat,
pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan, sukrosa <5%
dari total energi dan serat dianjurkan sekitar 25 gram/1000 kkal/hari,
protein 10-20%, lemak 20-25%, dengan asam lemak jenuh <7% dan
kandungan kolesterol <300 mg/hari.

16
2. Tepat Jenis

Penderita DM dianjurkan memilih jenis bahan makanan maupun


makanan yang tidak cepat meningkatkan kadar glukosa darah. bahan
makanan atau makanan yang cepat meningkatkan kadar glukosa darah
dikarenakan memiliki indeks glikemik (IG) tinggi. konsep indeks glikemik
dikembang untuk mengurutkan makanan berdasarkan kemampuannya
dalam meningkatkan kadar glukosa darah setelah dbandingkan dengan
makanan standar.

Selain dari bahan makanan yang memiliki indeks glikemik tinggi,


perlu pula cara pemgolahan makanan, karen aterdapata beberapa
pengolahan yang dapat meningkatkan indeks glikemik, yaitu merebus atau
mengukus dan menghaluskan bahan (bubur, juice, dll). Persentase protein
danlemak akan menurunkan indeks glikemik termasuk serta dan zat anti
gizi (tanin dan fitat). oleh karena itu kandungan karbohidrat total makanan
dan sumbangan masing- masing pangan terhadap karbohidrat total harus
diketahui.

Gula dan produk-produk lain dari gula dikurangi. penggunaan gula


pada bumbu diperbolehklan tetapijumlahnya hanya sedikit. anjuran
pnggunaan gula tidak lebih dari 5% dari total kebutuhan kalori.
penggunaan pemanis diabetes, aman digubkan asal tidak melebihi batas
aman (accepted daily intake). Misalnya fruktosa <50 g/hari, jika berlebih
akan menyebabkan diare. sorbitol <30 g/hari jika berlebih akan
menimbulkan kembung dan diare, manitol <20 g/hari, sakarin 1g/hari,
asesulfame K 15 mg/kg/BB/hr, siklamat 11 mg/kg BB/hr.

Penggunaan sukrosa pada penderita DM tipe 1 dan 2 tidak


memperburuk kontrol Glukosa darah. sukrosa dari makanan harus
diperhitungkan sebagai pengganti karbohidrat makanan lain dan tidak
hanya dengan menambhakannya pada perencanaan makanan. dalam
melakukan substitusi ini kandungan zat gizi dari makanan- makann manis
yang pekat dan kandungan zat gizi lain dari makanan yang mengandung

17
sukrosa harus dipertimbangkan, seperti lemak yang selalu ada bersama
sukrosa dalam makanan. Bahan makanan tinggi asam lemak tidak jenuh
seperti pada nuts, alpukat dan minyak zaitun, baik digunakan dalam
perencanaan makan bagi penderita DM. Tambahan suplemen vitamin dan
mineral pada penderita DM yang asupan gizinya cukup tidak diperlukan.

3. Tepat jadwal

Makan dalam porsi kecil tapi sering dapat membantu menurukan


kadar glukosa darah. makan teratur (makan pagi, makan siang dan makan
malam serta selingan diantara waktu makan) akan memungkinkan glukosa
darah turun sebelum makan berikutnya.

2.3 Konsep Kadar Gula Darah

2.3.1 Definisi Gula Darah

Kadar gula darah adalah jumlah kandungan glukosa dalam plasma darah
(Dorland, 2010). Glukosa darah puasa merupakan salah satu cara untuk
mengidentifikasi diabetes melitus pada seseorang. Pada penyakit ini, gula tidak
siap untuk ditransfer ke dalam sel, sehingga terjadi hiperglikemi sebagai hasil
bahwa glukosa tetap berada di dalam pembuluh darah (Sherwood, 2011).

Ada beberapa tipe pemeriksaan glukosa darah. Pemeriksaan gula darah


puasa mengukur kadar glukosa darah selepas tidak makan setidaknya 8 jam.
Pemeriksaan gula darah postprandial 2 jam mengukur kadar glukosa darah tepat
selepas 2 jam makan. Pemeriksaan gula darah ad random mengukur kadar glukosa
darah tanpa mengambil kira waktu makan terakhir (Henrikson J. E. et al., 2009).

Dalam keadaan postabsorbsi konsentrasi glukosa darah manusia berkisar


antara 80 – 100 mg/dl. Setelah makan karbohidrat kadar dapat meningkat sampai
sekitar 120-130 mg/dl. Selama puasa, kadarnya turun sampai sekitar 60-70 mg/dl.
Dalam keadaan normal, kadarnya dikontrol dalam batas-batas ini.

2.3.2 Pemeriksaan Kadar Gula Darah

18
Mengidentifikasi diabetes melitus pada seseorang adalah dengan
pemeriksaan kadar glukosa darah dan tidak dapat ditegakkan hanya atas dasar
adanya glukosuria saja (Soegondo, 2011). Pemeriksaan glukosa dengan cara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena, seyogyanya dilakukan di
laboratorium klinik terpercaya. Walaaupun demikian sesuai dengan kondisi
setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh, vena, ataupun kapiler dengan
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan
oleh WHO. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral
(TTGO) standar (Soegondo, 2011).

2.3.3 Mekanisme Pengaturan Gula Darah

Sumber utama glukosa plasma menurut Mayes dan Bender (2003) adalah
absorpsi glukosa oleh usus yang berasal dari pemecahan makanan,
glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari prekursor non-glukosa) dan
glikogenolisis (pemecahan simpanan glikogen menjadi glukosa). Proses
pengaturan kadar glukosa plasma merupakan mekanisme homeostasis yang diatur
sedemikian rupa dalam rentang yang sempit dan diatur dengan halus (Mayes dan
Bender, 2003; Guyton dan hall, 2006). Kadar glukosa plasma tidak boleh
menurun terlalu rendah karena glukosa merupakan satu-satunya sumber energi
yang dapat digunakan oleh otak dan eritrosit (Mayes , 2003). Kadar glukosa
plasma juga tidak boleh meningkat terlalu tinggi karena dapat mempengaruhi
tekanan osmotik dan bila kadar glukosa plasma sangat tinggi akan menyebabkan
dehidrasi seluler (Guyton dan Hall, 2006).

Pengaturan kadar glukosa plasma melibatkan hepar, jaringan ekstrahepatik


dan beberapa hormon. Sel-sel hepar dapat dilewati glukosa dengan bebas melalui
transporter GLUT 2, sedangkan pada jaringan ekstrahepatik glukosa memerlukan
transporter yang diatur oleh insulin untuk dapat masuk kedalam sel (Mayes dan
Bender, 2003). Dalam pengaturan kadar glukosa plasma, selain insulin juga
dibutuhkan peranan dari glukagon. Kedua hormon tersebut merupakan hormon

19
yang disekresikan oleh sel pankreas. Sel β pankreas mensekresikan insulin dan sel
α pankreas mensekresikan glukagon.

Insulin bekerja untuk menurunkan kadar glukosa plasma dengan cara


meningkatkan ambilan glukosa oleh jaringan lemak dan otot melalui transporter
GLUT 4. Insulin juga akan mengaktivasi enzim glikogen sintase dan menghambat
enzim fosforilase. (Mayes dan Bender, 2003; Ganong, 2005). Glikogen sintase
merupakan enzim yang bertanggung jawab dalam polimerisasi monosakarida
membentuk glikogen, sedangkan fosforilase merupakan enzim yang bertanggung
jawab dalam pemecahan glikogen menjadi glukosa. Dengan demikian insulin
akan menyebabkan peningkatan glikogenesis dan menghambat glikogenolisis
(Guyton dan Hall, 2006).

Glukagon menyebabkan peningkatan glikogenolisis dan glukoneogenesis.


Glukagon meningkatkan glikogenesis dengan cara mengaktivasi adenil siklase
dan meningkatkan cAMP intraseluler pada hepar. Hal ini akan mengaktivasi
fosforilase melalui protein kinase sehingga terjadi pemecahan glikogen. Dengan
adanya glukagon maka glukoneogenesis juga akan meningkat (Ganong, 2005).

Glukoneogenesis merupakan pembentukan glukosa dari senyawa non-


karbohidrat. Prekursor glukoneogenesis ini merupakan produk akhir dari
metabolisme karbohidrat (piruvat, laktat), lemak (gliserol) dan protein (asam
amino). Mekanisme glukoneogenesis ini juga merupakan cara untuk
membersihkan produk metabolisme jaringan dari dalam darah seperti laktat yang
dihasilkan oleh otot dan eritrosit serta gliserol yang dihasilkan oleh jaringan
lemak (Mayes dan Bender, 2003; Hatta, 2006).

Sesaat setelah makan, kadar glukosa plasma akan meningkat dan mencapai
puncak sekitar 60 menit setelah makan, jarang melebihi 140 mg/dl dan kembali
pada kadar sebelum makan setelah 2-3 jam (Raghavan and Garber, 2008).
Peningkatan kadar glukosa plasma ini akan menstimulasi sekresi insulin oleh sel β
pankreas (Goodman, 2009). Sekresi insulin, selain distimulasi oleh peningkatan
kadar glukosa darah, juga distimulasi oleh produksi hormon inkretin oleh usus
(Raghavan dan Garber, 2008). Insulin akan meningkatkan penyimpanan glukosa,

20
menghambat pembentukan glukosa oleh hepar dan meningkatkan ambilan glukosa
oleh sel otot dan lemak sehingga menyebabkan penurunan kadar glukosa plasma
(Goodman, 2009). Kombinasi dari hiperinsulinemia dan hiperglikemia ini akan
menstimulasi ambilan glukosa oleh jaringan perifer dan jaringan splanchnic yaitu
hepar dan usus (DeFronzo, 2004), penyimpanan glukosa dalam bentuk glikogen
oleh hepar (Mayes and Bender, 2003) dan pembentukan triaselgliserol oleh asam
lemak (Gastaldelli, 2009).

2.3.4 Cara Mengontrol Kadar Gula Darah

Kadar gula darah dapat di kontrol dengan 3 cara yakni menjaga berat
badan ideal, diet makanan seimbang dan melakukan olah raga atau latihan fisik.
Seiring dengan berjalannya waktu, ketiga cara tersebut kadar gula darah mungkin
tidak terkontrol dengan baik, pada keadaan seperti inilah baru diperlukan obat anti
diabetes (OAD), pada dasarnya obat baru diperlukan jika dengan cara diet dan
olahraga gula darah belum terkontrol dengan baik (Ramdhani. R., 2008).

21
BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESA

3.1 Kerangka Konseptual

Diabetes Melitus Tipe 2

Patofisiologi: Penatalaksaan Diabetes


• Kerusakan fungsi sel Melitus:
beta pankreas dan
resistensi insulin 1. Diit
2. Latihan
• Menurunnya
pengambilan glukosa 3. Obat Antidiabetik
oleh jaringan sebagai Oral
respon terhadap
4. Terapi insulin
insulin.

Jenis Diit Diabetes Melitus: Diit Diabetes Melitus :


1. Karbohidrat
2. Protein
3. Lemak Tujuan Diit Diabetes Melitus:

4. Serat 1. Mempertahankan kadar

5. Hindari garam gula darah supaya


22
6. Vitamin dan mineral mendekati normal.
2. Memberikan cukup
Jenis diit DM Tipe II

Tepat 3J (Jumlah, Jenis, dan


Jadwal) Makanan yang
dikonsumsi

Keterangan :
-------- : yang diteliti
: yang tidak diteliti
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian Hubungan antara Perilaku Diit
dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe 2

3.2 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah Ada Hubungan Antara Perilaku Diit
dengan Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Desa
Siwalanpanji Sidoarjo

23
BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non-ekperimen, rancangan


penelitian yang dilakukan adalah penelitian Deskriptif korelasional dan
menggunakan desain penelitian cross-sectional. Penelitan ini dilakukan
untuk mengetahui hubungan perilaku diit dengan kadar gula darah pada
penderita Diabetes Mellitus tipe II di Desa Siwalanpanji Sidoarjo. Jenis
penelitian ini menekankan pengukuran atau observasi data variabel
independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat. Variabel
independen dan dependen dinilai secara stimultan pada suatu saat, jadi
tidak ada tindak lanjut.


Variabel 1  Perilaku Diit

Uji Interpretasi
Kadar Gula Hubungan
 makna/arti
Darah
Variabel 2
Penderita DM
tipe 2

Gambar 4.1 Desain Deskriptif Korelasional dengan Pendekatan Cross


Sectional

4.2 Kerangka Kerja

24
Populasi

Penderita DM tipe II yang bertempat tinggal di Desa Siwalanpanji


yang berjumlah 48 orang.
Langkah kerja dalam penelitian ini sebagai berikut :

Sampel

Penderita DM Tipe II di Teknik Sampling yang memenuhi kriteria


Desa Siwalanpanji
inklusi dan eksklusi
Sampling Purposive

Du
kunPengumpulan Data
Tin gan
gka Kel
uar
ara t StrPenjaringan
NKuisioner
pid es ga & Observasi
ana
Uji
Hu
bun
gan
Pengolahan Data

Data yang diperoleh dilakukan editing, coding, processing, dan


Kesimpulan
cleaning

Analisa Data

Uji Spearman Rho

Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian Hubungan antara Perilaku Diit


dengan Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Desa
Siwalanpanji

4.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Studi pendahuluan dilaksanakan pada bulan November 2020 di Desa


Siwalanpanji Sidoarjo

4.4 Populasi, Sampel, dan Sampling Desain

4.4.1 Populasi Penelitian

Populasi dalam dalam studi pendahuluan ini adalah Penderita DM tipe II


yang bertempat tinggal di Desa Siwalanpanji yang berjumlah 48 orang.

25
4.4.2 Sampel Penelitian

Sampel terdiri dari bagian populasi yang terjangkau yang dapat


dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sampel penelitian ini
adalah penderita diabetes melitus tipe 2 di Desa Siwalanpanji yang memenuhi
syarat yang berjumlah 35 orang

1) Kriteria Inklusi

a. Laki – laki atau perempuan berusia >19 tahun

b. Penderita diabetes melitus tipe 2

c. Menyetujui informed consent

2) Kriteria Eksklusi

a. Observasi pola perilaku diit (kaji 3J, Jumlah asupan kalori, jenis
makanan yang dikonsumsi, ketepatan jadwal makan harian)

b. Mengukur kadar gula darah

4.4.3 Teknik Sampling

Cara pengambilan sampel yang akan dilakukan oleh peneliti adalah teknik
non-probability sampling dengan model sampling purposive. Sampling purposive
adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2012).

4.5 Identifikasi Variabel

1. Variabel Bebas (Independent)

Variabel bebas (Independent) dalam penelitian ini adalah perilaku diit

2. Variabel Terikat (Dependent)

Variabel terikat (Dependent) pada penelitian ini adalah kadar gula darah
penderita diabetes melitus tipe 2 di Desa Siwalanpanji Sidoarjo

26
4.6 Definisi Operasional

Tabel 4.6 Definisi operasional hubungan antara perilaku diit dengan


kadar gula darah penderita diabetes melitus tipe 2 di Desa Siwalanpanji
Sidoarjo

No. Variabel Definisi Alat Ukur Skala Skor


Operasional
1. Perilaku Pola perilaku Kuisioner Ordinal TP = Tidak
Diit dalam dan
pernah
mengatur 3J Wawancara
(Jumlah,jenis, K = Kadang-

jadwal) kadang
makanan untuk
S = Sering
mengontrol
kadar gula SS = Selalu
darah agar
tetap normal
2. Kadar Banyaknya zat Kuisioner Ordinal B = Buruk
Gula gula atau dan
C = Cukup
Darah glukosa di Wawancara
dalam darah
BB = Baik

SB = Sangat Baik

4.7 Pengumpulan, Pengolahan, dan Analisa Data

4.7.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data dikumpulkan dengan menggunakan instrument penelitian


yaitu kuisioner penjaringan dan observasi atau wawancara. Kemudian
peneliti membagikan kuisioner pada wawancara sambil mewawancarai.
Setelah diwawancarai penderita diabetes mengisi kuisioner yang cocok
dengan dirinya yang tertera pada lembar kuisioner. Hasil Kuisioner

27
dijadikan dalam bentuk presentase dan narasi. Kuisioner dalam penelitian
ini adalah kuisioner tertutup yang berisikan tentang :

1. Lembar Kuisioner
Kuisioner yang digunakan pada penelitian ini adalah penjaringan
dirancang dan dimodifikasi dengan menyesuaikan di Indonesia,
khususnya Sidoarjo Jawa Timur. Untuk mengetahui perilaku diit
pada penderita diabetes melitus tipe 2. Kuisioner diisi oleh
responden secara mandiri dan peneliti.
a. Kuisioner A berisi tentang : Kuisioner A yang berisi tentang
data identitas responden, pemeriksaan kadar gula darah, pola
perilaku diit 3J (Jumlah, jenis, jadwal) makanan yang
dikonsumsi
b. Kuisioner B berisi tentang : Kuisioner B yang berisi tentang
gambaran umum penderita diabetes melitus tipe 2 di Desa
Siwalanpanji Sidoarjo dengan mewawancarai penderita DM
tipe 2 tersebut.
2. Observasional berdasarkan cheklist

4.7.2 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:


Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat surat rekomendasi dari
Stikes Hang Tuah Surabaya dan izin diserahkan ke Kepala Desa
Siwalanpanji untuk mendapatkan perizinan melakukan pengambilan data di
Desa Siwalanpanji Sidoarjo. Langkah awal penelitian, pendekatan dilakukan
kepada responden untuk mendapatkan persetujuan untuk menjadikan
responden sebagai objek penelitian atau sebagai responden information for
consent dan informed concent, setelah itu meminta persetujuan kepada calon
resnponden.

Responden diberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan


penelitian. Data sampel diambil secara Sampling Purposive yang
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, setelah bersedia dilakukan

28
pengisian Inform Concent. Responden yang telah terkumpul. Selanjutnya
peneliti menganalisa adakah hubungan antara perilaku diit dengan kadar
gula darah pada penderita diabetes melitus tipe 2 di Desa Siwalanpanji
Sidoarjo. Kemudian mengucapkan terimakasih kepada responden atas
ketersediaannya untuk menjadi responden penelitian.

4.7.3 Pengolahan Data

Data dikumpulkan dengan menggunakan kuisioner untuk data


demografi variabel data yang terkumpul dengan metode observasi,
wawancara dan dokumentasi kemudian diolah dengan tahapan sebagai
berikut :

1. Pengolahan data (Editing)


Editing yaitu memeriksa kembali kebenaran data atau formulir kuesionar
yang di peroleh atau dikumpulkan. Editing dilakukan pada tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul untuk memastikan bahwa
data yang terkumpul sesuai dengan kebutuhan penelitian
2. Pengkodean data (Coding)
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap
data yang terdiri atas kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila
pengolahan dan analisis data menggunakan komputer. Biasanya dalam
pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code
book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari
suatu variabel. Data yang sudah terkumpul, sebelum dimasukkan ke dalam
komputer diberikan kode dalam setiap pernyataan.
3. Pemasukan data (Entry)
Data entry adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke
dalam program computer statistik untuk dapat di analisis atau dibuat
distribusi frekuensinya. Tahapan ini adalah proses memasukkan data
responden mulai dari kuesioner A hingga kuesioner B. Masing-masing
diisi sesuai dengan isian responden.
4. Pembersihan Data (Cleaning)

29
Proses pengecekan kembali data-data yang telah dimasukkan untuk
melihat ada tidaknya kesalahan, terutama kesesuaian pengkodean yang
dilakukan. Apabila terjadi kesalahan maka data tersebut akan segera
diperbaiki sehingga sesuai dengan hasil pengumpulan data yang
dilakukan.

4.7.4 Analisis Data Statistik

1. Analisis Univariat
Univariat adalah mengedepankan penelitian setiap variabel yang
diteliti, diagnosis asumsi statistik lanjut deteksi nilai ekstrim/outlier
(Amran, 2016). Menggunakan analisa Univariat dengan menggunakan
analisa Descriptive. Analisa univariat pada penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui berbagai karakteristik responden, mulai dari
pemeriksaan kadar gula darah, pola perilaku diit 3J (Jumlah, jenis,
jadwal) makanan yang dikonsumsi oleh penderita diabetes melitus tipe
2 di Desa Siwalanpanji.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat yang digunakan adalah uji statistik non-
parametrik dengan teknik uji korelasi Kendall Tau karena data yang
dianalisis lebih dari 30 data atau responden (Riwidikdo, 2009).

4.8 Etika Penelitian

1. Lembar persetujuan (Informed Consent)

Lembar persetujuan diedarkan sebelum penelitian dilaksanakan agar


responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian, serta dampak yang
akan terjadi selama dalam pengumpulan data. Responden yang bersedia
diteliti harus mendatangani lembar persetujuan tersebut, jika tidak peneliti
harus menghormati hak-hak responden dan tidak mengikutsertakan
responden.

2. Tanpa nama (Anonymity)

30
Peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar
pengumpulan data (kuesioner) yang diisi oleh responden untuk menjaga
kerahasiaan identitas responden. Lembar tersebut akan diberi kode
tertentu.

3. Kerahasiaan (Confidentialiy)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijaga


kerahasiaannya oleh peneliti. Data tersebut hanya disajikan atau
dilaporkan hanya pada hasil riset.

BAB 5

PENUTUP

31
5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian dan hasil pengujian pada pembahasan yang dilaksanakan


peneliti, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Sebagian besar responden tidak menerapkan perilaku diit yang


benar sesuai dengan 3J (Jumlah, Jenis, dan Jadwal)

2. Sebagian besar responden memiliki kadar gula darah yang cukup


tinggi

3. Ada hubungan antara perilaku diit dengan kadar gula darah pada
penderita diabetes melitus tipe II.

5.2 Saran

1. Bagi Klien

Diharapkan bagi penderita diabetes melitus tipe II dapat melakukan


perilaku diit tepat jumlah, jenis, dan jadwal di rumah dengan cara
mengkonsultasikan jumlah kalori, jadwal makan dan jenis makanan yang
dikonsumsi dengan tepat sesuai ukuran untuk mengontrol kadar gula darah
supaya kadar gula darah berada dalam batas normal.

2. Bagi Profesi Keperawatan

Diharapkan penatalaksaan perilaku diit dengan tepat jumlah, jadwal, dan


jenis pada penderita diabetes melitus tipe II diperlukan untuk mengurangi
resiko lebih lanjut dari peningkatan kadar gula darah terhadap fisiologi
tubuh. Maka perilaku diit tepat jumlah, jenis, dan jadwal dapat
direkomendasikan sebagai salah satu intervensi penatalaksanaan
keperawatan mandiri dalam manajemen penurunan kadar gula darah
pasien diabetes melitus tipe II

3. Bagi peneliti selanjutnya

32
Dapat digunakan sebagai rekomendasi untuk penelitian selanjutnya terkait
penatalaksaan perilaku diit tepat jumlah, jadwal, dan jenis terhadap
perubahan kadar gula darah sehingga dapat lebih dimanfaatkan dan
dikembangkan untuk pasien diabetes melitus di masa yang akan datang.

33

Anda mungkin juga menyukai