Dosen Pengampu:
Dr. Edial Rusli, S.E., M.Sn.
Pamungkas Wahyu Setiyanto, M.Sn.
Novan Jemmi Andrea, S.Sos., M.Sn.
Disusun oleh:
Moh. Widodo Azhar
1910946031
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
ingin lulus dan naik kelas dari mode auto serta ingin meyalurkan jiwa kreatif
kedalam foto-foto yang dihasilkan, ada baiknya kita memahami konsep exposure
serta diafragma. Kamera pada dasarnya adalah sebuah alat yang berguna untuk
menangkap cahaya melalui sensor kamera. Cahaya yang masuk akhirnya
diterjemahkan oleh sensor menjadi sebuah gambar. Apabila cahaya yang diterima
oleh kamera kurang, gambar akan menjadi gelap dalam dunia fotografi, hal ini
sering disebut dengan under exposed (UE). Sebaliknya apabila cahaya yang
masuk ke dalam kamera berlebih, gambar akan menjadi terlalu terang atau disebut
dengan over exposed (OE).
Kamera saat ini sudah memiliki kemampuan melihat gambar dan
menghitung exposure yang canggih. Bahkan informasi tentang kombinasi antara
shutter speed, aperture dan ISO dapat tergambarkan dengan sangat baik. Kamera
DSLR ataupun kamera pocket atau saku sudah memiliki fitur pilihan mode
exposure yang otomatis, semi otomatis atau manual.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara kerja serta penggunaan exposure dalam kamera
2. Untuk mengetahui cara kerja serta penggunaan diafragma pada kamera
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi penulis
Penulis dapat memperluas cakrawala ilmu pengetahuan masyarakat
mengenai cara kerja exposure serta cara kerja diafragma pada kamera
1.4.2 Manfaat bagi pembaca
Pembaca dapat mengetahui dan memahami mengenai cara kerja
exposure serta cara kerja diafragma pada kamera.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
B. Under Exposure
Under exposure adalah keadaan sebaliknya, yaitu hasil foto terlalu gelap.
Meski sebenarnya tak ada ukuran yang benar atau salah dalam penentuan
exposure, seluruhnya tergantung tingkat emphasis dan hasil foto yang diinginkan
oleh fotografer. Dalam bukunya yang berjudul Understanding Exposure, Bryan
Peterson memberikan ilustrasi tentang 3 elemen yang harus dipahami untuk
mendapatkan exposure yang normal (correct exposure). Ketiga hal ini biasa
disebut dengan segitiga eksposur (the triangle exposure). Setiap elemen ini
berhubungan erat dengan cahaya, bagaimana cahaya masuk dan berinteraksi
dengan kamera.
1. ISO atau ASA atau film speed
Secara definisi, ISO adalah ukuran tingkat sensifitas sensor kamera
terhadap cahaya, dikembangkan oleh ASA (American Standar Association) dan
ISO (International Standard Organitation). Pada kamera kita akan melihat ISO
100, ISO 200, ISO 400 dan seterusnya, ini adalah nilai ISO dimaksud. Semakin
tinggi ISO, semakin tinggi pula sensitifitas sensor atau film terhadap cahaya. ISO
tinggi biasanya digunakan pada saat kondisi pencahayaan yang kurang atau
minim. Karena intensitas cahaya yang rendah, maka ISO harus dinaikkan agak
sensor menjadi lebih sensitif terhadap cahaya. Namun ada efek dari penggunaan
ISO yang tinggi, yaitu hasil foto menjadi noise atau berbintik.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pengaturan ISO
ibaratkan dengan sekumpulan semut pekerja. Sebuah ISO adalah sebuah semut
pekerja, jika kamera diatur ke ISO 100, artinya kita memiliki 100 semut pekerja,
dan jika kamera diatur ke ISO 200, artinya kits memiliki 200 semut pekerja.
5
Tugas setiap semut pekerja adalah memungut cahaya yang masuk melalui lensa
dan bertugas membuat gambar. Jika menggunakan 2 buah lensa yang masing-
masing diatur pada aperture f/1.4, dengan pengaturan ISO kamera pertama
menggunakan ISO 200, sementara kamera kedua ISO 100, maka kamera yang
paling cepat menghasilkan gambar adalah kamera pertama yang menggunakan
ISO 200.
Secara garis besar dengan pengaturan aperture yang tetap, menaikkan ISO
dari ISO 100 ke ISO 200 akan mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk
menghasilkan sebuah gambar hingga 2 kali lebih cepat dari Shutter Speed 1/125
ke 1/250 detik. Menaikkan ISO, membuat kita bisa bekerja dengan kondisi cahaya
yang minim. Saat menaikkan ISO ke 400, akan memangkas waktu pembuatan
gambar hingga separuhnya lagi yaitu 1/500 detik. Setiap kali mempersingkat
waktu exposure sebanyak separuh, artinya kita dapat menaikkan eksposur sebesar
1 stop. Kita bisa mencoba pengertian ini dalam kasus aperture. Misalnya, kita
mengatur shutter speed selalu konstan pada 1/125 s (atau melalui mode Shutter
Priority – S atau Tv) dan mengubah-ubah pengaturan ISO dalam kelipatan 2,
misalnya dari 100 ke 200 ke 400 dan seterusnya, maka akan terjadi perubahan
besaran aperture.
ISO perlu dinaikkan pada kondisi berikut, yaitu pada kondisi minim
cahaya, pada kondisi sudah menggunakan aperture dengan bukaan terbesar, serta
pada kondisi sudah mengatur shutter speed pada kecepatan paling wajar. Apabila
tetap tidak bisa menghasilkan eksposur yang normal. Maka langkah terakhir yang
harus dilakukan adalah menaikkan ISO.
6
ISO juga harus dinaikkan demi alasan seni, misalnya ingin mendapatkan
foto dramatis dengan noise. Menaikkan ISO sering dilakukan fotografer saat
memotret dalam kondisi kurang cahaya, tujuannya agar tetap mendapatkan
Shutter Speed yang wajar sehingga bisa meminimalisir hasil foto yang shake
(goyang) atau blur. Namun ada efek samping saat ISO dinaikkan, yaitu kualitas
gambar menjadi berkurang dan muncul noise atau bintik pada foto. Dengan terus
berkembangnya teknologi, kamera-kamera high end saat ini sudah menawarkan
peningkatan dalam merender gambar dengan menggunakan ISO tinggi agar hasil
yang didapatkan tetap terlihat baik. Selain itu, kemampuan rendering software
untuk menghilangkan noise pun semakin meningkat. Contohnya dapat
menggunakan Adobe Photoshop untuk mengurangi noise. Meski demikian,
disarankan untuk selalu menggunakan ISO serendah mungkin kecuali memang
ingin mendapatkan foto noise dengan alasan kreatifitas seni.
Dalam mendapatkan eksposur secara kreatif dan benar dibutuhkan
pengaturan ISO, aperture serta shutter speed yang tepat sesuai kebutuhan.
Kombinasi ISO, aperture dan shutter speed ini biasa disebut sebagai segitiga
exposur (The Triangle Exposure). Kombinasi ketiganya digunakan untuk
menghasilkan gambar yang kreatif dengan eksposur yang benar. Kamera dapat
melakukan ini dengan perhitungan yang akurat secara otomatis, kamu tinggal atur
saja ke pengaturan Auto. Tetapi tidak cukup hanya correct exposure, kita harus
bisa membuat creative exposure atau eksposure kreatif.
Contohnya adalah jika objek diam, usahakan kecepatan shutter tidak
kurang dari 1/60s atau minimal 1/Focal Length dari focal length (zoom) yang
kamu gunakan. Tujuannya agar foto tidak shake (goyang). Misalnya kita
menggunakan lensa dengan focal length 85mm, maka shutter speed minimal yang
harus digunakan adalah 1/85s. Sebagian fotografer menyarankan agar
menggunakan shutter speed minimal 1/2 x Focal Length, berarti minimal 1/170s.
Jika kecepatan minimal tidak didapatkan karena kondisi cahaya yang kurang,
maka langkah selanjutnya adalah menaikkan ISO. Misalnya dari ISO 100 ke ISO
400 dan seterusnya hingga mendapatkan kecepatan minimal
7
B. Aperture
Aperture adalah bukaan lensa atau biasa disebut f-stop atau f-number.
Aperture bisa diibaratkan seperti jendela, semakin besar jendela dibuka, semakin
banyak pula cahaya yang masuk. Daerah pengumpulan cahaya akan bertambah
empat kali lipat pada setiap tingkatan nilai f-stop. Dirumuskan sebagai berikut :
8
Untuk mendapatkan foto yang lebih bokeh atau blur, biasanya digunakan untuk
pemotretan manusia atau potraiture, menggunakan aperture terbesar (f-number
terkecil) yang dimiliki oleh lensa, contoh : f/1.2. Untuk mendapatkan ruang tajam
yang luas, biasanya pemotretan landscape, menggunakan bukaan terkecil lensa (f-
number terbesar), contoh : f/22.
Pengaruh aperture terhadap shutter speed adalah seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, semakin besar bukaan lensa maka intensitas cahaya yang
masuk akan semakin banyak. Hal ini tentu berakibat pada shutter speed karena
jumlah cahaya yang masuk semakin banyak, maka shutter speed yang didapatkan
akan semakin cepat.
Pada gambar diatas, f/1.4, shutter speed yang diperoleh 1/1000s, sedangkan di
f/8.0 shutter speed yang diperoleh 1/30s.
3. Shutter Speed
Shutter Speed adalah rentang waktu/kecepatan rana yang dibutuhkan
untuk mendapatkan hasil foto dengan exposure normal. Misal kita mendengar
bahwa “shutter speed foto ini adalah 1/30sec”, ini artinya kecepatan rana atau
lamanya cahaya yang diijinkan masuk mengenai sensor adalah selama 1/30 detik.
Gambaran secara umum kecepatan rana sebagai berikut:
a) 1 – 30+ detik : umumnya digunakan untuk pemotretan di malam hari atau
kondisi minim cahaya dengan tripod
b) 2 – 1/2 detik : menambahkan efek lembut pada pergerakan air, awan, pada
foto landscape dengan tripod
c) 1/2 -1/30 detik : menambahkan efek motion blur pada background objek
yang bergerak (panning), tanpa bantuan tripod
9
d) 1/50 – 1/100 detik : mengambil foto tanpa bantuan tripod pada zoom yang
pendek atau wide
e) 1/250 – 1/500 detik : membekukan objek pada foto sport, macro tanpa
bantuan tripod dengan telephoto lens;
f) 1/1000 – 1/4000 detik : membekukan objek yang bergerak cepat.
Shutter speed merupakan ukuran kecepatan buka tutup jendela sensor atau
selama apa sensor menerima cahaya. Kecepatan shutter diukur dalam satuan
second (detik), semakin cepat shutter speed semakin cepat pula sensor menerima
cahaya, dan sebaliknya. Contohnya adalah : Shutter speed 1/25s lebih lambat 5
kali dibanding 1/125s. Pada DSLR, kecepatan shutter dilakukan secara mekanis
dengan membuka tutup cermin dan jendela shutter yang terdapat di depan sensor,
sementara mirrorless, kecepatan shutter dilakukan secara elektrik hingga bisa
menghasilkan kecepatan shutter yang sangat tinggi, misalnya 1/8.000s hingga
1/16.000s.
Pengaruh cepat lambatnya shutter speed terhadap gambar yang dihasilkan
kecepatan shutter akan berpengaruh pada gambar yang dihasilkan. Gambar
dibawah ini menggunakan shutter speed yang lambat (long exposure) sekitar 6
detik sehingga membuat gerakan air menjadi lembut.
Sementara foto berikut menggunakan shutter speed yang sangat cepat sehingga
membuat air dan buah membeku.
10
Semakin lama shutter speed yang diberikan, semakin terang foto yang diperoleh
karena intensitas cahaya yang masuk ke sensor semakin banyak.
11
1. Pengaturan Bukaan Diafragma
Untuk dapat mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk melalui
lensa, diafragma pada lensa kamera bisa membuka dengan besaran diameter yang
bisa dirubah. Besar kecilnya bukaan diafragma dinyatakan dalam f-number
tertentu, dimana f-number kecil menyatakan bukaan besar dan f-number yang
besar menyatakan bukaan kecil. Selain itu, secara karakteristik optik lensa, bukaan
besar akan membuat foto yang DOF-nya sempit (background bisa blur) dan
bukaan kecil akan membuat DOF lebar (background tajam).
Saat mengatur nilai diafragma (aperture), setiap stop ditandai dengan nilai
f-number tertentu yang digambarkan dalam deret berikut, urut dari yang besar
hingga kecil : f/1 – f/1.4 – f/2 – f/2.8 – f/4 – f/5.6 – f/8 – f/11 – f/16 – f/22 – f/32
dan seterusnya. Sebagai contoh, jika kita berpindah 1-stop dari f/2 ke f/2.8, maka
kita akan mengurangi setengah intensitas cahaya yang masuk ke kamera. Jika kita
berpindah 1-stop dari f/8 ke f/5.6, maka kita akan menambah intensitas cahaya
yang masuk ke kamera dua kali lipat dari sebelumnya.
12
dilakukan pada kelipatan 1/2 hingga 1/3 f-stop sehingga bisa didapat banyak
sekali variasi exposure yang bisa didapat dari mengatur nilai diafragma. Sebagai
contoh, diantara f/5.6 hingga f/8 bisa terdapat f/6.3 dan f/7.1 yang memiliki
rentang 1/3 stop.
2. Fungsi Diafragma
Fungsi utama diafragma adalah untuk mengendalikan jumlah cahaya yang
masuk ke dalam kamera. Pada dasarnya kondisi cahaya disaat kita melakukan
kegiatan fotografi sangat bervariasi dan kamera membutuhkan diafragma untuk
mengendalikan jumlah cahaya yang masuk ke dalam kamera sehingga jumlah
cahaya yang masuk sesuai dengan kebutuhan (normal), tidak kurang, dan tidak
berlebih.
Penggunaan diafragma pada kamera umumnya adalah bila kondisi cahaya
remang-remang, maka bukaan lensa atau diafragma diperbesar agar tidak
kekurangan cahaya, sedangkan apabila cahaya yang masuk ke kamera berlebih
yang biasanya terjadi pada saat kondisi panas terik bila di luar ruangan, bukaan
13
diafragma diperkecil agar tidak kelebihan cahaya. Indikator bukaan diafragma
pada kamera berbanding terbalik dengan kondisi bukaan pada diafragma, semakin
kecil angka dari diafragma yang ditampilkan dalam kamera maka semakin besar
bukaan diafragma pada lensa, artinya cahaya yang masuk semakin banyak.
Sebaliknya semakin besar angka diafragma yang ditampilkan dalam kamera,
maka semakin kecil bukaan diafragma pada lensa artinya cahaya yang masuk
semakin sedikit.
14
background akan miss focus (blur). Jika diterapkan angka 16 pada setingan
diafragma kamera, maka akan menghasilkan ruang tajam yang besar atau luas
dalam arti fokus akan didapat pada foreground, background sekaligus objek.
Ketajaman ruang suatu gambar foto sangat tergantung pada beberapa hal, yaitu :
A. Diafragma atau bukaan lensa
Semakin kecil bukaan diafragma, maka semakin besar ruang tajam
atau depth of field yang dihasilkan. Bukaan penuh atau besar akan
menghasilkan depth of field yang sangat sempit
B. Jarak fokus lensa atau focal length
Semakin panjang focal length, semakin sempit ruang tajamnya.
C. Jarak pemotretan
Semakin dekat jaraknya, semakin sempit ruang tajam yang
dihasilkan. Begitu pula sebaliknya, semakin jauh jarak pemotretannya,
maka ruang tajamnya akan semakin luas.
15
dan mengenai pentaprisma. Pentaprisma kemudian memantulkan cahaya kembali
beberapa kali hingga mengenai jendela bidik atau viewfinder. Selama proses
pengambilan foto, cermin akan membuka keatas dan jendela rana juga membuka,
hal ini memungkinkan lensa memproyeksikan cahaya menuju ke sensor. Setelah
foto direkam oleh sensor kamera maka sensor kamera akan memproses foto itu
dan kemudian akan di simpan dalam media penyimpan data berupa CF card atau
SD Card.
16
dibuka (speed lambat) maka akan semakin banyak pula cahaya yang masuk ke
kamera. Demikian sebaliknya, semakin kecil bukaan diafragma maka akan
semakin sedikit cahaya yang masuk. Semakin cepat speed yang dibuka (speed
cepat) maka akan semakin sedikit juga cahaya yang masuk.
Untuk menghasilkan foto yang normal maka diperlukan penyeimbangan
dari komponen-komponen tersebut, jika ketiga komponen tersebut (diafragma,
shutter speed dan ISO) ada yang kurang seimbang bisa dipastikan hasil foto yang
didapatkan tidak dalam keadaan normal bisa jadi over exposure atau low
exposure. Pada kamera konvensional atau analog maupun kamera non-
konvensional atau DSLR, untuk melihat apakah pencahayaannya sudah normal
atau belum bisa dilihat pada indikator angka pencahayaan yang terdapat pada
view finder kamera.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Exposure adalah istilah dalam fotografi yang mengacu kepada
banyaknya cahaya yang jatuh ke medium (film atau sensor gambar) yang akan
mempengaruhi seberapa terang dan gelapnya foto yang dihasilkan oleh kamera.
Untuk membantu fotografer mendapatkan pengaturan yang tepat, kamera modern
dilengkapi dengan alat yang bernama lightmeter. Secara keseluruhan, exposure
dipengaruhi oleh 7 hal, yaitu jenis dan intensitas sumber cahaya, respon benda
terhadap cahaya, jarak kamera dengan benda, shutter speed, bukaan atau aperture
atau diafragma, ukuran ISO atau ASA film yang digunakan serta penggunaan
filter tertentu. Tingkat exposure akan mempengaruhi tingkat kecerahan foto secara
keseluruhan. Selain itu, respon tiap benda pada sebuah karya fotografi akan
berbeda, dengan pengolahan yang tepat, fotografer bisa mengatur emphasis yang
dihasilkan. Ada dua jenis exposure tidak normal, yaitu over exposure dan under
exposure. Tiga elemen yang harus dipahami untuk mendapatkan exposure yang
normal atau correct exposure yang biasa disebut dengan segitiga eksposur (the
triangle exposure), yaitu ISO, aperture, dan shutter speed. Diafragma adalah
lubang dalam lensa kamera tempat cahaya masuk saat melakukan pemotretan atau
disebut juga jendela dengan beberapa daun jendela yang ada di dalam lensa.
Diafragma memiliki beberapa ukuran atau satuan angka. Setiap lensa mempunyai
perbedaan bukaan diafragma masing – masing. Semakin besar bukaan dari
diafragma maka semakin banyak cahaya yang masuk ke dalam kamera. Begitu
juga sebaliknya, semakin kecil bukaan diafragma maka semakin sedikit pula
cahaya yang masuk ke dalam kamera.
3.2 Saran
Untuk menghasilkan gambar foto yang baik, kita harus mempelajari serta
memahami mengenai pengaturan exposure dan diafragma karena sangat
18
berpengaruh penting dalam proses pengambilan gambar untuk mendapatkan hasil
gambar yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Yozardi, Dini dan Wiyono, Itta. 2003. Petunjuk Memotret Untuk Pemula. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
W, Desatria, dan W, Jimmy W. 2006. 101 Tips & Trik Dunia Fotografi. Jakarta:
Elex Media Komputindo
https://www.fairuzelsaid.wordpress.com/2012/04/22/dof-depth-of-field/
(Diakses pada tanggal 14 Februari 2020 pukul 20.00 WIB)
https://www.kelasfotografi.wordpress.com/tag/diafragma/
(Diakses pada tanggal 14 Februari 2020 pukul 23.00 WIB)
19