Anda di halaman 1dari 20

EXPOSURE DAN DIAFRAGMA

Dosen Pengampu:
Dr. Edial Rusli, S.E., M.Sn.
Pamungkas Wahyu Setiyanto, M.Sn.
Novan Jemmi Andrea, S.Sos., M.Sn.

Disusun oleh:
Moh. Widodo Azhar
1910946031

PROGRAM STUDI S-1 FOTOGRAFI


FAKULTAS SENI MEDIA REKAM
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
2020
ABSTRAK

Artikel ini ditulis untuk mengetahui serta memahami mengenai penggunaan


exposure serta penggunaan diafragma pada kamera.
Exposure adalah banyak sedikitnya paparan dari cahaya yang nantinya
akan bisa diterima oleh sensor yang ada di sebuah kamera agar bisa mendapatkan
gambar dan juga foto yang bagus. Pengaturan exposure memang akan menjadi
satu hal yang akan membuat foto bisa terlihat lebih bagus atau bahkan menjadi
lebih jelek nantinya. Ketika kita mengatur exposure dengan kondisi cahaya yang
masuk ke foto jumlahnya terlalu tinggi tentunya akan membuat gambar akan
menjadi sangat terang, atau bisa kita katakan sebagai over exposure. Hal ini juga
akan bisa terjadi sebaliknya, kalau kita mengambil foto dengan pengaturan
exposure yang akan membuat cahaya yang masuk ke foto sedikit, tentunya akan
membuat gambar yang telah kita ambil tersebut akan menjadi semakin gelap atau
bisa kita sebut dengan under exposure. Dengan adanya hal ini menunjukkan kalau
pengaturan eksposur yang tepat akan bisa membuat foto mendapatkan pencahayan
yang pas.
Diafragma merupakan salah satu komponen dari lensa yang berfungsi
mengatur intensitas cahaya yang masuk ke dalam kamera. Bukaan diafragma
sangat penting dalam hal mengontrol pencahayaan dan ruang ketajaman. Bukaan
besar pada diafragma akan memasukkan lebih banyak cahaya dan memberikan
ruang tajam yang sempit pada foto, sedangkan bukaan diafragma yang kecil akan
memasukkan cahaya yang sedikit dan memberikan ruang tajam yang luas.
Semakin besar bukaan diafragma, semakin sempit ruang tajamnya, dan semakin
kecil bukaan difragma mengakibatkan semakin luas ruang tajamnya.
Sejalan dengan kesimpulan diatas, pengaturan exposure serta diafragma
sangat berpengaruh penting dalam proses pengambilan gambar untuk
mendapatkan hasil gambar yang baik. Pada dasarnya kondisi cahaya disaat kita
melakukan kegiatan fotografi sangat bervariasi dan kamera membutuhkan
diafragma untuk mengendalikan jumlah cahaya yang masuk ke dalam kamera
sehingga jumlah cahaya yang masuk sesuai dengan kebutuhan (normal), tidak
kurang, dan tidak berlebih.

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam dewasa ini hampir semua kamera digital sudah dilengkapi dengan
pengukur cahaya yang berfungsi mengatur paparan cahaya atau exposure secara
otomatis untuk memperoleh hasil yang optimal. Tidak sedikit dari kita hanya
sering menggunakan settingan otomatis pada bagian exposure, padahal jika kita
mengetahui cara melakukan setting yang baik maka kita akan mendapatkan hasil
gambar yang lebih unik dan lebih kreatif daripada menggunakan settingan
exposure secara otomatis.
Dalam mengatur exposure dalam kamera ada dua macam kontrol utama
yang mempengaruhinya. Pertama adalah kecepatan bukaan rana atau dalam
fotografi disebut shutter speed yang mempunyai fungsi sebagai penentu lamanya
waktu sensor terkena cahaya dan yang kedua adalah besarnya bukaan rana atau
aperture yang mempengaruhi besar kecilnya lubang rana tersebut terbuka.
Kombinasi dari kedua settingan tersebutlah yang menentukan hasil exposure.
Kecepatan bukaan rana diukur dalam detik, hanya saja dalam penyebutannya
notasinya dituliskan seperberapa detik. Misalnya jika kita ingin sangat cepat maka
kita dapat memilih 1/2000 detik atau jika kita ingin sangat lambat kita dapat
mengaturnya 8 detik. Sedangkan bukaan rana diukur dalam f/nilai. Misalnya f/1.8
maka berrarti aperture besar dan jika f/22 maka aperture sangat kecil.
Shutter speed selain menentukan cepat lambatnya bukaan rana juga
mempunyai efek lain bagi foto yang dihasilkannya. Semakin cepat shutter speed,
maka foto yang dihasilkannya pun semakin keras (efek freezing menjadi semakin
kelihatan). Sedangkan jika aperture mempunyai efek lebar sempitnya bidang
fokus atau biasa disebut depth of field atau DOF. Semakin besar aperture maka
akan semakin sempit bidang fokus. Dan begitu juga sebaliknya, semakin kecil
aperture maka semakin lebar bidang fokusnya.
Seringkali setelah membeli kamera digital baik dslr maupun saku (pocket),
kita terpaku pada mode auto untuk waktu yang cukup lama. Mode auto memang
paling mudah dan cepat, namun tidak memberikan kepuasan kreatifitas. Bagi yang

2
ingin lulus dan naik kelas dari mode auto serta ingin meyalurkan jiwa kreatif
kedalam foto-foto yang dihasilkan, ada baiknya kita memahami konsep exposure
serta diafragma. Kamera pada dasarnya adalah sebuah alat yang berguna untuk
menangkap cahaya melalui sensor kamera. Cahaya yang masuk akhirnya
diterjemahkan oleh sensor menjadi sebuah gambar. Apabila cahaya yang diterima
oleh kamera kurang, gambar akan menjadi gelap dalam dunia fotografi, hal ini
sering disebut dengan under exposed (UE). Sebaliknya apabila cahaya yang
masuk ke dalam kamera berlebih, gambar akan menjadi terlalu terang atau disebut
dengan over exposed (OE).
Kamera saat ini sudah memiliki kemampuan melihat gambar dan
menghitung exposure yang canggih. Bahkan informasi tentang kombinasi antara
shutter speed, aperture dan ISO dapat tergambarkan dengan sangat baik. Kamera
DSLR ataupun kamera pocket atau saku sudah memiliki fitur pilihan mode
exposure yang otomatis, semi otomatis atau manual.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana cara kerja exposure pada kamera?
2. Bagaimana cara kerja diafragma pada kamera?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui cara kerja serta penggunaan exposure dalam kamera
2. Untuk mengetahui cara kerja serta penggunaan diafragma pada kamera

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi penulis
Penulis dapat memperluas cakrawala ilmu pengetahuan masyarakat
mengenai cara kerja exposure serta cara kerja diafragma pada kamera
1.4.2 Manfaat bagi pembaca
Pembaca dapat mengetahui dan memahami mengenai cara kerja
exposure serta cara kerja diafragma pada kamera.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Cara Kerja Exposure Pada Kamera


Exposure adalah istilah dalam fotografi yang mengacu kepada banyaknya
cahaya yang jatuh ke medium (film atau sensor gambar) yang akan mempengaruhi
seberapa terang dan gelapnya foto yang dihasilkan oleh kamera. Untuk membantu
fotografer mendapatkan pengaturan yang tepat, kamera modern dilengkapi dengan
alat yang bernama lightmeter. Lightmeter akan mengukur intensitas cahaya yang
masuk ke kamera sehingga didapatlah exposure yang normal atau istilah lainnya
adalah correct exposure. Sudah lama produsen kamera menyematkan fitur
lightmeter pada produknya dengan alasan karena memang tak mudah bagi
manusia untuk mengetahui seperti apa pengaturan yang pas untuk memperoleh
pencahayaan yang benar.
1. Exposure Tidak Normal (Under Exposure dan Over Exposure)
Secara keseluruhan, exposure dipengaruhi oleh 7 hal, yaitu :
A. Jenis dan intensitas sumber cahaya
B. Respon benda terhadap cahaya
C. Jarak kamera dengan benda
D. Shutter speed
E. Bukaan atau aperture atau diafragma
F. Ukuran ISO atau ASA film yang digunakan
G. Penggunaan filter tertentu
Tingkat exposure akan mempengaruhi tingkat kecerahan foto secara
keseluruhan. Selain itu, respon tiap benda pada sebuah karya fotografi akan
berbeda, dengan pengolahan yang tepat, fotografer bisa mengatur emphasis yang
dihasilkan. Ada dua jenis exposure tidak normal, yaitu over exposure dan under
exposure.
A. Over Exposure
Over exposure adalah keadaan foto di mana eksposur diambil lebih lama
dari yang diinstruksikan oleh lightmeter, atau subjek yang ditangkap lebih terang
dari sebenarnya.

4
B. Under Exposure
Under exposure adalah keadaan sebaliknya, yaitu hasil foto terlalu gelap.

Meski sebenarnya tak ada ukuran yang benar atau salah dalam penentuan
exposure, seluruhnya tergantung tingkat emphasis dan hasil foto yang diinginkan
oleh fotografer. Dalam bukunya yang berjudul Understanding Exposure, Bryan
Peterson memberikan ilustrasi tentang 3 elemen yang harus dipahami untuk
mendapatkan exposure yang normal (correct exposure). Ketiga hal ini biasa
disebut dengan segitiga eksposur (the triangle exposure). Setiap elemen ini
berhubungan erat dengan cahaya, bagaimana cahaya masuk dan berinteraksi
dengan kamera.
1. ISO atau ASA atau film speed
Secara definisi, ISO adalah ukuran tingkat sensifitas sensor kamera
terhadap cahaya, dikembangkan oleh ASA (American Standar Association) dan
ISO (International Standard Organitation). Pada kamera kita akan melihat ISO
100, ISO 200, ISO 400 dan seterusnya, ini adalah nilai ISO dimaksud. Semakin
tinggi ISO, semakin tinggi pula sensitifitas sensor atau film terhadap cahaya. ISO
tinggi biasanya digunakan pada saat kondisi pencahayaan yang kurang atau
minim. Karena intensitas cahaya yang rendah, maka ISO harus dinaikkan agak
sensor menjadi lebih sensitif terhadap cahaya. Namun ada efek dari penggunaan
ISO yang tinggi, yaitu hasil foto menjadi noise atau berbintik.
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pengaturan ISO
ibaratkan dengan sekumpulan semut pekerja. Sebuah ISO adalah sebuah semut
pekerja, jika kamera diatur ke ISO 100, artinya kita memiliki 100 semut pekerja,
dan jika kamera diatur ke ISO 200, artinya kits memiliki 200 semut pekerja.

5
Tugas setiap semut pekerja adalah memungut cahaya yang masuk melalui lensa
dan bertugas membuat gambar. Jika menggunakan 2 buah lensa yang masing-
masing diatur pada aperture f/1.4, dengan pengaturan ISO kamera pertama
menggunakan ISO 200, sementara kamera kedua ISO 100, maka kamera yang
paling cepat menghasilkan gambar adalah kamera pertama yang menggunakan
ISO 200.
Secara garis besar dengan pengaturan aperture yang tetap, menaikkan ISO
dari ISO 100 ke ISO 200 akan mempersingkat waktu yang dibutuhkan untuk
menghasilkan sebuah gambar hingga 2 kali lebih cepat dari Shutter Speed 1/125
ke 1/250 detik. Menaikkan ISO, membuat kita bisa bekerja dengan kondisi cahaya
yang minim. Saat menaikkan ISO ke 400, akan memangkas waktu pembuatan
gambar hingga separuhnya lagi yaitu 1/500 detik. Setiap kali mempersingkat
waktu exposure sebanyak separuh, artinya kita dapat menaikkan eksposur sebesar
1 stop. Kita bisa mencoba pengertian ini dalam kasus aperture. Misalnya, kita
mengatur shutter speed selalu konstan pada 1/125 s (atau melalui mode Shutter
Priority – S atau Tv) dan mengubah-ubah pengaturan ISO dalam kelipatan 2,
misalnya dari 100 ke 200 ke 400 dan seterusnya, maka akan terjadi perubahan
besaran aperture.
ISO perlu dinaikkan pada kondisi berikut, yaitu pada kondisi minim
cahaya, pada kondisi sudah menggunakan aperture dengan bukaan terbesar, serta
pada kondisi sudah mengatur shutter speed pada kecepatan paling wajar. Apabila
tetap tidak bisa menghasilkan eksposur yang normal. Maka langkah terakhir yang
harus dilakukan adalah menaikkan ISO.

6
ISO juga harus dinaikkan demi alasan seni, misalnya ingin mendapatkan
foto dramatis dengan noise. Menaikkan ISO sering dilakukan fotografer saat
memotret dalam kondisi kurang cahaya, tujuannya agar tetap mendapatkan
Shutter Speed yang wajar sehingga bisa meminimalisir hasil foto yang shake
(goyang) atau blur. Namun ada efek samping saat ISO dinaikkan, yaitu kualitas
gambar menjadi berkurang dan muncul noise atau bintik pada foto. Dengan terus
berkembangnya teknologi, kamera-kamera high end saat ini sudah menawarkan
peningkatan dalam merender gambar dengan menggunakan ISO tinggi agar hasil
yang didapatkan tetap terlihat baik. Selain itu, kemampuan rendering software
untuk menghilangkan noise pun semakin meningkat. Contohnya dapat
menggunakan Adobe Photoshop untuk mengurangi noise. Meski demikian,
disarankan untuk selalu menggunakan ISO serendah mungkin kecuali memang
ingin mendapatkan foto noise dengan alasan kreatifitas seni.
Dalam mendapatkan eksposur secara kreatif dan benar dibutuhkan
pengaturan ISO, aperture serta shutter speed yang tepat sesuai kebutuhan.
Kombinasi ISO, aperture dan shutter speed ini biasa disebut sebagai segitiga
exposur (The Triangle Exposure). Kombinasi ketiganya digunakan untuk
menghasilkan gambar yang kreatif dengan eksposur yang benar. Kamera dapat
melakukan ini dengan perhitungan yang akurat secara otomatis, kamu tinggal atur
saja ke pengaturan Auto. Tetapi tidak cukup hanya correct exposure, kita harus
bisa membuat creative exposure atau eksposure kreatif.
Contohnya adalah jika objek diam, usahakan kecepatan shutter tidak
kurang dari 1/60s atau minimal 1/Focal Length dari focal length (zoom) yang
kamu gunakan. Tujuannya agar foto tidak shake (goyang). Misalnya kita
menggunakan lensa dengan focal length 85mm, maka shutter speed minimal yang
harus digunakan adalah 1/85s. Sebagian fotografer menyarankan agar
menggunakan shutter speed minimal 1/2 x Focal Length, berarti minimal 1/170s.
Jika kecepatan minimal tidak didapatkan karena kondisi cahaya yang kurang,
maka langkah selanjutnya adalah menaikkan ISO. Misalnya dari ISO 100 ke ISO
400 dan seterusnya hingga mendapatkan kecepatan minimal

7
B. Aperture
Aperture adalah bukaan lensa atau biasa disebut f-stop atau f-number.
Aperture bisa diibaratkan seperti jendela, semakin besar jendela dibuka, semakin
banyak pula cahaya yang masuk. Daerah pengumpulan cahaya akan bertambah
empat kali lipat pada setiap tingkatan nilai f-stop. Dirumuskan sebagai berikut :

APERTURE RELATIVE EXAMPLE


LIGHT SHUTTER SPEED
f/22 1X 16 seconds
f/16 2X 8 seconds
f/11 4X 4 seconds
f/8 8X 2 seconds
f/5.6 16X 1 seconds
f/4 32X 1/2 seconds
f.2.8 64X 1/4 seconds
f/2 128X 1/8 seconds Yang
f/1.4 256X 1/15 seconds
menarik adalah
semakin kecil angka f-stop yang tertera, semakin besar pula bukaannya.
Contohnya adalah : Aperture f/1.4 memiliki bukaan lensa yang lebih besar
dibanding f/1.8, artinya dengan menggunakan aperture f/1.4, lebih banyak cahaya
yang bisa masuk dibandingkan f/1.8.
Pengaruh aperture terhadap gambar yang dihasilkan adalah pada besar
kecilnya bukaan lensa akan berpengaruh pada hasil gambar yang didapatkan.
semakin besar bukaan lensa (f-number semakin kecil) akan mempengaruhi 2 hal
berikut, yaitu foto yang dihasilkan akan semakin terang karena jumlah cahaya
yang masuk semakin banyak dan depth of field atau ruang tajam semakin sempit
sehingga background foto yang dihasilkan lebih bokeh atau blur, dan sebaliknya.
Contohnya adalah pada gambar berikut :

8
Untuk mendapatkan foto yang lebih bokeh atau blur, biasanya digunakan untuk
pemotretan manusia atau potraiture, menggunakan aperture terbesar (f-number
terkecil) yang dimiliki oleh lensa, contoh : f/1.2. Untuk mendapatkan ruang tajam
yang luas, biasanya pemotretan landscape, menggunakan bukaan terkecil lensa (f-
number terbesar), contoh : f/22.
Pengaruh aperture terhadap shutter speed adalah seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, semakin besar bukaan lensa maka intensitas cahaya yang
masuk akan semakin banyak. Hal ini tentu berakibat pada shutter speed karena
jumlah cahaya yang masuk semakin banyak, maka shutter speed yang didapatkan
akan semakin cepat.

Pada gambar diatas, f/1.4, shutter speed yang diperoleh 1/1000s, sedangkan di
f/8.0 shutter speed yang diperoleh 1/30s.

3. Shutter Speed
Shutter Speed adalah rentang waktu/kecepatan rana yang dibutuhkan
untuk mendapatkan hasil foto dengan exposure normal. Misal kita mendengar
bahwa “shutter speed foto ini adalah 1/30sec”, ini artinya kecepatan rana atau
lamanya cahaya yang diijinkan masuk mengenai sensor adalah selama 1/30 detik.
Gambaran secara umum kecepatan rana sebagai berikut:
a) 1 – 30+ detik : umumnya digunakan untuk pemotretan di malam hari atau
kondisi minim cahaya dengan tripod
b) 2 – 1/2 detik : menambahkan efek lembut pada pergerakan air, awan, pada
foto landscape dengan tripod
c) 1/2 -1/30 detik : menambahkan efek motion blur pada background objek
yang bergerak (panning), tanpa bantuan tripod

9
d) 1/50 – 1/100 detik : mengambil foto tanpa bantuan tripod pada zoom yang
pendek atau wide
e) 1/250 – 1/500 detik : membekukan objek pada foto sport, macro tanpa
bantuan tripod dengan telephoto lens;
f) 1/1000 – 1/4000 detik : membekukan objek yang bergerak cepat.
Shutter speed merupakan ukuran kecepatan buka tutup jendela sensor atau
selama apa sensor menerima cahaya. Kecepatan shutter diukur dalam satuan
second (detik), semakin cepat shutter speed semakin cepat pula sensor menerima
cahaya, dan sebaliknya. Contohnya adalah : Shutter speed 1/25s lebih lambat 5
kali dibanding 1/125s. Pada DSLR, kecepatan shutter dilakukan secara mekanis
dengan membuka tutup cermin dan jendela shutter yang terdapat di depan sensor,
sementara mirrorless, kecepatan shutter dilakukan secara elektrik hingga bisa
menghasilkan kecepatan shutter yang sangat tinggi, misalnya 1/8.000s hingga
1/16.000s.
Pengaruh cepat lambatnya shutter speed terhadap gambar yang dihasilkan
kecepatan shutter akan berpengaruh pada gambar yang dihasilkan. Gambar
dibawah ini menggunakan shutter speed yang lambat (long exposure) sekitar 6
detik sehingga membuat gerakan air menjadi lembut.

Sementara foto berikut menggunakan shutter speed yang sangat cepat sehingga
membuat air dan buah membeku.

10
Semakin lama shutter speed yang diberikan, semakin terang foto yang diperoleh
karena intensitas cahaya yang masuk ke sensor semakin banyak.

2.2 Cara Kerja Diafragma Pada Kamera


Diafragma adalah lubang dalam lensa kamera tempat cahaya masuk saat
melakukan pemotretan atau disebut juga jendela dengan beberapa daun jendela
yang ada di dalam lensa. Diafragma memiliki beberapa ukuran atau satuan angka.
Setiap lensa mempunyai perbedaan bukaan diafragma masing – masing. Biasanya
ukuran diafragma dimulai dengan angka 2,8 – 4 – 5,6 – 8 – 11 – 16 – 22.
Besar kecilnya bukaan diafragma yang kita pilih menghasilkan foto yang
berbeda. Bukaan diafragma kecil akan menghasilkan ruang tajam yang luas atau
anggap saja jendela yang dibuka sedikit akan sedikit pula cahaya yang masuk.
Sedangkan bukaan diafragma besar atau anggap saja jendela yang dibuka lebar,
maka akan banyak pula cahaya yang masuk sehingga akan membuat ruang tajam
sempit (blur) karena banyaknya cahaya yang masuk karena jendela terlalu lebar
dibuka sehingga mata kita silau karena cahaya terlalu banyak.
Diafragma artinya bukaan lensa. Diafragma disimbolkan dengan satuan F,
semakin kecil angka F, maka semakin besar bukaan jendela lensa, begitu juga
sebaliknya. Semakin besar angka F, maka semakin kecil bukaan lensa. Diafragma
merupakan salah satu komponen dari lensa yang berfungsi mengatur intensitas
cahaya yang masuk ke dalam kamera. Diafragma lensa biasanya membentuk
lubang mirip lingkaran atau segi tertentu. Ia terbentuk dari sejumlah lembaran
logam (umumnya 5, 7, atau 8 lembar) yang dapat diatur untuk mengubah ukuran
lubang.
Diafragma merupakan komponen yang selalu ada dalam sebuah kamera
dan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi banyak tidaknya
penerimaan cahaya yang ada pada sebuah foto. Faktor faktor yang mempengaruhi
gelap terangnya sebuah foto atau gambar adalah shutter speed (kecepatan rana),
aperture (diafragma), dan ISO (sensitifitas penerimaan cahaya pada kamera).

11
1. Pengaturan Bukaan Diafragma
Untuk dapat mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk melalui
lensa, diafragma pada lensa kamera bisa membuka dengan besaran diameter yang
bisa dirubah. Besar kecilnya bukaan diafragma dinyatakan dalam f-number
tertentu, dimana f-number kecil menyatakan bukaan besar dan f-number yang
besar menyatakan bukaan kecil. Selain itu, secara karakteristik optik lensa, bukaan
besar akan membuat foto yang DOF-nya sempit (background bisa blur) dan
bukaan kecil akan membuat DOF lebar (background tajam).

Saat mengatur nilai diafragma (aperture), setiap stop ditandai dengan nilai
f-number tertentu yang digambarkan dalam deret berikut, urut dari yang besar
hingga kecil : f/1 – f/1.4 – f/2 – f/2.8 – f/4 – f/5.6 – f/8 – f/11 – f/16 – f/22 – f/32
dan seterusnya. Sebagai contoh, jika kita berpindah 1-stop dari f/2 ke f/2.8, maka
kita akan mengurangi setengah intensitas cahaya yang masuk ke kamera. Jika kita
berpindah 1-stop dari f/8 ke f/5.6, maka kita akan menambah intensitas cahaya
yang masuk ke kamera dua kali lipat dari sebelumnya.

Perhatikan apabila kamera modern umumnya memberi keleluasaan untuk


merubah diafragma di skala yang lebih kecil, dalam hal ini perubahan f-stop

12
dilakukan pada kelipatan 1/2 hingga 1/3 f-stop sehingga bisa didapat banyak
sekali variasi exposure yang bisa didapat dari mengatur nilai diafragma. Sebagai
contoh, diantara f/5.6 hingga f/8 bisa terdapat f/6.3 dan f/7.1 yang memiliki
rentang 1/3 stop.

Pada gambar diatas, semakin membuka diafragma, semakin sempit daerah


ruang tajamnya. Hal ini menunjukkan bahwa mengatur fokus dalam situasi
pencahayaan yang kurang akan lebih problematis dikarenakan diafragma harus
membuka lebar dan objek tidak akan leluasa untuk bergerak mendekat atau
menjauh dari kamera karena akan keluar dari fokus.

2. Fungsi Diafragma
Fungsi utama diafragma adalah untuk mengendalikan jumlah cahaya yang
masuk ke dalam kamera. Pada dasarnya kondisi cahaya disaat kita melakukan
kegiatan fotografi sangat bervariasi dan kamera membutuhkan diafragma untuk
mengendalikan jumlah cahaya yang masuk ke dalam kamera sehingga jumlah
cahaya yang masuk sesuai dengan kebutuhan (normal), tidak kurang, dan tidak
berlebih.
Penggunaan diafragma pada kamera umumnya adalah bila kondisi cahaya
remang-remang, maka bukaan lensa atau diafragma diperbesar agar tidak
kekurangan cahaya, sedangkan apabila cahaya yang masuk ke kamera berlebih
yang biasanya terjadi pada saat kondisi panas terik bila di luar ruangan, bukaan

13
diafragma diperkecil agar tidak kelebihan cahaya. Indikator bukaan diafragma
pada kamera berbanding terbalik dengan kondisi bukaan pada diafragma, semakin
kecil angka dari diafragma yang ditampilkan dalam kamera maka semakin besar
bukaan diafragma pada lensa, artinya cahaya yang masuk semakin banyak.
Sebaliknya semakin besar angka diafragma yang ditampilkan dalam kamera,
maka semakin kecil bukaan diafragma pada lensa artinya cahaya yang masuk
semakin sedikit.

3. Ruang Ketajaman Diafragma


Ruang ketajaman diafragma adalah radius atau daerah ketajaman (focus
sebuah foto terhadap objek) yang dipengaruhi oleh banyak sedikitnya cahaya yang
masuk pada kamera. Bukaan diafragma sangat penting dalam hal mengontrol
pencahayaan dan ruang ketajaman. Bukaan besar pada diafragma akan
memasukkan lebih banyak cahaya dan memberikan ruang tajam yang sempit pada
foto, sedangkan bukaan diafragma yang kecil akan memasukkan cahaya yang
sedikit dan memberikan ruang tajam yang luas.

Pada gambar diatas, semakin besar bukaan diafragma, semakin sempit


ruang tajamnya, dan semakin kecil bukaan difragma mengakibatkan semakin luas
ruang tajamnya. Misalnya diterapkan angka 1,2 pada setingan diafragma kamera
maka akan menghasilkan ruang tajam yang kecil, dalam arti fokus yang ditangkap
oleh kamera hanya didapat pada objek itu sendiri, sementara foreground dan

14
background akan miss focus (blur). Jika diterapkan angka 16 pada setingan
diafragma kamera, maka akan menghasilkan ruang tajam yang besar atau luas
dalam arti fokus akan didapat pada foreground, background sekaligus objek.
Ketajaman ruang suatu gambar foto sangat tergantung pada beberapa hal, yaitu :
A. Diafragma atau bukaan lensa
Semakin kecil bukaan diafragma, maka semakin besar ruang tajam
atau depth of field yang dihasilkan. Bukaan penuh atau besar akan
menghasilkan depth of field yang sangat sempit
B. Jarak fokus lensa atau focal length
Semakin panjang focal length, semakin sempit ruang tajamnya.
C. Jarak pemotretan
Semakin dekat jaraknya, semakin sempit ruang tajam yang
dihasilkan. Begitu pula sebaliknya, semakin jauh jarak pemotretannya,
maka ruang tajamnya akan semakin luas.

4. Prinsip Kerja Diafragma


Prinsip kerja diafragma dibedakan pada jenis kamera, yaitu kamera
konvensional (analog) dan kamera non-konvensional (digital). Pada kamera
konvensional (analog) prinsip kerja diafragma adalah sebagai berikut. Ketika
tombol shuter ditekan maka diafragma pada kamera akan terbuka seketika.
Pantulan cahaya dari benda yang ada di depan kamera masuk lewat celah
diafragma itu dan menembus hingga kedalam lempengan film yang sangat peka
cahaya. Kemudian, diafragma menutup secara otomatis dan tiba-tiba. Cahaya
yang masuk pada kamera akan membakar lempengan film. Cahaya terang akan
membuat lapisan film terbakar (menghitam) sedang cahaya gelap pada dasarnya
tidak membakar lapisan.
Proses terakhir setelah film terbakar yaitu pencucian dan pencetakkan
lembaran film yang nantinya akan menghasilkan sebuah foto. Sedangkan prinsip
kerja diafragma pada kamera non konvensional (digital) lebih singkat. Prinsip
kerjanya adalah ketika tombol shutter ditekan, cahaya masuk ke lensa dan
diafragma terbuka untuk mengatur banyak cahaya yang masuk. Cahaya yang
masuk ke dalam kamera kemudian dipantulkan ke atas oleh kaca cermin pantul

15
dan mengenai pentaprisma. Pentaprisma kemudian memantulkan cahaya kembali
beberapa kali hingga mengenai jendela bidik atau viewfinder. Selama proses
pengambilan foto, cermin akan membuka keatas dan jendela rana juga membuka,
hal ini memungkinkan lensa memproyeksikan cahaya menuju ke sensor. Setelah
foto direkam oleh sensor kamera maka sensor kamera akan memproses foto itu
dan kemudian akan di simpan dalam media penyimpan data berupa CF card atau
SD Card.

5. Diafragma Pada Mode Manual


Mensetting diafragma pada kamera dengan mode manual, kita juga harus
menyeimbangkannya dengan beberapa factor, seperti ISO dan shutter speed.
Apabila kita mensetting bukaan lubang diafragma menjadi lebih besar tanpa
menyeimbangkannya dengan mempercepat shutter speed atau menurunkan ISO
menjadi lebih rendah maka hasil foto yang akan didapatkan yaitu foto yang lebih
terang daripada keadaan normal sebuah foto atau yang biasa disebut over
exposure.
Sebaliknya, apabila kita mensetting bukaan diafragma menjadi lebih kecil
tanpa memperlambat shutter speed menjadi lebih lambat atau menaikkan ISO
menjadi lebih tinggi maka foto akan semakin gelap dari keadaan normalnya atau
sering disebut low exposure. Ini adalah hukum kesetimbangan pada kamera. Jika
akan memperbesar lubang diafragma sambil mempertahankan eksposur agar tidak
over atau low, maka anda harus mempercepat shutter speed. Demikian juga
sebaliknya, jika anda akan mengecilkan lubang diafragma sambil
mempertahankan eksposur agar tidak over atau low, maka harus melambatkan
shutter speed.

6. Hubungan Diafragma, Shutter Speed dan ISO


Untuk memperoleh pencahayaan yang normal (tidak over atau low
exposure), maka pencahayaan yang normal tersebut dapat diatur dengan
menyesuaikan antara diafragma (f) dan shutter speed (s) dan juga ISO. Pada
prinsipnya, semakin besar bukaan diafragma akan semakin banyak cahaya yang
masuk ke kamera. Sama dengan diafragma, semakin lama shutter speed yang

16
dibuka (speed lambat) maka akan semakin banyak pula cahaya yang masuk ke
kamera. Demikian sebaliknya, semakin kecil bukaan diafragma maka akan
semakin sedikit cahaya yang masuk. Semakin cepat speed yang dibuka (speed
cepat) maka akan semakin sedikit juga cahaya yang masuk.
Untuk menghasilkan foto yang normal maka diperlukan penyeimbangan
dari komponen-komponen tersebut, jika ketiga komponen tersebut (diafragma,
shutter speed dan ISO) ada yang kurang seimbang bisa dipastikan hasil foto yang
didapatkan tidak dalam keadaan normal bisa jadi over exposure atau low
exposure. Pada kamera konvensional atau analog maupun kamera non-
konvensional atau DSLR, untuk melihat apakah pencahayaannya sudah normal
atau belum bisa dilihat pada indikator angka pencahayaan yang terdapat pada
view finder kamera.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Exposure adalah istilah dalam fotografi yang mengacu kepada
banyaknya cahaya yang jatuh ke medium (film atau sensor gambar) yang akan
mempengaruhi seberapa terang dan gelapnya foto yang dihasilkan oleh kamera.
Untuk membantu fotografer mendapatkan pengaturan yang tepat, kamera modern
dilengkapi dengan alat yang bernama lightmeter. Secara keseluruhan, exposure
dipengaruhi oleh 7 hal, yaitu jenis dan intensitas sumber cahaya, respon benda
terhadap cahaya, jarak kamera dengan benda, shutter speed, bukaan atau aperture
atau diafragma, ukuran ISO atau ASA film yang digunakan serta penggunaan
filter tertentu. Tingkat exposure akan mempengaruhi tingkat kecerahan foto secara
keseluruhan. Selain itu, respon tiap benda pada sebuah karya fotografi akan
berbeda, dengan pengolahan yang tepat, fotografer bisa mengatur emphasis yang
dihasilkan. Ada dua jenis exposure tidak normal, yaitu over exposure dan under
exposure. Tiga elemen yang harus dipahami untuk mendapatkan exposure yang
normal atau correct exposure yang biasa disebut dengan segitiga eksposur (the
triangle exposure), yaitu ISO, aperture, dan shutter speed. Diafragma adalah
lubang dalam lensa kamera tempat cahaya masuk saat melakukan pemotretan atau
disebut juga jendela dengan beberapa daun jendela yang ada di dalam lensa.
Diafragma memiliki beberapa ukuran atau satuan angka. Setiap lensa mempunyai
perbedaan bukaan diafragma masing – masing. Semakin besar bukaan dari
diafragma maka semakin banyak cahaya yang masuk ke dalam kamera. Begitu
juga sebaliknya, semakin kecil bukaan diafragma maka semakin sedikit pula
cahaya yang masuk ke dalam kamera.

3.2 Saran
Untuk menghasilkan gambar foto yang baik, kita harus mempelajari serta
memahami mengenai pengaturan exposure dan diafragma karena sangat

18
berpengaruh penting dalam proses pengambilan gambar untuk mendapatkan hasil
gambar yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Yozardi, Dini dan Wiyono, Itta. 2003. Petunjuk Memotret Untuk Pemula. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
W, Desatria, dan W, Jimmy W. 2006. 101 Tips & Trik Dunia Fotografi. Jakarta:
Elex Media Komputindo
https://www.fairuzelsaid.wordpress.com/2012/04/22/dof-depth-of-field/
(Diakses pada tanggal 14 Februari 2020 pukul 20.00 WIB)
https://www.kelasfotografi.wordpress.com/tag/diafragma/
(Diakses pada tanggal 14 Februari 2020 pukul 23.00 WIB)

19

Anda mungkin juga menyukai