Disusun Oleh Dennis Euro Pongdatu (03311840000047) Dosen Agung Budi Cahyono, ST, M.Sc, DEA.
DEPARTEMEN TEKNIK GEOMATIKA
FAKULTAS TEKNIK SIPIL, LINGKUNGAN, DAN KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2020 Kamera SLR atau single-lens reflex camera adalah kamera yang menggunakan sistem kaca dan prisa yang membuat fotografer dapat melihat melalui lensa dan melihat apa saja yang sebenarnya ditangkap. Cahaya yang masuk melalui lobang akan memproyeksikan bayangan dari benda-benda yang terdapat di muka kotak,Sehingga terjadilah gambar latentpada film yang terpasang di kotak I. Diafragma Diafragma atau bukaan lensa adalah bagian dari lensa yang merupakan bagian masuknya cahaya menuju kamera. Lubang diafragma dapat diatur besar kecilnya sehingga dapat diatur banyak atau sedikitnya jumlah cahaya yang masuk ke dalam kamera. Jika bukaan lensa ini di setting kecil, maka cahaya yang akan masuk harus melewati bagian sebesar lubang tersebut, begitu pula sebaliknya jika lensa di setting bukaan lebih lebar, maka cahaya juga akan masuk lebih banyak daripada sebelumnya. Posisi besar kecilnya diafragma ini biasanya ditentukan dengan angka (f 1.4 – f 2 – f 2.8 – f 4 – f 5.6 – f 8 – f 11 – f 16 – f 22). Namun yang perlu diingat adalah semakin besar angka diafragma, ukuran posisi bukaan diafragmanya semakin kecil. Terdapat juga depth of field pada diafragma yang mana dengan pengaturan diafragma, seorang fotografer dapat mengatur berapa banyak bidang hasil foto yang dapat terlihat focus dan tajam. Jika bukaan diafragma makin kecil, maka makin dalam juga ruang atau bidang tampak tajam dalam hasil foto yang terekam kamera. II. ISO (international standard organization) ISO merupakan angka yang telah ditetapkan sebagai acuan internasional untuk kepekaan film terhadap cahaya yang tergantung dengan tipe film yang berbeda juga, atau dapat dikatakan secara sederhana ISO kamera menentukan seberapa besar cahaya yang diperlukan untuk menghaslkan suatu gambar. Angka-angka ISO yang umum dipakai sebagai standar antara lain sebagai berikut : 80, 100, 200, 400, 800, 1600, dan 3200. Semakin besar angka – angka ISO yang dipilih maka kamera akan semakin sensitif terhadap cahaya sehingga makin besar angka ISO-nya maka hasil pemrotetannya akan tampak lebih kasar seperti bitnik – bitnik pada karya foto jika dibandingkan dengan foto yang memakai ISO lebih rendah, yang membutuhkan cahaya lebih banyak saat pemotertan. III. Fokus Kamera Fokus kamera adalah sebuah pengaturan untuk menentukan sejauh apa ketajaman suatu gambar dalam jarak tertentu. Jadi ketajaman hasil pada kamera sangat ditentukan oleh pengaturan fokusnya. IV. Resolusi Resolusi kamera menentukan sebanyak apa pixel individual yang dapat direkam pada foto sebenarnya. Resolusi biasanya didefinisikan dengan besaran megapixels¸yang mengindikasikan seberapa banyak juta pixel yang ada pada sensor kamera yang digunakan untuk mengambil potret dari suatu pemandangan. Jadi semakin tinggi resolusi yang dimiliki sensor kamera, maka semakin banyak pula pixel yang ada terdapat dalam satu tangkapan gambar, begitu pula sebaliknya. V. Iluminasi Iluminasi dari semua eksposur fotografi adalah pencahayaan dari setiap eksposur fotografis adalah kecerahan atau jumlah cahaya yang diterima per unit area pada permukaan bidang gambar selama eksposur. Unit iluminasi yang umum adalah lilin meteran. satu meter- lilin adalah iluminasi yang dihasilkan oleh lilin standar pada jarak 1m. Iluminasi adalah efek yang mematuhi hukum kuadrat terbalik, yang berarti bahwa jumlah iluminasi berbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari bukaan. karena jarak meningkat dari pusat foto, jarak dari apertur juga meningkat. penurunan iluinasi ini, efek yang bisa sangat parah untuk lensa sudut lebar. VI. Aperture Aperture adalah bukaan lensa. Semakin besar bukaan lensa, maka semakin besar cahaya yang masuk pada lensa, maka semakin kecil bukaan lensa nya, semakin sedikit pula cahaya yang masuk ke lensa. Aperture mengkontrol intensitas cahaya yang mendekati sensor kamera. Berarti setiap kali bukaan terbuka semakin lebar, maka julah cahaya yang masuk ke lensa dan sensor akan menjadi 2 kali dari sebelumnya. Itu juga berarti setiap kali semakin kecil bukaan lensa, maka jumlah cahaya yang masuk ke dalam lensa dan sensor menjadi setengah dari sebelumnya. Sebagai conntoh : • Lensa 100 mm dengan bukaan efektif 50 mm di bagian depan lensa akan menjadikan ini lensa f: 2. (2 x 50 = 100) • Lensa 100 mm dengan bukaan efektif 25 mm di bagian depan lensa akan menjadikan ini lensa f: 4. (4 x 25 = 100). VII. Shutter-speed Shutter-speed atau kecepatan tirai rana, merupakan kecepatan membuka dan menutupnya tirai rana. Letak dari bagian shutter speed ini adalah pada bagian badan kamera bila fotografer menggunakan kamera tipe SLR (single lens reflect). Bagian ini merupakan bagian yang mengatur seberapa cepat atau lambat tirai rana yang bisa membuka dan menutup sehingga bisa mengatur seberapa lama sejumlah cahaya yang tadi melewati diafragma agar mencapai atau terekam dalam film. Shutter-speed mengatur seberapa banyak cahaya yang menerangi film dalam kamera, namun pengaturan banyaknya cahaya tersebut berdasarkan cepat atau lambatnya cahaya tersebut melewati shutter atau tirai rana terbuka dan diafragma mengatur banyak/sedikitnya cahaya yang masuk dan mengenai film berdasarkan besar kecilnya bukaan diafragma lensa. Lama atau cepatnya shutter atau tirai rana itu membuka dan menutup tadi diatur oleh shutter speed. Bila shutter speed diatur untuk membuka selama 1 menit, maka shutter tadi akan membuka selama 1 menit juga dan selama itu, cahaya akan menerangi film dan terekam sampai saat shutter menutup kembali. Kecepatan shutter speed dapat diatur dengan angka. 1 , ½ , 1/4 , 1/8 , 1/15 , 1/30 , 1/60 , 1/125, 1/250 , 1/500 , 1/1000 , 1/2000 , 1/4000 , 1/8000. Angka-angka tadi adalah angka yang umumnya terdapat pada shutter speed kamera manual SLR. Angka tersebut dibaca dalam sekon, maka bila yang terbaca adalah 30 maka shutter speed kamera akan membuka dan menutup selama 1/30 detik. Shutter speed yang lebih lambat akan membuka shutter lebih lama dan membiarkan cahaya menerangi film lebih lama dari shutter speed yang lebih cepat.
VIII. Daftar Pustaka
Wolf, Dewitt. 2004. Elements of Photogrammetry : with Appl. In GIS. McGraw-Hill Gunawan, Agnes Paulina. 2013. “PENGENALAN TEKNIK DASAR FOTOGRAFI” dalam Jurnal Humaniora Volume 4, Nomor 1, Tahun 2013. Jakarta. Universitas Bina Nusantara