FOTOGRAFI
pertama dari seri belajar fotografi bagi pemula ini kita akan melihat apa itu eksposure serta peran
sentralnya dalam fotografi. Selain itu kamu juga akan diperkenalkan dengan segitiga emas dalam
fotografi yang mencakup aperture, shutter speed dan ISO.
Mari lihat kembali, secara sederhana foto yang paling kiri adalah foto yang paling gelap, sedangkan
yang paling terang adalah foto yang paling kanan. Exposure sendiri adalah dasar dari fotografi atau
bisa dikatakan sebagai fondasi dalam memahami fotografi. Exposure dalam pemahaman yang sangat
sederhana adalah terang dan gelap dari sebuah foto.
Jika foto tampak gelap maka sering disebut foto itu under exposure, demikian juga sebaliknya jika
terlalu terang maka disebut over exposure. Exposure pada intinya menunjukan seberapa banyak
cahaya yang masuk dalam kamera, atau seberapa banyak cahaya yang bisa ditangkap oleh sensor
dalam kamera.
Menurut thefreedictionary.com arti exposure adalah: The act of exposing sensitized photographic
film or plate. Dalam fotografi, yang menentukan besarnya nilai exposure disaat kita mengambil
sebuah foto ada tiga. Ketiga elemen tersebut sering dikenal sebagai segitiga exposure.
1. Aperture
2. Shutter Speed
3. ISO
Ketiganya sangatlah berperan dan saling mempengaruhi satu sama lain, dalam menentukan hasil
exposure atau terang dan gelap dari sebuah foto. Walaupun tentunya ada juga beberapa faktor lain
yang turut andil dalam menentukan exposure dalam sebuah karya fotografi, tetapi yang menjadi
dasar atau fondasi tetaplah ketiga elemen tersebut.
Ketika kamu mengubah salah satu nilai dari ketiga elemen tadi, itu akan berdampak pada elemen
yang lain sehingga mempengaruhi keseluruhan nilai exposure pada akhirnya. Jika kamu menaikkan
nilai shutter speed menjadi semakin cepat, biasanya itu akan menurunkan tingkat exposure foto,
atau foto akan menjadi lebih gelap. Untuk mengimbanginya maka kita harus mengubah nilai
aperture ataupun mengubah nilai ISO agar exposure tepat.
Exposure juga bukan hanya semata istilah fotografi jika menggunakan kamera DSLR, semua foto
yang kita hasilkan baik menggunakan handphone, smartphone, tablet, ataupun kamera pocket/saku
dan mirrorless pasti memiliki nilai exposure. Yang jadi keuntungan DSLR dan kamera pocket canggih
atau mirrorless adalah kita bisa dengan mudah mengatur ketiga elemen, dalam segitiga exposure
sesuai kemauan kita sendiri. Sedangkan ketika kita menggunakan handphone atau smartphone,
biasanya ketiga elemen tadi sudah diatur secara otomatis oleh program dan software handphone.
Kebebasan mengatur ketiga elemen itulah, yang membuat kita bisa lebih mudah berkreasi dalam
mengatur exposure foto yang akan kita ambil.
Sebelum lebih jauh membahas tentang aperture, kita harus memahami terlebih dahulu pola
penamaan pada bukaan lensa, jika pada shutter speed kita bisa mudah memahami kalau 1/100s
artinya kecepatan rana membuka dan menutup secepat 1/100 detik, maka aperture pola
penamaannya terbalik.
Iya terbalik, karena nilai aperture ditunjukan dengan angka F atau f/number. Maka jika bukaan lensa
atau aperturenya besar maka nilai f yang ditampilkan di layar kamera kecil. Seperti sudah dijelaskan,
jika bukaan atau aperture besar maka lebih banyak cahaya yang masuk dan mengenai sensor
kamera, sehingga foto yang dihasilkan pun lebih terang. Sebaliknya jika aperture kecil maka cahaya
yang masuk dan mengenai sensor lebih sedikit, nah penamaan untuk nilai aperture yang kecil
ditunjukkan dengan angka f yang besar.
Nilai f yang kecil pada bukaan besar dan sebaliknya, gambar bersumber dari photographytricks.com
Daripada anda lebih bingung tentang penamaan yang terbalik ini, pahami saja bahwa dengan bukaan
besar, foto kita akan lebih terang dan sebaliknya.
Apa manfaatnya? Ketika kita menggunakan bukaan besar, dan cahaya yang masuk lebih banyak
maka untuk mengimbanginya kita bisa menggunakan shutter speed yang lebih cepat, oleh karena
itu, lensa – lensa yang memiliki bukaan besar seperti f/1.8 atau f/2.8, sering disebut dengan lensa
cepat. Karena kemampuannya menggunakan shutter speed yang lebih cepat dari lensa yang
bukaannya lebih kecil.
Foto di atas diambil dengan menggunakan setingan f/2, hal apakah yang paling menarik buat anda
ketika melihat foto tersebut ?
Oke kesampingkan pola yang ada, biasanya ketika melihat foto semacam itu, hal yang menarik
pertama kali adalah blur pada foto tersebut. Blur di background foto sering juga disebut dengan
bokeh, nah salah satu keuntungannya menggunakan lensa dengan bukaan besar adalah bokehnya
yang keren. Teknik bokeh atau blur pada background foto sering diaplikasikan ketika kita memotret
model atau orang, karena hasil foto tersebut biasanya akan lebih dramatis (menarik perhatian).
Malah ada fotografer yang hasil fotonya hampir selalu mengandalkan bokeh saja. Oke, itu kembali
ke selera masing-masing.
Bokeh ini berkaitan erat dengan pembahasan mengenai depth of field atau ruang tajam. Oke,
persiapkan kopi anda karena pembahasan ini juga cukup rumit. Depth of field menunjukan seberapa
besar ruang tajam atau daerah pada foto yang kita ambil yang tampak tajam. Jika Depth of Field atau
disingkat DoF memiliki ruang tajam yang luas, atau bisa dikatakan juga sebagian besar area yang kita
foto tampak fokus dalam frame, maka dikatakan DoF lebar atau luas, sebaliknya jika DoF sempit
maka daerah yang tampak fokus hanyalah kecil, atau terbatas pada satu titik saja dimana kita
meletakkan titik fokus saat menjepretnya.
Terus apa hubungannya dengan aperture? Nah dari penjelasan dan foto-foto di atas seharusnya
anda bisa mengambil kesimpulan sendiri, tapi jika belum, kita lihat foto di bawah ini.
Bisakah anda menarik kesimpulan ? Ya…DoF yang luas atau lebar dimana ruang tajam tampak pada
hampir keseluruhan foto, bisa kita dapatkan dengan menggunakan bukaan atau aperture yang kecil,
dimana ditandai dengan nilai f yang besar.
Pada foto di atas saya menggunakan bukaan aperture f/11, sehingga keseluruhan foto tampak
tajam, mulai dari air laut sampai di awan putih yang tampak jauh. Jadi jika anda menginginkan
keseluruhan area yang anda ambil dalam foto tampak tajam, gunakanlah nilai f yang besar,
sebaliknya jika anda menginginkan bokeh atau DoF yang sempit, dan cuma pada area yang ingin
anda fokuskan tampak tajam, gunakanlah aperture atau bukaan sebesar mungkin yang dimiliki oleh
lensa anda, maka area selain yang terfokus akan blur.
MENGENAL SHUTTER SPEED DAN FUNGSINYA
Shutter speed atau jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia menjadi kecepatan rana, merupakan
salah satu elemen pembentuk segitiga eksposure, Shutter speed merujuk kepada berapa lama
shutter kamera terbuka, dan mengijinkan cahaya mengenai sensor.
Jadi semakin cepat shutter speed yang anda pilih, maka semakin cepat dan semakin sedikit cahaya
yang mengenai sensor kamera, hal itu yang menyebabkan di ruangan yang gelap dan anda
menggunakan shutter speed cepat, bisa menyebabkan hasil foto menjadi gelap atau under
eksposure.
Hal sebaliknya berlaku ketika anda menggunakan shutter speed lambat atau slow speed, maka
cahaya yang mengenai sensor akan semakin banyak, karena shutter terbuka dalam waktu yang lebih
lama.
Mengapa seperti itu? Karena sehebat apapun anda, takkan bisa memegang kamera tanpa bergetar
atau bergoyang, yah kecuali tangan anda memang sudah tak bisa digerak-gerakkan. Berdasarkan
fakta itu maka lahirlah teori mengenai shutter speed yang ideal agar saat kita mengambil foto
menggunakan tangan (bahasa kerennya handheld) foto tersebut tetap tajam dan tidak blur.
Agar supaya foto tidak blur maka kita harus memperhitungkan shutter speed 1 per panjang focal
lensa yang kita gunakan (1/focal length).
Jadi misalnya kita menggunakan lensa 50 mm, maka shutter speed yang ideal adalah 1/50s, tapi
sayangnya rumus tersebut berlaku jika kita menggunakan kamera full frame, jika kita menggunakan
kamera APSC yang terkena crop factor maka nilai shutter speed tersebut berubah.
Untuk Nikon crop factor kamera APSCnya adalah 1.5x panjang focal lensa, sedangkan untuk APSC
Canon nilai crop factornya adalah 1.6x panjang focal lensa. Jadi untuk lensa 50mm, shutter speed
idealnya adalah 1.5 x 50 = 75mm atau 1/75s. Jadi agar supaya saat kita memotret menggunakan
tangan dan fotonya tidak blur kita harus menggunakan shutter speed minimal sebesar 1/75s.
Berikut manfaat saat kita menggunakan shutter speed baik dengan kecepatan tinggi (High Speed)
dan kecepatan rendah (Slow Speed) :
Dengan kecepatan tinggi kita bisa membekukan gerakan, apa maksudnya membekukan gerakan?
Ketika kita menentukan shutter speed yang tinggi, atau pada beberapa kasus shutter speed bisa
sangat cepat, maka gerakan objek itu bisa seakan terhenti atau beku (motion freeze), contohnya
ketika kita memotret orang berlari dengan kecepatan 1/1000s maka di foto yang kita hasilkan kita
bisa melihat gerakan orang tersebut terhenti, atau seolah diam.
Untuk bisa mendapatkan foto dengan garis cahaya seperti ini, saya menggunakan shutter speed
lambat, bisa mencapai 10-15 detik, yang jika di kamera akan terlihat 15″, supaya bagian foto yang
lainnya tetap tajam dan tidak blur, kita harus menggunakan tripod untuk menyangga kamera. Jangan
lupa juga untuk menggunakan timer atau kabel shutter release agar kamera tidak bergoyang saat
kita menekan tombol shutter.
MENGENAL ISO DI KAMERA DIGITAL SERTA EFEK YANG DITIMBULKAN DALAM FOTO
ISO merupakan salah satu elemen segitiga eksposure, namun untuk ISO seringkali seorang fotografer
akan lebih berhati-hati memilih ISO, mengapa seperti itu ?
Memotret dalam ruangan dengan kondisi cahaya kurang, kadang kita perlu menaikkan ISO kamera dalam batasan wajar
Terus apakah semudah itu kita menggunakan setingan ISO tinggi jika kita memotret dalam kondisi
gelap? Sayangnya ada kendala dalam hal penggunaan ISO yang terlalu tinggi, jika aperture dan
shutter speed dampak umumnya adalah pada terang dan gelapnya foto, maka ISO berdampak juga
pada kualitas akhir dari foto yang kita hasilkan.
Yang saya maksudkan disini adalah ISO yang tinggi juga akan menimbulkan noise yang tinggi pada
foto.Berdasarkan foto diatas, bisa kita lihat bagaimana membantunya ISO saat kita memotret dalam
kondisi yang kurang cahaya, foto di atas diambil pada sebuah pertandingan voli yang waktu
pelaksanaannya malam hari, sekitar pukul tujuh malam, lapangan waktu itu diterangi oleh dua
lampu sorot.
Jika hanya mengandalkan lampu semata maka kita tidak akan mendapatkan foto dengan eksposure
yang tepat, masalah lainnya adalah kita tidak bisa juga menggunakan shutter speed dengan
kecepatan 1/250s, padahal untuk memotret pertandingan olahraga seperti voli, 1/250s itu
merupakan kecepatan minimum agar supaya gerakan atlet atau pemain, bisa kita tangkap dengan
sempurna dan tidak mengalami blur. Tentu untuk mendapatkan hasil foto di atas saya juga
mengkombinasikannya dengan menggunakan lensa berbukaan besar, dalam hal ini saya
menggunakan lensa Nikon 50 mm.
Apa juga itu noise…? Noise yah bukan Nose, apalagi nose yang pesek. Oke melantur. Noise sendiri
dikenal dalam beberapa bidang. Ada noise di bidang suara, di bidang kelistrikan dan di bidang-
bidang lainnya. Noise di fotografi menunjukan kualitas foto yang sudah mulai kehilangan detailnya,
dimana akan muncul titik-titik dalam jumlah banyak di foto. Mungkin sekarang anda akan berpikir,
kalau begitu gunakan saja ISO rendah agar supaya kualitas foto lebih bagus.
Noise yang muncul di foto
Namun ada beberapa skenario atau kondisi dimana kita, mau tidak mau harus menggunakan ISO
yang tinggi, antara lain : Kita bisa lihat dari foto di atas, bagaimana keseluruhan foto sudah mulai
kehilangan detailnya, dan bermunculan titik titik halus yang menyeluruh di foto tersebut.
Menggunakan ISO tinggi memang bisa mengkompensasi jumlah cahaya yang kita butuhkan, namun
kita juga harus mengingat dampak penggunaannya pada hasil akhir foto kita.
1. Foto Sport yang membutuhkan shutter speed tinggi, di kondisi yang remang atau kurang cahaya.
2. Foto event atau acara dalam ruangan yang remang, dan tidak memperbolehkan menggunakan
flash baik internal ataupun eksternal.
3. Foto produk dalam ruangan dan kita belum memiliki flash eksternal.
4. Lensa yang kita punya hanya memiliki bukaan yang kecil dan atau tidak memiliki fitur image
stabilization atau vibration reduction.
Itu adalah beberapa kondisi dimana kita harus menggunakan ISO tinggi, kita tidak perlu takut
menggunakan dengan noise yang muncul karena jenis kamera yang ada sekarang, sebenarnya sudah
lebih dari cukup untuk menghandle noise yang muncul.
Aktifkan saja fitur Noise Reduction pada setingan kamera anda. Selain itu kita juga bisa
menggunakan software seperti Lightroom atau Photoshop untuk memperbaiki kualitas foto yang
ada.
Jika anda ingin memotret dalam kondisi yang remang dan ingin hasil fotonya terhindar dari noise,
maka berkompromilah dengan shutter speed, dalam artian gunakanlah shutter speed yang rendah
agar cahaya yang masuk lebih banyak. Jangan lupa gunakan tripod agar supaya foto tersebut tidak
blur dan tetap tajam. Demikian penjelasan sederhana tentang ISO kamera serta efek yang
ditimbulkan.
Tampilan histogram sebenarnya cukup sederhana dan membosankan seperti di bawah ini.
Sebenarnya histogram bukanlah spesifik hanya di fotografi, anda bisa menjumpai histogram di ilmu
statistik, fisika, matematika ataupun perhitungan-perhitungan sejenis. Grafik histogram sering
dipakai untuk menampilkan posisi suatu nilai atau angka dalam perhitungan.
Senada dengan konsep tersebut, demikian juga di dalam fotografi, histogram dipakai untuk
menentukan nilai tinggi rendah dari komponen yang kita inginkan. Komponen apa? Tentu saja
komponen utama fotografi yaitu cahaya. Histogram akan menunjukan tinggi rendahnya intensitas
cahaya dalam foto yang kita potret atau dalam kata lain terang gelapnya foto yang kita ambil.
Disaat memotret, histogram terkadang menjadi penyelamat anda saat kesulitan menentukan tingkat
eksposure yang sebenarnya dalam foto. Mengapa seperti itu ? Ada kalanya kita memotret, dan hasil
foto yang ditampilkan dalam LCD kamera tidaklah seperti ketika ditampilkan di layar monitor
komputer, bisa saja fotonya lebih gelap dari yang ditampilkan atau sebagainya.
Untuk memastikan tingkat eksposure yang kita potret sudah tepat, maka kita bisa memanfaatkan
histogram yang tampil di layar kamera. Tampilan histogram di layar kamera atau smartphone
umumnya membentang dari kiri ke kanan, jika grafiknya memuncak di bagian kiri maka foto yang
anda potret secara umum disebut under eksposure atau gelap, jika memuncak di bagian paling
kanan maka foto disebut over eksposure, seringkali yang muncul hanya warna putih saja.
Dalam berbagai macam situasi pemotretan, maka bentuk grafik histogram juga akan bermacam-
macam, tapi secara umum kita bisa membagi dalam tiga bentuk utama. Yang pertama adalah kondisi
ketika sebuah foto underexpose, hal ini akan terlihat dari bentuk grafik di histogram yang muncul
tampak lebih terkumpul atau menonjol di bagian sebelah kiri.
Saat ini kebanyakan kamera digital, baik DSLR, mirrorless ataupun kamera saku hingga smartphone,
umumnya sudah memilki fitur tampilan histogram langsung di layar LCD. Kita bisa memanfaatkan
grafik histogram tersebut dalam berbagai macam situasi pemotretan, misalnya jika anda sementara
kepepet karena baterai kamera anda sudah low dan terpaksa harus menurunkan kecerahan layar.
Layar yang redup tentu akan membuat kita kesulitan meninjau apakah hasil foto tadi sudah tepat
atau belum tingkat kecerahan atau eksposurenya.
Untuk mengakalinya kita bisa melihat grafik histogram yang ada, apakah sudah sesuai atau masih
terlalu gelap ataupun terlalu terang. Meskipun begitu, kreatiflah dalam memotret tanpa harus Anda
terlalu terikat dengan aturan komposisi yang terbaik ataupun nilai eksposure yang ideal. Dengan
begitu tentu Anda bisa lebih mengembangkan kemampuan memotret yang ada.
BAB II – PENGENALAN KAMERA DIGITAL MEMAHAMI KAMERA YANG KAMU MILIKI
Di bab ini kita akan menggali lebih dalam tentang kamera digital. Mulai dari DSLR, Mirrorless, hingga
kamera saku. Dengan memahami kamera yang kamu miliki maka akan jauh lebih mudah saat kamu
mempelajari teknik memotret yang lainnya. Pemahaman akan kamera juga membuat kamu lebih
mudah mengerti settingan yang paling tepat saat memotret.
Kamera saku merupakan jenis kamera yang pernah sangat populer pada beberapa tahun lalu, tentu
karena ukuran kamera ini yang mungil dan sangat mudah untuk dikantongi. Hingga saat ini juga
tetap kamera saku merupakan pilihan yang menggoda bagi sebagian besar orang. Mari kita lihat
beberapa kelebihan dan kekurangan dari kamera saku.
Kelebihan :
Ukuran yang mungil dan kecil mudah untuk dikantongi.
Karena ukuran yang mungil maka berat kamera otomatis tidak terlalu terasa.
Harga yang terjangkau, rata-rata kamera saku harganya dibawah 3 juta (kecuali kamera
saku premium)
Menyenangkan untuk dipakai jalan-jalan
Mudah digunakan, tak perlu mengerti banyak setingan karena jenis kamera ini adalah
point and shoot ( tinggal dibidik dan jepret)
Untuk beberapa jenis kamera umumnya sudah dilengkapi dengan wi-fi atau NFC sehingga
mudah dipasangkan dengan smartphone.
Kekurangan :
Rata-rata ukuran sensor kamera saku kecil sekitar 1 inchi atau kurang (tapi ada juga kamera saku
dengan sensor APSC atau full frame)
Karena ukuran sensor yang kecil maka kualitas gambar yang ada pun tidak sebagus DSLR atau
mirrorless
Kurang bisa diandalkan saat memotret di kondisi low light atau remang-remang
Umumnya tak menyediakan fitur bagi fotografer untuk melakukan setingan lebih lanjut (tak ada
mode manual)
Tak bisa ganti lensa yang diinginkan
Umumnya tak bisa memotret dengan format file RAW (hanya beberapa yang bisa)
Jika Anda memutuskan untuk membeli kamera saku, tentu sudah siap dengan kekurangan kamera
tersebut. Tentunya hal itu disesuaikan juga dengan jenis kamera saku yang akan dibeli.
2. Kamera Mirrorless
Merupakan jenis kamera revolusioner belakangan ini, sebagai bentuk perubahan dari kamera DSLR
dengan menghilangkan cermin (mirrorless) dari dalam bodi serta beberapa komponen mekanik
lainnya.
Kamera mirrorless akhir-akhir ini semakin menunjukan peningkatan, baik dalam hal kualitas bodi
kamera maupun kualitas gambar yang dihasilkan. Selain itu jumlah pengguna kamera mirrorless juga
semakin bertambah. Berikut adalah beberapa kelebihan dan kekurangan jika Anda memutuskan
untuk membeli kamera mirrorless.
Kelebihan:
Kualitas foto rata-rata setara dengan DSLR bahkan ada yang lebih bagus lagi
Ukuran sensor yang ada cukup besar, rata-rata mirrorless di pasaran memiliki ukuran sensor APSC
(setara Canon 70D atau Nikon D7200), bahkan ada yang memiliki ukuran sensor full frame seperti
Sony A7 atau A7R II
Sedikit lebih berat dari kamera saku tapi lebih ringan dari kamera DSLR
Ukuran bodi kamera kompak dan ringkas sehingga mudah dibawa saat traveling
Memiliki pengaturan manual serta kemampuan fitur seperti burst dan highspeed layaknya DSLR
Mampu diandalkan saat memotret di kondisi low light
Bisa ganti lensa yang kita inginkan bahkan memakai lensa dari merk yang lain (menggunakan
adaptor)
Rata-rata sudah memiliki konektivitas wi-fi atau NFC
Kekurangan:
Berdasarkan Data Camera & Imaging Product Association (CIPA) 2016 populasi kamera mirrorless di
Asia telah mengalahkan DSLR di angka 40,97%, angka tersebut diperkirakan akan semakin
bertambah setiap tahunnya.
Kemampuan dan modul autofokus belum bisa mengalahkan DSLR Profesional
Anda tetap harus mempelajari dasar fotografi agar bisa mendapatkan setingan foto dan hasil
yang bagus
Lebih boros baterei karena banyak menggunakan LCD dan EVF (Electronic Viewfinder)
Harga masih terbilang mahal jika dibandingkan dengan kamera saku ataupun DSLR pemula bagi
sebagian besar orang
Sistem lensa yang ada masih sedikit atau kurang jika dibandingkan dengan sistem kamera DSLR
Untuk kamera mirrorless, tampaknya para produsen kamera semakin gencar meningkatkan fitur-
fitur yang dimilikinya. Tampaknya takkan butuh waktu yang lama bagi kamera mirrorless untuk bisa
menyaingi kamera DSLR dalam segi penjualan, jika saja harga yang ditawarkan produsen boleh lebih
rendah lagi.
3. Kamera DSLR
Meskipun semakin mendapatkan banyak saingan dari jenis kamera lainnya di pasaran dan juga
semakin baiknya kualitas smartphone dalam memotret, kamera DSLR tetap akan memiliki tempat
tersendiri bagi fotografer. Hal itu juga mendasari mengapa tingkat penjualan DSLR di Indonesia dan
dunia umumnya masih menjanjikan meski pangsa pasarnya semakin tergerus saja seiring persaingan
yang ketat.
Umumnya para fotografer profesional yang sudah setia dengan sistem kameranya adalah mereka
yang tetap bertahan untuk memotret dengan DSLR, selain itu DSLR juga tetap jadi pilihan dalam hal
pekerjaan. Entah stigma ukuran kamera yang besar menunjukan profesional masih melekat di
sebagian orang sehingga Anda akan dianggap kurang ‘profesional’ oleh klien jika memotret dengan
kamera mirrorless bahkan kamera saku. Mari kita lihat beberapa kelebihan dan kekurangan jika
Anda memutuskan untuk membeli kamera DSLR.
Kelebihan :
Kualitas foto bagus bahkan dengan kamera DSLR kelas pemula sekalipun
Sistem lensa dan aksesori yang lengkap, tersedia lensa dari lebar hingga tele sesuai dengan
kualitas dan harga
Punya jendela bidik optik (optical viewfinder) yang sangat jelas baik saat memotret dalam kondisi
terang bahkan gelap sekalipun
Baterai kamera mampu tahan lebih lama (hingga ribuan foto di kamera DSLR Pro)
Tidak akan dipandang sebelah mata oleh klien dalam pekerjaan
Kemampuan memotret dalam kondisi gelap atau kurang cahaya sangat bisa diandalkan.
Kekurangan:
Ukuran bodi kamera yang besar
Berat kamera sangat terasa jika dipakai jalan-jalan dalam waktu cukup lama
Masih memiliki komponen yang bergerak di dalamnya (cermin)
Rentan terhadap aus akibat pergerakan komponen kamera
Jika ingin mendapatkan hasil bagus, tetap harus mempelajari dasar memotret.
Demikian beberapa kelebihan dan kekurangan kamera DSLR, mirrorless dan kamera saku umumnya.
Satu hal yang pasti adalah sesuai kamera yang ingin dibeli dengan kebutuhan, dan setelah dibeli
kembangkan kemampuan memotret secara pribadi, karena pada akhirnya kamera hanyalah alat dan
Anda yang menentukan hasil akhir fotonya seperti apa.
Entah itu kamera digital SLR, pocket, ataupun kamera smartphone. Ada kamera smartphone yang di
iklannya dipampang besar – besar, 13 megapixel bahkan ada yang sampai 41 megapixel.
Dua kamera DSLR dengan megapixel monster karena ukuran megapixelnya mencapai angka 50,
mengalahkan rekor yang selama ini dipegang oleh Nikon D810 dengan 36 megapixel. Yang menjadi
pertanyaan sekarang, apakah kamera dengan megapixel yang besar otomatis gambar yang
dihasilkan lebih bagus?
Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut, mari kita ulas dulu apa yang menjadi faktor sebuah
foto bisa dikatakan bagus kualitasnya. Walaupun terkadang yang namanya bagus itu sangat
subjektif, tergantung siapa yang melihatnya atau menilainya.
Ibarat manusia, sensor kamera adalah jantungnya kamera, karena sensorlah yang memungkinkan
kita bisa mengambil foto. Fungsi sensor utamanya adalah mengkonversi cahaya yang ditangkap
menjadi data digital, yang kemudian kita lihat di layar kamera atau layar monitor sebagai gambar
atau foto. Sensor kamera tidaklah sama ukurannya. Dimulai dari sensor yang kecil pada handphone
atau smartphone (tapi ada juga sensor smartphone yang memiliki ukuran mendekati atau hampir
sama dengan kamera digital/kamera pocket), sensor pada kamera digital, sensor micro four third,
Ukurannya juga bervariasi, ada yang 1/1.2 inchi, 1/1.7inchi, ada juga ukuran 1 inchi.
Ukuran disini maksudnya adalah luas permukaan sensor. Untuk ukuran sensor kamera DSLR sendiri
terbagi dua secara umum yaitu sensor APSC (Advance Photo Sistem Classic) dan sensor kamera Full
Frame. Ukuran sensor APSC adalah 22x15mm sedangkan Full Frame sebesar 50x39mm, namun
ukuran tersebut juga tergantung masing-masing produsen kameranya. Karena setiap produsen
memiliki standar masing – masing.
Terus apa gunanya sensor yang sebesar 5 centimeter tadi, secara umum besaran sensor gambar,
berbanding lurus dengan kualitas gambar (berbanding lurus dengan harganya juga hehe), tanpa
memperhitungkan berapa megapixel kameranya. Hal itulah yang menjadi dasar mengapa ketika
anda memotret dengan menggunakan smartphone ukuran 16 megapixel, kualitas gambarnya masih
kalah dengan hasil foto DSLR 12 megapixel, walaupun ukuran foto dari smartphone tersebut lebih
besar.
Foto yang dipakai di billboard raksasa umumnya dipotret menggunakan kamera bermegapiksel besar
Kembali ke pertanyaan dasar tadi, apakah kamera dengan megapixel besar bagus? Jika saya seorang
marketing yang memasarkan smartphone 16megapixel pasti saya jawab sangat bagus. Tapi tunggu
dulu, megapixel bukanlah satu-satunya penentu kualitas foto, seperti dijelaskan di atas, masih ada
ukuran sensor kamera yang jauh lebih menentukan kualitas foto. Disamping tentunya lensa yang kita
pakai ataupun keahlian memotret yang kita punya, jadi jangan dulu termakan rayuan promosi
megapixel besar, cek dulu ukuran sensornya.
FOTO DENGAN MEGAPIKSEL BESAR MUDAH UNTUK DICROP
Terus megapixel besar jelek dong? Jangan juga
memvonis seperti itu, coba lihat dulu foto di bagian
paling atas postingan ini, di situ tampak seekor
burung sedang terbang di langit kan? Jika menurut
anda itu diambil menggunakan lensa tele, atau lensa
yang panjang-panjang, sayangnya belum tepat, foto
itu adalah hasil crop atau dipotong dari foto aslinya,
sehingga menghasilkan ukuran seperti itu.
Salah satu aplikasi viewer foto populer di windows, yaitu Windows Photo Viewer tidak mendukung
format ini, itulah mengapa anda tidak bisa membuka foto tersebut. Jika anda ingin membukanya
maka gunakan program yang mendukungnya seperti picasa, atau photoshop. Tampilan foto dengan
format raw akan tampak seperti gambar paling atas sebelah kiri, tampak agak under exposure dan
kurang detail, tapi jangan salah, hal itu karena format raw juga dikenal dengan negative filmnya foto
era digital. Jika di masa lalu anda sempat mengenal negative film foto atau sering disebut klise foto,
kini di era digital tempatnya digantikan foto dengan format raw.
Sedangkan File JPEG (Join Photographic Experts Group) adalah salah satu standar foto yang sangat
populer, pada saat anda menekan shutter, sensor merekam gambar, nah jika pada format raw file
langsung dikirim ke memory card, pada format JPEG file tersebut diolah terlebih dahulu oleh
prosesor kamera. Iya, sama seperti komputer, kamera kita juga memiliki prosesor. Semakin canggih
(dan mahal) kamera yang kita punya, biasanya prosesornya juga lebih canggih. Setelah diolah
terlebih dahulu, diedit sana sini, baru dikirimkan ke memory card.
Foto yang telah diedit prosesor kamera inilah yang kita lihat sehari-hari dengan format JPEG. Format
raw yang telah diedit dan bisa disimpan dengan jpeg, tampak pada foto paling atas sebelah kanan,
lebih cantik kan daripada yang sebelah kiri?
Jadi jika anda tak mau direpotkan dengan olah digital, dan ingin langsung melihat foto anda di
komputer atau smartphone, gunakanlah format jpeg saat memotret, masuk ke settingan kamera
anda, dan pilih format jpeg sebagai hasilnya. Namun jika anda hobi mengolah digital foto, format
raw adalah pilihan paling tepat, karena bisa diedit tanpa kehilangan kualitasnya.
8 KELEBIHAN YANG DIMILIKI FOTO DENGAN FORMAT RAW
Setelah pada postingan yang lalu kita sudah mengenal apa itu foto format raw dan JPEG. Kita tentu
sudah tahu bahwa format raw adalah format yang terbaik saat kita memotret. Sekarang kita akan
melihat kelebihan-kelebihan apakah yang akan kita dapatkan, saat memotret dengan format RAW.
Nah ketika kita memotret dengan format raw, kita bisa mengedit white balance yang ada sesuai
dengan keinginan kita, jika ingin terasa lebih dingin tinggal turunkan temperaturenya demikian
juga sebaliknya,
Pada format JPEG biasanya detail yang ada sudah hilang karena dikompres, namun pada format
raw biasanya detail tersebut masih ada, dan masih bisa kita recovery dengan menurunkan
highlightnya.
Tentu anda tetap harus bijak dengan setiap pilihan yang ada, jika masih bisa memilih ISO rendah
atau menggunakan flash eksternal, hal itu tetap menjadi pilihan yang terbaik. Setidaknya ketika
dalam kondisi pemotretan yang mengharuskan ISO tinggi, anda tetap bisa menekan noise yang
muncul.
Penyebutan full frame sendiri agak kurang tepat, namun tampaknya awal munculnya istilah ini
adalah untuk membedakan dari sensor-sensor kamera lainnya yang berukuran lebih kecil seperti
APSC atau Micro Four Thirds. Jika kita menyebutkan full frame, kesannya kita menangkap bahwa
image atau foto dengan frame yang penuh sudah didapat menggunakan sensor ini, padahal masih
ada ukuran sensor yang lebih besar lagi dari full frame semacam sensor medium format, dan tentu
ukuran frame atau cakupan fotonya lebih luas.
Salah satu keuntungan kamera full frame adalah kualitas foto biasanya lebih bagus dari APSC
( kualitas foto berbanding lurus dengan ukuran sensor), kita juga lebih mudah mendapatkan bokeh
menggunakan kamera ini, kualitas bokehnya pun lebih ciamik lagi. Hal yang paling terasa dari
menggunakan kamera full frame adalah dalam penggunaan lensa dan ISO. Jika Anda menggunakan
lensa dengan panjang fokal 18 mm maka takkan terkena crop factor, tampilan yang ada di foto
memang benar-benar 18 mm. Bandingkan jika menggunakan di kamera APSC maka 18 mm tadi akan
menjadi 27 mm karena terkena crop factor 1,5x.
Oleh karena itu, umumnya fotografer yang menyukai foto landscape juga akan menyukai
penggunaan kamera full frame karena mampu menyajikan view lebih lebar. Hal berikutnya adalah
kemampuan low light dari kamera, jika menggunakan ISO 1600 ke atas di kamera APSC maka noise
sudah mulai terasa, namun untuk penggunaan ISO hingga 6400 di kamera full frame masih bisa
ditoleransi tingkat noisenya. Ada kelebihan tentu ada kekurangan. Kekurangan dari kamera full
frame yang pertama tentunya adalah harga, seperti kata pepatah lama ada harga ada rupa, demikian
juga kamera. Ketika hasil foto bagus umumnya juga sebanding dengan jumlah yang harus
dikeluarkan untuk menebus kameranya.
Hal berikutnya yang cukup terasa adalah ukuran dan bobot kamera, karena ukuran sensor yang lebih
besar maka body kamera pun akan ikut menyesuaikan dengan ukuran sensor (hal ini berlaku untuk
DSLR full frame), jika Anda tetap menginginkan kamera full frame namun dengan ukuran lebih kecil,
tersedia beberapa mirrorless atau kamera saku di pasaran dengan ukuran sensor full frame.
Berikut adalah daftar kamera full frame dari beberapa produsen kamera yang merupakan versi
terbaru dikeluarkan:
1. Canon: 1D Mark IV, 5D Mark III, 6D (DSLR)
2. Nikon: D4S, D810, D750, D610 (DSLR)
3. Sony: A7RII, A7SII (Mirrorless)
Rata-rata harga kamera di atas ada di belasan sampai puluhan juta rupiah.
Kamera APSC sendiri merupakan format kamera yang sangat populer di dunia karena didukung
beberapa hal, tapi hal utama adalah harga jual kamera ini yang bisa ditekan serendah mungkin. Saat
ini harga kamera APSC untuk jenis DSLR pemula bisa Anda dapatkan dengan harga 3-4 jutaan untuk
versi lawas atau produksi beberapa tahun lalu.
Meski umumnya kamera APSC harganya cukup terjangkau, namun untuk saat ini khususnya
mirrorless, tampaknya soal harga masih belum terlalu ramah di kantong, mungkin masih butuh
beberapa tahun lagi sebelum harga mirrorless dengan sensor APSC bisa menyamai harga DSLR
pemula.
Beberapa kelebihan dari kamera APSC selain harga di atas, biasanya ukuran dan bobot kamera APSC
khusus untuk DSLR masih lebih ringan dan kompak dibandingkan full frame, dengan begitu tentu
Anda tak terlalu menanggung berat berlebih saat hunting.
Dalam hal lensa, biasanya untuk lensa yang dibuat khusus untuk sensor APSC (di Canon dikenal
dengan lensa EF-S, di Nikon dikenal dengan lensa DX) ukuran dan harga juga lebih terjangkau. Selain
itu jika Anda suka foto objek jarak jauh maka crop factor pada lensa APSC akan sangat membantu,
untuk lensa dengan panjang fokal 200mm, setelah terkena crop factor maka lensa itu aktualnya
menjadi 300mm jika dipasang di kamera APSC, jadi lebih jauh bukan?
Hanya saja jika kita memotret dengan kamera APSC khusus untuk low light dengan ISO tinggi tidak
terlalu dianjurkan, umumnya dari tingkat ISO 1600 ke atas foto sudah cukup berkurang ketajaman
dan detail yang ada. Yah jika kita berbicara impian tentu jawabannya kembali ke masing-masing kita,
saya pribadi lebih memilih untuk memiliki kamera full frame jika ditimbang dari sudut kualitas foto,
tapi kembali ke harga dan kebutuhan saat ini tentu hal tersebut agak kurang cocok. Hal itu tentu
akan berbeda dengan Anda. Hal yang pasti, silakan pilih dan sesuaikan kamera tersebut dengan
kebutuhan dan budget yang Anda miliki.
Tentu kita tak ingin jika lembaran-lembaran uang yang telah disisipkan berbulan-bulan, dan pada
saat membeli, anda merasa menyesal karena salah membeli, atau ternyata bukan seperti yang anda
ekspektasikan.
Ini menjadi poin yang pertama, mengapa? Karena ada beberapa orang yang membeli kamera tanpa
benar-benar mengetahui apakah dia membeli karena dia memang butuh, ataukah dia hanya sekedar
ingin punya kamera. Tak jadi masalah anda membeli hanya karena sebuah keinginan atau
kebutuhan, itu hak masing-masing. Namun kalau anda menyadari anda membeli kamera itu ingin
atau butuh, itu akan mempengaruhi langkah selanjutnya yang akan anda lakukan.
Kita lihat contohnya: Jika anda membeli hanya karena keinginan, umumnya orang akan sekedar
melihat dari tampak luarnya saja kamera tersebut, apakah keren atau tidak, ketika orang melihat
mereka akan terkagum-kagum dan sebagainya. Namun jika anda benar-benar butuh, anda akan
memperhitungkan segala hal berdasarkan kebutuhan anda. Misalnya anda butuh kamera untuk
pekerjaan anda, tentu semua kamera yang sekiranya tidak mendukung pekerjaan anda, akang
dilengserkan dari list anda.
Kalau anda memiliki budget tanpa batas, tentunya harga takkan pernah jadi masalah, beda kalau
budget anda hanya beberapa juta saja, maka kita bisa menentukan range harga kamera sesuai
dengan budget anda. Semua kamera yang di luar budget, langsung otomatis tersingkir dari list
pembelian bukan? Namun jika seandainya anda sudah ngebet atau betul-betul menginginkan
sebuah kamera dengan harga di luar budget anda, yah tak ada pilihan selain menahan diri dan
menabung, sampai budget anda terpenuhi untuk kamera yang ditargetkan.
Mengetahui jenis foto apa yang senang kamu potret akan sangat membantu menentukan kamera
yang ingin dibeli. Kalau tujuan anda membeli kamera untuk dipakai berwisata, jalan-jalan, jangan
membeli kamera dengan ukuran besar dan beratnya yang mencapai hampir sekilo. Berwisata sambil
menenteng bawaan berat tentu akan jadi hal yang sulit.
4. Kualitas gambar yang dihasilkan
Apakah anda mementingkan kualitas gambar? Jika iya, pertanyaan berikutnya adalah apakah anda
akan memamerkan hasil foto anda dimana? Jika anda berencana untuk mencetak besar dan
dipajang, maka pilihlah kamera dengan kualitas tertinggi yang bisa anda beli. Tapi jika hanya untuk
diupload di Instagram, Facebook atau Path maka kamera digital pocket bahkan smartphone yang
terbaru sekarang sudah sangat mencukupi.
Ingat juga pembahasan mengenai ukuran megapixel pada kamera, bagaimana kualitas gambar
biasanya berbanding lurus dengan ukuran sensor kamera, dan ironisnya ukuran sensor kamera
sama-sama berbanding lurus dengan harga kamera tersebut, semakin mahal kamera biasanya
kualitasnya juga semakin bagus.
5. Konektivitas kamera
Apakah anda seorang social-media-aholic, kemana-mana foto lalu upload, akun anda hadir
merambah semua media sosial di dunia. Setiap menit selfie, groufie atau apalah namanya, kemudian
diupload. Jika anda tipikal orang seperti ini, maka konektivitas kamera hal penting yang harus
dipertimbangkan.
Senang dengan sosial media? Pilih kamera yang punya fitur Wi-Fi atau NFC
Di era modern seperti ini rata-rata kamera terbaru sudah mendukung fitur wi-fi, dengan fitur
tersebut anda bisa langsung menyalin foto dari kamera ke smartphone anda, lalu langsung diupload
ke media sosial. Carilah kamera yang mendukung atau memiliki fitur tersebut.
Namun ingat saat anda membeli kamera yang bisa berganti lensa (bahasa kerennya Interchangeable
lens), artinya anda juga membeli sistem merk kamera, karena kamera dengan merk tertentu tak bisa
dipasang lensa dari merk lainnya, kecuali memakai adapter yang biasanya juga tidak optimal. Jika
anda tak mau repot dengan lensa-lensa segala macam pilihlah kamera saku atau smartphone
sekalian.
7. Merk
Merk yang saya maksudkan di sini bukanlah dalam artian merk yang satu lebih bagus dari merk yang
lain. Sering sekali saya menerima pertanyaan mana lebih bagus Canon atau Nikon, dan saya biasanya
cuma menjawab, kalau kamu yang memegang kamera dan belum mahir, biasanya sih dua-duanya
tidak bagus.
Yang saya maksudkan dengan merk adalah kemudahan anda mendapatkan produk kamera tersebut
di pasaran, kemudahan mendapatkan aksesoris pendukung kamera, technical support dan service
center yang terpercaya serta mungkin bisa mudah anda jangkau, juga sistem kamera yang mumpuni
dalam artian lensa-lensa pilihan yang banyak, atau flash eksternal yang terjangkau.
Jangan lupakan garansi kamera yang dijamin, apakah itu hanya garansi toko, distributor, atau garansi
international. Khusus mengenai lensa dan flash eksternal, biasanya produsen pihak ketiga seperti
Sigma, Tamron atau Tokina hanya menyediakan lensa dan aksesoris untuk Canon dan Nikon, serta
beberapa juga untuk Sony. Di Indonesia sendiri dua merk itu juga yang memegang pangsa pasar
cukup besar, tentu produsen dari merk lain tetap juga patut anda perhitungkan.
8. Komunitas
Komunitas maksudnya adalah rata-rata teman-teman anda menggunakan kamera apa? Keuntungan
jika anda menggunakan kamera yang mirip dengan milik teman-teman anda, anda bisa dengan
mudah mempelajari cara mengoperasikan kamera tersebut, tentu karena ada orang yang bisa
membimbing anda.
Umumnya orang yang baru memiliki kamera akan sedikit pangling melihat berbagai macam
pengaturan di dalamnya, apalagi dengan bahasa-bahasa yang kurang familiar. Jika yang sudah melek
internet, tentunya akan segera mencari tahu sendiri, lewat Google atau semacamnya, yah mungkin
anda juga salah satunya hehe. Tapi, bagi yang mungkin kurang peduli, tak akan mengutak-atik lebih
lanjut settingan tadi.
PENGATURAN WHITE BALANCE
Pengaturan white balance adalah salah satu pengaturan yang umumnya kita lihat di settingan
kamera, bahkan rata-rata smartphone pun sudah memiliki settingan ini dalam mode pengambilan
fotonya. Umumnya secara default, white balance diatur pada mode automatic atau AWB (Automatic
White Balance). Artinya, kamera atau smartphone anda akan menentukan sendiri white balance
yang tepat sesuai dengan kondisi lingkungan yang anda potret.
Namun tak selamanya fitur ini akan akurat. Mengapa? Tak semua kondisi pemotretan yang anda
jumpai akan sama. Selalu ada waktu dimana kamera salah menentukan white balance, hasilnya foto
akan terlihat aneh dimana warnanya kurang sesuai dengan aslinya. Dari hal ini, mungkin anda sudah
sedikit mengerti apa tujuan dari white balance. Ya.. Hal utama agar kita memastikan setingan white
balance tepat supaya warna yang kita hasilkan di foto, akurat atau sesuai dengan aslinya.
Meskipun tujuannya supaya akurat, tapi ada juga yang menginginkan suasana yang berbeda, dalam
arti sekalipun hal tersebut tak menyerupai aslinya (asli dalam artian yang kita lihat dengan mata
telanjang), tetapi WB diubah agar mendapat kesan yang lebih dramatis. Yah jika anda tak mau
terlalu repot, dan menurut anda situasi memotret saat ini biasa saja, silakan menggunakan mode
AWB tadi.
White balance biasanya diukur dengan angka temperatur Kelvin (K). Temperatur warna disini
bermacam-macam, semakin tinggi temperaturnya, semakin terasa panas suasananya (foto terlihat
kekuningan). Sebaliknya semakin rendah temperatur warna atau angka K semakin rendah, foto akan
terasa dingin suasananya (tampak kebiruan). Mari kita lihat contoh foto berikut ini.
Bandingkan dengan foto berikutnya :
Kedua foto di atas merupakan foto yang sama, satu file yang diolah di Lightroom dengan menaikkan
dan menurunkan temperatur warnanya. Sudah cukup jelas perbedaan keduanya bukan?
Berikut adalah foto yang sama, tapi koreksi White Balancenya tepat.
Dari rangkaian foto di atas bisa kita lihat bagaimana nilai white balance bisa mempengaruhi
keseluruhan foto. Yang biru akan terasa lebih dingin, sementara yang agak kekuningan lebih hangat.
Hal ini tergantung selera anda tentunya.
Di setingan kamera atau smartphone biasanya ada beberapa pilihan WB selain Automatic yang bisa
anda pilih sesuai dengan situasi yang anda hadapi.
Mode Daylight gunakan jika memotret di luar ruangan dan kondisi yang ada cerah. Biasanya
ditandai dengan simbol matahari.
Mode Tungsten digunakan saat memotret di bawah sinar lampu pijar, simbolnya pun sama
lampu pijar
Mode Fluorescent umumnya saat anda memotret diterangi lampu TL atau lampu neon.
Simbolnya lampu neon.
Mode Shade saat kita memotret di tempat teduh, masih cukup terang namun tidak terkena sinar
matahari langsung. Biasanya dilambangkan dengan rumah atau pohon, tergantung tipe dan merk
kamera.
Mode Cloudy digunakan jika anda memotret dan cuacanya kurang bersahabat, contoh saat
berawan tebal atau mendung. Simbol di pengaturan adalah gambar awan.
Mode Flash. Gunakan mode ini jika anda memotret menggunakan lampu flash baik itu internal
atau eksternal.
Mode Preset. Merupakan mode yang paling akurat, karena anda menentukan warna berdasarkan
preset yang anda masukkan sendiri. Caranya dengan memotret benda warna putih dan dijadikan
sebagai patokan.
Jika dalam situasi yang penting dan sulit diprediksikan white balance apa yang tepat, akali dengan
memotret menggunakan format RAW, dengan begitu anda bisa leluasa mengubah white balance
pada saat editing atau post processing di software.
TIPS FOTOGRAFI: MENYIMPAN KAMERA DSLR & KAMERA SAKU DENGAN BENAR
Baru saja memiliki kamera DSLR atau kamera saku? Hal paling lumrah yang dilakukan orang pada
umumnya adalah membiarkan kameranya tersimpan rapi dalam tas kamera bawaan atau yang
didapatkan bersama dengan kamera.
Hal tersebut bukanlah hal yang sepenuhnya salah, mungkin anda bertanya untuk apa tas kamera
kalau tak dipakai menyimpan kamera bukan. Oke, memang tas kamera diperuntukkan menyimpan
kamera, tapi tidaklah untuk jangka waktu yang lama atau permanen. Mengapa begitu? Karena pada
dasarnya kamera adalah peralatan elektronik yang pastinya memiliki komponen-komponen yang
sensitif terhadap lingkungan penyimpanan.
Faktor-faktor sederhana seperti tingkat suhu, kelembaban, debu dan hal-hal semacam itu bisa
mempengaruhi umur dari kamera kesayangan anda. Dalam hal ini tas kamera anda tidaklah
dirancang utuk bisa mengatasi secara maksimal faktor-faktor tadi. Sebelum melihat perangkat atau
peralatan yang bisa mengatasinya, kita akan mempelajari mengapa kamera rentan terhadap hal-hal
semacam debu dan kelembaban serta suhu.
Pertanyaan berikutnya berapa kelembaban yang ideal bagi kamera? Nah hal ini biasanya telah
dicantumkan produsen kamera tersebut dalam buku manual yang ikut disertakan dalam pembelian.
Karena itu jangan malas untuk membuka dan membaca buku manual kamera ya. Umumnya
kelembaban udara yang ideal bagi penyimpanan kamera dan lensa di kisaran 45%-55%. Selain
kelembaban yang tinggi, tingkat suhu juga berpengaruh bagi kamera. Suhu yang terlalu panas
tentunya bisa membawa efek langsung pada sensor dan komponen-komponen elektronik yang peka
terhadap panas.
Ada juga dry box sederhana yang dijual di pasaran, bentuknya lebih semacam kotak kedap udara dan
dilengkapi moisture absorber, absorber disini biasanya menggunakan silica gel, semacam bahan
sintetis yang dibuat dari natrium silikat. Silica gel ini bentuknya berupa butiran-butiran padat yang
bersifat menyerap molekul air di udara. Untuk harga dry box semacam ini biasanya lebih terjangkau,
di kisaran 500 ribuan.
Jika anda seorang yang kreatif sebenarnya bisa memanfaatkan kotak plastik kedap udara merk
tupperware, tinggal ditambah silica gel yang dibeli sendiri, plus hygrometer untuk mengukur
kelembabannya.
Satu hal penting, jika silica gel yang dipakai sudah berubah warna karena sudah terlalu banyak
mengandung uap air, silakan dikeringkan dengan cara ditaruh di oven, sampai dia kembali ke warna
semula dan dapat berfungsi normal lagi. Jika silica gel yang anda miliki sudah termasuk kotaknya,
tinggal colokkan saja ke colokan listrik di dinding, tunggu hingga warnanya sudah berubah, dan bisa
dipakai lagi.
BAB III – MEMAHAMI LENSA DAN FUNGSI PENTINGNYA DALAM FOTOGRAFI
Di bab yang ketiga ini kita akan berbicara tentang lensa. Lensa sendiri memegang peran yang cukup
sentral dalam fotografi. Sebagai pintu masuk cahaya menuju sensor, kualitas lensa turut menjadi
faktor utama hasil foto yang kamu ambil.
Tahukah Kamu? “Jika kita membalik lensa dengan ujungnya menghadap ke kamera serta mountnya
menghadap keluar, kita bisa mendapat lensa makro murah meriah. Teknik ini sering dikenal
dengan reverse lens.” Kita akan melihat terlebih dahulu jenis-jenis lensa pada umumnya. Lensa yang
biasanya dipakai dalam fotografi secara garis besarnya terbagi dua yaitu lensa zoom dan lensa fix.
Mari kita lihat keunikan kedua jenis lensa ini.
1. Lensa Zoom
Lensa zoom adalah lensa yang panjang fokal lensanya bisa diubah-ubah. salah satu lensa zoom yang
paling terkenal mungkin sudah anda miliki yaitu lensa kit. Umumnya panjang fokal lensa kit dimulai
dari 18mm dan berakhir di 55mm. Lensa kit begitu terkenal karena harganya murah namun
kualitasnya masih bisa diandalkan.
Kelebihan utama dari lensa zoom adalah fleksibilitas yang anda bisa dapatkan dalam satu lensa,
maksudnya anda tak perlu gonta-ganti lensa lagi untuk bisa mendapatkan jarak fokal lensa yang
anda inginkan. Jika mau memotret dengan fokal lensa lebar tinggal pindah ke rentang fokal lebar
seperti 18mm, jika mau memotret dengan jarak fokal tele silakan putar lagi ke posisi 55mm.
Demikian umumnya kelebihan lensa zoom dari lensa fix.
2. Lensa Fix
Lensa fix atau lensa tetap (fix = tak berubah) merupakan kebalikan dari lensa zoom, jarak fokal lensa
ini tak bisa diubah-ubah. Anda hanya bisa pasrah dengan fokal lensa yang tertera di bodi lensa
tersebut, contohnya jika anda memiliki lensa fix 50mm anda takkan mungkin bisa memotret
landscape dan mendapatkan sudut pandang sama seperti lensa 18mm, bahkan sekalipun anda
mundur hingga jarak yang jauh tetap hasilnya akan berbeda.
Keuntungan utama dari lensa fix adalah kualitasnya secara rata-rata lebih baik daripada lensa zoom
di rentang harga yang sama yah. Mengapa begitu? Untuk membuat lensa zoom maka dibutuhkan
struktur lensa yang lebih kompleks sehingga jumlah elemen dalam lensa pun lebih banyak, secara
teoritis semakin banyak elemen yang dilalui cahaya maka kualitas gambar pun akan menurun
(diasumsikan kualitas optik elemen lensanya sama).
Selain itu masih ada beberapa keuntungan dari lensa fix seperti harga yang murah, ringan serta
memiliki bukaan maksimum yang besar (umumnya di f/1.8 – 1.2). Kekurangan utamanya ya itu, tak
bisa zoom.
Dari dua jenis lensa tadi masih ada pembagian juga dengan melihat jarak fokal lensa tersebut, mari
kita lihat pembagiannya seperti apa. Oh ya untuk catatan, panjang fokal yang disebutkan di sini
adalah panjang fokal yang berlaku untuk kamera format full frame ya, tentu panjang fokalnya akan
berbeda dengan APSC.
Contohnya di panjang fokal terlebar 11 mm, oh ya lensa lebar yang baik juga takkan menimbulkan
distorsi berlebihan seperti ketika anda menggunakan lensa fisheye.
Umumnya rentang lensa populer yang dijual ada tiga yaitu dari 14-24 mm ( Contohnya Nikkor 14-
24mm dsb), 24-70 mm (lensa kelas pekerja), dan 70-200 (lensa tele) oleh karena kita sepakat saja
dari 14-24mm merupakan lensa lebar. Kegunaan lensa lebar ini umumnya untuk memotret
landscape, sama seperti ultrawide tapi rentang lebarnya tak selebar yang ultra.
AF Nikkor 14mm f/2.8 D
Tokina 24-70mm
4. Lensa Tele
Lensa tele adalah kelompok lensa kamera yang memiliki panjang fokal lensa 70-200mm, Dengan
jarak fokal lensa sejauh itu anda bisa dengan mudah memotret objek foto yang berada jauh dari
anda. biasanya digunakan untuk memotret satwa liar yang sulit didekati, atau memotret candid
sangat mudah dengan rentang lensa tele ini.
1. Lensa Makro
Lensa jenis ini sepertinya sudah banyak pembahasan di internet atau di forum-forum fotografer. Jadi
seperti yang telah umum diketahui lensa ini memiliki fungsi untuk mengambil foto dengan
perbesaran hingga 1x atau gambar objek yang dipotret memiliki ukuran yang sama dengan aslinya.
Foto makro ini sangat cocok kalau anda memotret hewan kecil seperti serangga ataupun binatang
berukuran mungil lainnya. Selain itu kalau anda hobi memotret makanan juga bisa dimanfaatkan
kemampuan lensa makro ini untuk mengambil detail yang ada.
2. Lensa Fisheye
Lensa ini memiliki kemampuan unik yaitu menghasilkan distorsi yang luar biasa. Umumnya lensa ini
dirancang dengan fokal lensa sangat lebar dan didesain sedemikian rupa sehingga menghasilkan
distorsi yang unik.
Contoh hasil foto dengan lensa fisheye. Kredit foto : Mr. Rully Lensa fisheye terlebar di dunia, Nikkor 6mm
Berdasarkan besarnya aperture atau bukaan diafragma yang dimiliki sebuah lensa, maka kita bisa
membagi lensa kedalam dua bagian besar :
Umumnya saat ini dikenal panjang fokal lensa wide hingga tele, silakan baca artikel tentang jenis
lensa yang ada agar lebih jelas lagi. Perbedaan ukuran sensor akan membuat cakupan area yang bisa
ditangkap juga berbeda.
Foto di atas menggambarkan daerah tangkapan masing-masing sensor sesuai dengan ukurannya,
tentu saja bagian paling besar porsinya adalah sensor full frame dan semakin mengecil hingga di
sensor kamera saku 1 inchi bahkan lebih kecil lagi di sensor smartphone.
Yang perlu ditekankan sekali lagi adalah daerah tangkapan sensor yang diperbandingkan jika kita
menggunakan lensa dengan panjang fokal sama, jika lensanya berbeda, tentu lain lagi
perbandingannya.
Hal berbeda kita jumpai pada lensa tele, dengan semakin jauh jarak lensa dengan sensor maka sudut
pandang yang ada pun jauh lebih sempit, oleh karena itu semakin panjang jarak fokal lensa maka
kita pun bisa memotret objek di jarak yang semakin jauh.
CROP FACTOR
Setelah kita memahami panjang fokal lensa tadi, maka berikutnya yang akan kita pelajari adalah
mengenai crop factor. Saat ini semua satuan panjang fokal lensa (dalam mm) biasanya mengacu
pada ukuran sensor setara film 35mm.
Ketika sensor kamera yang digunakan lebih kecil dengan diameter lensa sama, maka sudut pandang
yang kita peroleh akan lebih sempit. Ukuran bagian frame foto yang jadi lebih sempit inilah yang
kemudian diistilahkan dengan crop factor (lebih kecil maka sudut gambar lebih sempit atau terkena
crop). Nah, faktor pengali atau crop factor ini berbeda-beda sesuai dengan ukuran sensornya, untuk
kamera full frame, tentu crop factornya adalah 1 karena lensa 18 mm yang kita pakai di kamera full
frame, daerah cakupan gambarnya memang 18mm.
Untuk kamera APSC khusus Nikon adalah 1.5 dan APSC Canon adalah 1.6. Perhatikan ilustrasi tadi,
APSC Nikon sedikit lebih besar dari Canon (Nikon: Oranye, Canon: Merah).
Semakin kecil ukuran sensor yang dipergunakan maka faktor pengali akan semakin besar, untuk
kamera dengan sensor MFT (Micro Four Thirds) angka crop factornya adalah 2. Ketika kita
menggunakan lensa 50m di kamera APSC Nikon D7200 maka sudut pandangnya akan sama dengan
lensa 75mm di D750 atau 50 x 1.5 = 75mm (full frame).
Lensa 50mm Nikon, ketika dipasang di kamera Nikon APSC (D3300, D5500 dll) panjang fokal efektifnya menjadi 75mm
Untuk bisa mendapatkan view selebar 18mm seperti di kamera full frame, kita butuh lensa yang
lebih lebar lagi untuk dipasangkan di kamera APSC, contohnya lensa 11-16mm, 11mm di sini setara
dengan 16.5mm di full frame. Agar mencapai 18mm silakan gunakan panjang fokal 12mm.
Agak bingung? Haha… Ternyata matematika itu juga penting di fotografi rupanya. Menariknya ketika
kita menggunakan lensa tele, misalnya 200mm. Panjang fokal lensa ini di full frame adalah 300mm di
kamera Nikon atau 320mm di kamera Canon. Dengan begitu kesimpulannya untuk bisa memotret
objek lebih jauh, di kamera APSC lebih mudah dibandingkan dengan kamera full frame, karena
adanya crop factor tadi.
Pada lensa lain, jika terlalu dekat dengan objek yang akan difoto, lensa tersebut biasanya tidak bisa
mengunci fokus. Berbeda dengan lensa kit yang tetap bisa mengunci fokus, meski jaraknya cukup
dekat dengan objek foto.
4. Hasil foto yang tajam
Banyak yang mengeluhkan hasil foto dengan lensa kit tidak cukup tajam, sayangnya itu mereka
katakan karena mereka membandingkan lensa kit dengan lensa yang jauh lebih mahal, misalnya
dibandingkan dengan lensa L series Canon yang harganya berlipat ganda.
Setiap lensa pada dasarnya memiliki sweet spot lens atau bukaan paling tajam lensa, dimana lensa
akan mereproduksi foto yang tajam pada bukaan tertentu, dan itu biasanya pada bukaan yang kecil
atau dua stop dari bukaan terbesarnya. Sedangkan pada lensa kit, anda akan bisa mendapatkan foto
dengan ketajaman maksimum bila anda menggunakan aperture yang kecil, ditandai dengan nilai f
besar, misalnya f/8-f/11, tentu juga harus diimbangi dengan ketersediaan cahaya yang cukup
pastinya.
Mengapa harga lensa kit bisa begitu terjangkau? Sesuai dengan hukum pemasaran, untuk menekan
harga jual maka selain menekan ongkos produksi, kita juga harus meningkatkan jumlah
produksi. Lensa kit bisa dikatakan salah satu lensa yang paling banyak diproduksi, nah otomatis
ongkos produksinya bisa lebih rendah lagi tentunya.
Gunakan fokal length paling panjang atau di jarak fokal 55mm, kemudian usahakan kamera dengan
objek cukup dekat, sementara jarak objek dengan background cukup jauh, maka kita bisa
mendapatkan bokeh yang kita inginkan.
Tahukah Kamu? “Dalam beragam poling atau jajak pendapat oleh website fotografi ternama (Digital
Photography School, Improvephotography etc) mengenai lensa yang paling sering digunakan (atau
yang paling populer), seri lensa 50mm senantiasa masuk dalam daftar tersebut.”
Namun jika Anda ingin lebih meningkatkan kemampuan dalam memotret, tak ada salahnya untuk
berinvestasi dalam membeli lensa. Salah satu lensa yang disarankan untuk Anda miliki setelah lensa
kit, adalah lensa 50mm!
Mengapa lensa 50mm? Lensa fix 50mm memiliki begitu banyak kelebihan yang bisa Anda dapatkan
di bodi mungilnya, mari kita bahas kelebihan-kelebihan apa saja yang dimiliki lensa ini, serta
mengapa layak untuk Anda pinang sebagai partner dalam memotret.
Untuk Canon EF-S 50mm f/1.8 II harganya saat ini dijual di rentang harga Rp. 1 jutaan sedangkan
untuk versi STM dihargai sedikit lebih mahal, 1,6 jutaan. Untuk Nikon yang versi AF-50mm f/1.8 D,
jika Anda rajin menelusuri lapak penjualan, mungkin masih bisa menemukan lensa ini dijual di
rentang harga 1 jutaan. Untuk versi dengan motor fokus AF-S 50mm f/1.8G memang lebih mahal
yaitu sekitar 2,6 jutaan. Untuk merk yang lain, rata-rata berada di kisaran harga yang serupa.
2. Lensa cepat dengan bukaan besar
Umumnya lensa 50mm memiliki bukaan di f/1.8, bandingkan dengan lensa kit yang maksimal
bukaannya hanya di f/3.5. Tentunya berbeda cukup jauh. Ada juga lensa 50mm yang berbukaan f/1.4
atau f/1.2 (Canon EF 1.2L misalnya). Dengan bukaan sebesar itu, Anda dengan mudahnya bisa
menggunakan shutter speed yang cepat dalam memotret, oleh karena itu lensa ini juga termasuk
dalam kategori lensa cepat.
Pada prinsipnya foto bokeh dihasilkan dari lensa, dan salah satu yang mendukung terciptanya bokeh
atau latar belakang yang blur adalah bukaan besar pada lensa. Saat Anda menggunakan lensa 50mm
pada bukaan terbesarnya, silakan lihat sendiri bagaimana bokeh yang mampu dihasilkan lensa ini!
Fokal lensa seperti itu cocok untuk dipakai memotret model. Ditambah dengan kemampuan bokeh
yang menakjubkan, cukup bagi Anda untuk menghasilkan foto model yang mulus.
Bagaimana tidak, semakin banyak saja produsen lensa fisheye khusus smartphone yang menjamur,
menawarkan rentang sudut pandang ekstrim yang mungkin bisa dipake buat memotret selfie satu
kecamatan.
Oke, sudut pandang yang begitu lebar memang merupakan salah satu kelebihan lensa fisheye, tapi
selain itu masih ada juga beragam fakta yang perlu kamu tahu seputar lensa fisheye ini. Berikut di
antaranya. PS. Kali ini kita fokuskan ke lensa fisheye untuk kamera digital.
Rata-rata lensa fisheye memiliki sudut pandang yang sangat lebar, jika saat ini lensa ultrawide dari
Canon 11-24mm memiliki sudut pandang mencapai 126°, beberapa jenis lensa fisheye bahkan bisa
melampauinya hingga mencapai sudut hingga 180°! Artinya lensa ini bahkan bisa menangkap
keseluruhan area yang berada di depannya tanpa melewatkan satupun di dalam frame.
Nah bagaimana kalau kamu ingin memotret orang, tapi tak mau wujudnya kayak alien yang
terdampar di bumi karena distorsi tadi?
Triknya cukup mudah, tempatkan model yang ingin kamu potret tadi di bagian tengah frame, karena
di bagian tengah inilah distorsi lensa tak terlalu terasa, jangan tempatkan di bagian pinggir frame
yah, kecuali kamu mau digetok sang model hehe.
4. Lebih cocok dipake dengan kamera full frame
Perbedaan antara full frame dan kamera APSC yang utamanya adalah dalam hal panjang fokal lensa,
dimana yang full frame tak kena crop factor. Oleh karena itu ketika menggunakan panjang fokal
10mm di kamera FF, yang kita lihat benar-benar 10mm, berbeda di APSC yang jadinya 15mm atau
16mm.
Dengan keunggulan dari kamera full frame itulah, maka lensa fisheye akan lebih terasa ‘melengkung’
di kamera dibanding APSC. Tapi bukan berarti lensa fisheye tak bisa dipakai di kamera APSC ya,
beberapa produsen kamera pun membuat lensa fisheye khusus APSC, dengan diameter lensa yang
lebih kecil sehingga tentu membuat harganya pun jadi lebih murah.
Dengan desain unik seperti itulah yang memungkinkan sebuah lensa fisheye memiliki kemampuan
seperti yang digambarkan pada poin-poin sebelumnya. Hal ini tentu bukan tanpa kekurangan,
dengan posisi optik lensa yang cembung ke depan ini membuat lensa rentan tergores atau tak
sengaja terbentur langsung di bagian optiknya. Oleh karena itu umumnya lensa fisheye sudah
dilengkapi dengan hood khusus untuk melindungi bagian yang menonjol tadi.
Jenis lensa ini mampu menghasilkan foto dengan sudut pandang hingga 180 derajat, ciri khas lensa
ini adalah hasil foto yang tampak melingkar dan bagian hitam yang menyerupai vignet di sekeliling
foto.
Jenis lensa fisheye yang kedua adalah lensa full frame fisheye. Jenis lensa ini menghasilkan format
foto seperti biasa juga tak memiliki bagian hitam di sekeliling foto, hanya saja jenis lensa ini tak bisa
menghasilkan sudut pandang horizontal penuh atau 180°.
Jenis lensa yang kedua inilah yang paling banyak dipasarkan untuk digunakan secara umum. Salah
satu lensa yang mengkombinasikan kedua coverage tadi adalah lensa fisheye dari Canon EF 8-15mm
f/4L
Dengan sudut pandang yang super lebar plus distorsinya, tentu akan membuat hasil foto kamu
tampil anti mainstrem hehe, dijamin deh klien yang ada jauh lebih tertarik dengan hasilnya. Sekedar
catatan seperti sudah disebutkan sebelumnya, jangan lupa tempatkan model yang mau difoto di
bagian tengah frame ya supaya minim distorsi.
Secara hukum ekonomi, tentu jika permintaan yang sedikit akan membuat produsen membatasi
produk yang dibuat dan hasilnya harga pun lebih tinggi. Beda dengan lensa kit sejuta umat yang
harganya jadi bisa ditekan seminim mungkin (tanpa melihat kualitasnya ya). Saat ini beberapa
pabrikan lensa utama memiliki lensa fisheye sendiri dengan harga khasnya, sebut saja Canon 9-
15mm f/4L USM yang dijual di harga 18 juta rupiah atau Nikon AF 10.5mm f/2.8G di kisaran 8,6 juta
rupiah.
Tapi buat kamu yang sudah ngebet ingin punya lensa fisheye ada beberapa pilihan lensa dari
produsen pihak ketiga (third party) yang sedikit miring harganya. Salah satunya adalah lensa
Samyang 8mm f/3.5 yang ditawarkan dengan harga di kisaran 3,8 juta rupiah.
Yongnuo merupakan salah satu pabrikan lensa yang menyasar konsumen dengan buget kecil
Belajarlah untuk tegas dalam hal ini, jika dianggarkan 5 juta rupiah, semua lensa dengan harga di
atas 5 juta harus anda singkirkan dari list anda, kecuali anda mau bersabar untuk menabung
misalnya.
Jangan juga anda memakai post anggaran yang lain untuk memaksakan budget yang tak mencukupi
ini, misalnya belanja kebutuhan rumah tangga diambil buat beli lensa wah bisa-bisa disemprot isteri
bagi yang sudah menikah hahaha. Jangan lupa juga untuk konsultasikan dengan pasangan anda
tentu jika anda sudah berkeluarga khusus untuk budget yang anda rencanakan.
Jika passion anda adalah foto model silakan untuk melihat lensa-lensa yang memiliki focal length
yang sesuai untuk memotret model contohnya lensa 85mm atau 135mm, jika menggunakan kamera
dengan ukuran sensor APSC anda bisa mencoba lensa 50mm yang terkenal murah tapi berkualitas.
Jika anda menyukai landscape, maka banyak pilihan lensa lebar yang bisa anda coba. Mulai dari yang
ultra wide sampai yang lumayan lebarnya. Akan lebih mudah jika passion fotografi anda lebih khusus
seperti penyuka foto makro, karena tentu pilihan lensa makrolah yang menjadi target anda. Namun
tetap saja ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, seperti panjang fokal, aperture dan
bukaan, tentu itu akan sedikit menambah pusing.
Setelah acara kemerdekaannya selesai lensa tersebut pun selesai masa penggunaannya alias
kebanyakan hanya bersarang di dalam tas kamera.
Kembali lagi ke pertanyaan tadi, apakah anda benar-benar butuh lensa tersebut ataukah cuma
sejenak saja dan setelah itu disimpan? Jika memang tak terlalu butuh lebih bijaksana jika kita
menundanya tentu.
Jadi sama seperti kamera yang terbagi berdasarkan ukuran sensornya yaitu full frame dan APSC,
maka lensa juga sama karena mengikuti besaran sensor tadi. Mengapa begitu? Pihak pabrikan lensa
membuat dua macam lensa sesuai ukuran sensor, lensa untuk sensor full frame diameter lensanya
atau sederhananya ukuran bulatan lensanya lebih besar agar supaya bisa mengcover ukuran sensor
full frame.
Sebaliknya lensa untuk sensor APSC lebih kecil dari lensa full frame tadi, tentu karena sensor APSC
juga lebih kecil dari full frame.
Dengan membuat lensa khusus APSC maka ukuran dan diameter lensa pun jadi lebih kecil sehingga
otomatis ongkos produksi lensa bisa ditekan yang tentunya membuat lensa ini bisa dijual lebih
murah harganya. Mengapa kita perlu tahu hal ini sebelum membeli lensa? Karena lensa yang tak
sesuai dengan kamera kemungkinan besar tak maksimal fungsinya atau malah tak bisa digunakan.
Untuk Canon pembagian kedua jenis lensa ini dilihat dari kode nama lensa tersebut, Untuk lensa EF
artinya itu adalah lensa full frame contohnya Canon EF 24-70mm f/4 L IS, sedangkan untuk kode
lensa EF S itu untuk kamera APSC contohnya Canon EF S 18-135mm f/3.5-5.6 IS.
Untuk Canon lensa seri EF-S tak bisa anda gunakan di kamera full frame semacam Canon 6D, Canon
5D atau 1D, sebaliknya lensa seri EF bisa anda gunakan untuk semua jenis kamera Canon baik full
frame maupun APSC karena ukurannya mencakup semua sensor tadi.
Untuk pabrikan Nikon, lensa untuk APSC diberi kode DX contohnya 35mm f/1.8 G AF-S DX,
sedangkan untuk lensa full frame kodenya adalah FX namun biasanya tidak disertakan dalam nama
lensanya, jadi kalau lensa Nikon tak ada kode DX bisa dipastikan itu merupakan lensa full frame,
contohnya AFS 50mm f/1.8 G.
Berbeda dengan Canon yang lensa EF-S tak bisa dipakai sama sekali di kamera full framenya, Nikon
masih memperbolehkan lensanya dipakai di kamera FX tapi hasil fotonya akan dicrop menjadi
seukuran lensa DX tersebut.
Sekarang apa yang perlu kita pertimbangkan dari informasi tadi? Jika seandainya anda berniat untuk
mengupgrade kamera anda ke full frame di masa yang akan datang, maka silakan untuk berinvestasi
di lensa-lensa full frame meski tak maksimal digunakan di kamera APSC (bagian pinggir lensa
mubazir karena anda hanya menggunakan bagian tengah lensa saja, diakibatkan ukuran sensor yang
kecil). Tapi jika anda tak berniat upgrade kamera, silakan memilih lensa APSC yang tentunya lebih
terjangkau harganya.
5. Lensa pabrikan kamera atau lensa third party
Saat anda ingin membeli lensa baru, anda juga harus memutuskan untuk membeli lensa produksi
pabrikan kamera (satu merk dengan kamera anda) atau membeli lensa pihak ketiga (third party).
Apa bedanya? Hal yang utama tentunya adalah harga, hadirnya lensa dari pihak ketiga seperti Sigma,
Tokina, Tamron tak lain adalah melihat celah pasar dalam penjualan lensa sesuai pabrikan kamera,
yang memang kadang-kadang harganya tak manusiawi. Dalam rentang panjang fokal yang mirip,
lensa third party ditawarkan dengan harga yang lebih murah dari pihak pabrikan kamera.
Namun tentu saja ada hal-hal yang menjadi konsekuensi saat anda membeli lensa third party. Issue
utama adalah masalah kualitas, biasanya lensa third party quality controlnya tidak seketat lensa dari
pihak pabrikan kamera, namun akhir-akhir ini sudah banyak review dari situs-situs ternama yang
menunjukan bahwa kualitas lensa third party sudah cukup baik bahkan bisa menyamai lensa
pabrikan. Pertimbangan berikutnya adalah build quality lensa dalam hal ini material yang digunakan,
fitur-fitur yang ada biasanya masih kalah dari lensa produksi pabrikan kamera.
Sigma 24-35mm f/2, salah satu lensa thrd party namun menawarkan kualitas tinggi.
Lensa yang memiliki kualitas top untuk spesifikasinya tadi biasanya harganya juga lebih mahal.
Bagaimana mengetahui spesifikasi lensa secara tepat? Saran saya, bacalah review lensa tersebut di
situs-situs reviewer lensa terkenal. Anda bisa googling untuk mencari situs-itu, salah satu yang saya
sarankan adalah DPreview.com, situs review ini mengulas lensa secara mendalam walaupun yah
anda setidaknya harus memahami bahasa Ingrris tentunya.
7. Cek Kondisi Lensa
Anda sudah mengikuti semua panduan di atas? Sudah membaca review dari situs-situs reviewer
terkenal (meski harus pakai acara buka-buka Google translate hehe), kini anda sudah berada di toko
kamera dengan lensa pilihan anda. Hal berikut yang harus anda ketahui adalah ujilan lensa tersebut
menggunakan kamera anda! Jadi sarannya bawalah kamera anda ke toko kamera agar supaya bisa
diuji secara langsung.
Tak semua lensa yang diproduksi pabrik itu hasilnya baik, karena bisa saja ada lensa yang bad copy,
apalagi jika anda memutuskan untuk membeli lensa third party, pengujian akan lensa itu mutlak
harus anda lakukan. Pengujian yang disarankan adalah menguji kinerja autofokus kamera, telusuri
apakah ada kemungkinan salah fokus seperti ‘back focus’ atau ‘front focus’ dimana lensa salah
menempatkan titik fokusnya.
Silakan search di Google spesifiknya cara pengujian ini. Hal berikutnya adalah kondisi optik lensa
apakah berjamur atau tidak, uji juga ring fokus, ring zoom yang ada apakah masih normal, sudah
terasa seret atau malah sudah longgar atau aus. Teliti juga kemampuan image stabilizer lensa
berfungsi baik atau tidak.
Jika anda tak bisa mengujinya, misalnya karena anda membelinya secara online, belilah di penjual
yang terpercaya serta memberikan jaminan replacement dalam jangka waktu tertentu, jika ada
keluhan dari pelanggan yang membeli karena mendapat lensa yang bad copy.
8. Garansi
Pastikan garansi lensa anda berlaku karena ini menyangkut jaminan terhadap lensa anda. Garansi
dari pihak resmi yang ditunjuk oleh produsen kamera biasanya jauh lebih baik daripada sekedar
garansi toko, karena ujung-ujungnya toh jika diperbaiki lensa pasti dibawa ke service center resmi
tapi dengan biaya double karena tak bergaransi resmi.
Usahakan untuk tak membeli lensa dari penjual yang tak jelas, kemungkinan mendapat lensa bad
copy atau black market sangat besar, kerugian anda akan berlipat lagi jika lensa tersebut rusak dan
garansinya tak ada.
Oleh karena itu telitilah terlebih dahulu sebelum membeli, teliti lensa yang akan anda beli kemudian
teliti juga penjual yang menjual produknya kepada anda. Dengan begitu tentunya resiko yang ada
bisa diminimalisir.
INGIN MEMBELI LENSA BEKAS? TELITI BEBERAPA CACAT LENSA INI SEBELUM MEMUTUSKAN
MEMBELI
Membeli lensa bekas memang menjadi alternatif murah fotografer untuk mendapatkan lensa
impiannya. Secara umum, nilai ekonomis dan ketahanan sebuah lensa biasanya lebih tinggi
dibanding bodi kamera.
Kunci utama saat membeli lensa bekas adalah dengan meneliti lensa yang ingin dibeli secara
langsung! Dengan melihat secara langsung, kita bisa tahu cacat atau kekurangan lensa tersebut
untuk kemudian dipertimbangkan lagi, jadi beli atau tidak.
Jika penyok di bagian bodi akan berdampak pada fokus lensa yang tidak smooth seperti pada poin
sebelumnya.
g. Mount lensa yang sudah dimodifikasi
Biasanya pada lensa keluaran awal, mount lensanya harus dimodifikasi agar bisa dimasukkan ke
bodi kamera tertentu (contohnya lensa preAi Nikon agar bisa masuk di bodi D7000). Tentunya ini
hanya membuat lensa yang kita beli sudah tak seperti aslinya lagi, namun terkadang ini
menguntungkan. Jika kita mengupgrade kamera, lensanya sudah siap untuk dipakai.
h. Stabilizer lensa sudah tidak berfungsi (VR di Nikon atau IS di Canon)
Selama handling dan shutter speed yang ada mencukupi saat memotret, stabilizer mati tidak akan
jadi masalah. Tapi jika kamu diperhadapkan untuk memotret di kondisi low light tanpa flash
apalagi memakai lensa tele, stabilizer ini akan sangat membantu. Kemampuan handling saat
memotret tiap orang itu berbeda-beda, namun yang utama adalah dengan berlatih. Latihanlah
menggunakan lensa manual saat memotret hingga stabil, akan sangat membantu dalam event
serius nantinya.
i. Fokus mati atau susah mengunci fokus
Jika fokus mati maka kamu tak bisa menggunakan autofokus dan harus beralih ke manual. Hal ini
hanya terasa jika memotret momen yang berlangsung cepat.
Untuk mengurangi kemungkinan salah fokus, kecilkan bukaan lensa dengan begitu ruang tajam
dalam foto akan jadi luas. Terkadang lensa juga bisa fokus namun miss, contohnya backfokus
dan frontfocus. Untuk hal ini lensa perlu dikalibrasi lagi agar supaya ketepatan autofokus kembali
akurat.
Berbeda jenis lensa, berbeda juga tingkatan stop yang berubah tiap kali kliknya. Karena itu akan
sulit menghafalkannya jika ada banyak lensa manual yang kamu miliki. Menariknya, jika kamu
suka merekam film atau video, lensa dengan mekanisme klik yang sudah tak berbunyi malah
dicari. Hal itu memudahkan saat mengubah diafragma tanpa menghasilkan bunyi yang
mengganggu.
Jika jamur di lensa sudah banyak, harus segera dibersihkan agar tidak membentuk kerak, atau malah
sampe jadi fog di optik lensa. Jamur yang sudah membentuk kerak, ketika dibersihkan biasanya akan
ada sisanya dan disebut cleaning mark. Bentuk cleaning mark sendiri seperti halo yang mengelilingi
spot tertentu. Sekalipun bersih dari cleaning mark, resiko lainnya adalah lapisan coating lensa yang
terangkat. Khusus untuk lensa Nikon, umumnya mudah untuk dibersihkan kecuali lensa E-series.
Saat hunting lensa bekas, jangan membeli lensa E-series yang sudah dalam kondisi jamuran.
c. Scratch pada optik lensa
goresan atau baret pada optik lensa akan berpengaruh pada hasil jika sudah parah. Tingkat
parahnya bisa diukur sendiri menggunakan kuku ibu jari tangan, jika sudah terasa waktu
menggosok dengan kuku berarti sudah lumayan parah. Meski sudah terasa, tapi jika letaknya di
bagian depan pinggir lensa takkan mempengaruhi hasil foto.
Jika baret sudah parah dan terletak di optik bagian belakang lensa, itu akan mempengaruhi hasil
foto. Jangan pernah membeli lensa dengan scratch parah pada optik belakang lensa! Jika
baretnya masih belum terasa dan terletak di bagian depan baik tengah apalagi pinggir, hal itu
takkan berpengaruh pada hasil akhir foto.
d. Coating
Coating adalah lapisan tipis berwarna di elemen optik lensa. Fungsi utama coating adalah untuk
mengurangi flare saat memotret serta membantu memotret dalam kondisi backlight, flare akan
muncul saat cahaya secara langsung jatuh di bagian depan elemen lensa.
Pada umumnya sekalipun coating lensa habis, hasil foto tetap akan tajam. Coating lensa terdiri
dari beberapa lapis, bila kita mengecek lensa dan terlihat dari samping warna coating tidak rata,
hal itu tidak masalah selama masih ada yang berkilat dan yang hilang lapisan tertentu saja, hal ini
masih wajar.
Sedikit pengecualian untuk lensa dengan coating Nano, coating semacam ini sudah berdampak
secara langsung pada hasil foto, oleh karena itu beli lensa bekas dengan tipe coating Nano,
diwajibkan coatingnya masih mulus.
e. Bubble
Penampakkan bubble ini semacam buih yang terlihat di dalam lensa, lensa berkualitas semacam
Carl Zeiss saja tetap rentan dengan bubble elemen optiknya. Jika bubble masih sedikit dan
terletak di pinggir lensa takkan berpengaruh, tapi jika banyak bisa membuat lensa buram.
f. Blade diafragma macet atau tersangkut
Blade diafragma ini yang membuka dan menutup saat mengatur bukaan (aperture) lensa, jika
macet atau tersangkut tentu kamu tidak bisa mengatur bukaan lensa, otomatis akan kesulitan
mengatur tingkat eksposure foto nantinya.
g. Cipratan oli di optik lensa
Ada banyak kemungkinan penyebab oli bocor hingga di optik lensa, pengaruhnya pada hasil foto
pun tergantung jumlah dan sebaran oli. Yang perlu dikhawatirkan jika cipratan oli tadi meleleh
dan menyebar kemana-mana, khusus untuk masalah cipratan oli harus segera diservice karena
sifanya yang mendesak.
Tiba di tempat acara, dengan penuh semangat kamu mulai beraksi, memotret kiri kanan, menangkap
momen dengan gagahnya, jepret sana jepret sini, demi menghemat batere kamu sudah tidak
mengecek lagi hasil foto di lcd kamera. Sepulang rumah kamu begitu kaget mendapati separuh dari
hasil jepretanmu, yang mungkin mencapai ratusan foto, kebanyakan salah fokus atau fokusnya
meleset. Haha… Rasanya tak bisa diungkapkan!
Umumnya kesalahan ini terjadi ketika kita baru pertama kali memegang kamera, atau baru pertama
kali memiliki kamera dan baru mulai belajar mengoperasikannya. Untuk itu mari kita dalami terlebih
dahulu sistem fokus pada kamera.
Mengapa salah fokus itu hal yang sangat menjengkelkan? Karena semua kesalahan memotret pada
umumnya bisa diperbaiki dengan software edit foto, apalagi jika kamu memotret dengan file format
RAW yang notabene editan luar biasa pun kualitas foto masih bisa terjaga.
Me
motret objek bergerak dengan kecepatan tinggi juga beresiko salah fokus
Jika foto terlalu gelap, kamu masih bisa menaikkan eksposure atau brightnessnya, jika terlalu banyak
noise kamu masih bisa mengggunakan fitur noise reduction. Namun jika fotomu salah fokus, itu sulit
untuk diperbaiki! Mungkin bisa dengan teknik sharpen pada Photoshop tapi hasilnya tetap tidak
akan maksimal.
Pada beberapa lensa canggih terdapat pilihan M atau M/A. Maksudnya jika kamu memilih manual,
artinya kamu harus memilih fokus secara manual dengan cara memutar ring fokus. Ring fokus
biasanya terletak di bagian paling depan dari lensa kamera. Putarlah ke kiri atau ke kanan, sampai
gambar yang terlihat di viewfinder menjadi fokus.
Kelemahan utama manual fokus adalah tentu kamu tak bisa menggunakannya memotret momen
yang berlangsung cepat, misalnya acara nikahan. Keburu momennya selesai, fokus pun masih belum
dapat. Fokus manual biasanya digunakan ketika memotret makro atau memotret benda mati,
ataupun jika memotret di kondisi cahaya redup dan autofokus tidak jalan.
Pilihan A atau M/A artinya kamera memilih autofokus secara otomatis, dengan memanfaatkan titik
fokus yang terdapat di sensor. Khusus untuk mode M/A artinya sekalipun kamu menggunakan
autofokus, kapanpun kamu ingin memutar ring fokus dan fokus secara manual, kamu bisa
melakukannya tanpa harus menggeser tuas lagi ke arah M.
Tuas di lensa untuk memilih Auto Focus atau Manual Focus
Jumlah titik fokus berbeda-beda tergantung kameramu, pada kamera pemula atau entry level
seperti Canon 1200D, memiliki 9 titik fokus, dengan titik fokus yang paling sensitif (cross point)
berada di tengah-tengah. Semakin tinggi tingkatan kamera biasanya titik fokusnya lebih banyak dan
juga lebih sensitif. Sebagai perbandingan, kamera Canon 7D Mark II memiliki titik fokus berjumlah 65
buah dan semuanya cross type atau sangat sensitif, dimana 1200D hanya punya satu di tengah.
Nah apakah jika titik fokus kita cuma sedikit, lebih rawan salah fokus? Tidak juga, karena jika kita tau
menempatkan titik fokus pada objek yang ingin kita fokuskan, maka kesalahan seperti salah fokus itu
bisa diminimalisir. Bentuk titik fokus bisa kita lihat di viewfinder kamera (bagian yang kita intip saat
akan memotret), bentuknya seperti titik-titik di layar viewfinder. Setelah mengetahui mengenai titik
fokus, kamera juga memiliki sistem auto fokus sendiri dalam memilih objek. Yang pertama kamera
secara otomatis memilih objek yang akan difokuskan (memilih titik fokus mana yang digunakan).
Pada kamera Nikon fitur ini dinamakan Auto-area AF, pada Canon dinamakan Automatic AF Point
Selection, kamu bisa membuka manual kameramu, untuk mengecek disebut apa pemilihan titik
fokus otomatis oleh kamera. Nah jika kita memilih sendiri titik fokus yang akan kita gunakan
namanya Single Point AF pada Nikon, dan Manual AF Point pada Canon.
Masih ada mode fokus lainnya yang bisa kita pergunakan seperti mode continuous, pada Nikon
dinamakan Mode AF-C, pada Canon dinamakan AI Servo, dimana kamera akan mengikuti titik fokus
yang bergerak, namun akan kita pelajari di pembahasan lainnya. Selain pemilihan titik fokus, salah
satu hal yang bisa menyebabkan salah fokus adalah pemilihan aperture atau bukaan kamera yang
besar. Seperti kita ketahui bukaan kamera yang besar akan menyebabkan ruang tajam yang sempit,
atau area yang fokus di kamera hanya kecil.
Hal ini sudah kita pelajari dalam pembahasan Aperture dan dampaknya pada foto. Nah untuk
mencegah salah fokus, cobalah untuk menggunakan bukaan yang kecil seperti f/4 – f/8 dengan
begitu ruang tajam pada foto menjadi luas, kemungkinan salah fokus pun akan menjadi lebih kecil.
Rahasianya terletak pada shutter speed yang digunakan oleh sang fotografer! Disebutkan bahwa
rumus umum untuk menjaga foto tetap tajam atau tidak blur adalah 1/panjang fokal lensa. Itu
merupakan minimum speed agar foto tidak blur, nah bagaimana jika kita tidak hanya menjaga agar
tak blur, tapi juga membekukan gerakan?
Untuk membekukan gerakan, utamanya objek yang bergerak dengan kecepatan sangat tinggi, kita
membutuhkan shutter speed yang juga super cepat.
Untuk memotret balapan motor atau mobil semacam MotoGp dan Formula 1, kita butuh shutter
speed hingga 1/4000 – 1/8000s. Oleh karena itulah umumnya fotografer resmi yang memotret
balapan semacam itu membutuhkan kamera DSLR Pro, karena pada kamera pemula, shutter speed
maksimum umumnya hanya mencapai 1/4000s.
Tapi ingat, konsekuensi dari penggunaan shutter speed yang sangat cepat adalah jumlah cahaya
yang masuk pun sangat sedikit karena shutter membuka dalam waktu yang sangat singkat. Untuk
itulah selain menggunakan kamera pro, biasanya
fotografer yang menggunakan shutter speed tinggi,
memadukannya dengan lensa berbukaan besar
semacam lensa 70-200 f/2.8 agar eksposure bisa
seimbang. Bagaimana jika kita mau memotret
gerakan yang tak secepat pembalap MotoGP? Tentu
kecepatan yang ada juga tak perlu seekstrim tadi.
Dalam menentukan seberapa cepat shutter speed yang kita butuhkan agar objek yang difoto tampak
freeze atau beku, ada beberapa hal yang patut kita pertimbangkan.
Yang pertama adalah seberapa cepat objek yang kita incar bergerak, semakin tinggi kecepatannya
maka semakin tinggi shutter speed yang harus digunakan untuk membekukan gerakan, pada kasus
mobil balap tadi kita butuh kecepatan shutter speed yang sangat tinggi karena objeknya juga
bergerak super cepat.
Apakah Anda dalam posisi diam atau bergerak juga? Misalnya Anda sementara memotret dari atas
kendaraan yang bergerak, hal itu juga harus jadi perhitungan nantinya. Shutter speed yang
dibutuhkan pun harus lebih cepat mempertimbangkan kecepatan Anda atau kendaraan yang
ditumpangi.
Lensa yang digunakan. Semakin panjang fokal lensa yang Anda gunakan, semakin tinggi shutter
speed yang dibutuhkan. Ingat rumus dasar shutter speed 1/panjang fokal lensa. Pertambahan
panjang fokal berarti pertambahan shutter speed.
Jarak Anda dengan objek foto juga menentukan. Sederhananya seperti tadi, jika sebuah mobil balap
dengan kecepatan 300kpj lewat di depan mata, maka hanya akan terasa seperti hembusan angin
kencang, tapi jika Anda berdiri di tribun penonton yang jaraknya jauh dari lintasan, maka mata kita
masih bisa mengikuti arah pergerakan mobil tersebut bukan?
Demikian juga semakin dekat Anda dengan objek yang dipotret, semakin tinggi shutter speed yang
kita butuhkan untuk membekukan gerakannya.
Selain shutter speed, beberapa faktor lain juga turut berpengaruh dalam membekukan gerakan
objek ini. Salah satunya adalah pemilihan mode autofokus kamera, umumnya fotografer akan
menggunakan mode continous atau tracking agar objek tetap fokus. Selain itu burst mode atau
pemotretan berturut-turut pada kamera, akan sangat membantu. Gunakan juga mode itu jika Anda
ingin membekukan gerakan suatu objek foto.
BAB V – MEMAHAMI KOMPOSISI FOTO: MENGHASILKAN FOTO YANG LEBIH BAIK
Dalam bab ini kita akan belajar beragam komposisi utama dalam fotografi. Dengan mempelajari
komposisi maka kita bisa memaksimalkan hasil foto yang kita potret bahkan sebelum kita memulai
memotret.
Karena fotografi juga merupakan bagian dari seni, maka komposisi satu titik lenyap tersebut, juga
bisa diterapkan dalam bidang foto atau objek keseluruhan yang kita ambil dalam foto.
Dengan adanya titik hilang dalam foto yang kita ambil, maka ketika orang melihat foto tersebut
biasanya secara otomatis matanya akan mengikuti garis yang ada dan menuju ke titik ujung garis.
Secara umum titik lenyap ini seringkali bisa kita temukan saat memotret objek foto berupa
jembatan, jalan, lorong, atau terowongan. Namun tentu tak terbatas seperti itu saja, belajarlah
melatih mata anda untuk melihat perspektif titik lenyap di sekeliling anda.
Perspektif satu titik lenyap dalam ruangan. Sumber: Instructables.com
Terkadang ketika kita memotret, memang seringkali tidak memikirkan bagaimana komposisi dalam
bidang yang kita potret, namun dengan belajar mengenai komposisi foto, kita jadi lebih mudah
untuk menentukan angle atau sudut pemotretan yang baik.
Salah satu pembelajaran adalah dengan memanfaatkan perspektif satu titik lenyap tadi, ketika anda
menemukan objek foto yang memungkinkan mendapat perspektif seperti itu, pikirkanlah dari sudut
mana atau angle yang mana, sehingga bisa menampilkan perpektif satu titik lenyap secara nyata dan
tampak indah atau dramatis. Dengan terlatih mencari sudut yang tepat, saat mempelajari komposisi
yang lain tentu akan jadi lebih mudah.
Dengan melatih mata kita terhadap komposisi spiral, akan mempermudah kita mempelajari
bagaimana menemukan objek – objek lainnya yang memiliki komposisi serupa ataupun yang mirip
dengan itu.
Cobalah untuk menemukan objek dengan komposisi spiral di keseharian anda, kemudian carilah
angle yang menarik untuk memotret objek tersebut. Tentunya dengan latihan setiap hari akan
semakin mengasah kemampuan melihat komposisi kita.
Pada umumnya komposisi golden ratio dipercaya sebagai komposisi yang mencerminkan
keseimbangan dalam alam.
Untuk menerapkannya dalam pemotretan secara langsung mungkin akan sedikit membingungkan,
namun ketika anda mengcrop foto di software seperti Lightroom, biasanya sudah tersedia pilihan
untuk crop dengan teknik ini. Tergantung anda yang mengkreasikannya saja.
Tapi alangkah baiknya ketika anda memotret anda sudah bisa membayangkan garis imajiner golden
ratio di pikiran anda, dan jika bisa mengkomposisikannya dengan subjek foto atau jika itu model,
anda bisa membantu mengarahkan gayanya. Mari belajar melatih mata kita, untuk menemukan
subjek dengan komposisi golden ratio.
Penjelasan teknis seperti di atas mungkin agak membingungkan dan membosankan. Sederhananya,
dalam sebuah foto makro, benda kecil yang jika kita lihat memang berukuran kecil dalam
kenyataannya, tapi ketika kita memotretnya, di dalam foto yang dihasilkan bisa berukuran besar.
Satu hal yang harus anda pahami pertama dalam memotret makro, untuk mendapatkan hasil foto
makro sehingga objek yang ada bisa berukuran besar di foto, bukan tergantung kamera yang anda
pakai. Foto makro sendiri utamanya tergantung lensa.
Jadi mungkin anda bertanya, apakah bisa memotret makro dengan menggunakan smartphone
ataupun kamera saku dan sejenisnya? Tentu saja sangat bisa, hanya saja sekali lagi tergantung
dengan spesifikasi lensa yang melekat di smartphone anda.
Seperti kita tahu setiap kamera smartphone, dengan ukuran megapiksel berapapun atau ukuran
sensor sekecil apapun, semuanya memiliki lensa. Lensa itu yang anda lihat menempel pada bagian
casing belakang smartphone anda.
Sama seperti pada lensa untuk DSLR atau mirrorless, setiap lensa di smartphone memiliki spesifikasi
masing-masingnya, silakan baca buku panduan konsumen untuk mengetahui spek lensa smartphone
anda.
Terus bagaimana dengan sensor kamera? Nah, untuk sensor kamera lebih berperan pada kualitas
gambar yang dihasilkan maupun ukuran sebesar apa yang bisa ditampilkan foto tadi (resolusi
fotonya).
Coba lihat lensa makro yang dibuat khusus untuk Iphone di bawah ini dari produsen Olloclip. Lensa
ini mampu menghadirkan perbesaran hingga 14 sampai 21 kali!
Berikut adalah foto perbesaran yang mampu dicapai dengan lensa tersebut.
Sudah lihat? Bahkan sebuah kamera smartphone bisa menghasilkan foto makro dengan tingkat
perbesaran menakjubkan. Tentunya dengan menggunakan lensa tambahan tadi.
Oke, jadi yang kita tahu sekarang bahwa hal pentingnya adalah lensa, dan Anda mulai beriming-
iming untuk membeli lensa makro pastinya. Apalagi yang sudah menyukai genre ini dari awalnya.
Sayangnya, saat ini harga lensa khusus untuk makro tidaklah bisa dibilang murah. Tapi tak bisa
dibilang juga terlalu mahal, karena ada beberapa produsen yang menghadirkan lensa makro dengan
harga cukup terjangkau walau mengorbankan beberapa fitur.
Saat ini di pasaran terdapat berbagai macam lensa makro dengan rentang harga bermacam-macam
juga. Perbedaan utamanya biasanya terletak di magnification ratio atau perbesaran lensa serta
panjang fokal lensa. Untuk lensa makro standar, seharusnya magnification ratio atau perbesaran
lensa makro tersebut mencapai 1:1. Contohnya Canon 100mm f/2.8 yang tingkat perbesarannya 1:1.
Silakan melihat lensa makro dari produsen kamera lainnya, umumnya setiap produsen akan
menyiapkan lensa makro dari merk masing-masing. Tentunya dengan tingkat kualitas optik dan
harga yang beragam.
Meskipun begitu foto makro cukup disukai oleh kalangan fotografer, karena dengan fotografi makro
kita bisa bereksperimen dalam memotret hewan dengan ukuran yang kecil, sehingga bisa terlihat
besar di dalam frame foto. Ada beberapa cara untuk mendapatkan foto makro tanpa harus
mengeluarkan biaya untuk membeli lensa khusus makro.
CARA MEMBUAT FOTO MAKRO MURAH MERIAH
Cara yang pertama adalah dengan menggunakan ekstension tube, cara ini dengan menambahkan
semacam pipa di antara lensa dengan kamera, dengan begitu jarak fokus lensa bisa menjadi semakin
dekat, sehingga kita bisa mendapatkan perbesaran foto yang lebih besar.
Cara yang kedua adalah dengan menggunakan filter close up, filter ini berfungsi seperti kaca
pembesar, dengan menggunakan filter ini di depan lensa, kita akan mendapatkan lensa makro yang
murah meriah.
Cara yang ketiga adalah dengan menggunakan lensa prime atau lensa 50mm yang dibalik, ketika
lensa Anda dibalik, maka Anda akan mendapatkan lensa makro sederhana, namun dengan tingkat
perbesaran yang mencapai 1:1 sama seperti lensa makro yang mahal.
Untuk bisa memasangkan lensa ke bodi kamera secara terbalik kita membutuhkan reverse ring.
Reverse ring ini hanyalah berupa ring yang ukuran sisi satunya sesuai dengan ukuran mount kamera
kita, sedangkan sisi satunya sesuai dengan ukuran filter lensa, saya sendiri menggunakan reverse
ring untuk lensa 50mm Nikon dengan ukuran 58mm.
Lensa prime yang dipasang terbalik ke mount kamera menggunakan reverse ring. Photo Credit: Tiffany Mueller
Pastikan anda membeli reverse ring yang sesuai dengan merk kamera anda, karena mount kamera
atau tempat masuknya lensa di kamera berbeda-beda tergantung merk.
Selain itu pastikan juga ukuran ringnya sama dengan ukuran filter untuk lensa anda, pada lensa
50mm Nikon ukurannya adalah 58mm, sedangkan untuk lensa kit ukurannya adalah 52mm.
Kekurangan utama dari reverse ring adalah kita kehilangan koneksi elektronik kamera dengan lensa,
sederhananya kamera kita tak bisa membaca lensa yang terpasang, ya karena dipasangnya secara
terbalik. Tapi tentu saja kita tetap bisa memotret sekalipun lensa yang ada tak terbaca. Gunakanlah
mode Manual. Setidaknya ada dua hal yang harus kita akali jika menggunakan reverse ring.
Saya menggunakan tuas ini supaya bisa mengintip di viewfinder, apakah objeknya sudah terfokus
atau tidak, namun disarankan saat memotret gunakanlah aperture atau bukaan yang kecil. Saya
malah sering membiarkan di f/16 tadi, tentu supaya foto yang dihasilkan tajam dari ujung ke ujung,
konsekuensinya kita harus memotret dalam kondisi cahaya yang melimpah atau menggunakan
bantuan cahaya flash.
Jika lensa 50mm yang Anda punya adalah seri lama (Nikon AF-D) maka Anda beruntung, di lensa
tersebut Anda bisa mengatur diafragma dari lensa karena terdapat ring diafragma. Menariknya
ketika Anda menggunakan kamera Canon dengan seri lensa 50mmnya, Anda malah akan disuguhkan
aperture terlebarnya (nilai f terkecil atau di f/1.8). Hal ini akan membuat Anda memotret dengan
area tajam yang sempit, potensi salah fokus pun besar sekali. Tapi jangan putus asa dulu, jika rajin
mencoba malah hasilnya bisa luar biasa.
2. Kita tak bisa mengatur fokus dengan cara biasa
Untuk mendapatkan fokus yang tepat, ketika anda membuka diafragma lensa dengan menggunakan
tuasnya, maju mundurkan posisi kamera menjauh atau mendekat dari objek yang difoto, sampai
objek terlihat fokus di viewfinder atau di layar LCD.
Menggunakan live view mode di kamera akan sangat membantu Anda dalam mencari fokus ini.
Setelah Anda mendapatkan fokus pada objek yang ingin anda potret, lepaskan tuas diafragma tadi
atau atur sedemikan rupa ke bukaan yang diinginkan (dikira-kira), kemudian tekan shutter.
Tentu ini akan cukup sulit jika anda memotret hewan yang kecil, namun sulit bukan berarti mustahil.
Satu hal lagi, data exif berupa nilai bukaan dan focal lensa yang digunakan tidak akan terekam di
foto, yang terekam hanya data ISO dan shutter speed saja.
Berikut adalah hasil foto yang saya potret menggunakan teknik reverse ring ini.
Hasil foto dengan menggunakan lensa Nikon AF-S 50mm f/1.8G dibalik di kamera
Dengan menggunakan reverse ring, Anda sudah bisa mendapatkan foto makro dengan lensa yang
paling murah seharga 3 juta, hanya dengan reverse ring seharga tak sampai 100ribu.
Tak ingin mengalami beberapa masalah di atas (sulit autofokus dan tak bisa mengatur diafragma)?
Anda bisa mencoba cara kedua di bawah ini.
Berbeda dengan reverse ring untuk melekatkan ujung lensa dengan mounting kamera, coupler ring
ini untuk melekatkan ujung lensa primary dengan ujung lensa secondary. Karena itu perhatikan
diameter keduanya. Pastikan Anda membeli coupler ring (sering dikenal juga dengaa male to male
ring) dengan diameter lensa yang sesuai dengan kedua lensa yang digunakan (mis. 58mm to 52mm,
58mm to 58mm).
Menggunakan dua lensa dengan coupler ring ini memungkinkan Anda untuk mengatur fokus seperti
biasa (autofokus) dan tentunya mengatur diafragma (area tajam yang luas di hasil foto). Menariknya
jika menggunakan lensa lebar sebagai lensa secondary, tingkat perbesaran makro yang bisa Anda
didapatkan akan lebih besar lagi.