Anda di halaman 1dari 13

Visi dan Misi BPOM

Visi
Obat dan Makanan aman, bermutu, dan berdaya saing untuk mewujudkan Indonesia maju yang
berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong royong
 
Misi
1. Membangun SDM unggul terkait Obat dan Makanan dengan mengembangkan kemitraan
bersama seluruh komponen bangsa dalam rangka peningkatan kualitas manusia Indonesia
2. Memfasilitasi percepatan pengembangan dunia usaha Obat dan Makanan dengan
keberpihakan terhadap UMKM dalam rangka membangun struktur ekonomi yang produktif dan
berdaya saing untuk kemandirian bangsa
3. Meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan serta penindakan kejahatan Obat
dan Makanan melalui sinergi pemerintah pusat dan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan guna
perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga
4. Pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya untuk memberikan pelayanan
publik yang prima di bidang Obat dan Makanan

Fungsi Utama BPOM

Berdasarkan pasal 3 pada Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat
dan Makanan, BPOM mempunyai fungsi:

1. Dalam melaksanakan tugas pengawasan Obat dan Makanan, BPOM menyelenggarakan


fungsi :

1. penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan;

2. pelaksanaan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan;

3. penyusunan dan penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang Pengawasan
Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar;

4. pelaksanaan Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar;

5. koordinasi pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dengan instansi pemerintah pusat
dan daerah;

6. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengawasan Obat dan Makanan;

7. pelaksanaan penindakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di


bidang pengawasan Obat dan Makanan;

8. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada


seluruh unsur organisasi di lingkungan BPOM;

9. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab BPOM;

10. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPOM; dan

11. pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di
lingkungan BPOM.
2. Pengawasan Sebelum Beredar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengawasan Obat
dan Makanan sebelum beredar sebagai tindakan pencegahan untuk menjamin Obat dan
Makanan yang beredar memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan
mutu produk yang ditetapkan.
3. Pengawasan Selama Beredar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pengawasan Obat
dan Makanan selama beredar untuk memastikan Obat dan Makanan yang beredar memenuhi
standar dan persyaratan keamanan, khasiat/ manfaat, dan mutu produk yang ditetapkan serta
tindakan penegakan hukum.

 
Fungsi Balai Besar/Balai POM (Unit Pelaksana Teknis)

Berdasarkan Pasal 4 Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2018, Unit Pelaksana Teknis BPOM
menyelenggarakan fungsi:

1. Penyusunan rencana dan program di bidang pengawasan Obat dan Makanan;


2. Pelaksanaan pemeriksaan sarana/fasilitas produksi Obat dan Makanan;
3. Pelaksanaan pemeriksaan sarana/fasilitas distribusi Obat dan Makanan dan/atau
sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian;
4. Pelaksanaan sertifikasi produk dan sarana/fasilitas produksi dan/atau distribusi Obat dan
Makanan;
5. Pelaksanaan pengambilan contoh (sampling) Obat dan Makanan;
6. Pelaksanaan pengujian Obat dan Makanan;
7. Pelaksanaan intelijen dan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
8. Pengelolaan komunikasi, informasi, edukasi, dan pengaduan masyarakat di bidang
pengawasan Obat dan Makanan;
9. Pelaksanaan koordinasi dan kerja sama di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
10. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
11. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga;
12. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan;

Tugas Utama BPOM

Berdasarkan pasal 2 pada Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat
dan Makanan:

1. BPOM mempunyai tugas menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat


dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Obat dan Makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas obat, bahan obat,
narkotika, psikotropika, prekursor, zat adiktif, obat tradisional, suplemen kesehatan,
kosmetik, dan pangan olahan.

 
Tugas Balai Besar / Balai POM (Unit Pelaksana Teknis)

Berdasarkan Pasal 3 Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2018, Unit Pelaksana Teknis BPOM
mempunyai tugas melaksanakan kebijakan teknis operasional di bidang pengawasan Obat dan
Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kewenangan

Berdasarkan pasal 4 pada Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat
dan Makanan

Dalam melaksanakan tugas pengawasan Obat dan Makanan, BPOM mempunyai kewenangan :

1. menerbitkan izin edar produk dan sertifikat sesuai dengan standar dan persyaratan keamanan,
khasiat/manfaat dan mutu, serta pengujian obat dan makanan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
2. melakukan intelijen dan penyidikan di bidang pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
3. pemberian sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Budaya Organisasi
Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini dan harus dihayati dan diamalkan oleh
seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan tugas. Nilai-nilai luhur yang hidup dan tumbuh
kembang dalam organisasi menjadi semangat bagi seluruh anggota organisasi dalam berkarsa dan
berkarya.

Profesional

Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan komitmen yang tinggi.

Integritas

konsistensi dan keteguhan yang tak tergoyahkan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan
keyakinan

Kredibilitas

Dapat dipercaya dan diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional.

Kerjasama Tim

Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik.

Inovatif

Mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan teknologi terkini.

Responsif/Cepat Tanggap

Antisipatif dan responsif dalam mengatasi masalah.

Prinsip Dasar SISPOM

1. Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat dan profesional.


2. Tindakan dilakukan berdasarkan atas tingkat risiko dan berbasis bukti-bukti ilmiah.
3. Lingkup pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh siklus proses.
4. Berskala nasional/lintas propinsi, dengan jaringan kerja internasional.
5. Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum.
6. Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang berkolaborasi dengan
jaringan global.
7. Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk.

Kerangka Konsep SisPOM

Pengawasan obat dan makanan memiliki aspek permasalahan berdimensi luas dan kompleks. Oleh
karena itu diperlukan sistem pengawasan yang komprehensip, semenjak awal proses suatu produk
hingga produk tersebut beredar ditengah masyarakat.

Untuk menekan sekecil mungkin risiko yang bisa terjadi, dilakukan SISPOM tiga lapis yakni:

1. Sub-sistem pengawasan Produsen


Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara-cara produksi yang baik
atau good manufacturing practices agar setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat
dideteksi sejak awal. Secara hukum produsen bertanggung jawab atas mutu dan keamanan
produk yang dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap standar
yang telah ditetapkan maka produsen dikenakan sangsi, baik administratif maupun pro-
justisia.
2. Sub-sistem pengawasan Konsumen
Sistem pengawasan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui peningkatan kesadaran dan
peningkatan pengetahuan mengenai kualitas produk yang digunakannya dan cara-cara
penggunaan produk yang rasional. Pengawasan oleh masyarakat sendiri sangat penting
dilakukan karena pada akhirnya masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk membeli
dan menggunakan suatu produk. Konsumen dengan kesadaran dan tingkat pengetahuan yang
tinggi terhadap mutu dan kegunaan suatu produk, di satu sisi dapat membentengi dirinya
sendiri terhadap penggunaan produk-produk yang tidak memenuhi syarat dan tidak
dibutuhkan sedang pada sisi lain akan mendorong produsen untuk ekstra hati-hati dalam
menjaga kualitasnya.
3. Sub-sistem pengawasan Pemerintah/BPOM
Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi; penilaian
keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diijinkan beredar di Indonesia; inspeksi,
pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan
kepada publik yang didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran dan
pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk maka
pemerintah juga melaksanakan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi.

Organisasi Yang Solid


Badan Pengawas Obat dan Makanan (disingkat BPOM) dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Dalam melaksanakan tugasnya, BPOM
dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan. Kepala BPOM menyampaikan laporan, saran dan
pertimbangan di bidang tugas dan tanggung jawabnya kepada Presiden melalui Menteri Kesehatan.

Sekretariat Utama melaksanakan koordinasi perencanaan strategis dan organisasi, pengembangan


pegawai, pengelolaan keuangan, bantuan hukum dan legislasi, hubungan masyarakat dan kerjasama
internasional, serta akses masyarakat terhadap BPOM melalui Unit Layanan Pengaduan
Konsumen yang menerima dan menindaklanjuti berbagai pengaduan dari masyarakat di bidang obat
dan makanan. Disamping itu dilakukan pembinaan administratif beberapa Pusat yang ada di
lingkungan BPOM dan unit-unit pelaksana teknis yang tersebar di seluruh Indonesia.

Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA melaksanakan penilaian dan evaluasi
khasiat, keamanan dan mutu obat, produk biologi dan alat kesehatan sebelum beredar di Indonesia
dan juga produk uji klinik. Selanjutnya melakukan pengawasan peredaran produk terapetik, narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya. Disamping itu melakukan sertifikasi produk terapetik, inspeksi
penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik dan inspeksi penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik,
inspeksi sarana produksi dan distribusi, sampling, penarikan produk, public warning sampai pro
justicia. Didukung oleh antara lain Komite Nasional Penilai Obat Jadi, Komite Nasional Penilai
Alat Kesehatan dan Tim Penilai Periklanan Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas, Obat
Tradisional dan Suplemen Makanan.

Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melaksanakan


penilaian dan registrasi obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan sebelum beredar di
Indonesia. Selanjutnya melakukan pengawasan peredaran obat tradisional, kosmetik dan produk
komplemen, termasuk penandaan dan periklanan. Penegakan hukum dilakukan dengan inspeksi Cara
Produksi yang Baik, sampling, penarikan produk, public warning sampai pro justicia. Didukung oleh
antara lain Tim Penilai Obat Tradisional dan Tim Penilai Kosmetik.

Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya melaksanakan penilaian


dan evaluasi keamanan pangan sebelum beredar di Indonesia dan selama peredaran seperti
pengawasan terhadap sarana produksi dan distribusi maupun komoditinya, termasuk penandaan dan
periklanan, dan pengamanan produk dan bahan berbahaya. Disamping itu melakukan sertifikasi
produk pangan. Produsen dan distributor dibina untuk menerapkan Sistem Jaminan Mutu, terutama
penerapan Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB), Hazard Analysis Critical Control Points
(HACCP), Cara Distribusi Makanan yang Baik (CDMB) serta Total Quality Management (TQM).
Disamping itu diselenggarakan surveilan, penyuluhan dan informasi keamanan pangan dan bahan
berbahaya. Didukung antara lain Tim Penilai Keamanan Pangan.

Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional melakukan pemeriksaan secara laboratorium,


pengembangan prosedur pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan
zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan
bahan berbahaya. Disamping merupakan rujukan dari 26 (duapuluh enam) laboratorium pengawasan
obat dan makanan di seluruh Indonesia, telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional, Badan
Standardisasi Nasional tahun 1999 serta merupakan WHO Collaborating Center sejak 1986 dan
anggota International Certification Scheme. Selain ditunjang dengan laboratorium bioteknologi,
laboratorium baku pembanding, laboratorium kalibrasi serta laboratorium hewan percobaan, juga
didukung dengan peralatan laboratorium yang canggih untuk analisis fisikokimia seperti
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi, Kromatografi Gas, Sektrofotometer Absorpsi Atom,
Spektrofotometer Infra Merah; analisis fisik seperti Alat Uji Disolusi Otomatis dan Smoking
Machine; analisis mikrobiologi dan biologi.

Pusat Penyidikan Obat dan Makanan melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan


terhadap perbuatan melawan hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat
adiktif, obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen dan makanan serta produk sejenis lainnya.

Pusat Riset Obat dan Makanan melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan
pangan dan produk terapetik.

Pusat Informasi Obat dan Makanan memberikan pelayanan informasi obat dan makanan, informasi
keracunan dan koordinasi kegiatan teknologi informasi BPOM.

Struktur Organisasi
Profil Kepala Badan POM

Dr. Ir. Penny K. Lukito, MCP

Lahir di Jakarta pada tanggal 9 November 1963, Dr. Ir. Penny K. Lukito, MCP resmi menjabat
sebagai Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan sejak 20 Juli 2016. Beliau merupakan Kepala
Badan POM pertama yang dilantik langsung oleh Presiden Republik Indonesia di Istana Negara.
Sebelumnya, beliau merupakan Aparatur Sipil Negara Perencana Utama Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional / BAPPENAS Utusan Khusus Presiden Republik Indonesia untuk Millenium
Development Goals (MDGs), pada periode 2013-2016. Selain itu, selama perjalanan karirnya, beliau
juga pernah menjabat diantaranya menjadi Kepala Bagian Penataan Ruang pada tahun 2000-2001 di
Direktorat Penataan Ruang, Pertahanan, dan Lingkungan Hidup, Deputi Bidang Regional dan
Otonomi Daerah BAPPENAS kemudian menjadi Kepala Sub Direktorat Lingkungan Hidup periode
2001-2002. Sesuai kebutuhan organisasi, beliau juga menjabat sebagai Direktur Perkotaan dan
Perdesaan pada tahun 2002-2005 padaDeputi Bidang Regional dan Otonomi Daerah BAPPENAS,
menjadi Inspektur Bidang Kinerja Kelembagaan pada 2005-2007 pada Inspektorat Utama
BAPPENAS, menjadi Direktur Lingkungan Hidup pada tahun 2007-2008 di Deputi Bidang Sumber
Daya Alam dan Lingkungan Hidup, BAPPENAS, serta menjabat sebagai Direktur Sistem dan
Pelaporan Evaluasi Kinerja Pembangunan Deputi Evaluasi Kinerja Pembangunan, BAPPENAS pada
tahun 2008-2011.

Setelah memperoleh gelar Insinyur Teknik Lingkungan, beliau mengambil pendidikan lanjutan dan
mendapatkan gelar Master in City Planning (MCP) dari Massachusetts Institute of Techonology
(MIT), Cambridge, Massachusetts, Amerika Serikat. Setelah itu, beliau mendapatkan gelar doktoral
dengan Major bidang Teknik Lingkungan, dan Minor di Urban and Regional Planning, University of
Wisconsin-Madison.
Beberapa artikel yang beliau hasilkan berjudul “Harapan Baru Untuk Reformasi Birokrasi" pernah
dimuat di Koran Tempo dan artikel lain berjudul “Leadership Key to Indonesian Bureaucratic
Reform" dimuat pada harian Jakarta Post, keduanya terbit pada Februari tahun 2012. Selain itu, pada
tahun 2013 beliau juga menghasilkan Policy Paper berjudul “Kebijakan Subsidi Untuk Pelayanan Air
Minum yang Berkeadilan bagi Masyarakat Miskin Perkotaan" serta menulis buku dengan judul
“Membumikan Transparansi dan Akuntabilitas Kinerja Sektor Publik: Tantangan Berdemokrasi ke
Depan" yang diterbitkan oleh PT Gramedia pada tahun 2013.

Merupakan seorang Ibu dari 4 (empat) orang anak, Ibu Penny telah mengikuti Advanced Training
tentang Kajian Kebijakan Publik (Bridging Research to Policy) di Queensland University, Brisbane-
Australia pada tahun 2013. Beliau juga dipercaya menjadi Narasumber dan Delegasi RI pada
rangkaian Global Dialog for Ministries and Agency for International Development Cooperation
terkait South-South Cooperation bersama Negara-negara di kawasan Asia dan Amerika Latin pada
tahun 2013-2014.

Atas pengabdian beliau, negara telah memberikan penghargaan SATYA LENCANA WIRAKARYA
berdasarkan Kepres No. 043/TK/2006 tahun 2006 dan penghargaan SATYA LENCANA KARYA
XX TAHUN dari Presiden RI pada tahun 2011 setelah mengabdi 20 tahun sebagai perencana di
BAPPENAS.

Sekretaris Utama Badan POM

Dra. Elin Herlina, Apt, MP

Lahir di Ciamis pada tanggal 18 April 1967, Dra. Elin Herlina, Apt, MP resmi menjabat sebagai
Sekretaris Utama Badan Pengawas Obat dan Makanan pada tanggal 9 Februari 2018. Sebelumnya
beliau menjabat sebagai Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Badan Pengawas Obat dan Makanan
periode Mei 2017 hingga Februari 2018. Selain itu, beliau juga pernah menjabat sebagai Direktur
Standardisasi Produk Pangan (2016 - Mei 2017) dan sebagai Direktur Penilaian Keamanan Pangan
(2012 - 2016).

Inspektur Utama Badan POM

Dra. Rr.Maya Gustina Andarini, Apt., M.Sc.

Lahir di Yogyakarta pada tanggal 13 Agustus 1966, Dra. Rr.Maya Gustina Andarini, Apt., M.Sc resmi
menjabat sebagai Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik
pada 9 Februari 2018. Sebelumnya beliau menjabat sebagai Direktur Penilaian Obat Tradisional,
Suplemen Makanan dan Kosmetik pada 2016 sampai 2018.

Deputi II

Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik

Dra. Reri Indriani, Apt., M.Si.

Lahir di Jakarta pada tanggal 27 Mei 1963, wanita yang menempuh pendidikan S1 Farmasi di
Universitas Indonesia ini memperoleh gelar Sarjana Farmasi dan melanjutkan pendidikan profesi
Apoteker di universitas yang sama. Selanjutnya, beliau memperoleh gelar Magister Ilmu Komunikasi
dari The London School of Public Relations - Jakarta.

Beliau resmi menjabat sebagai Inspektur Utama Badan Pengawas Obat dan Makanan pada tanggal 9
Februari 2018, setelah sebelumnya bertugas sebagai Sekretaris Utama Badan Pengawas Obat dan
Makanan pada 2014 - 2018, bertugas sebagai Kepala Pusat Informasi Obat dan Makanan pada tahun
2010-2014 dan Direktur Stardarisasi Produk Terapetik dan PKRT di tahun 2008-2010.

Deputi III

Bidang Pengawasan Pangan Olahan

Dra. Rita Endang., Apt., M.Kes

Lahir di Jakarta pada tanggal 16 Oktober 1964, Dra. Rita Endang, Apt, M.Kes resmi menjadi sebagai
Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif Badan
Pengawas Obat dan Makanan pada tanggal 6 Agustus 2019. Sebelumnya beliau menjabat sebagai
Direktur Pengawasan Produksi Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Badan Pengawas Obat
dan Makanan periode September 2018 hingga Agustus 2019. Selain itu, beliau juga pernah menjabat
sebagai Direktur Pengawasan Keamanan, Mutu, dan Ekspor Impor Obat, Narkotika, Psikotropika,
Prekursor dan Zat Adiktif (2017 – September 2018) dan sebagai Kepala Pusat Informasi Obat dan
Makanan (2015 – 2017).

Deputi IV

Bidang Penindakan

Drs. Hanetje Gustaf Kakerissa, Apt

Lahir di Rumahkay pada tanggal 15 Agustus 1962, Drs. Hanetje Gustaf Kakerissa, Apt resmi
menjabat sebagai Deputi Bidang Penindakan Badan Pengawas Obat dan Makanan pada tanggal 16
November 2020. Sebelumnya menjabat sebagai, beliau juga pernah menjabat sebagai), Direktur
Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT (2017-2018), Kepala Balai Besar POM di
Makassar (2018), Kepala Balai Besar POM di Jayapura (September 2018 – Juni 2020 dan Kepala
Balai Besar POM di Banjarmasin periode Juni 2020 – November 2020

Sasaran Strategis
Sasaran strategis ini disusun berdasarkan visi dan misi yang ingin dicapai BPOM, dengan
mempertimbangkan tantangan masa depan dan sumber daya serta infrastruktur yang dimiliki BPOM.
Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun (2015-2019) ke depan diharapkan BPOM akan dapat mencapai
sasaran strategis sebagai berikut:

Menguatnya sistem pengawasan Obat dan Makanan

Sistem pengawasan Obat dan Makanan yang diselenggarakan oleh BPOM merupakan suatu proses
yang komprehensif, mencakup pengawasan pre-market dan post-market. Sistem itu terdiri dari:

1. standardisasi yang merupakan fungsi penyusunan standar, regulasi, dan kebijakan terkait
dengan pengawasan Obat dan Makanan. Standardisasi dilakukan terpusat, dimaksudkan untuk
menghindari perbedaan standar yang mungkin terjadi akibat setiap provinsi membuat standar
tersendiri.
2. Penilaian (pre-market evaluation) yang merupakan evaluasi produk sebelum memperoleh
nomor izin edar dan akhirnya dapat diproduksi dan diedarkan kepada konsumen. Penilaian
dilakukan terpusat, dimaksudkan agar produk yang memiliki izin edar berlaku secara
nasional.
3. Pengawasan setelah beredar (post-market control) untuk melihat konsistensi mutu produk,
keamanan dan informasi produk yang dilakukan dengan melakukan sampling produk Obat
dan Makanan yang beredar, serta pemeriksaan sarana produksi dan distribusi Obat dan
Makanan, pemantauan farmakovigilan dan pengawasan label/penandaan dan iklan.
Pengawasan post-market dilakukan secara nasional dan terpadu, konsisten, dan terstandar.
Pengawasan post-market dilakukan secara nasional dan terpadu, konsisten, dan terstandar.
Pengawasan ini melibatkan Balai Besar/Balai POM di 33 provinsi dan wilayah yang sulit
terjangkau/perbatasan dilakukan oleh Pos Pengawasan Obat dan Makanan (Pos POM).
4. Pengujian laboratorium. Produk yang disampling berdasarkan risiko kemudian diuji melalui
laboratorium guna mengetahui apakah Obat dan Makanan tersebut telah memenuhi syarat
keamanan, khasiat/manfaat dan mutu. Hasil uji laboratorium ini merupakan dasar ilmiah yang
digunakan sebagai untuk menetapkan produk tidak memenuhi syarat yang digunakan untuk
ditarik dari peredaran.
5. Penegakan hukum di bidang pengawasan Obat dan Makanan. Penegakan hukum didasarkan
pada bukti hasil pengujian, pemeriksaan, maupun investigasi awal. Proses penegakan hukum
sampai dengan projusticia dapat berakhir dengan pemberian sanksi administratif seperti
dilarang untuk diedarkan, ditarik dari peredaran, dicabut izin edar, disita untuk dimusnahkan.
Jika pelanggaran masuk pada ranah pidana, maka terhadap pelanggaran Obat dan Makanan
dapat diproses secara hukum pidana.

Meningkatnya kemandirian pelaku usaha, kemitraan dengan pemangku kepentingan, dan


partisipasi masyarakat

Pengawasan Obat dan Makanan merupakan suatu program yang terkait dengan banyak sektor, baik
pemerintah maupun non pemerintah. Untuk itu perlu dijalin suatu kerjasama, Komunikasi, Informasi
dan Edukasi yang baik. Pengawasan oleh pelaku usaha sebaiknya dilakukan dari hulu ke hilir, dimulai
dari pemeriksaan bahan baku, proses produksi, distribusi hingga produk tersebut dikonsumsi oleh
masyarakat. Pelaku usaha mempunyai peran dalam memberikan jaminan produk Obat dan Makanan
yang memenuhi syarat (aman, khasiat/bermanfaat dan bermutu) melalui proses produksi yang sesuai
dengan ketentuan.

Tanpa meninggalkan tugas utama pengawasan, BPOM berupaya memberikan dukungan kepada
pelaku usaha untuk memperoleh kemudahan dalam usahanya yaitu dengan memberikan insentif,
clearing house, dan pendampingan regulatory.

Untuk mendorong kemitraan dan kerjasama yang lebih sistematis, dapat dilakukan melalui tahapan
identifikasi tingkat kepentingan setiap lembaga/institusi, baik pemerintah maupun sektor swasta dan
kelompok masyarakat terhadap tugas pokok dan fungsi BPOM, identifikasi sumber daya yang
dimiliki oleh masing-masing institusi tersebut dalam mendukung tugas yang menjadi mandat BPOM,
dan menentukan indikator bersama atas keberhasilan program kerjasama. Komunikasi yang efektif
dengan mitra kerja di daerah merupakan hal yang wajib dilakukan, baik oleh Pusat maupun BB/Balai
POM sebagai tindak lanjut hasil pengawasan. Untuk itu, 5 (lima) tahun ke depan, BB/Balai POM
perlu melakukan pertemuan koordinasi dengan dinas terkait, setidaknya dua kali dalam satu tahun.
Hal ini diutamakan untuk pertemuan koordinasi dalam pengawalan obat dalam JKN.

Meningkatnya kualitas kapasitas kelembagaan BPOM

Untuk melaksanakan tugas BPOM, diperlukan penguatan kelembagaan/ organisasi. Penataan dan
penguatan organisasi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi secara
proporsional menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan
fungsi BPOM. Penataan tata laksana bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem
dan prosedur kerja.

Selain itu, untuk mendukung Sasaran Strategis 1 dan 2, perlu dilakukan penguatan kapasitas SDM
dalam pengawasan Obat dan Makanan. Dalam hal ini pengelolaan SDM harus sejalan dengan mandat
transformasi UU ASN yang dimulai dari (i) penyusunan dan penetapan kebutuhan, (ii) pengadaan,
(iii) pola karir, pangkat, dan jabatan, (iv) pengembangan karir, penilaian kinerja, disiplin, (v) promosi-
mutasi, (vi) penghargaan, penggajian, dan tunjangan, (vii) perlindungan jaminan pensiun dan jaminan
hari tua, sampai dengan (viii) pemberhentian.

 
Arah Kebijakan dan Strategi
Arah Kebijakan dan Strategi Nasional

Sebagaimana visi dan misi pembangunan nasional periode 2015-2019, untuk mewujudkan visi
dilaksanakan 7 (tujuh) misi pembangunan yang salah satunya adalah mewujudkan kualitas hidup
manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera. Visi-misi ini selanjutnya dijabarkan dalam 9
(sembilan) agenda prioritas pembangunan yang disebut Nawa Cita.

Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab BPOM pada periode 2015-2019, maka BPOM
utamanya akan mendukung agenda Nawa Cita ke-5 meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia
dengan menunjang Program Indonesia Sehat melalui pengawasan obat dan makanan. Dalam Sasaran
Pokok RPJMN 2015-2019, BPOM termasuk dalam 2 (dua) bidang yaitu 1) Bidang Sosial Budaya dan
Kehidupan Beragama - Subbidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat, dan 2) Bidang Ekonomi- Sub
bidang UMKM dan Koperasi.

Bidang Sosbud dan Kehidupan Beragama - Subbidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kebijakan :
Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan

Bidang Ekonomi - Subbidang UMKM dan Koperasi Kebijakan : Meningkatkan daya saing UMKM
dan koperasi sehingga mampu tumbuh menjadi usaha yang berkelanjutan dengan skala yang lebih
besar (“naik kelas”) dalam rangka mendukung kemandirian perekonomian nasional

Untuk mewujudkan pencapaian sasaran pembangunan bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat tahun
2015-2019, ditetapkan satu arah kebijakan pembangunan di bidang Kesehatan dan Gizi Masyarakat
yang terkait dengan BPOM adalah "Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan", melalui strategi:

a. Penguatan sistem pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko;


b. Peningkatan sumber daya manusia pengawas Obat dan Makanan;
c. Penguatan kemitraan pengawasan Obat dan Makanan dengan pemangku kepentingan;
d. Peningkatan kemandirian pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko oleh masyarakat dan
pelaku usaha;
e. Peningkatan kapasitas dan inovasi pelaku usaha dalam rangka mendorong peningkatan daya
saing produk Obat dan Makanan; dan
f. Penguatan kapasitas dan kapabilitas pengujian Obat dan Makanan

Arah Kebijakan dan Strategi BPOM

a. Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko untuk melindungi
masyarakat
Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko dimulai dari perencanaan
yang diarahkan berdasar pada aspek teknis, ekonomi, sosial dan spasial. Aspek-aspek tersebut
dilakukan dengan pendekatan analisis risiko yaitu dengan memprioritaskan pengawasan
kepada hal-hal yang berdampak risiko lebih besar agar pengawasan yang dilakukan lebih
optimal. Selain itu, penguatan sistem pengawasan Obat dan Makanan juga didorong untuk
meningkatkan perlindungan kepada kelompok rentan meliputi balita, anak usia sekolah, dan
penduduk miskin.
b. Peningkatan pembinaan dan bimbingan dalam rangka mendorong kemandirian pelaku
usaha dalam memberikan jaminan keamanan dan daya saing produk Obat dan
Makanan
Sejalan dengan Revolusi Mental, diharapkan BPOM dapat meningkatkan kemandirian
ekonomi utamanya daya saing Obat dan Makanan. Pendekatan dalam kebijakan ini meliputi
antara lain penerapan Risk Management Program secara mandiri dan terus menerus oleh
produsen Obat dan Makanan. Ketersediaan tenaga pengawas merupakan tanggung jawab
produsen. Namun BPOM perlu memfasilitasi pemenuhan kualitas sumber daya pengawas
tersebut melalui pembinaan dan bimbingan, pelatihan, maupun media informasi, serta
verifikasi kemandirian tersebut.
c. Peningkatan Kerjasama, Komunikasi, Informasi dan Edukasi publik melalui kemitraan
pemangku kepentingan dan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Obat dan
Makanan
Menyadari keterbatasan BPOM, baik dari sisi kelembagaan maupun sumber daya yang
tersedia (SDM maupun pembiayaan), maka kerjasama kemitraan dan partisipasi masyarakat
adalah elemen kunci yang harus dipastikan oleh BPOM dalam pelaksanaan tugas dan fungsi
pengawasan Obat dan Makanan. Pemerintah daerah dan masyarakat juga dituntut untuk ikut
andil dan terlibat aktif dalam pelaksanaan pengawasan tersebut. Dalam hal ini BPOM
mestinya jeli dan proaktif dalam mendorong kerjasama dan kemitraan dengan melibatkan
berbagai kelompok kepentingan dalam dan luar negeri, baik dari unsur pemerintah, pelaku
usaha (khususnya Obat dan Makanan), asosiasi pihak universitas/akademisi, media dan
organisasi masyarakat sipil terkait lainnya, dalam upaya memastikan bahwa Obat dan
Makanan yang beredar di masyarakat itu aman untuk dikonsumsi.
d. Penguatan kapasitas kelembagaan pengawasan Obat dan Makanan melalui penataan
struktur yang kaya dengan fungsi, proses bisnis yang tertata dan efektif, budaya kerja
yang sesuai dengan nilai organisasi serta pengelolaan sumber daya yang efektif dan
efisien.
Kebijakan ini mengarahkan pada pengelolaan sumber daya internal secara efektif dan efisien,
dengan fokus pada 8 (delapan) area reformasi birokrasi untuk mewujudkan tata kelola
pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. Pengelolaan persediaan,
penataan aset, penguatan kapasitas laboratorium, penguatan sistem informasi teknologi untuk
mendukung pelayanan publik, pengembangan SIPT sebagai aplikasi knowledge base dalam
mendukung risk based control, penguatan sistem perencanaan dan penganggaran, serta
implementasi keuangan berbasis akrual perlu menjadi penekanan/agenda prioritas.

Strategi

Strategi BPOM mencakup eksternal dan internal:


Eksternal:

1. Penguatan kemitraan dengan lintas sektor terkait pengawasan Obat dan Makanan;
2. Peningkatan pembinaan dan bimbingan melalui komunikasi, informasi dan Edukasi kepada
masyarakat dan pelaku usaha di bidang Obat dan Makanan;

Internal:

1. Penguatan Regulatory System pengawasan Obat dan Makanan berbasis risiko;


2. Membangun Manajemen Kinerja dari Kinerja Lembaga hingga kinerja individu/pegawai;
3. Mengelola anggaran secara lebih efisien, efektif dan akuntabel serta diarahkan untuk
mendorong peningkatan kinerja lembaga dan pegawai;
4. Meningkatkan kapasitas SDM pengawas di BPOM di tingkat pusat dan daerah secara lebih
proporsional dan akuntabel;
5. Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana pendukung maupun utama dalam mendukung
tugas Pengawasan Obat dan Makanan.

Target Kinerja

Indikator Kinerja Utama (IKU)


Indikator Kinerja Utama BPOM selama 5 (lima) tahun ke depan (2015-2019) adalah:

1. Persentase obat yang memenuhi syarat;


2. Persentase makanan yang memenuhi syarat;
3. Jumlah industri farmasi yang meningkat tingkat kemandiriannya;
4. Persentase industri pangan olahan yang mandiri dalam rangka menjamin keamanan pangan;
5. Capaian pelaksanaan Reformasi Birokrasi di BPOM.

APLIKASI PUBLIK

 LPSE  -  lpse.pom.go.id (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)


 e-BPOM  -  e-bpom.pom.go.id
 e-Reg Pangan Olahan  -  e-reg.pom.go.id
 e-Reg OTSM  -  asrot.pom.go.id
 e-Reg Obat  -  aero.pom.go.id
 Notifikasi Kosmetika  -  notifkos.pom.go.id

UU ttg kesehatan No. 36/2009


PP 86 tahun 2019 tentang Keamanan Pangan

Anda mungkin juga menyukai