Anda di halaman 1dari 6

NAMA : FARHAH NAHDIA KAMILAH

NIM : P17220193026
KELAS : IA
PRODI : D-III KEPERAWATAN LAWANG
TUGAS : MENJAWAB PERTANYAAN
MATA KULIAH : GIZI

1. Sebutkan pengertian Stunting!


Jawab :
Menurut UNICEF, stunting didefinisikan sebagai persentase anak-anak usia 0
sampai 59 bulan, dengan tinggi di bawah minus (stunting sedang dan berat) dan minus
tiga (stunting kronis) diukur dari standar pertumbuhan anak keluaran WHO.

Menurut Hoffman et al, 2000; Bloem et al, 2013, Stunting merupakan bentuk
kegagalan pertumbuhan (growth faltering) akibat akumulasi ketidakcukupan nutrisi
yang berlangsung lama mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan.

Dapat disimpulkan stunting adalah kondisi gagal pertumbuhan pada anak


(pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama.
Sehingga, anak lebih pendek atau perawakan pendek dari anak normal seusianya dan
memiliki keterlambatan dalam berpikir. Umumnya disebabkan asupan makan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan gizi

2. Sebutkan tanda-tanda stunting pada anak!


Jawab :
Selain tubuh berperawakan pendek dari anak seusianya, ada juga ciri-ciri lainnya yakni:
 Pertumbuhan melambat
 Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya
 Pertumbuhan gigi terlambat
 Performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya
 Pubertas terlambat
 Usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan kontak
mata terhadap orang di sekitarnya

3. Jelaskan penyebab stunting!


Jawab :
Status gizi buruk pada ibu hamil dan bayi merupakan faktor utama yang menyebabkan
anak balita mengalami stunting. Ada banyak sekali hal-hal yang dapat memicu terjadinya gizi
buruk ini. Berikut adalah penyebab gizi buruk pada ibu hamil dan bayi yang masih sering
ditemui:

1. Pengetahuan ibu yang kurang memadai


Sejak di dalam kandungan, bayi sudah membutuhkan berbagai nutrisi untuk pertumbuhan dan
perkembangannya. Untuk mencapai ini, ibu harus berada dalam keadaan sehat dan bergizi baik.
Jika ibu tidak memiliki pengetahuan akan asupan nutrisi yang baik untuknya dan janin, hal ini
akan sulit didapatkan.
Begitu pula setelah lahir, 1000 hari pertama kehiduan (0-2 tahun) adalah waktu yang sangat
krusial untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Pada masa ini, bayi membutuhkan ASI
eksklusif selama 6 bulan dan tambahan makanan pendamping ASI (MPASI) yang berkualitas
setelahnya. Oleh karena itu, ibu harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai gizi anak.
Faktor lainnya yang juga dapat memicu stunting adalah jika anak terlahir dengan
kondisi sindrom alkohol janin (fetus alcohol syndrome). Kondisi ini disebabkan oleh konsumsi
alkohol berlebihan saat hamil yang kemungkinan diawali ketidaktahuan ibu akan larangan
terhadap hal ini.

2. Infeksi berulang atau kronis


Tubuh mendapatkan energi dari asupan makanan. Penyakit infeksi berulang yang dialami sejak
bayi menyebabkan tubuh anak selalu membutuhkan energi lebih untuk melawan penyakit. Jika
kebutuhan ini tidak diimbangi dengan asupan yang cukup, anak akan mengalami kekurangan
gizi dan akhirnya berujung dengan stunting.
Terjadinya infeksi sangat erat kaitannya dengan pengetahuan ibu dalam cara menyiapkan
makan untuk anak dan sanitasi di tempat tinggal.

3. Sanitasi yang buruk


Sulitnya air bersih dan sanitasi yang buruk dapat menyebabkan stunting pada anak.
Penggunaan air sumur yang tidak bersih untuk masak atau minum disertai kurangnya
ketersediaan kakus merupakan penyebab terbanyak terjadinya infeksi. Kedua hal ini bisa
meninggikan risiko anak berulang-ulang menderita diare dan infeksi cacing usus (cacingan).

4. Terbatasnya layanan kesehatan


Kenyataannya, masih ada daerah tertinggal di Indonesia yang kekurangan layanan kesehatan.
Padahal, selain untuk memberikan perawatan pada anak atau ibu hamil yang sakit, tenaga
kesehatan juga dibutuhkan untuk memberi pengetahuan mengenai gizi untuk ibu hamil dan
anak di masa awal kehidupannya.

4. Jelaskan dampak akibat stunting!


Jawab :
Umumnya stunting adalah gangguan yang sering ditemukan pada balita,
khususnya usia 1-3 tahun. Pada rentang usia tersebut, ibu dapat mengenal apakah anak
mengalami stunting atau tidak. Dampak stunting yang bisa terlihat antara lain:

 Mengganggu Pertumbuhan Tinggi dan Berat anak


Stunting adalah salah satu dari berbagai penyebab anak lebih pendek dibandingkan
dengan rata-rata anak seusianya. Berat badannya pun cenderung jauh di bawah rata-
rata anak sebayanya.

 Tumbuh Kembang Anak Tidak Optimal


Stunting juga bisa terlihat pada tumbung kembang anak di mana anak menjadi
terlambat jalan atau kemampuan motoriknya kurang optimal.

 Memengaruhi Kecerdasan dan Kemampuan Belajar Anak


Menurut sebuah penelitian, stunting adalah salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap IQ anak lebih rendah dibanding anak seusianya. Anak akan sulit belajar dan
berkonsentrasi akibat kekurangan gizi.

 Mudah Terserang Penyakit


Jika anak mengalami stunting kemungkinan besar anak akan mengalami kondisi yang
membuat anak mudah terserang penyakit dan berisiko terkena berbagai penyakit saat
dewasa seperti diabetes, jantung, kanker dan stroke. Bahkan stunting pada anak juga
bisa berujung pada kematian usia dini.

5. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting!


Jawab :
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh
faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Secara lebih detail,
beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian stunting dapat digambarkan sebagai
berikut:
a. Faktor langsung
1) Faktor ibu
Faktor ibu dapat dikarenakan nutrisi yang buruk selama prekonsepsi, kehamilan,
dan laktasi. Selain itu juga dipengaruhi perawakan ibu seperti usia ibu terlalu muda atau
terlalu tua, pendek, infeksi, kehamilan muda, kesehatan jiwa, BBLR, IUGR dan persalinan
prematur, jarak persalinan yang dekat, dan hipertensi (Sandra Fikawati dkk, 2017).

2) Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar mencapai hasil proses pertumbuhan.
Melalui genetik yang berada di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan
kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Hal ini ditandai dengan intensitas dan kecepatan
pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap rangsangan, umur pubertas dan
berhentinya pertumbuhan tulang (Narsikhah, 2012). Menurut Amigo et al., dalam
Narsikhah (2012) salah satu atau kedua orang tua yang pendek akibat kondisi patologi
(seperti defisiensi hormon pertumbuhan) memiliki gen dalam kromosom yang
membawa sifat pendek sehingga memperbesar peluang anak mewarisi gen tersebut dan
tumbuh menjadi stunting. Akan tetapi, bila orang tua pendek akibat kekurangan zat gizi
atau penyakit, kemungkinan anak dapat tumbuh dengan tinggi badan normal selama
anak tersebut tidak terpapar faktor resiko yang lain.

3) Asupan makanan
Kualitas makanan yang buruk meliputi kualitas micronutrient yang buruk,
kurangnya keragaman dan asupan pangan yang bersumber dari pangan hewani,
kandungan tidak bergizi, dan rendahnya kandungan energi pada complementary foods.
Praktik pemberian makanan yang tidak memadai, meliputi pemberian makan yang
jarang, pemberian makan yang tidak adekuat selama dan setelah sakit, konsistensi
pangan yang terlalu ringan, kuantitas pangan yang tidak mencukupi, pemberian makan
yang tidak berespon. Bukti menunjukkan keragaman diet yang lebih bervariasi dan
konsumsi makanan dari sumber hewani terkait dengan perbaikan pertumbuhan linear.
Analisis terbaru menunjukkan bahwa rumah tangga yang menerapkan diet yang
beragam, termasuk diet yang diperkaya nutrisi pelengkap, akan meningkatkan asupan
gizi dan mengurangi risiko stunting (Sandra Fikawati dkk, 2017).

4) Pemberian ASI Eksklusif


Masalah-masalah terkait praktik pemberian ASI meliputi Delayed Initiation, tidak
menerapkan ASI eksklusif, dan penghentian dini konsumsi ASI. Sebuah penelitian
membuktikan bahwa menunda inisiasi menyusu (Delayed initiation) akan meningkatkan
kematian bayi. ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa suplementasi
makanan maupun minuman lain, baik berupa air putih, jus, ataupun susu selain ASI.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama
6 bulan pertama untuk mencapai tumbuh kembang optimal. Setelah enam bulan, bayi
mendapat makanan pendamping yang adekuat sedangkan ASI dilanjutkan sampai usia
24 bulan. Menyusui yang berkelanjutan selama dua tahun memberikan kontribusi
signifikan terhadap asupan nutrisi penting pada bayi (Sandra Fikawati dkk, 2017).

5) Faktor infeksi
Beberapa contoh infeksi yang sering dialami yaitu infeksi enterik seperti diare,
enteropati, dan cacing, dapat juga disebabkan oleh infeksi pernafasan (ISPA), malaria,
berkurangnya nafsu makan akibat serangan infeksi, dan inflamasi. Penyakit infeksi akan
berdampak pada gangguan masalah gizi. Infeksi klinis menyebabkan lambatnya
pertumbuhan dan perkembangan, sedangkan anak yang memiliki riwayat penyakit
infeksi memiliki peluang mengalami stunting (Picauly & Toy, 2013).

b. Faktor tidak langsung


1) Faktor sosial ekonomi
Status ekonomi yang rendah dianggap memiliki dampak yang signifikan terhadap
kemungkinan anak menjadi kurus dan pendek (UNICEF, 2013). Menurut Bishwakarma
dalam Khoirun dkk (2015), status ekonomi keluarga yang rendah akan mempengaruhi
pemilihan makanan yang dikonsumsinya sehingga biasanya menjadi kurang bervariasi
dan sedikit jumlahnya terutama pada bahan pangan yang berfungsi untuk pertumbuhan
anak seperti sumber protein, vitamin, dan mineral, sehingga meningkatkan risiko kurang
gizi.

2) Tingkat Pendidikan
Menurut Delmi Sulastri (2012), pendidikan ibu yang rendah dapat
mempengaruhi pola asuh dan perawatan anak. Selain itu juga berpengaruh dalam
pemilihan dan cara penyajian makanan yang akan dikonsumsi oleh anaknya. Penyediaan
bahan dan menu makan yang tepat untuk balita dalam upaya peningkatan status gizi
akan dapat terwujud bila ibu mempunyai tingkat pengetahuan gizi yang baik. Ibu
dengan pendidikan rendah antara lain akan sulit menyerap informasi gizi sehingga anak
dapat berisiko mengalami stunting.

3) Pengetahuan gizi ibu


Menurut Delmi Sulastri (2012) menjelaskan bahwa pengetahuan gizi yang
rendah dapat menghambat usaha perbaikan gizi yang baik pada keluarga maupun
masyarakat sadar gizi artinya tidak hanya mengetahui gizi tetapi harus mengerti dan
mau berbuat. Tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang tentang kebutuhan
akan zat-zat gizi berpengaruh terhadap jumlah dan jenis bahan makanan yang
dikonsumsi. Pengetahuan gizi merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh
terhadap konsumsi pangan dan status gizi. Ibu yang cukup pengetahuan gizinya akan
memperhatikan kebutuhan gizi anaknya agar dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal.
4) Faktor lingkungan
Lingkungan rumah, dapat dikarenakan oleh stimulasi dan aktivitas yang tidak
adekuat, penerapan asuhan yang buruk, ketidakamanan pangan, alokasi pangan yang
tidak tepat, rendahnya edukasi pengasuh. Anak-anak yang berasal dari rumah tangga
yang tidak memiliki fasilitas air dan sanitasi yang baik berisiko mengalami stunting (Putri
dan Sukandar, 2012).

Anda mungkin juga menyukai