Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN MASALAH


KEPERAWATAN JIWA WAHAM

A. LATAR BELAKANG
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Kesehatan jiwa
merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan
jiwa, dan memiliki sikap positif untuk menggambarkan tentang
kedewasaan serta kepribadiannya. Menurut data WHO pada tahun 2012
angka penderita gangguan jiwa mengkhawatirkan secara global, sekitar
450 juta orang yang menderita gangguan mental. Orang yang mengalami
gangguan jiwa sepertiganya tinggal di negara berkembang, sebanyak 8
dari 10 penderita gangguan mental itu tidak mendapatkan perawatan.
(Kemenkes RI, 2012). Meskipun penderita gangguan jiwa belum bisa
disembuhkan 100%, tetapi para penderita gangguan jiwa memiliki hak
untuk sembuh dan diperlakukan secara manusiawi. UU RI No. 18 Tahun
2014 Bab I Pasal 3 Tentang Kesehatan Jiwa telah dijelaskan bahwa upaya
kesehatan jiwa bertujuan menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas
hidup yang baik, menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari
ketakutan, tekanan dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatatan
jiwa. (Kemenkes, 2014).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia DEPKES RI
(2012), gangguan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global
bagi setiap negara tidak hanya di Indonesia saja. Gangguan jiwa yang
dimaksud tidak hanya gangguan jiwa psikotik/ skizofrenia saja tetapi
kecemasan, depresi dan penggunaan Narkoba Psikotropika dan Zat adiktif
lainnya (NAPZA) juga menjadi masalah gangguan jiwa. Indonesia
mengalami peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa cukup banyak
diperkirakan prevalensi gangguan jiwa berat dengan psikosis/ skizofrenia
di Indonesia pada tahun 2013 adalah 1. 728 orang. Adapun proposi rumah
tangga yang pernah memasung ART gangguan jiwa berat sebesar 1.655
rumah tangga dari 14, 3% terbanyak tinggal di pedasaan, sedangkan yang
tinggal diperkotaan sebanyak 10,7%. Selain itu prevalensi gangguan
mental emosional pada penduduk umur lebih dari 15 tahun di Indonesia
secara nasional adalah 6.0% (37. 728 orang dari subjek yang dianalisis).
Provinsi dengan prevalensi gangguan mental emosional tertinggi adalah
Sulawesi Tengah (11, 6%), Sedangkan yang terendah dilampung (1,2 %)
(Riset Kesehatan Dasar, 2013).
Menurut Dinas Kesehatan Kota Jawa Tengah (2012), mengatakan
angka kejadian penderita gangguan jiwa di Jawa Tengah ada 14810 orang.
Angka kejadian ini merupakan penderita yang sudah terdiagnosa. Dilihat
dari angka kejadian diatas penyebab paling sering timbulnya gangguan
jiwa dikarenakan himpitan masalah ekonomi, kemiskinan. Kemampuan
dalam beradaptasi tersebut berdampak pada kebingungan, kecemasan,
frustasi dan perilaku kekerasan dan konflik batin dan gangguan emosinal
menjadi ladang subur bagi tumbuhnya penyakit mental.
Tabel 1.1 Daftar Distribusi Diagnosa Keperawatan Rawat Inap Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Jawa Tengah Periode Bulan Januari-April 2012
No Diagnosa Keperawatan Jumlah Persentase
(orang) (%)
1 Gangguan sensori persepsi halusinasi 8922 61 %
2 Isolasi sosial 1823 12 %
3 Perilaku kekerasan 1799 12 %
4 Waham 902 6%
5 Harga diri rendah 647 5%
6 Defisit perawatan diri 446 3%
7 Resiko bunuh diri 194 1%

Total 14810 100%

Berdasarkan data pencatatan Rekam Medis (RM) Rumah Sakit


Jiwa Daerah Surakarta pada periode bulan Januari sampai Desember 2015,
ditemukan masalah keperawatan pada klien rawat inap yaitu Halusinasi
4.021 klien, Resiko Perilaku Kekerasan 3.980 klien, Defisit Perawatan
Diri 1.026 klien dan Waham 401 klien. Dari data di atas kasus Perilaku
Kekerasan menempati urutan ke dua di Rumah Sakit Jiwa Surakarta
pernyatan petugas di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta mengalami
peningkatan yang paling pesat.
Menurut data pencatatan Rekam Medis (RM) Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Soediran Mangun Sumarso pada periode bulan Januari sampai
Desember 2016 berjumlah 6.834 orang rawat jalan dan 135 orang rawat
inap. Dari data kunjungan tersebut dapat ditemukan masalah keperawatan
pada klien rawat inap di bangsal Dahlia yaitu Halusinasi 72 klien, Resiko
Perilaku Kekerasan 17 klien, Defisit Perawatan Diri 19 klien, Menarik diri
14, Harga diri rendah 7 dan Waham 6 klien.

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Definisi
a. Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-
menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat,
2006)
b. Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat
intelektual dan latar belakang budaya klien (Aziz R, 2003).
c. Ramdi (2000) menyatakan bahwa itu merupakan suatu keyakinan
tentang isi pikiran yang tidak sesuai dengan kenyataan atau tidak
cocok dengan intelegensia dan latar belakang kebudayaannya,
keyakinan tersebut dipertahankan secara kokoh dan tidak dapat
diubah-ubah.

2. Tanda dan gejala


1. Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama,
kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan
tetapi tidak sesuai kenyataan
2. Klien tampak tidak mempunyai orang lain
3. Curiga
4. Bermusuhan
5. Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
6. Takut, sangat waspada
7. Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
8. Ekspresi wajah tegang
9. Mudah tersinggung (Azis R dkk, 2003)

3. Jenis dari masalah utama


Proses terjadinya waham dibagi menjadi enam yaitu :
1.      Fase Lack of Human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhn-kebutuhan klien baik secara
fisik maupun psikis. Secar fisik klien dengan waham dapat terjadi pada
orang-orang dengan status sosial dan ekonomi sangat terbatas. Biasanya
klien sangat miskin dan menderita. Keinginan ia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya mendorongnya untuk melakukan kompensasi yang
salah. Ada juga klien yang secara sosial dan ekonomi terpenuhi tetapi
kesenjangan antara Reality dengan selft ideal sangat tinggi. Misalnya ia
seorang sarjana tetapi menginginkan dipandang sebagai seorang dianggap
sangat cerdas, sangat berpengalaman dn diperhitungkan dalam
kelompoknya. Waham terjadi karena sangat pentingnya pengakuan bahwa
ia eksis di dunia ini. Dapat dipengaruhi juga oleh rendahnya penghargaan
saat tumbuh kembang ( life span history ).
2.      Fase lack of self esteem
Tidak ada tanda pengakuan dari lingkungan dan tingginya kesenjangan
antara self ideal dengan self reality (kenyataan dengan harapan) serta
dorongan kebutuhan yang tidak terpenuhi sedangkan standar lingkungan
sudah melampaui kemampuannya. Misalnya, saat lingkungan sudah
banyak yang kaya, menggunakan teknologi komunikasi yang canggih,
berpendidikan tinggi serta memiliki kekuasaan yang luas, seseorang tetap
memasang self ideal  yang melebihi lingkungan tersebut. Padahal self
reality-nya sangat jauh. Dari aspek pendidikan klien, materi, pengalaman,
pengaruh, support system semuanya sangat rendah.
3.      Fase control internal external
Klien mencoba berfikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau apa-apa
yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan dan tidak
sesuai dengan kenyataan. Tetapi menghadapi kenyataan bagi klien adalah
sesuatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk diakui, kebutuhan
untuk dianggap penting dan diterima lingkungan menjadi prioritas dalam
hidupnya, karena kebutuhan tersebut belum terpenuhi sejak kecil secara
optimal. Lingkungan sekitar klien mencoba memberikan koreksi bahwa
sesuatu yang dikatakan klien itu tidak benar, tetapi hal ini tidak dilakukan
secara adekuat karena besarnya toleransi dan keinginan menjaga perasaan.
Lingkungan hanya menjadi pendengar pasif tetapi  tidak mau konfrontatif
berkepanjangan dengan alasan pengakuan klien tidak merugikan orang
lain.
4.      Fase environment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam lingkungannya
menyebabkan klien merasa didukung, lama kelamaan klien menganggap
sesuatu yang dikatakan tersebut sebagai suatu kebenaran karena seringnya
diulang-ulang. Dari sinilah mulai terjadinya kerusakan kontrol diri dan
tidak berfungsinya norma ( Super Ego ) yang ditandai dengan tidak ada
lagi perasaan dosa saat berbohong.
5.      Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai dan
mendukungnya. Keyakinan sering disertai halusinasi pada saat klien
menyendiri dari lingkungannya. Selanjutnya klien lebih sering menyendiri
dan menghindar interaksi sosial ( Isolasi sosial ).
6.      Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap waktu
keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema waham yang
muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu atau kebutuhan-
kebutuhan yang tidak terpenuhi ( rantai yang hilang ). Waham bersifat
menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi waham dapat menimbulkan
ancaman diri dan orang lain. Penting sekali untuk mengguncang keyakinan
klien dengan cara konfrontatif serta memperkaya keyakinan relegiusnya
bahwa apa-apa yang dilakukan menimbulkan dosa besar serta ada
konsekuensi sosial.

4. Penyebab terjadinya masalah


Berbagai kehilangan dapat terjadi pada pasca bencana, baik kehilangan
harta benda, keluarga maupun orang yang bermakna. Kehilangan ini
menyebabkan stress bagi mereka yang mengalaminya. Jika stress ini
berkepanjangan dapat memicu masalah gangguan jiwa dan waham. (Budi
Anna Keliat, 2006: 147)

5. Faktor predisposisi
1. Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem saraf
yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
2. Neurobiologis :  adanya gangguan pada korteks pre frontal dan korteks
limbic
3. Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin dan
glutamat.
4. Virus : paparan virus influensa pada trimester III
5. Psikologis :  ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
6. Faktor presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal.
c. Adanya gejala pemicu

7. Akibat terjadinya masalah


Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi verbal
yang ditandai dengan pikiran tidak realistic, flight of ideas, kehilangan
asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata yang
kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah beresiko mencederai
diri, orang lain dan lingkungan.

C. POHON MASALAH

D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kerusakan komunikasi : verbal
b. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
c. Perubahan isi pikir : waham
E. RENCANA KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan 1:
kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham
a. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
b. Tujuan khusus :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
1) Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik,
perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan
lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas topik,
waktu, tempat).
2) Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan
perawat menerima keyakinan klien “saya menerima
keyakinan anda” disertai ekspresi menerima, katakan
perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati,
tidak membicarakan isi waham klien.
3) Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan
terlindungi: katakan perawat akan menemani klien dan
klien berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan
dan kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
4) Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian
dan perawatan diri.
b)     Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
1) Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang
realistis.
2) Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada
waktu lalu dan saat ini yang realistis.
3) Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan
perawatan diri).
4) Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa
klien sangat penting.

c)      Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi


Tindakan :
1) Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
2) Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama
di rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah)
3) Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya
waham.
4) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien
dan memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
5) Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.

d)     Klien dapat berhubungan dengan realitas


Tindakan :
1) Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain,
tempat dan waktu).
2) Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi
realitas.
3) Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien

e). Klien dapat menggunakan obat dengan benar


Tindakan :
1) Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi,
efek dan efek samping minum obat
2) Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama
pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
3) Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat
yang dirasakan
4) Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.

f).   Klien dapat dukungan dari keluarga


Tindakan :
1) Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga
tentang: gejala waham, cara merawat klien, lingkungan
keluarga dan follow up obat.
2) Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga.

2. Diagnosa Keperawatan 2:
Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
waham
1.  Tujuan Umum:
Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
2.  Tujuan Khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
2) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
3) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
4) Beri perhatian dan penghargaan : teman klien walau tidak
menjawab.
b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
1) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2) Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
3) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.

c. Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan.


Tindakan :
1) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
2) Observasi tanda perilaku kekerasan.
3) Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang dialami
klien.

d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa


dilakukan.
Tindakan:
1) Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
2) Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
3) Tanyakan “apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai?”

e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.


Tindakan:
1) Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
2) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
3) Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
4) Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon
terhadap kemarahan.
Tindakan :
1) Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
2) Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam jika
sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
3) Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
4) Secara spiritual : berdo’a, sembahyang, memohon kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.

f. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.


Tindakan:
1) Bantu memilih cara yang paling tepat.
2) Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
3) Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
4) Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
5) Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel /
marah.

g. Klien mendapat dukungan dari keluarga.


Tindakan :
1) Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
2) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.

h. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).


Tindakan:
1) Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping)
2) Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien,
obat, dosis, cara dan waktu).
3) Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
3. Diagnosa Keperawatan 3:
Perubahan isi pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah
1.    Tujuan umum :
Klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri rendah/klien akan
ngkat harga dirinya.
2.    Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
2) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
3) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
4) Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya
sendiri

b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang


dimiliki
Tindakan :
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
utamakan memberi pujian yang realistis

c. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan


Tindakan :
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah
d. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan
2) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
3) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien
lakukan

e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan


Tindakan :
1) Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
2) Beri pujian atas keberhasilan klien
3) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang adA


Tindakan :
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien
2) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
g. DAFTAR PUSTAKA

1. Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr.


Amino Gondoutomo. 2003

2. Keliat, Budi Anna. (2006). Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa


Jakarta : FIK, Universitas Indonesia

3. Kusumawati dan Hartono . 2010 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta :


Salemba Medika

4. Stuart dan Sundeen . 2005 . Buku Keperawatan Jiwa . Jakarta : EGC .

5. Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1,


Bandung, RSJP Bandung, 2000

6. http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2014.pdf

7. http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas
%202013.pdf

Anda mungkin juga menyukai